Anda di halaman 1dari 16

KELOMPOK 11

- REZA REOPRATAMA
- RENDY ILHAM DOMUT
- MUH.RISKIYADI
- MUH SYAHRIL
DEFINISI BENCANA

Bencana Pesisir adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.
Letusan Gunung Berapi

◦ Gunung berapi bawah laut adalah ventilasi atau celah di Bumi


 permukaan di mana magma dapat meletus. Sejumlah besar gunung
berapi bawah laut yang terletak di dekat daerah tektonik pergerakan
lempeng, yang dikenal sebagai mid-ocean ridges.
◦ Gunung-gunung berapi di mid-ocean ridges sendiri diperkirakan
mencapai 75% dari magma output di Bumi. Meskipun sebagian besar
gunung berapi bawah laut yang terletak di kedalaman lautan dan 
samudra, beberapa juga ada di air dangkal, dan ini dapat debit bahan ke
atmosfer selama letusan.
◦ Jumlah gunung berapi bawah laut yang diperkirakan mencapai lebih
dari 1 juta, dimana sekitar 75 000 naik lebih dari 1 km di atas dasar laut.
Letusan Gunung Berapi

◦ Bencana terbesar yang pernah terjadi di wilayah pesisir Kota


Cilegon adalah terjadinya letusan Gunung Krakatau pada 27
Agustus 1883 sekitar jam 10:02, yang merupakan kombinasi
ledakan, subsiden, runtuhan kaldera, longsor dan longsor
bagian gunungapi yang berada di bawah laut (Carayannis,
2003).
◦ Letusan tersebut menyebabkan tsunami setinggi 15 - 40 meter
sehingga menghancurkan kota dan desa di kawasan Selat
Sunda termasuk Kota Cilegon serta mengakibatkan hilangnya
nyawa lebih dari 36.000 orang. Aktivitas gunungapi berlanjut
dan menghasilkan Gunung Anak Krakatau yang telah tumbuh
sejak letusannya yang terakhir pada 27 Agustus 1883.
Jenis letusan gunung berapi

◦ Terdapat tiga jenis erupsi berdasarkan pergerakan magma dari dalam ke permukaan bumi.

◦ Tiga jenis erupsi itu adalah freatik, freatomagmatik dan magmatik.

a. Erupsi Freatik
◦ Terjadi ketika magma segar mulai naik dari dapur magma ke tubuh gunung. Pada fase ini magma
berinteraksi dengan air bawah tanah dan menyebabkan penguapan. Ketika intensitas uap makin tinggi dan
memiliki tekanan yang cukup tinggi, uap mampu membobol bebatuan pembekuan magma tua yang
menyumbat kawah.
◦ Oleh karena itu, material vulkanik yang disemburkan oleh erupsi freatik lebih didominasi uap air
bercampur gas-gas vulkanik lainnya. Material vulkaniknya memiliki suhu kurang dari 200º C dan saat tiba di
kaki gunung sudah setara suhu lingkungan.
◦ Erupsi freatik sama sekali tidak memuntahkan magma segar. Intensitas erupsinya juga umumnya kecil.
Jenis letusan gunung berapi

B. Erupsi Freatomagmatik
◦Erupsi ini biasanya terjadi setelah erupsi freatik berlalu. Letusan ini terjadi ketika magma segar
naik ke tubuh gunung namun belum mencapai lubang letusan. Magma mulai bersentuhan langsung
dengan air bawah tanah.
◦Persentuhan dengan air yang lebih dingin membuat permukaan magma segar sontak mendingin
cepat, membentuk butiran-butiran pasir hingga kerikil dengan komposisi khas. Sebaliknya air bawah
tanah langsung menguap dengan frekuensi dan intensitas yang lebih tinggi.
◦Selain menyemburkan uap air dan gas-gas vulkanik lainnya, erupsi freatomagmatik pun
menyemburkan debu, pasir hingga kerikil. Namun kali ini mayoritas berasal dari magma segar yang
membeku cepat. Intensitas erupsinya akan lebih besar dari erupsi freatik dan material vulkanik yang
dimuntahkannya pun lebih panas.
Jenis letusan gunung berapi

C. Erupsi Magmatik
◦Ini adalah puncak erupsi, sebab magma segar sudah keluar dari lubang letusan. Erupsi magmatik
secara umum terbagi menjadi dua: eksplosif (ledakan) dan efusif (leleran).Erupsi magmatik eksplosif
umumnya melibatkan magma segar yang bersifat asam karena banyak mengandung silikat (SiO2).

◦ Sementara pada erupsi magmatik yang efusif, magma segar yang keluar lebih bersifat basa (basaltik).
Magmanya lebih encer dan kurang mengandung gas
Mitigasi Bencana / penanggulangan bencana

◦ Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana,


baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami
dan/atau buatan maupun non struktur atau nonfisik melalui
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
◦ Sesuai dengan yang diamanatkan dalam PP 64 Tahun 2010 tentang
Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil kategori
jenis bencana pesisir diantaranya gempa bumi; tsunami; gelombang
ekstrim; gelombang laut berbahaya; letusan gunung api; banjir;
kenaikan paras muka air laut; tanah longsor; erosi pantai; angin
puting beliung; dan jenis bencana lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Mitigasi Bencana / penanggulangan bencana

◦ Dalam rangka meningkatkan upaya mitigasi bencana, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) melakukan pemasangan alat pendeteksi tsunami buoy Merah Putih di kawasan Gunung Anak
Krakatau. Pemasangan buoy generasi ketiga itu pun dilakukan oleh Tim Teknis BPPT di area gunung
tersebut pada April 2019. jika kondisi lautan dalam keadaan normal, buoy itu akan mengirimkan data
secara real time tiap satu jam. Sebaliknya, jika bencana seperti tsunami terjadi, maka alat itu tentunya
secara otomatis akan mengirimkan data lebih cepat, yakni tiap 15 detik.Alat pendeteksi ini
memungkinkan penyampaian peringatan lebih dini (early warning system) bagi masyarakat sekitar.
Masyarakat sebaiknya harus mendapatkan sosialisasi terhadap keberadaan early warning system dan
langkah yang dapat mereka tempuh segera setelah warning diterima. Tentunya warning harus dapat
diakses oleh seluruh masyarakat pesisir di sekitar selat sunda
Mitigasi Bencana / penanggulangan bencana

◦ Usaha-usaha yang ditempuh dalam menekan sekecil mungkin bahaya yang timbul dapat dilakukan secara

1) Pra-disaster planning, yaitu perencanaan penanggulangan jenis bencana yang mungkin terjadi secara
dini. Sitem ini membutuhkan banyak informasi dan data tentang kondisi sumber bencana setempat,
keadaan alam, kondisi sosial dan ekonomi masyarakat disekitarnya.
2) Emergency planning, yaitu perencanaan penanggulangan bahaya apabila terjadi bencana secara
mendadak serta bagaimana dan tindakan apa yang harus segera dilakukan untuk memperkecil kerugian
dan korban bagi manusia pelaksanaannya dapat diwujudkan dalam bentuk “Sistem Pemberitahuan
Dini” (Early Warning System)
Bencana Angin Topan/Badai

◦ Karena posisi geografisnya, wilayah pesisir pantai dan


pulau-pulau kecil di Indonesia cukup rentan terhadap
bencana angin topan/badai.
◦ Angin topan adalah suatu badai tropikal yang hebat dari
pelepasan banyak energi dalam satu hari sebanyak satu
megaton bom hydrogen. Angin topan/badai ini dapat
mencapai kecepatan 200 km/jam dengan tekanan tiup
mencapai 200 kg/m2.
Identifikasi Daerah Rawan Angin Topan/Badai

◦Analisis Bahaya Angin Topan/Badai

◦ Analisis bahaya angin topan/badai ditujukan untuk mengidentifikasi lokasi yang sering mengalami
bencana angin topan/badai. Bahaya angin topan/badai pada suatudaerah dapat diketahui melalui
perkiraan angin topan/badai yang akan terjadi.

◦Analisis Tingkat Kerentanan terhadap Angin Topan/Badai

◦ Bencana angin topan/badai maupun bencana alam lainnya yang terjadi pada masa lalu telah banyak
menghancurkan maupun merusak sarana dan prasarana kota dan desa serta menyebabkan kehilangan
jiwa, harta dan benda, selain tentunya telah menyebabkan penderitaan bagi masyarakat yang tertimpa
bencana. Beberapa faktor penyebab banyaknya korban jiwa serta kerugian harta benda terutama adalah
kurangnya kemampuan pemahaman mengenai bencana serta kesiapan dalam mengantisipasi bencana.
◦ Analisa kerentanan didasarkan beberapa aspek, antara lain tingkat kepadatan pemukiman di daerah rawan angin
topan/badai, keterbatasan akses transportasi untuk evakuasi maupun penyelamatan serta keterbatasan akses
komunikasi. Selain itu, industri berbahaya yang dibangun di kawasan rawan anin topan/badai seperti industri bahan
kimia, apabila tidak diantisipasi dengan baik dapat mengakibatkan terjadinya dampak ikutan berupa terjadinya
pencemaran lingkungan serta munculnya berbagai macam penyakit.

◦ Analisis Tingkat Ketahanan terhadap Angin Topan/Badai

◦ Analisis tingkat ketahanan ditujukan untuk mengidentifikasi kemampuan Pemerintah serta Masyarakat pada umumnya
untuk merespon terjadinya bencana angin topan/badai sehingga mampu mengurangi dampaknya. Analisis tingkat
ketahanan tersebut dapat diidentifikasi dari 3 (tiga) aspek, yaitu

 Jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk,


 kemampuan mobilitas masyarakat dalam evakuasi dan penyelamatan, dan
 ketersediaan peralatan yang dapat dipergunakan untuk evakuasi. Semakin banyak fasilitas dan tenaga kesehatan di
kawasan rawan bencana membuat tingkat ketahanan kawasan terhadap bencana semakin tinggi. Kemudahan akses
mobilitas masyarakat dalam evakuasi juga ikut mempertinggi ketahanan terhadap bencana.
Mitigasi Bencana Angin Topan/Badai

◦Upaya Mitigasi Bencana Angin Topan/Badai Struktural

◦ Upaya struktural dalam menangani bencana angin topan/badai adalah upaya teknis yang bertujuan untuk
mencapai lingkungan yang lebih tahan bencana angin topan/badai. Upaya penanggulangan secara fisik
yang dapat

◦ dilakukan antara lain: low cost roof retrofitting, terutama struktur atapnya yang rentan terhadap
kerusakan akibat angin topan/badai

◦Upaya Mitigasi Bencana Angin Topan/Badai Non Struktural

◦ Upaya non struktural merupakan upaya non teknis yang menyangkut penyesuaian dan pengaturan
tentang kegiatan manusia agar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi struktural maupun upaya
lainnya.
Upaya penanggulangan secara non strukural yang dapat dilakukan antara lain:

1) peraturan perundangan yang mengatur bencana alam,


2) pemetaan bahaya sentakan badai,
3) lifeline vulnerability audits untuk mempromosikan kesiagaan masyarakat terhadap bencana,
4) sosialisasi peraturan pembangunan dan cara-cara konstruksi yang baik dan aman dan lain-lain,
5) pengembangan Sistem Peringatan Dini Bencana Angin Topan/Badai sewaktu terjadi angin topan/badai,
masyarakat di evakuasi ke tempat yang aman dengan cara mengumumkannya melalui:
a) para pejabat publik (tingkat keberhasilan 35%-97%, tergantung cara penyampaian),
b) radio atau televisi,
c) otoritas polisi, pemadam kebakaran dan lain-lain yang menyampaikan berita tersebut dari pintu ke pintu (tingkat
keberhasilan 97%),
d) loudspeaker yang terbukti kurang efektif, dan
e) pemberitaan otomatis melalui telepon.
f) pengembangan Sistem Peringatan Dini Bencana Angin Topan/Badai
g) Perkiraan terjadinya angin topan/badai dilakukan oleh BMG selaku instansi yang bertanggung jawab dalam
prakiraan cuaca. Saat ini BMG telah memiliki jaringan pemantau cuaca pada 175 stasiun BMG di seluruh Indonesia.
Selain itu BMG juga telah merehabilitasi Radar Cuaca di lima Stasiun Meteorologi sehingga keluaran radar dapat
berupa gambar tiga dimensi.

Anda mungkin juga menyukai