Seemed Harmless) Lesions Penguji : dr. Made Agus Maharjana, Sp.OT
Dokter Muda : Putu Krishna Bayu Suwiradana Putra (2102612182)
Departemen/KSM Orthopaedi dan Traumatologi
FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar • Sebagian kecil dari cedera serius siku pada anak, dianggap lesi “TRASH,” yaitu lesi yang mudah terlewatkan pada hasil pencitraan radiografi karena gambarannya yang tampak tidak berbahaya. • Lepasnya epifisis, dislokasi medial condyle intra-artikular sebelum terjadinya osifikasi sekunder, fraktur geser capitulum, fraktur head of radius dengan subluksasi radiocapitellar dan fraktur osteochondral dari olecranon, head of humerus, atau humerus distal yang disertai gangguan sendi adalah lesi-lesi “TRASH” • Lesi-lesi ini sebagian besar adalah cedera osteokondral yang terjadi pada anak-anak di bawah usia 10 tahun • Pada banyak kasus jenis cedera ini, fraktur mengalami displacement dan tidak stabil, sehingga diperlukan reduksi anatomis, fiksasi internal dengan atau tanpa perbaikan jaringan lunak untuk meningkatkan stabilitas fraktur. • Jika cedera ini terlambat terdiagnosis, tidak terdiagnosis dengan benar atau tidak ditangani dengan benar tanpa penatalaksanaan bedah yang agresif dapat mengakibatkan komplikasi jangka panjang. Rekonstruksi bedah dari malunion yang terjadi lambat akan sulit dilakukan. • Sikap curiga yag tinggi, pencitraan penunjang yang dilakukan secara dini [USG, arthrogram, magnetic resonance imaging (MRI)], dan perawatan bedah agresif biasanya diperlukan untuk kepentingan diagnosis dan agar meningkatkan keberhasilan pengobatan sebelum terjadi komplikasi. • Meskipun gangguan dari pusat-pusat osifikasi sekunder dapat mengakibatkan dilema diagnostik, penilaian hasil radiografi dari sebagian besar cedera di sekitar siku anak-anak relatif mudah dilakukan bagi ahli bedah ortopedi anak yang berpengalaman. Namun, sebagian kecil cedera dapat terlewatkan dan akibatnya, memiliki konsekuensi yang menimbulkan kecacatan jangka panjang. Kasser menamai cedera-cedera ini sebagai lesi “TRASH” .
Tabel 1. Lesi “TRASH” pada siku
Fraktur medial condyle humerus yang belum terosifikasi Fraktur humerus distal transphyseal yang belum terosifikasi Fraktur epikondilar medial yang mengalami entrapment Dislokasi dan fraktur siku osteokondral kompleks pada anak berusia di bawah 10 tahun Fraktur osteokondral dengan gangguan sendi Fraktur kompresi head of humerus anterior dengan subluksasi radiocapitellar progresif Dislokasi fraktur Monteggia Fraktur geser avulsi lateral condyle Contoh klasik dari cedera serius meliputi fraktur kompresi head of radius anterior yang awalnya kecil kemudian progresif dan subluksasi radiocapitelum posterior Gambar. 1 (A) Hasil foto polos cedera akut menunjukkan displacement kecil dari fraktur head of radius pada proyeksi anteroposterior (AP) siku yang fleksi dan subluksasi posterior kecil yang tidak terlihat pada proyeksi lateral. (B) Radiografi follow-up pada 1 minggu, didapatkan kesulitan intepretasi hasil foto polos proyeksi AP dari siku yang terpasang gips, dan tampak lebih banyak displacement radiocapitellar posterior pada proyeksi lateral. (C) Pada pemeriksaan MRI ditemukan efusi yang nyata dan displacement intra-artikular dari head of radius dan subluksasi posterior dari radiocapitellar. (D) dilakukan open reduction internal fixation untuk memperbaiki posisi anatomis dari fraktur head of radius dan untuk mereduksi subluksasi sendi. ANAMNESIS, PEMERIKSAAN FISIK, DAN PEMERIKSAAN RADIOGRAFI
• Anamesis : Riwayat trauma energi tinggi
• Pemeriksaan fisik : Dari pemeriksaan fisik biasanya didapatkan pembengkakan yang lebih parah jika dibandingkan dengan hasil pemeriksaan radiografi yang tampak tidak berbahaya • Hasil radiografi biasanya ditemukan fragmen tulang atau malalignment sendi. Namun, dalam situasi IGD yang sibuk atau di poliklinik, tanpa pemeriksaan yang cermat, dokter umum dan dokter bedah seringkali melewatkan temuan-temuan yang ada pada hasil radiografi. • A. Foto polos proyeksi anteroposterior, diambil 4 minggu Gambar 2. setelah cedera, menunjukkan iregularitas ringan dari tepi metafisis (panah) dari aspek proksimal radius kanan. Foto polos yang diambil saat terjadi trauma diinterpretasikan sebagai normal • B. Gambar ultrasonografi koronal dari sendi radiocapitellar, menunjukkan metafisis radius (panah) tampak berdekatan dengan epifisis humerus distal. Head of radius tidak tampak. • C. Gambar garis dari hasil ultrasonografi yang menggambarkan lepasnya fisis radius proksimal. Area yang diarsir menunjukkan tulang rawan, dan garis putus-putus menunjukkan kontur tulang yang tertutup arsiran. Head of radius yang belum terosifikasi tidak tampak, dan capitellum berbatasan dengan metafisis radial. • D. Gambar ultrasonografi koronal dari siku kiri yang normal, menunjukkan penampilan normal dari epifisis radius yang belum terosifikasi (panah). • E. Gambar garis dari gambar ultrasonografi yang ditunjukkan pada Gambar D. pusat osifikasi capitellum tidak digambarkan. Daerah yang diarsir sesuai menggambarkan tulang rawan, dan garis putus-putus menunjukkan kontur tulang yang tertutup arsiran. • F. Gambar MRI sagittal fat-suppressed T2-weighted dari sendi radiocapitellar kanan, menunjukkan capitellum (C) berartikulasi dengan metafisis radius, yang memiliki tepi tidak teratur (panah). • G. Gambar MRI koronal gradient-recall-echo dari pasien yang sama, menunjukkan fragmen tulang rawan berbentuk ovoid yang sesuai dengan epifisis radius yang terlepas. , tepat di distal capitellum. •GAMBAR 3. Gambar MRI fat- suppressed T2-weighted dari sendi radiocapitellar dari pasien yang berbeda, seorang anak laki-laki berusia 18 bulan yang memiliki fraktur metafisis humerus distal (tidak ditampilkan), menunjukkan gambaran normal dari struktur siku yang belum terosifikasi. Kontur capitellum yang tidak terosifikasi (C) tampak dibatasi oleh efusi sendi. Head of radius (panah) memiliki konfigurasi yang sama dengan head of radius pada orang dewasa, meskipun pada anak-anak belum terosifikasi samasekali. GAMBAR 4. • A. Proyeksi anteroposterior dari fraktur humerus distal. Ini adalah fragmen tulang yang bergeser ke medial. Pasien mengalami pembengkakan yang cukup besar dan kesulitan gerak. Diduga terjadi fraktur medial condyle. • B. Artrogram intraoperatif menunjukkan displacement intra- artikular yang ditangani dengan reduksi terbuka dan fiksasi pin. Fraktur ini sering terlewatkan pada anak-anak yang tulangnya belum sepenuhnya terosifikasi GAMBAR 5. A. Proyeksi anteroposterior dan lateral oblique pada seorang anak yang menunjukkan beberapa displacement yang memiliki potensi remodeling. B. MRI menunjukkan displacement yang cukup berat sehingga dilakukan reduksi dan fiksasi operatif. GAMBAR 6. A. Proyeksi anteroposterior, lateral, dan oblique dari fraktur osteochondral pada lateral condyle. Jika hal ini tidak ditemukan, dapat terjadi nonunion yang menyakitkan dan gangguan intra-artikular. B. Pencitraan Magnetic resonance imaging (MRI) yang menemukan adanya displacement yang merupakan indikasi operasi. C. Reduksi perkutan dan fiksasi sekrup dilakukan berdasarkan temuan MRI. PENATALAKSANAAN • Fraktur yang mengalami displacement memerlukan reduksi sendi yang anatomis. Sebagian besar dislokasi tidak stabil dan memerlukan fiksasi operatif. • Pilihan instrumen antara lain pelat dan/atau sekrup permanen 1,5 hingga 3,5 mm, sekrup atau anchor tulang, fiksasi flap osteokondral dengan jahitan, dan/atau kawat kecil yang halus dan dapat dilepas. • Fiksasi internal yang rigid lebih disukai untuk memungkinkan pasien bergerak lebih dini. • Rekonstruksi jaringan lunak mungkin diperlukan jika masih ada ketidakstabilan setelah fiksasi operatif fraktur. Penyambungan ligamen yang rusak pada periosteum atau dengan anchor dilakukan dalam situasi yang sangat tidak stabil. • Dengan konstruksi yang stabil, penyangga siku (brace) berengsel digunakan untuk melakukan gerakan fleksi-ekstensi secara bertahap sambil sekaligus menghindari stres varus—valgus. Namun, mungkin perlu dilakukan imobilisasi sampai terjadi penyembuhan tulang yang jika fragmen sulit difiksasi atau vaskularisasi dari fragmen sangat rentan. KOMPLIKASI
periartikular, dan subluksasi sendi yang terjadi lambat telah ditemukan sebagai komplikasi dari jenis cedera ini. Oleh sebab itu, penatalaksanaan cedera-cedera ini sebaiknya dilakukan oleh dokter yang sudah berpengalaman. Kesimpulan Diperlukan sikap curiga yang tinggi, pencitraan penunjang di awal cedera (USG, artrogram, MRI), dan perawatan bedah yang agresif untuk menegakkan diagnosis yang cepat dan untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan lesi “TRASH” ini sebelum terjadi komplikasi. Cedera-cedera Seperti ini tidak boleh disepelekan baik dalam diagnosis atau penatalaksanaan.