LAMPUNG
12 IPA 5
RUMAH ADAT LAMPUNG
Rumah adat Lampung dikenal dengan nama Nuwo Sesat atau disebut juga Sesat Balai Agung. “Nuwo” artinya rumah dan “sesat”
berarti adat. Pada awalnya Nuwo Sesat digunakan sebagai tempat dilangsungkannya pertemuan bagi masyarakat suku Lampung.
Namun Nuwo Sesat juga memiliki fungsi lain.
Nuwo Sesat berbentuk seperti rumah panggung. Hal ini dilakukan karena kondisi alam Lampung yang dialiri banyak sungai. Rumah
ini sendiri biasa dibangun membelakangi aliran sungai. Perumahannya dibuat mengikuti alur sungai dengan pola yang rapat. Selain
itu juga berfungsi untuk menghindari binatang buas.
Nuwo Sesat berfungsi sebagai tempat pertemuan adat bagi para purwatin (Penyimbang) pada saat mengadakan pepung adat
(Musyawarah). Karena itu rumah adat ini juga disebut Balai Agung. Sebelum memasuki rumah adat ini harus melewati jambat agung
atau tangga yang pada bagian atasnya terdapat payung warna putih, kuning, dan merah. Ketiga warna tersebut merupakan simbol dari
kesatuan masyarakat Lampung. Perubahan rumah adat lampung dapat dilihat antara lain pada ruang di bawah rumah yang disebut
Bah Nuwo. Sekarang rumah adat Nuwo Sesat tidak lagi menjadi ruang pertemuan tetua adat, tetapi sebagai tempat tinggal biasa
JENIS-JENIS RUMAH ADAT LAMPUNG
1. Sesat Balai Agung
Merupakan rumah adat Lampung yang biasa digunakan sebagai ikon. Bangunan ini merupakan tempat pertemuan para
penyimbang adat atau biasa disebut dengan purwatin. Para purwatin melakukan musyawarah atau pepung adat di Balai Agung.
Untuk dapat memasuki Sesat Balai Agung terlebih dahulu harus melewati jambat agung atau tangga. Tangga ini sering
disebut juga dengan lorong agung. Dibagian atas jambat agung terdapat payung berwarna putih, kuning dan merah. Ketiganya
merupakan lambang dari satu kesatuan masyarakat di Lampung. Payung yang berwarna putih memiliki arti tingkat marga yang
dimiliki. Payung berwarna kuning melambangkan tingkat kampung, sedangkan payung berwarna merah melambangkan
tingkat suku di Lampung. Nuwo Sesat ini juga memiliki lambang burung Garuda. Burung Garuda dipercaya sebagai kendaraan
Dewa Wisnu pada jaman dahulu. Pada masa kini lambang Garuda tersebut digunakan sebagai tempat duduk pengantin saat
Serambi nya tidak memiliki dinding, dan pada bagian depan terdapat tangga yang digunakan untuk turun ke tanah. Disamping
tangga bagian bawah terdapat tempat untuk mencuci kaki dan meletakkan alas kaki agar tidak mengotori rumah. Tempat ini
disebut dengan nama garang hadap.
Bangunan utama rumah adat Lampung Nuwo Balak ini terbagi menjadi beberapa ruangan. Ada dua buah ruang pertemuan, satu
buah ruang keluarga dan delapan buah kamar. Diantaranya, ada sebuah kamar yang digunakan sebagai tempat tinggal bagi istri
kepala adat.
Dapurnya berada di bagian belakang dan terpisah dari bangunan rumah utama. Dapur ini dihubungkan dengan sebuah bangunan
yang mirip seperti sebuah jembatan. Atapnya terbuat dari ijuk enau berbentuk seperti perahu terbalik secara melintang.
3. Nuwo Lunik
Nuwo Lunik yang memiliki arti rumah kecil merupakan rumah adat Lampung yang biasa
digunakan oleh rakyat biasa. Rumah tradisional ini memiliki ukuran yang lebih kecil. Rumah ini
tidak memiliki beranda dan pada bagian serambi hanya terdapat sebuah tangga dibagian pintu masuk
yang mengarah ke tanah.
Nuwo Lunik memiliki bentuk yang lebih sederhana jika dibandingkan dengan Nuwo Balak.
Hanya terdapat beberapa kamar tidur. Bagian dapurnya pun menjadi satu dengan bangunan utama.
Atapnya memiliki bentuk yang lebih bervariasi, ada yang seperti perahu terbalik namun ada juga
yang berbentuk seperti limas.
4. Lamban Pesagi
Lamban Pesagi merupakan rumah adat lampung berusia ratusan tahun. Namun
masih berdiri kokoh hingga saat ini, tanpa perubahan berarti sejak pertama kali
dibangun, bahkan bentuk aslinya masih dipertahankan.
Rumah ini memiliki atap yang terbuat dari ijuk dengan bangunan kayu yang telah
disusun dan disatukan menggunakan pasak kayu. Lambah Pesagi berasal dari wilayah
Lampung Barat dengan bentuk rumah panggung.
Berbeda dengan rumah panggung lain yang pada bagian bawahnya digunakan untuk
menyimpan hasil panen, rumah Lamban Pesagi dilengkapi dengan lumbung yang
digunakan untuk menyimpan hasil panen.
BAGIAN-BAGIAN RUMAH ADAT LAMPUNG
1. Ijan Geladak, yaitu tangga masuk yang dilengkapi dengan rurung agung atau atap.
2. Anjungan atau serambi, adalah sebuah tempat yang digunakan untuk pertemuan kecil.
4. Ruang Tetabuhan, yaitu tempat yang digunakan untuk menyimpan alat-alat musik khas.
5. Ruang Gajah Merem, merupakan tempat istirahat untuk para penyimbang adat.
6. Kebik Tengah, adalah tempat tidur bagi anak ketika atau penyimbang batin.
MATERIAL BANGUNAN RUMAH ADAT LAMPUNG
Rumah adat lampung memiliki pondasi berupa batu yang berbentuk persegi. Batu ini disebut
juga umpak batu yang memiliki tiang penyangga sebanyak 35 buah dan tiang induk sebanyak 20
buah. Lantainya terbuat dari papan atau khesi dan ada pula yang terbuat dari bambu.
Dinding rumah ini terbuat dari papan kayu yang disusun secara berjajar. Pintunya terbuat dari
kayu membentuk setangkup ganda. Jendelanya juga demikian, namun berukuran lebih kecil.
Terdapat empat buah jendela pada bagian depan yang dilapisi teralis kayu.
Atapnya memiliki ujung bubungan yang berpusat pada satu titik tengah di bagian atas yang
terbuat dari kayu bulat yang bersusun dan berlapis tembaga. Bagian ini juga diberi perhiasan.
NILAI FILOSOFI
Sama seperti rumah adat lainnya di Indonesia, Nuwo Sesat juga memiliki nilai-nilai filosofi tersendiri. Nilai-nilai
filosofi tersebut diterapkan pada desain rumahnya yang diaambil dari kitab Kuntara Raja Niti. Kitab Kuntara Raja
Niti merupakan kitab kuno yang dimiliki oleh masyarakat Lampung. Isi dari kitab tersebut adalah beberapa prinsip
dan aturan yang harus ditaati oleh Suku Lampung beserta keturunannya yang kemudian juga diterapkan pada rumah
adatnya.
Berikut adalah nilai-nilai filosofi yang dimiliki oleh Rumah Adat Lampung :
• Pill-Pesanggiri, Prinsip hidup ini mengajarkan kita untuk memiliki rasa malu ketika melalukan sebuah perilaku
yang bertentangan dengan norma-norma adat maupun agama.
• Juluk-Adek, Prnsip hidup ini merupakan sebuah acuan untuk para pemimpin atau petinggi yang memiliki gelar
adat supaya bertingkah laku dan memiliki kepribadian yang dapat dicontoh dan diteladani oleh orang lain.
• Nemui-Nyimah, Prinsip hidup ini mengajarkan kita untuk tetap menjaga tali silaturahmi anatar sesama
dan memperlakukan tamu yang datang dengan sebaik mungkin.
• Nengah-Nyappur, Prinsip hidup ini mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang bersosial dan
berbaur dengan yang lainnya.
• Sakai Sambaiyan, Prinsip hidup ini mengajarkan kita untuk saling membantu antar sesama serta
bergotong royong dalam melakukan sebuah pekerjaan.
• Sang Bumi Ruwa Jurai, Prinsip hidup ini mengajarkan kita untuk tetap memelihara kesatuan dan
bertoleransi dalam kehidupan meskipun dengan banyak perbedaan. Hal ini menjadikan beberapa suku
di Lampung seperti Suku Sebatin dan Suku Pepadun dapat hidup berdampingan dengan rukun. Selain
itu, prinsip ini juga merupakan acuan bagi masyarakat Lampung untuk menerima para pendatang yang
berasal dari beragam daerah dengan baik.