Anda di halaman 1dari 13

Modul Ke :

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR


02
PENGELOLAAN AIR IRIGASI
Fakultas :

TEKNIK Dosen :
Program Studi : Muhammad Iqball
TEKNIK SIPIL
PENGELOLAAN AIR IRIGASI

Air adalah sumber daya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup semua makhluk
hidup. Air juga sangat diperlukan untuk kegiatan industri, perikanan, pertanian dan usaha-
usaha lainnya. Dalam penggunaan air sering terjadi kurang hati-hati dalam pemakaian dan
pemanfaatannya sehingga diperlukan upaya untuk menjaga keseimbangan antara ketersediaan
dan kebutuhan air melalui pengembangan, pelestarian, perbaikan dan perlindungan. Dalam
pemanfaatan air khususnya lagi dalam hal pertanian, dalam rangka memenuhi kebutuhan
pangan serta pengembangan wilayah, Pemerintah Indonesia melakukan usaha pembangunan di
bidang pengairan yang bertujuan agar dapat langsung dirasakan oleh masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan air. Dalam memenuhi kebutuhan air khususnya untuk kebutuhan air di
persawahan maka perlu didirikan sistem irigasi dan bangunan bendung. Kebutuhan air di
persawahan ini kemudian disebut dengan kebutuhan air irigasi. Untuk irigasi, pengertiannya
adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian
yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa,
dan irigasi tambak.
PENGELOLAAN AIR IRIGASI

Tujuan irigasi adalah untuk memanfaatkan air irigasi yang tersedia secara benar yakni seefisien
dan seefektif mungkin agar produktivitas pertanian dapat meningkat sesuai yang diharapkan.
Air irigasi di Indonesia umumnya bersumber dari sungai, waduk, air tanah dan sistem pasang
surut. Salah satu usaha peningkatan produksi pangan khususnya padi adalah tersedianya air
irigasi di sawah- sawah sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan air yang diperlukan pada areal
irigasi besarnya bervariasi sesuai keadaan. Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evaporasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk
tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui hujan dan
kontribusi air tanah. Besarnya kebutuhan air irigasi juga bergantung kepada cara pengolahan
lahan. Jika besarnya kebutuhan air irigasi diketahui maka dapat diprediksi pada waktu tertentu,
kapan ketersediaan air dapat memenuhi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan air irigasi
sebesar yang dibutuhkan. Jika ketersediaan tidak dapat memenuhi kebutuhan maka dapat dicari
solusinya bagaimana kebutuhan tersebut tetap harus dipenuhi. Kebutuhan air irigasi secara
keseluruhan perlu diketahui karena merupakan salah satu tahap penting yang diperlukan dalam
perencanaan dan pengelolaan sistem irigasi.
PENGELOLAAN AIR IRIGASI

Ketersediaan sumber daya air dan lahan potensial semakin langka dan terbatas. Dalam kondisi
sumber daya air terbatas, sementara kebutuhan air untuk berbagai kepentingan terus
meningkat, menyebabkan permintaan terhadap air semakin kompetitif. Ketersediaan sumber
daya air yang semakin terbatas dan kompetitif tidak hanya akan berpengaruh negatif terhadap
kehidupan sosial ekonomi masyarakat, tetapi dapat memicu konflik baik antar sektor ekonomi
maupun antar pengguna dalam suatu sektor. Walaupun salah satu maksud pengelolaan daerah
pengairan untuk mendistribusikan air secara adil dan merata, namun dalam mekanismenya
kerapkali dihadapkan pada beberapa permasalahan mendasar (Rachman, 1999) yaitu : (a)
jumlah daerah golongan air bertambah, tanpa kontrol; (b) letak petakan sawah relatif dari
saluran tidak diperhitungkan dalam distribusi air, dan dalam anjuran teknologi yang berada di
bagian hilir (tail end); (c) penyadapan air secara liar dengan pompa berlanjut tanpa sangsi; (d)
pintu-pintu air banyak yang tidak berfungsi; dan (e) produktivitas padi sangat beragam antara
bagian hulu dan hilir. Hal ini tidak terlepas dari unsur kelembagaan dan perangkat kebijakan
yang belum berfungsi secara efektif dalam upaya menyadarkan masyarakat akan pentingnya
pengelolaan air.
PENGELOLAAN AIR IRIGASI

Adanya pandangan bahwa air irigasi adalah barang publik (public goods) menyebabkan
masyarakat cenderung kurang efisien dalam menggunakan air. Secara ekonomi, ketidakjelasan
tentang hak-hak (water rights) dan kewajiban dalam pemanfaatan air, menyebabkan organisasi
asosiasi pemakai air kurang efektif. Disamping itu, mekanisme kelembagaan dalam alokasi
sumber daya air tidak berfungsi, yang pada gilirannya akan menimbulkan inefisiensi
penggunaan air serta adanya potensi konflik dalam pengalokasian air.
Dalam upaya mencapai pengelolaan sumber daya air yang efisien dan berdimensi pemberdayaan
petani diperlukan penyesuaian kelembagaan, baik untuk kelembagaan pemerintah, swasta
maupun petani. Pada tingkat petani dipandang penting untuk mengembangkan Organisasi
Petani Pemakai Air yang responsif dan mampu menyesuaikan kegiatannya terhadap perubahan
unsur-unsur kelembagaan dalam era otonomi daerah.
PENGELOLAAN AIR IRIGASI

Tingkat kebutuhan air di luar sektor pertanian yang paling dominan adalah untuk memenuhi
konsumsi rumah tangga dan industri yang cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya
jumlah penduduk dan kemajuan ekonomi. Keterbatasan air tidak hanya akan berdampak negatif
terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat, tetapi juga dapat menjadi pemicu konflik antar
sektor ekonomi. Kendati ketersediaan air dapat dipenuhi dengan jalan memanfaatkan sumber
daya air, seperti air permukaan dan air tanah, namun kenyataannya di sebagian wilayah yang
berdekatan dengan kota-kota besar di Jawa dan di luar Jawa, kerapkali air belum mencukupi
kebutuhan.
Semakin kompleknya permasalahan yang menyangkut pengalokasian sumber daya air untuk
berbagai kepentingan menuntut adanya langkah-langkah antisipatif-strategis melalui
pengembangan sistem informasi manajamen pemakaian air yang integratif antar wilayah. Belum
terwujudnya kerjasama yang baik antara petani pemakai air dan organisasi pengelola air di
tingkat mikro dengan organisasi pengelola air di tingkat makro, akan mempersulit terciptanya
sistem pengelolaan air irigasi secara utuh dan berkelanjutan. Belum adanya penerapan sangsi
secara konsisten sesuai dengan yang telah disepakati terhadap anggota yang melanggar telah
berdampak pada menurunnya kinerja dan kepercayaan anggota kepada kinerja pengelola air
dan secara tidak langsung mempengaruhi petani lainnya untuk melakukan pelanggaran.
Fenomena tersebut menuntut adanya sistem pengelolaan air secara mandiri dan profesional,
melalui model kelembagaan pengelolaan air irigasi yang sejalan dengan otonomi daerah.
PENGELOLAAN AIR IRIGASI

Pengelolaan irigasi sebagai usaha pendayagunaan air irigasi yang meliputi operasi dan
pemeliharaan, pengamanan, rehabilitasi, dan peningkatan irigasi. Pengelolaan irigasi
diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat petani dan dengan
menempatkan perkumpulan petani pemakai air sebagai pengambil keputusan dan pelaku utama
dalam pengelolaan irigasi yang menjadi tanggung jawabnya (Hansen, 1986). Sektor sumber daya
air dan irigasi menghadapi permasalahan investasi jangka panjang dan pengelolaan /
manajemen yang semakin komplek dan menantang. Oleh karenanya tanpa penanganan yang
efektif, hal-hal tersebut akan menjadi kendala bagi pengembangan perekonomian dan
tercapainya ketahanan pangan nasional. Kerusakan jaringan irigasi di samping oleh faktor-
faktor umur bangunan dan bencana alam, juga disebabkan oleh minimnya penyediaan dana
operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. Selain itu bisa juga dipengaruhi oleh kuantitas dan
kontinuitas pembagian air irigasi, karena saluran tidak terlewati air dapat terjadi
kerusakan.Timbulnya kerusakan jaringan irigasi juga disebabkan adanya faktor perilaku para
pengelola irigasi dan masyarakat pengguna air (Hansen, 1986).
PENGELOLAAN AIR IRIGASI

Menurut (UU No. 7 tahun 2004 tentang sumber daya air dan PP nomor 20 tahun 2006) tentang
irigasi menjelaskan tentang pembagian kewenangan pengelolaan jaringan irigasi berdasarkan
luasan areal persawahan yang dilayani oleh jaringan irigasi tersebut, yaitu ; luas areal sampai
dengan 1000 Ha merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten, luas areal 1000 – 3000 Ha
merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi, luas areal diatas 3000 Ha merupakan
kewenangan Pemerintah Pusat. Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah menyatakan bahwa pelaksanaan desentralisasi diberikan keleluasaan kepada daerah
untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan prinsip pendekatan pelayanan kepada
masyarakat diberbagai bidang termasuk irigasi (Hansen, 1986).

Pengelolaan air irigasi dari hulu (upstream) sampai dengan hilir (downstream) memerlukan
sarana dan prasarana irigasi yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa:
bendungan, bendung, saluran primer dan sekunder, boks bagi, bangunan-bangunan ukur, dan
saluran tersier serta saluran tingkat usaha tani (TUT). Rusaknya salah satu bangunan-bangunan
irigasi akan mempengaruhi kinerja sistem yang ada, sehingga mengakibatkan efisiensi dan
PENGELOLAAN AIR IRIGASI

Efisiensi pemanfaatan air irigasi masih merupakan masalah besar bagi bangsa Indonesia. Di
sepanjang saluran irigasi sekunder masih terjadi kehilangan air dalam jumlah yang relatif besar
sehingga debit air yang masuk ke petak tersier menjadi berkurang. Di sisi lain, petani umumnya
memasukkan air ke petakan sawah secara berlebihan hingga mencapai tinggi genangan 10 cm,
padahal tanaman padi yang diairi dalam selang waktu tertentu (intermittent drainage) memberi
hasil yang relatif sama tingginya dibanding kalau tanaman diairi secara terus-menerus. Bahkan
hasil padi tidak berkurang jika lahan dibiarkan tidak menggenang selama beberapa hari setelah
2-3 hari dalam keadaan macak-macak. Penelitian di lahan sawah irigasi di Subang Jawa Barat
menunjukkan pula bahwa tanaman padi yang diairi 9 hari sekali tidak berbeda hasilnya dengan
yang diairi setiap hari. Apabila pengairan secara macak-macak dapat diimplementasikan oleh
petani, terutama sejak tanaman berumur 36 hingga 85 hari setelah tanam, maka jumlah air
irigasi yang dapat dihemat mencapai 40%. Kalau sumber irigasi berasal dari waduk maka
kelebihan air dapat dimanfaatkan untuk mengairi tanaman pada musim tanam berikutnya.
PENGELOLAAN AIR IRIGASI

Pada prakteknya ada 4 jenis irigasi ditinjau dari cara pemberian airnya (Hansen, 1986):
1. Irigasi gravitasi (Gravitational Irrigation) Irigasi gravitasi adalah irigasi yang memanfaatkan
gaya tarik gravitasi untuk mengalirkan air dari sumber ke tempat yang membutuhkan, pada
umumnya irigasi ini banyak digunakan di Indonesia, dan dapat dibagi menjadi: irigasi
genangan liar, irigasi genangan dari saluran, irigasi alur dan gelombang.
2. Irigasi bawah tanah (Sub Surface Irrigation) Irigasi bawah tanah adalah irigasi yang
menyuplai air langsung ke daerah perakaran tanaman yang membutuhkannya melalui aliran
air tanah.Dengan demikian tanaman yang diberi air lewat permukaan tetapi dari bawah
permukaan dengan mengatur muka air tanah.
3. Irigasi siraman (Sprinkler Irrigation)
Irigasi siraman adalah irigasi yang dilakukan dengan cara meniru air hujan dimana
penyiramannya dilakukan dengan cara pengaliran air lewat pipa dengan tekanan (4 –6 Atm)
sehingga dapat membasahi areal yang cukup luas. Pemberian air dengan cara ini dapat
menghemat dalam segi pengelolaan tanah karena dengan pengairan ini tidak diperlukan
permukaan tanah yang rata, juga dengan pengairan ini dapat mengurangi kehilangan air
disaluran karena air dikirim melalui saluran tertutup.
4. Irigasi tetesan (Trickler Irrigation)
Irigasi tetesan adalah irigasi yang prinsipnya mirip dengan irigasi siraman tetapi pipa
tersiernya dibuat melalui jalur pohon dan tekanannya lebih kecil karena hanya menetes saja.
Keuntungan sistem ini yaitu tidak ada aliran permukaan.
  
PENGELOLAAN AIR IRIGASI

Asal Air Untuk Irigasi


Air yang mengalir pada alur dan air yang tertahan pada cekungan tanah digolongkan dalam
sumber permukaan (surface source). Air yang keluar dari dalam tanah digolongkan dalam
sumber bawah tanah (Ground source). Di Indonesia air yang dipakai untuk irigasi banyak
diambil dari air yang mengalir pada alur yang berupa sungai.

Gambar 1. Sketsa Asal Air untuk Irigasi


PENGELOLAAN AIR IRIGASI

Kualitas Air Irigasi


 Kualitas air irigasi tergantung pada campuran yang terbawa oleh air. Campuran yang terbawa

bisa dalam bentuk larutan (solution) dan suspension (suspension). Pada daerah tertentu
suspensi mempunyai pengaruh penting terhadap kualitas. Air irigasi dengan kualitas tertentu
cocok untuk suatu daerah irigasi sangat tergantung pada kondisi lokal dari iklim, tanah, jenis
tanaman yang tumbuh, jumlah/tinggi air yang dipakai. Suspensi akan tertahan di permukaan
tanah daerah irigasi maka akan merusak sifat phisis tanah dan menyulitkan pengolahan.
 Konsentrasi yang relatif kecil dari boron cukup membahayakan pertumbuhan tanaman. Air

Irigasi perlu penambahan prosentase Boron, Chlorida, Sulphat, Sodium, zat padat terlarut.
Unsur yang diperlukan oleh tanaman pangan yaitu Oksigen, Carbon, Hidrogen, Nitrogen,
Potasium, Phosphor, Calsium, Magnesium, Sulphur, Besi. Oksigen, Carbon, Hidrogen
diperoleh dari air dan udara. Nitrogen didapat dari udara melalui bahan organik yang ada
pada tanah, kegiatan bakteri tanah, proses pertumbuhan tanaman kacang-kacangan.
PENGELOLAAN AIR IRIGASI

Kebutuhan Air Untuk Irigasi


 Kebutuhan air irigasi diperkirakan untuk
menentukan skala final proyek yaitu dengan
jalan melakukan analisis sumber air untuk
keperluan irigasi. Perimbangan antara air yang
diperlukan dan debit sungai dipelajari dengan
cara menganalisis data yang tersedia (misal
selama 25 tahun, 1990-2014). Untuk daerah
yang dipakai sebagai contoh diselidiki pola
tanam padi-padi-kedelai.

 Saluran Irigasi dipakai untuk membawa air 1. Klimatologi iklim


mulai dari sumber sampai kedaerah pertanian 2. Kedudukan Daerah Irigasi
yang diairi dan membuang air yang sudah terhadap garis lintang
dipakai/ air lebih yang ada pada daerah irigasi. 3. Hujan
Pemberian air pada dilakukan dengan 4. Temperatur
penggenangan dan tebu dilakukan dengan 5. Umur dan jenis tanaman
menekankan kedalam tanah lewat saluran 6. Kualitas air
terbuka. Saluran air untuk irigasi dipengaruhi 7. Kesuburan tanah
oleh beberapa faktor: 8. Musim tumbuh

Anda mungkin juga menyukai