Anda di halaman 1dari 20

No.07/Permentan/OT.

140/2/2009 Tanggal 4 Februari 2009


tentang
Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan

Oleh

MAHRUP, SP, MM

DIREKTORAT PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA


DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
KEMENTERIAN PERTANIAN

BENGKULU, 28 NOVEMBER 2011


1.1. Ketersediaan Lahan untuk Perkebunan semakin
terbatas, pengelolaan usaha perkebunan perlu
dilaksanakan maksimal dan berkelanjutan.

1.2. Agar pengelolaan usaha perkebunan berjalan


maksimal dan berkelanjutan perlu dilakukan
penilaian.

1.3. Pasal 44 ayat 2, UU No.18/2004 tentang :


Perkebunan yang terkait dengan pembinaan dan
pengawasan usaha perkebunan perlu ditetapkan
Permentan tentang Pedoman Penilaian Usaha
Perkebunan.
2.1. Perkebunan
adalah kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada
tanah/media tumbuh lain dalam ekosistem yang sesuai, mengolah
dan memasarkan barang dan/jasa hasil tanaman perkebunan
dengan bantuan IPTEK, permodalan, manajemen untuk mewujudkan
kesejahteraan pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.

2.2. Usaha Perkebunan


adalah usaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa perkebunan.

2.3. Pelaku Usaha Perkebunan


adalah pekebun dan perusahaan perkebunan yang mengelola usaha
perkebunan

2.4. Hasil Perkebunan …..


2.4. Hasil Perkebunan
adalah semua barang dan jasa yang berasal dari perkebunan
(produk utama, produk turunan, produk sampingan, produk
ikutan, dan produk lainnya).

2.5. Tanaman Perkebunan


adalah jenis komoditi tanaman perkebunan yang pembinaannya
pada Ditjenbun.

2.6. Izin Usaha Perkebunan (IUP)


adalah izin tertulis pejabat berwenang dan wajib dimiliki oleh
perusahaan (usaha budidaya tanaman perkebunan dan
terintegrasi dengan industri pengolahan hasil perkebunan)

2.7. IUP Budidaya (IUP-B) …..


2.7. IUP Budidaya (IUP-B)
adalah izin tertulis pejabat berwenang, wajib dimiliki perusahaan
perkebunan yang melakukan budidaya tanaman perkebunan.

2.8. IUP Pengolahan (IUP-P)


adalah izin tertulis pejabat berwenang, wajib dimiliki perusahaan
perkebunan yang melakukan usaha industri pengolahan hasil
perkebunan.

2.9. Tahap Pembangunan


adalah periode perusahaan sejak mendapat IUP, IUP-B atau IUP-
P sampai tanaman mulai menghasilkan dan/atau sampai UPH
beroperasi komersial.

2.10. Tahap Operasional …..


2.10. Tahap Operasional
adalah periode sejak tanaman perkebunan mencapai kondisi
menghasilkan atau UPH mulai operasi komersial sampai
berakhirnya IUP, IUP-B atau IUP-P.

2.11. Penilai Usaha Perkebunan


adalah seseorang yang memiliki sertifikat penilai usaha
perkebunan
Diatur dalam Permentan No.36/Permentan/OT.140/7/2009
tentang Peraturan Penilai Usaha Perkebunan.
3.1. Maksud
Peraturan ini sebagai pedoman dalam pelaksanaan penilaian
usaha perkebunan.

3.2. Tujuan
a) mengetahui kinerja usaha perkebunan;
b) mengetahui kepatuhan usaha perkebunan terhadap
peraturan dan ketentuan yang berlaku;
c) mendorong usaha perkebunan untuk mematuhi baku
teknis dalam memaksimalkan kinerja;
d) mendorong usaha perkebunan untuk memenuhi
kewajiban sesuai ketentuan yang berlaku; dan
e) penyusunan program dan kebijakan pembangunan
usaha perkebunan
3.3. Ruang Lingkup …..
3.3. Ruang Lingkup
a. pelaksanaan penilaian usaha perkebunan;
b. penetapan hasil penilaian usaha perkebunan;
c. pengawasan pembinaan usaha perkebunan; dan
d. sanksi administrasi.
4.1. Penilaian
 melalui pendekatan sistem dan usaha agribisnis (keterkaitan sub
sistem penyediaan saprodi, produksi, pengolahan dan pemasaran serta jasa
penunjnag);
 dilakukan terhadap perusahaan yang memiliki izin (SPUP, IUP, IUP-B
atau IUP-P);
 dilakukan pada tahap pembangunan dan tahap operasional.

4.1.1. Tahap Pembangunan …..


4.1.1. Tahap Pembangunan :
 antara lain : legalitas, manajemen, hak atas tanah,
realisasi pembangunan kebun, UPH, kepemilikan
sarana/prasarana, sistem pencegahan dan pengendalian
kebakaran, OPT, AMDAL, UKL/UPL, pemberdayaan
masyarakat/koperasi dan pelaporan.
 dituangkan dalam buku penilaian (lampiran 1)
 dilakukan paling kurang satu tahun sekali.

4.1.2. Tahap Operasional :


 antara lain : legalitas, manajemn, kebun, pengolahan
hasil, sosial, ekonomi, wilayah, dan pelaporan.
 ditungkan dalam buku penilaian ( Lampiran 2)
 dilakukan paling kurang tiga tahun sekali
 Apabila diperlukan, penilaian pada tahap pembangunan dan
tahap operasional dapat dilakukan sewaktu-waktu.
 Apabila tahap pembangunan dan operasional berlangsung
pada waktu bersamaan, penilaian dapat dilakukan secara
bersamaan.
 Penilaian dilakukan terhadap setiap unit usaha perkebunan.

4.2. Penilai
 Bupati/Walikota, untuk usaha perkebunan yang lokasi kebun
dan/atau bahan baku dalam satu wilayah kab/kota;
 Gubernur, untuk usaha perkebunan yang lokasi kebun
dan/atau bahan baku lintas wilayah kab/kota;
 DirjenBun, untuk usaha perkebunan yang lokasi kebun
dan/atau bahan baku lintas wilayah prov.
 Bupati/Walikota, Gubernur, DirjenBun, dalam melakukan
penilaian dibantu oleh Penilai Usaha Perkebunan ; dan
 Penilaian usaha perkebunan oleh Tim (ditunjuk oleh
Bupati/Walikota, Gubernur atau DirjenBun sesuai kewenangan).
4.3. Pelaksanaan Penilaian, Jangka Waktu, dan Tanggung Jawab
Tim Penilai
 Jangka waktu penilaian oleh Tim ditetapkan oleh Bupati/Walikota,
Gubernur atau DirjenBun;
 Apabila Tim dalam jangka waktu yang ditetapkan belum
menyelesaikan penilaian, diberikan peringatan oleh Bupati/Walikota,
Gubernur atau DirjenBun;
 Apabila 30 hari kerja sejak peringatan, tidak menyelesaikan
penilaian, dapat diusulkan pencabutan sertifikat penilai usaha perkebunan
kepada DirjenBun. Usul pencabutan sertifikat dilakukan oleh
Bupati/Walikota atau Gubernur.
 Pelaksanaan penilaian yang belum dilakukan oleh Bupati/Walikota
atau Gubernur, DirjenBun dapat menunjuk petugas penilai usaha
perkebunan pengganti;
 Tim Penilai bertanggung jawab (teknis, yuridis) atas hasil
penilaiannya;
 Tim Penilai melaksanakan tugas dan tanggung jawab kepada
Bupati/Walikota, Gubernur atau DirjenBun sesuai kewenangan;
 Kinerja Penilai dievaluasi paling kurang setiap tiga
tahun sekali oleh DirjenBun;
 Ketentuan mengenai persyaratan
pengangkatan/pemberhentian, pelatihan penilaian usaha
perkebunan dan penerbitan sertifikat Penilai Usaha
Perkebunan lebih lanjut diatur dalam peraturan tersendiri;
 Biaya penilaian dibebankan pada APBD (kabupaten
Kota, Prov) dan APBN.
 Hasil penilaian Tim (Kab/Kota) disertai saran dan pertimbangan disampaikan
kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan DirjenBun
paling lambat dua minggu setelah selesai penilaian.
 Hasil penilaian Tim (Provinsi) disertai saran dan pertimbangan disampaikan
kepada Gubernur dengan tembusan kepada Bupati/Walikota dan Dirjen
Perkebunan paling lambat dua minggu setalah penilaian.
 Hasil penilaian Tim (Pusat) disertai saran dan pertimbangan disampaikan
kepada Dirjen Perkebunan dengan tembusan kepada Bupati/Walikota dan
Gubernur paling lambat dua minggu setalah penilaian.
 Hasil penilaian perkebunan :
* Tahap pembangunan ditetapkan dalam kelas A, B, C, D dan E.
* Tahap operasional ditetapkan dalam kelas I, II, III, IV dan V.
 Penetapan kelas dilakukan oleh Bupati/Walikota, Gubernur atau Dirjen
Perkebunan berdasarkan hasil Tim Penilai paling lambat dua bulan setelah
diterimanya hasil penilaian.
 Apabila dalam waktu dua bulan penetapan kelas kebun belum dilakukan, usaha
perkebunan dianggap kelas A dan/atau kelas I.

 Penetapan ….
 Penetapan kelas usaha dan saran tindak lanjut oleh Bupati/Walikota, Gubernur atau
Dirjen Perkebunan disampaikan kepada perusahaan dengan ditembuskan kepada
Bupati/Walikota, Gubernur atau Dirjen Perkebunan.
 Saran tindak lanjut untuk kelas D dan E (tahap pembangunan) dan/atau kelas IV
dan V (tahap opersional) wajib segera dilaksanakan oleh perusahaan perkebunan.
 Apabila saran tindak lanjut kelas D dan E atau IV dan V tidak dilaksanakan maka :

 Kelas D diberi peringatan tiga kali dengan selang waktu empat bulan.
 Kelas E diberi peringatan satu kali dengan selang waktu empat bulan.
 Kelas IV diberi peringatan tiga kali dengan selang waktu empat bulan.
 Kelas V diber peringatan satu kali dengan selang waktu empat bulan.
• Pengawasan pelaksanaan penilaian dan pelaksanaan saran
tindak lanjut dilakukan oleh Bupati/Walikota, Gubernur
dan Dirjen Perkebunan.
• Pengawasan dilakukan secara langsung dan/atau tidak
langsung, dan
• Pelaksanaan pengawasan penilaian dan pengawasan saran
tindak lanjut paling kurang satu kali dalam satu tahun atau
sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.
• Perusahaan yang tidak bersedia dinilai dinyatakan kelas E
atau V
• Perusahaan kelas D dan E atau IV dan V dalam jangka
waktu peringatan belum dilaksanakan saran tindak lanjut,
izin usaha perkebunannya dicabut.
• Proses penetapan kelas perusahaan yang sedang berjalan sebelum
Permentan ini dilakukan, diselesaikan dengan Kepmentan nomor
167/Kpts/KB.110/03/1990 dan Kepmentan nomor
486.1/Kpts/OT.100/10/2003.
• Perusahaan perkebunan yang telah memperoleh penetapan kelas
kebun sebelum Permentan ini diberlakukan dinyatakan masih tetap
berlaku.
Dengan berlakunya Permentan ini, maka

 Kepmentan No.167/Kpts/KB.110/03/1990 tentang


Pembinaan Penertiban PBS khususnya kelas IV dan V
serta
 Kepmentan No.486.1/Kpts/OT.100/10/2003 tentang
Pedoman Klasifikasi Perusahaan Perkebunan dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.

Anda mungkin juga menyukai