Pertemuan 3 (PENGADILAN NIAGA SEBAGAI EXTRAORDINARY COURT)
Oleh: Iswi Hariyani,S.H.,M.H.
Fakultas Hukum Universitas Jember 2021 PENGADILAN NIAGA SEBAGAI EXTRA ORDINARY COURT Pengadilan Niaga (Commercial court) yang berada di lingkungan Peradilan Umum merupakan extra ordinary court. Sebagai extra ordinary court, diberikan kewenangan yang tidak dimiliki oleh Pengadilan lain. Kewenangan itu diatur dalam UU Nomor 37 Tahun 2004. Dengan kewenangan itu dapat mengesampingkan berbagai ketentuan dalam undang-undang yang lain. Padahal ketentuan itu bagi pengadilan lain wajib dipatuhi dan diterapkan dalam menangani suatu perkara. Ketentuan dimaksud dapat dijadikan sebagai indikator bagi Pengadilan Niaga sebagai extra ordinary court. Ketentuan dimaksud dapat dijadikan sebagai indikator bagi pengadilan niaga sebagai extra ordinary court. Ketentuan itu antara lain diatur dalam :
1. Pasal 11 ayat (1) UU No. 37 tahun 2004
“ Upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan atas permohonan pernyatan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung.”
2. Pasal 235 UU No. 37 Tahun 2004
“Terhadap putusan penundaan kewajiban pembayaran utang tidak dapat diajukan upaya hukum apapun.”
3. Pasal 29 UU No. 37 tahun 2004
“Suatu tuntutan hukum di pengadilan yang diajukan terhadap Debitor sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkara sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap Debitor.” 4. Pasal 31 UU No 37 tahun 2004 “(1) Putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan Pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan Debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandra Debitor.
(2) Semua pernyataan yang telah
dilakukan menjadi hapus dan jika diperlukan Hakim Pengawas harus memerintahkan pencoretannya.
(3) Dengan tidak mengurangi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93, Debitor yang sedang dalam penahanan harus dilepaskan seketika setelah putusan pernyataan pailit diucapkan.” 5. Pasal 303 UU No. 37 Tahun 2004 “Pengadilan tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari para pihak yang terkait perjanjian yang memuat klausula arbitrase, sepanjang utang yang menjadi dasar permohonan pailit telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang ini.”
Dengan ketentuan tersebut, kendatipun dalam perjanjian
(arbitrase) yang dibuat para pihak yang menjadi dasar permohonan pailit memuat klausula arbitrase (UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa), Pengadilan Niaga tetap berwenang memeriksa dan memutus perkara pailit dan PKPU. + selama memenuhi pasal 2 junto pasal 4
Walaupun ada eksepsi dari pihak termohon pailit (Debitor) dengan
pernyataan pengadilan niaga tidak berwenang dengan alasan adanya klausula pilihan forum (Choice of forum) para pihak sepakat snegketa akan diselesaikan melalui badan arbitrase hakim dapat menolak. Klausula pilihan hukum (choice of law) dapat dikesampingkan oleh hakim. Hukum Acara di Pengadilan Niaga Pasal 229 ayat (1) UUK dan PKPU : “Kecuali ditentukan lain dengan Undang- undang, hukum Acara Perdata berlaku pula terhadap Pengadilan Niaga.
Maksudnya, apabila Undang-undang
Kepailitan bersifat diam atau tidak mengatur mengenai hal-hal tertentu yang menyangkut acara pengajuan permohonan pernyataan pailit, maka yang harus dirujuk adalah HIR. (Lex Specialis Derogat Lex Generalis) Pada dasarnya hukum acara perdata di Indonesia menganut asas actor sequitur forum rei atau pengadilan yang berwenang mengadili adalah pengadilan di mana negeri tempat tinggal tergugat atau Debitur (Pasal 3 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UUK dan PKPU).
Apabila debitur merupakan Badan Hukum, tempat
kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya (Pasal 3 ayat (5) UUK dan PKPU).