Anda di halaman 1dari 26

JUORNAL READING

“EVALUASI GAMBARAN KLINIS INFEKSI VIRUS CAMPAK UNTUK DIAGNOSIS PADA ANAK DI
TEMPAT DENGAN FASILITAS TERBATAS”
Dominicus Husada*, Kusdwijono, Dwiyanti Puspitasari, dkk
Department of Child Health, Faculty of Medicine, Universitas Airlangga / Dr.
Soetomo General Academic Hospital

Dibacakan Oleh :

Meiriyani Lembang (2019086016415)


Nova Siregar (2019086016425)
Sri Rahayu (2019086016489)

Penguji
dr. Renny H. Bagus, Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA
2021
ABSTRAK

Latar Belakang :
 Campak merupakan masalah kesehatan yang berulang baik di
negara maju maupun berkembang.
 WHO merekomendasikan imunoglobulin M anti-campak (Ig M)
sebagai metode standar untuk melakukan tes serologi.
 Gambaran klinis yang khas diperlukan untuk menegakkan
diganosis campak.
 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi ruam
hiperpigmentasi dan gambaran klinis lainnya sebagai alat
diagnostik.
ABSTRAK

Metode :
 Dalam studi pengamatan diagnostik kriteria inklusi : usia antara 6
dan 144 bulan, demam, ruam makulopapular selama 3 hari atau
lebih, disertai batuk, atau coryza, atau konjungtivitis.
 Kecuali, pasien yang memiliki riwayat vaksinasi campak (1-
6minggu), kortikosteroid selama 2 minggu atau lebih dan kondisi
sistem imun yang terganggu.
 Ruam hiperpigmentasi divalidasi menggunakan tes Kappa dan Mc
Nemar. Ig M anti-campak dianggap sebagai gold standar.
ABSTRAK

Hasil :
 Dari 82 peserta
 Manifestasi klinis dari semua subjek termasuk demam, batuk,
coryza, konjungtivitis, bintik Koplik, dan ruam makulopapular (yang
berubah menjadi ruam hiperpigmentasi sepanjang perjalanan
penyakit).
 Tes Mc Nemmar dan Kappa menunjukkan nilai p masing-masing
0,774 dan 0,119.
ABSTRAK

Kesipulan :
 Kombinasi demam, ruam makulopapular, dan ruam hiperpigmentasi
dapat digunakan sebagai alat skrining mengenai infeksi campak
dalam keadaan wabah anti-campak Ig M.
 Kombinasi batuk, coryza, dan bintik Koplik dapat ditambahkan,
meskipun dengan penurunan nilai sensitivitas.
LATAR BELAKANG
 Campak merupakan penyakit yang sangat menular dan infeksius
 Kemampuan virus ini menyebabkan infeksi sistemik
 Menular melalui aerosol atau droplet menekan respons imun
sampai jangka waktu yang lama setelah infeksi membuat campak
menjadi masalah yang memerlukan perhatian serius.
 Tahun 2012-2014 : WHO sekitar 115.000 orang sebagian
besar anak berusia 5 tahun, meninggal atau mengalami sekuele
akibat campak setiap tahunnya.
 Hampir semua infeksi campak mengalami manifestasi klinis dan
dapat menyebabkan komplikasi berat hingga mematikan, terutama
pada anak-anak dengan status nutrisi buruk di negara-negara
berkembang di seluruh dunia.
LATAR BELAKANG
 Campak berhubungan dengan demam dan ruam
 Masa inkubasi pada campak adalah sekitar 7-21 hari.
 Ruam eritema diskret muncul pada wajah dan leher pasien satu hari
setelah hilangnya bintik Koplik (Koplik’s spot) ruam menyebar ke
seluruh tubuh.
 Ruam makulopapular tersebut setelah beberapa hari akan menjadi
hiperpigmentasi khas infeksi campak
 Warna kulit tertentu, lebih rentan terhadap gangguan
hiperpigmentasi : di Asia dan India
LATAR BELAKANG
 Diperlukan pemeriksaan Polymerase chain reaction (PCR) untuk
mendukung penilaian klinis.
 WHO merekomendasikan Imunoglobulin M (Ig M) anti campak
sebagai metode standar untuk mendeteksi infeksi campak.
 Diperlukan metode diagnosis lain gambaran klinis campak
 Pada tahun 2013 dan 2014, sebanyak 11.521 dan 12.943 kasus
campak dilaporkan di seluruh Indonesia o.k cakupan vaksinasi pada
tahun 2013 <70%.
 Pada tahun 2017 kampanye program vaksin campak rubela (MR)
(hanya di Pulau Jawa) dan tahun 2018 (di seluruh Indonesia).
 Tujuan :menentukan apakah ruam hiperpigmentasi dan tanda dan
gejala klinis lainnya dapat digunakan sebagai penanda klinis yang
sensitif dan spesifik.
LATAR BELAKANG

 Tujuan studi ini adalah menentukan apakah ruam hiperpigmentasi


dan tanda dan gejala klinis lainnya dapat digunakan sebagai
penanda klinis yang sensitif dan spesifik, yang akan dapat menjadi
metode alternatif untuk mendiagnosis infeksi campak tanpa harus
memeriksa Ig M anti-campak, terutama pada kondisi wabah.
METODE
 Pemeriksaan diagnostik dilakukan dengan desain
observasional di Bangsal Perawatan Anak dan Poliklinik Anak,
Rumah Sakit Umum Pendidikan Dr. Soetomo, Surabaya.
 Sampel : anak berusia 6 sampai 144 bulan dengan demam
(minimal 38,3oC), dengan ruam makulopapular ekstensif
selama 3 hari, disertai dengan batuk, coryza atau
konjungtivitis.
 Kriteria eksklusinya : riwayat vaksinasi campak sebelumnya
(8 hari sampai 6 minggu), riwayat penggunaan kortikosteroid
(selama 2 minggu atau lebih), dan kondisi imunokompromis
(keganasan, obat-obatan imunosupresif, infeksi HIV).
METODE
Kebutuhan jumlah sampel minimal dihitung menggunakan rumus
berikut:

 Partisipan studi memberikan catatan riwayat penyakitnya dan


menjalani pemeriksaan fisik.
 Pemeriksaan Ig M anti-campak hari ke-tiga setelah munculnya
ruam dan digunakan sebagai standar baku emas.
 Interpretasi hasilnya adalah sebagai berikut: ≥0,3= positif, <0,2=
negatif, dan 0,3-0,3= meragukan
METODE
 Dari kumpulan data didapatkan, 7 gambaran klinis
1. Demam
2. Ruam eritema
3. Batuk
4. Coryza
5. Konjungtivitis
6. Bintik Koplik, dan
7. Ruam hiperpigmentasi
untuk menemukan kombinasi terbaik yang mendapatkan
sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value (PPV),
negative predictive value (NPV), dan rasio kemungkinan
yang diharapkan.
HASIL
Terdapat 89 kandidat dengan gejala klinis campak berdasarkan
kriteria CDS (1983):
 82 sampel memenuhi kriteria inklusi dan memberikan data
yang lengkap
 7 partisipan dieksklusi (5 tidak melanjutkan penelitian dan 2
dengan riwayat penggunaan steroid dalam 2 minggu
terakhir.
HASIL
Tabel 1 Karakteristik subjek
Karakteristik Sampel Total (%) IgM anti campak (+) (%)
n = 82 n = 75
Jenis Kelamin    
 Laki-laki 47 (57.3) 44 (58.7)
 Wanita 35 (42.7) 31 (41.3)
Umur (bulan)    
 6 - <12 19 (23.2) 18 (24.0)
 12 - <72 49 (59,7) 45 (60,0)
 72–144 14 (17.1) 12 (16.0)
Status Gizi    
 Nutrisi Baik 31 (37.8) 28 (37.3)
 Malnutrisi Sedang 44 (53,7) 40 (53,3)
 Malnutrisi Parah 7 (8.5) 7 (9.3)
Vaksinasi Campak    
 Positif 12 (14.6) 11 (14.7)
 Negatif 70 (85.4) 64 (85.3)
Vitamin A    
 Ya 69 (84.1) 63 (84.0)
 Tidak 13 (15.9) 12 (16.0)
Komplikasi    
 Bronkopneumonia 15 (18.3) 15 (20.0)
 Diare 4 (4.8) 4 (5.3)
HASIL
Tabel 2 Manifestasi klinis infeksi campak

Manifestasi Klinis Sampel Total (%) IgM Anti Campak


n = 82 (+) (%)
n = 75
Demam 82 (100.0) 75 (100.0)
Batuk 73 (89.0) 67 (89.3)
Coryza 70 (85.4) 63 (84.0)
Konjungtivitis 41 (50.0) 35 (46.7)
Ruam 82 (100.0) 75 (100.0)
makulopapular
Ruam 73 (89.0) 68 (90.7)
Hiperpigmentasi
Bintik Koplik 32 (39.0) 32 (42.7)
DISKUSI
 Studi ini menggunakan gambaran klinis campak berdasarkan
kriteria CDC (1983) sebagai kriteria inklusi
 Di area dengan insiden campak yang tinggi : kriteria klinis
memiliki nilai diagnostik yang tinggi
 Di area dengan insiden campak yang rendah : pemeriksaan
serologi diperlukan
 WHO merekomendasikan aplikasi kriteria klinis ini (CDC
1983) sebagai gambaran klinis campak pada program
eradikasi campak.
DISKUSI
Tabel 3 Perbandingan manifestasi klinis infeksi campak antara anak
yang lebih muda dan yang lebih tua*
Manifestasi <1 Tahun > 1 Tahun
Klinis  
Total Sampel IgM anti campak Total Sampel IgM anti campak
(%) (+) (%) (%) (+) (%)
n = 19 n = 82 n = 63 n = 57

Demam 19 (100) 18 (100) 63 (100) 57 (100)


Batuk 16 (84.2) 15 (83.3) 57 (90.5) 52 (91.2)
Coryza 17 (89.5) 16 (88.9) 53 (84.1) 47 (82.5)
Konjungtivitis 6 (31.6) 5 (27.8) 35 (55.6) 30 (52.6)

Ruam 19 (100) 18 (100) 63 (100) 57 (100)


makulopapular

Ruam 16 (84.2) 15 (83.3) 57 (90.5) 53 (93)


Hiperpigmenta
si
Bintik Koplik 8 (42.1) 8 (44.4) 24 (38.1) 24 (42.1)
DISKUSI
Tabel 4 Gambaran klinis campak sebagai alat diagnostik - sensitivitas,
spesifisitas, dan rasio kemungkinan

Gambaran klinis Sn (%) (95% CI) Sp (%) (95% CI) LLR (%)

F+M+H 90,7 (81,2–95,9) 28,6 (5,1–69,7) 0,175


F+M+B+H 81,3 (70,3–89,1) 28,6 (5,1–69,7) 0,545
F+M+C+H 76.0 (64.5–84.8) 28.6 (5.1–69.7) 0.791
F+M+K+H 41,3 (30,3–50,3) 28,6 (5,1–69,7) 0,124
F+M+B+C+H 66,7 (54,7–76,9) 28,6 (5,1–69,7) 0,545

F+M+B+C+K+H 36,0 (25,5–48,0) 28,6 (5,1–69,7) 0,124

F+M+B 89.3 (79.5–95.0) 14.3 (0.8–58.0) 0.777


F+M+C 84.0 (73.3–91.1) 0 0.127
F+M+K 46.7 (35.2–58.5) 14.3 (0.8–58.0) 0.038
F+M+B+C 73.3 (61.7–82.6) 14.3 (0.8–58.0) 0.448
F+M+B+C+K 41,3 (30,3–53,3) 28,6 (5,1–69,7) 0,124
DISKUSI
Tabel 5 Gambaran klinis campak sebagai alat diagnostik - nilai prediksi
positif, nilai prediksi negative, tes Mc Nemar dan Kappa
Gambaran klinis PPV (%) (95% CI) NPV (%) (95% CI) Mc Nemar (p) Kappa (p)

F+M+H 93.2 (84.1–97.5) 22.2 (3.95–59.8) 0.774 0.119

F+M+B+H 92,4 (82,5–97,2) 12,5 (2,2–39,6) 0,064 0,527

F+M+C+H 91,9 (81,5–97,0) 10,0 (0,2–33,1) 0,011 0,788


 
F+M+K+H 86.1 (69.7–94.8) 4.3 (0.8–16.1) <0.001 0.125

F+M+B+C+H 90,9 (79,3–96,7) 12,5 (1,3–25,8) 0,064 0,527


 
F+M+B+C+K+H 84,4 (66,5–94,1) 4,3 (0,7–14,9) <0,001 0,125

F+M+B 91,8 (82,4–96,7) 11,1 (0,6–49,3) 0,791 0,770

F+M+C 90,0 (79,9–95,6) 0 0,359 0,252

F+M+K 85,4 (70,1–93,9) 2,4 (0,1–14,4) <0,001 0,048

F+M+B+C 90,2 (79,2–95,9) 4,8 (0,2–25,9) 0,009 0,027

F+M+B+C+K 86,1 (69,7–94,8) 4,3 (0,8–16,1) <0,001 0,125


DISKUSI
• Pada studi ini, semua pasien menjalani pemeriksaan darah 3 hari
setelah onset gejala, dan ruam makulopapularnya menjadi
hiperpigmentasi dan mengalami deskuamasi di sepanjang
perjalanan penyakitnya.
• Tujuh puluh lima atau 91,5%) dari delapan puluh dua subjek
memiliki hasil positif untuk Ig M anti-campak.
• Hasil ini sesuai dengan beberapa studi sebelumnya yang
mendapatkan hasil 70% positif untuk Ig M anti-campak ketika
diperiksa 3 hari pasca onset munculnya ruam.
• WHO menyatakan bahwa 30% dari semua kasus campak
memiliki hasil Ig M anti-campak negatif jika pemeriksaan darah
dilakukan pada hari ketiga sejak gejala pertama kali muncul.
• Banyak partisipan studi ini memiliki masalah nutrisi.
• Malnutrisi menyebabkan gangguan sistem imun.
Tentunya, infeksi campak menyebabkan lebih banyak
masalah, baik pada aspek nutrisi maupun imunitas.
• Subjek dengan infeksi campak cenderung memiliki berat
badan yang lebih rendah dibanding anak rata-rata. Ruam
campak pada anak dengan malnutrisi cenderung menjadi
lebih berkonfluens dan berprogresi menjadi berwarna
merah gelap. Deskuamasi lebih jelas dan terjadi dalam
skala besar
Pada praktiknya, ketika kita menemukan kasus kecurigaan campak, dan
menjadi lebih yakin dengan diagnosis kita dengan mengevaluasi adanya
hiperpigmentasi pada pasien kita, kita dapat mengikuti protokol wabah di
komunitas. Tentunya, kita tidak perlu menunggu pemeriksaan Ig M
tersedia. Akan tetapi, jika tersedia, kita dapat mengkonfirmasi temuan
klinis dengan pemeriksaan Ig M tersebut dan menggunakannya untuk
mencegah penyebaran lebih lanjut penyakit. Sekali lagi, manfaat dari
deteksi hiperpigmentasi ini lebih pada tingkat epidemiologis.
Saat ini studi mengenai manifestasi klinis yang berfokus pada
hiperpigmentasi pada penyakit campak masih sangat terbatas pada
literatur yang ada saat ini. Kemungkinan terdapat variasi gambaran klinis
di antara pasien di berbagai negara. Studi ini dapat memberikan dasar di
mana Kementerian Kesehatan Indonesia dapat memodifikasi kriteria
diagnosis dengan memasukkan hiperpigmentasi, ketika ruam eritema awal
menghilang, sebagai salah satu metode skrining untuk mendiagnosis
campak pada kondisi wabah. Nilai prediktif yang lebih rendah
menunjukkan pentingnya konteks lokal pasien dan variasi epidemiologis,
seperti yang dijelaskan pada studi lainnya mengenai bintik Koplik.
Studi ini terbatas pada satu pusat kesehatan. Kebanyakan anak dalam studi kami
memiliki etnis Jawa dan memiliki jenis kulit IV-V (jenis kulit Fitzpatrick IV-V).
Anak dengan jenis kulit VI hanya dapat ditemukan di bagian timur Indonesia
dan tidak termasuk dalam studi kami. Hiperpigmentasi lebih jarang pada orang
Kaukasia. Secara umum, orang dengan kulit yang lebih gelap cenderung lebih
sering mengalami hiperpigmentasi. Keterbatasan lainnya berhubungan dengan
penggunaan PCR: kami tidak menggunakan PCR sebagai standar baku emas,
karena rekomendasi WHO menerima penggunaan Ig M anti-campak juga. Kami
juga tidak memeriksa penyebab lain penyakit (dengan ruam makulopapular)
pada studi ini. Beberapa pemeriksaan laboratorium definitif tidak tersedia di
negara kami.
KESIMPULAN
Ruam hiperpigmentasi terlihat pada sebagian besar subjek dengan campak pada studi
ini. Kombinasi gejala demam, ruam makulopapular, dan ruam hiperpigmentasi dapat
digunakan sebagai metode skrining untuk mendeteksi infeksi campak, bahkan
sebelum pemeriksaan serologi konfirmasi Ig M anti-campak dilakukan. Akan tetapi,
metode skrining ini tidak dapat menggantikan pemeriksaan serologi Ig M anti-
campak. Akan tetapi, manfaat dari metode skrining ini lebih besar pada kondisi
wabah, di mana klinisi perlu membuat diagnosis definitif kasus-kasus awal sesegera
mungkin. Pada kebanyakan kondisi individual, klinisi perlu bergantung pada
gambaran klinis selain hiperpigmentasi sebagai penanda klinis awal, karena
hiperpigmentasi di temukan pada tahap yang lebih lanjut dari penyakit.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai