Anda di halaman 1dari 35

BEDAH PLASTIK

By Richard Brian Medknight


CL
DEFINI
SI
 Cleft lip and palate (CLP) merupakan deformitas facial

yang paling umum. CLP dapat melibatkan bibir saja,


bibir beserta palatum, dan palatum saja (Kati, 2018;
Vyas et al., 2020).
 Cleft lip (CL) : deformitas kongenital pada palatum

primer terletak di anterior foramen incisivus -> terjadi


kegagalan fusi processus frontonasal dan maxillaris
(Kati, 2018; Vyas et al., 2020).

(Wynne dan Ferguson, 2018)


DEFINISI
 Cleft palate (CP) : abnormalitas kongenital

pada palatum sekunder (palatum mole dan


palatum durum), di posterior foramen
incisivus -> terjadi kegagalan fusi
palatinal shelves pada processus
maxillaris (Kati, 2018; Vyas et al., 2020).
 Kejadiannya dapat unilateral, bilateral,

komplit, atau inkomplit (Kati, 2018; Vyas


et al., 2020). (Wynne dan Ferguson, 2018)
EPIDEMIOLOGI
 Populasi CL/P : CLP (46%), CP (33%), CL (21%) (Ettinger dan Buchman, 2020).

 Unilateral > 6x bilateral, lebih sering di sisi kiri (Ettinger dan Buchman, 2020).

 Insidensi CL/P bervariasi tergantung etnisitas, lokasi geografis, dan faktor sosioekonomi, yaitu

(Ettinger dan Buchman, 2020) :


1. Amerika 3,6/1000, Jepang 2,1/1000, Kaukasia 1,0/1000
2. Anak asia lahir di US < anak asia lahir di negara asalnya (asia)
3. CL/P -> pria 2 : 1 wanita
4. CP -> pria 1 : 2 wanita
FAKTOR RISIKO

Faktor risiko
CLP

Genetik Non-genetik

Non- Faktor
Sindromik Konsumsi
sindromik Merokok lingkungan
CL/P alkohol
CL/P lain

(Bhat et al., 2020; Vyas et al., 2020)


FAKTOR RISIKO GENETIK CLP
 Syndromic CL/P merupakan CL/P dihubungkan dengan malformasi lainnya. Terdiri

dari lebih dari 400 sindroma yang kebanyakan mengikuti pola pewarisan sifat (hukum
Mendel) (Bhat et al., 2020; Vyas et al., 2020).
 Non-syndromic CL/P merupakan kelainan utama dan terjadi pada kebanyakan kasus

(70%). Beberapa penelitian telah mengidentifikasi beberapa gen yang apabila


mengalami mutasi dapat menyebabkan CL/P (Bhat et al., 2020; Vyas et al., 2020).
FAKTOR RISIKO NON-
GENETIK CLP
 Merokok : hubungan merokok dengan CLP tidak kuat, tetapi signifikan. Beberapa penelitian menunjukkan

adanya resiko relatif terjadinya CLP sebanyak 1,3-1,5 (Bhat et al., 2020; Vyas et al., 2020).
 Konsumsi alkohol : Munger et al menunjukkan bahwa konsumsi alkohol saat kehamilan meningkatkan

resiko CLP sebanyak 1,5-4,7 kali bergantung dosis alkohol yang dikonsumsi (Bhat et al., 2020; Vyas et al.,
2020).
 Faktor lingkungan lainnya : termasuk penyakit maternal, stress saat kehamilan, dan paparan kimia.

Penurunan aliran darah pada daerah nasomaxilla, meningkatnya usia maternal dan paternal juga dianggap
meningkatkan resiko CLP (Bhat et al., 2020; Vyas et al., 2020).
 Konsumsi asam retinoat juga menyebabkan defek biokimia dan hormonal, sehingga dapat mengganggu diferensiasi

dan migrasi sel sehingga menyebabkan efek langsung pada morfogenesis wajah (Bhat et al., 2020; Vyas et al., 2020).
Anatomis
KLASIFIKASI

Unilateral / Bilateral Inkomplit Komplit

CL -> tanpa melewati CL -> mencapai nasal


nasal sill floor

CP -> memanjang mencapai


CP -> mencakup palatum sekunder
palatum primer dan sekunder
(palatum mole dan durum)
(alveolus)
(Ettinger dan Buchman, 2020)
KLASIFIKASI LAHSHAL OLEH
KRIENS
 Klasifikasi LAHSHAL menggunakan (Ettinger dan
Buchman, 2020) :
1. Tanda titik (.) untuk menunjukkan anatomi normal
2. Tanda bintang (*) untuk cleft submukosa atau microform
3. Huruf kecil (l, a, h, s) untuk cleft inkomplit
4. Huruf kapital (L, A, H, S) untuk cleft komplit

(McBride et al., 2016)


ANOMALI ANATOMI PADA
CLP
Anomali
anatomi CLP

Bibir (Lip) Hidung Palatum

(Wynne dan Ferguson, 2018)


ANOMALI BIBIR PADA CLP
 Adanya cacat pada bibir akan menyebabkan insersi abnormal dari musculus orbicularis

oris dan hilangnya kontinuitas batas vermilion. Kedua hal ini harus diperbaiki dalam
kasus cleft lip agar fungsi dan bentuk kembali normal (Wynne dan Ferguson, 2018).
 Daerah mukokutan dari bibir dibagi menjadi 3, yaitu (Wynne dan Ferguson, 2018) :

1. cutaneous skin of the upper lip dan philtrum,


2. vermilion (intermediate area of dry mucosa)
3. internal area of moist mucosa.
 Musculus orbicularis oris normalnya membentuk lengkungan penuh di bawah mukosa,

namun pada kasus CLP tedapat penyimpangan sehingga insersi musculus orbicularis
oris terjadi di dermis dan ala nasal di sisi cleft lip dan insersi ke columella pada sisi (Wynne dan Ferguson, 2018)
non-cleft lip (Wynne dan Ferguson, 2018).
 Pada CLP komplit, terjadi insersi sampai ke nasal floor.
ANOMALI HIDUNG PADA CLP
 Abnormalitas insersi dari musculus orbicularis oris akan berkontribusi terhadap deformitas nasal yang terjadi pada cleft lip

(Wynne dan Ferguson, 2018).


 Dengan adanya insersi musculus orbicularis oris ke dalam dasar ala nasal, maka terdapat pelebaran ke arah luar dari kartilago

nasal lateral inferior, sehingga menyebabkan dasar ala nasal di sisi cleft lip terletak lebih lateral dan inferior dari normalnya

(Wynne dan Ferguson, 2018).


 Columella lebih pendek dan septum kartilago anterior deviasi ke sisi non-cleft akibat tertarik oleh musculus orbicularis oris di

columella tersebut (Wynne dan Ferguson, 2018).


 Hal ini menyebabkan posisi septum di sisi cleft lebih posterior bersamaan dengan terjadinya reduksi di daerah katub nasal akibat adanya

abnormalitas pada bagian inferior dari kartilago nasalis lateral yang menyebabkan obstruksi jalan napas di hidung (Wynne dan Ferguson,

2018).

 Nasal airflow resistance sering terjadi pada pasien CLP dengan presentasi 20-30% (Wynne dan Ferguson, 2018).
ANOMALI PALATUM PADA
CLP
 Cleft palate biasanya disertai dengan abnormalitas tulang dan jaringan

lunak di sekitarnya (Wynne dan Ferguson, 2018).


 Otot utama dari palatum adalah musculus levator veli palatini,

musculus palatopharyngeus, dan musculus palatoglossus (Wynne dan


Ferguson, 2018).
 Musculus levator veli palatini merupakan elevator utama dari palatum

(Wynne dan Ferguson, 2018).


 Musculus palatopharyngeus dan musculus palatoglossus berperan sebagai

depresor dan bersama dengan musculus levator veli palatini berperan untuk
memanjangkan velum (Wynne dan Ferguson, 2018).
 Otot terakhir yang penting adalah musculus tensor veli palatini yang
(Wynne dan Ferguson, 2018)
berperan untuk membuka saluran tuba eustachii (Wynne dan
Ferguson, 2018).
 Pada CLP, terjadi gangguan insersi pada otot-otot palatum ini.
DIAGNOSIS CLP
(Lewis, Jacob dan Lehmann, 2017)

• Evaluasi faktor – faktor risiko CLP saat prenatal.


• Evaluasi keluhan pasien apakah ada kesulitan bayi dalam mengonsumsi makanan dan berat
badan yang kurus dan tidak naik, batuk/pilek, ada tidaknya infeksi telinga, gangguan
Anamnesis pendengaran, serta gangguan bicara.

• Pemeriksaan fisik dilakukan sistemik untuk membedakan CLP sindromik dan non-sindromik.
• Evaluasi bibir, alveolus, hard, and soft palate penting dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya celah, gangguan
pertumbuhan gigi, dan evaluasi infeksi pada telinga.

Pemeriksaan fisik • Pemeriksaan fisik pada bayi syndromic CLP, seperti Pierre Robin sequence, dapat diketahui dengan
ditemukannya microretrognathia, glossoptosis, dan U-shaped cleft palate.
• Inspeksi pada pasien CLP berdasarkan nomenklatur klasifikasi LAHSHAL.

• Diagnosis cleft lip and palate saat prenatal (75%) dapat dibantu melalui pemeriksaan USG
kehamilan saat usia 13-16 minggu.
Pemeriksaan penunjang • Isolated cleft palate tidak dapat dideteksi dengan mudah pada saat prenatal, namun peran MRI
fetus prenatal dapat mendeteksi cleft palate

(Lewis, Jacob dan Lehmann, 2017; Worley, Patel dan Kilpatrick, 2018; Wynne dan Ferguson, 2018)
DIAGNOSIS CLP
BERDASARKAN LAHSHAL

CLP/---SHAL CLP/l------
(celah pada soft palate,hard palate, alveolus, dan (celah pada bibir sebelah
bibir bagian kiri yang komplit) kanan yang inkomplit)

Dikutip dari Cleft Lip & Palate oleh Prof. M. Sjaifuddin Noer, dr., SpBP-RE(K)
KOMPLIKASI CLP
• Obstruksi jalan napas sering terjadi pada kasus syndromic CLP, yaitu Pierre Robin sequence (PRS), yang ditandai
dengan adanya micrognathia dan glossoptosis.
• Jika dibiarkan terus – menerus, dapat mengakibatkan obstructive sleep apnea (OSA) kronis yang ditandai dengan
Obstruksi jalan adanya hipoksemia, hiperkarbinemia, gangguan neuropsikatrik, dan penurunan fungsi kognitif.
napas

• Pada kasus CLP, bayi tidak dapat mengisap ASI dengan baik akibat tidak mampu menciptakan tekanan negatif
intraoral saat mengisap ASI dan refleks menelan yang buruk akibat adanya celah di palatum, sehingga pertumbuhan
Gangguan bayi terganggu dan berat badan bayi cenderung rendah
nutrisi

(Lewis, Jacob dan Lehmann, 2017)


• Pada kasus CLP, musculus levator veli palatini tidak terbentuk, sehingga adanya celah di palatum yang akan
membuat udara dapat berjalan keluar melalui hidung sehingga terjadi regurgitasi nasal yang menimbulkan suara
Velopharyngeal sengau (hypernasal voice).
insufficiency
(VPI)

(Lewis, Jacob dan Lehmann, 2017; Wynne dan Ferguson, 2018)


KOMPLIKASI CLP
• Pada kasus CLP, sering terjadi kasus otitis media akibat letak tuba eustachii dengan faring dalam posisi sejajar, sehingga rawan terjadi infeksi
pada telinga tengah (otitis media).
Gangguan • Adanya infeksi di telinga tengah tersebut, akan menyebabkan gangguan pendengaran pada bayi CLP ini.
pendengaran dan • Sekitar 90% bayi dengan CLP mengalami otitis media pada usia < 1 tahun.
otitis media

• Pada kasus CLP, gigi menjadi sulit untuk bertumbuh dan erupsi akibat adanya celah di gusi.
• Pertumbuhan gigi seringkali menjadi kacau akibat adanya akumulasi pertumbuhan gigi di satu tempat.
Gangguan erupsi • Hal ini menyebabkan terjadinya maloklusi gigi dan higienitas gigi bayi CLP buruk.
dan higienitas
gigi

• Gangguan psikososial sering terjadi pada orang tua dan anak.


• Orang tua akan merasa bahwa mereka gagal menjadi orang tua yang sempurna akibat melahirkan anak dengan CLP.
Gangguan • Anak sering kali mengalami gangguan psikososial pada usia sekolah akibat penampilannya.
psikososial

(Lewis, Jacob dan Lehmann, 2017; Wynne dan Ferguson, 2018)


TATALAKSANA CLP
 Tatalaksana dalam CLP melibatkan tim multidisiplin, yang terdiri dari (Wynne

dan Ferguson, 2018) :


1. Dokter spesialis bedah plastik

2. Dokter spesialis anak,

3. Dokter spesialis THT,

4. Dokter gigi pediatrik,

5. Perawat berpengalaman,

6. Terapis bicara,

7. Psikolog, dan

8. Orthodontist.
(Lewis, Jacob dan Lehmann, 2017)
 Fokus utama manajemen bayi CLP adalah perbaikan pada aspek nutrisi,

komunikasi, pendengaran, penampilan, kesehatan psikososial, pertumbuhan dan

higienitas gigi (Lewis, Jacob dan Lehmann, 2017).


TATALAKSANA SURGICAL
CLP
• Rule over 10 :
1. BB > 10 pon
2. Hb > 10 g/dl
3. Usia > 10 minggu

(Ettinger dan Buchman, 2020)


TATALAKSANA SURGICAL
CLP
Pasien baru lahir: edukasi keluarga cara pemeberian susu, penannganan
melibatkan multidisiplin ilmu:

Usia 3 bln : cheiloraphy (rule over 10)


Usia 10-12 bulan: palatoraphy, evaluasi pendengaran dan telinga
Usia 1-4th : evaluasi bicara (3 bulan pasca operasi)
Usia 4th : pharyngoplasty bila evaluasi bicara tetap jelek
Usia 6th - 7th : evaluasi gigi dan rahang oleh orthodonti
Usia 9-10th : alveolar bone graft (tunggu taring tumbuh)
Usia 12-13th : final touch, bila operasi lalu masih terdapat kekurangan
Usia 17th : evaluasi tulang wajah. Operasi advance ostetomy le fort 1

(Ettinger dan Buchman, 2020)


COMB
DEFINI
SI
 Suatu penyakit yang disebabkan karena kontak dengan sumber panas sehingga menyebabkan kerusakan pada

kulit , mukosa dan jaringan yang lebih dalam (air/uap panas, arus listrik, bahan kimia, radiasi dan petir)
ANAMNESI
S
 Keluhan  Kontak langsung dengan penyebab luka bakar

 MOI  Kapan, Terkena apa (Jenis), lokasi kejadian, seperti apa kejadiannya, berapa lama kontaknya, ada tidaknya

pertolongan pertama  dengan apa?


 Riwayat  Pengobatan, Komorbid
UGD
Primary Survey (A B C D E)
 Airway: trauma inhalasi, benda asing, lidah jatuh ga

 Breathing: pergerakan dada, ada luka di dada ga (melingkar ga)  klo ada grade 2B harus di escharotomy

 Circulation: nadi,tensi, luas luka bakar, pas dipasang kateter  pemberian resusitasi cairan double iv line e ga boleh di area luka bakar 

monitoring urine : dewasa: ½ cc/kgbb/jam, anak: 1-2cc/kgbb/jam, klo ada rhabdomyolisis  gerojok terus, cek ada edema paru ga  klo
berlebih stop, dikasi diuretik
 Disability (GCS)

 Environtment  ada trauma lain tidak

Secondary Survey (AMPLE  buat anamnesa), head to toe  lepaskan semua

Luas Luka bakar + Staging (rule of 9)  pas di OK harus didebridement dulu  klo mau nambah/ kurang 500cc aja
DIAGNOSIS

Combusio Grade……. TBSA……%


PERJALANAN
PENYAKIT

Akut : Kejadian - Stabil (ATLS) (+- 48 Jam) = Problem pernafasan dan cairan / Luka

Subakut: Stabil – Sembuh (2 hr – 3 mgg) = Luka / Infeksi / Sepsis

Lanjut : Sembuh – Scar (3mgg – 1 thn) = Luka parut / Kontraktur


TATALAKSANA
1. Perhatikan jalan nafas harus bebas
2. Resusitasi cairan  BAXTER (4cc x kgBB x %luas bakar / 24 jam) (dari saat kejadian)
3. Antibiotik

Simptomatis
4. Analgetik

Pembedahan
5. Rawat luka
6. Faciotomi
7. Eksarotomi / Eskarektomi
8. Skin graf
9. Rehabilitasi
10. Makanan
TRAUMA
MAKSILOFACIAL
DEFINISI
 Patah tulang pada tulang wajah yang disebabkan oleh rudapaksa.
 Mengenai fraktur:
 Maksilla
 Mandibula
 Zygoma
 Nasal
 Alveolus
DIAGNOSA
 Anamnesa:
 Identitas (jangan lupa umur  klo anak lebih kuat, klo tua rapuh)
 MOI: jatuh kena apa, arah jatuh, bagian yang terkena, posisi jatuh
 Gejala penyerta:
 Maksilla:
 Nyeri mulut waktu dikatupkan
 Nyeri di pipi
 Gigi ada yang lepas tidak
 Ada cairan keluar dri hidung /tidak  darah/csf/cairan hidung
 Gangguan bicara  suara berubah
 Mandibula:
 Nyeri mulut bag. Bawah waktu digerakkan, saat membuka mulut
 Tidak dapat membuka mulut +/- 3 jari
 Ada gigi lepas /tidak
 bibir bag, bawah terasa/tidak  jika rusak n. mandibula
 Zygoma
 Nyeri mulut bag. Bawah waktu digerakkan, saat membuka mulut
 Tidak dapat membuka mulut  karena processus coronoid
 ggg, penglihatan  diplopia, ada tekanan di belakang mata
 Nyeri periorbita
 Nasal
 Nyeri hidung
 Mimisan
 Hidung terasa bengkok, buntu
 Alveolar
 Nyeri gigi
 Gigi lepas
PEMFIS
 Inspeksi
 Bentuk asimetris/tidak
 Edema
 Vulnus apertum
 Obstruksi hidung( pakai alat  forcep arch)
 Ada darah/csf keluar dari hidung/tidak
 Enoftalmus  pada blow out zygoma
 Perdarahan
 Maloklusi  open bite
 Malar prominence hilang  dri bawah
 Subkonjungtival bleeding, ekimosis periorbita
 Pergerakan mata abnormal

 Pada kasus :
 Dagu luka
 Bibir bengkak, terdapat vulnus apertum
 Deformitas mandibula  deviasi rahang ke bag. Yang sehat
 Gigi insicivus 1, 2 tapi tanyaaa duluu sdh gtu sblom jatuh ga?????
 Palpasi  sebelumnya boleh dikasi anti nyeri
 Di palpasi mulai dari supraorbita (ada diskontinuitas tdk?) – arkus zygoma – korpuys zygoma – margo
infraorbita – nasal – maksila – mandibula
 Regularitas tulang  keras/lunak
 Step deformity  pada infra/supraorbita
 Ggg. Sensoris 
 cek ada anestesi/tidak pada bibir bag. Bawah  mandibula
 cek ada anestesi/tidak pada infraorbita  zygoma
 Cari krepitasi
 Nyeri tekan
 u/ maksila  floating maksila dari klo +  le fort II/III
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai