Anda di halaman 1dari 29

PUBLIC HEALTH PHARMACIST

“Strategi dalam meningkatkan


Kesehatan Masyarakat : Studi kasus
profesi Apoteker”
Kelompok 6

Anggelia Pratiwi 2130122123


Dinda Asysyifa Meisy 2130122131
Nofri YY Kurnia 2130122141
Sri Gustini 2130122150
Widya Febrina 2130122157
Dosen Pengampu : H. apt. Zulkarni, R, S.Si, MM
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari
obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan
pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan
obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien

Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah suatu tanggung


jawab profesi dari apoteker untuk mengoptimalkan terapi dengan cara
mencegah dan memecahkan masalah terkait obat (Drug Related
Problems)

Salah satu interaksi antara apoteker dengan pasien melalui konseling


obat, konseling obat sebagai salah satu metode edukasi pengobatan
secara tatap muka atau wawancara merupakan usaha untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien dalam penggunaan
obat
Jurnal-Junal Mengenai Strategi dalam meningkatkan
Kesehatan Masyarakat
Tujuan Parameter yang dilakukan
Untuk mengevaluasi Parameter yang dipakai dalam mengevaluasi
peranan PC dalam keberhasilan program PC berubah dari hanya
meningkatkan hasil klinis parameter klinik menjadi parameter klinik plus
dan kualitas hidup pasien parameter kualitas hidup. Program PC sangat
penderita DM, serta untuk 1 bermanfaat dalam meningkatkan hasil klinis
mengidentifikasi dan kualitas hidup pasien penderita DM. Perlu
parameterparameter lainnya penambahan parameter kualitas hidup dalam
yang berhubungan dengan menilai keberhasilan program PC. Program
program PC untuk pasien PC memberikan dampak positif terhadap
DM. pasien, penyedia layanan kesehatan, apoteker
dan ekonomi.

2 4

Metode Pengumpulan Data Hasil

Data penelitian diperoleh dari Hasilnya menunjukkan bahwa parameter


berbagai penelitian DM yang diukur pada pasien dengan
beberapa parameter yang program PC lebih baik dibandingkan
digunakan dalam menilai
3 pasien tanpa program. Kebanyakan
keberhasilan program PC di pasien yang diintervensi dapat mengontrol
berbagai negara. hasil klinis dengan baik, seperti kadar
glukosa darah, tekanan darah, HbA1C,
HDL, LDL dan kolesterol total. Kualitas
hidup pasien yang diintervensi dengan
program PC juga meningkat dibandingkan
dengan pasien tanpa program PC.
Metode
Metode dalam penulisan review artikel ini yaitu studi literatur.
Sumber artikel yang digunakan yaitu artikel yang diterbitkan mulai
tahun 2014 hingga saat ini.
Masalah : Solusi :
Masalah kekurangan pasokan obat telah Dengan membuat kebijakan-kebijakan dan
menjadi masalah global sejak pertengahan kerjasama yang baik antara pemerintah, badan
tahun 2000-an hingga sekarang, namun regulasi serta industri farmasi di seluruh dunia.
masalah kekurangan pasokan obat ini semakin Beberapa kebijakan yang dilakukan yaitu mulai
diperparah dengan adanya pandemi COVID-19. dari meningkatkan kapasitas produksi,
Sebelum masa pandemi COVID-19, penyebab memberlakukan peraturan mengenai batasan
utama kekurangan pasokan obat berkaitan jumlah obat yang dapat diresepkan untuk
dengan alasan ekonomi dan peraturan, pasien atau dibeli oleh masyarakat untuk
masalah terkait bisnis serta manufaktur dan mencegah penimbunan, mempermudah proses
rantai pasok. Sedangkan di masa pandemi, perizinan industri hingga pembuatan sistem
penyebab kekurangan obat akibat banyaknya seperti i-SPOC (Industry Single Point of
penutupan pabrik karena karantina, masalah Contact). Beberapa kebijakan tersebut
logistik yang disebabkan oleh penutupan diharapkan dapat mengurangi masalah
perbatasan, larangan ekspor, karantina Negara- kekurangan pasokan obat pada masa pandemi
negara pemasok bahan baku dan obat-obatan, COVID-19 ini.
peningkatan permintaan obat-obatan serta
banyaknya penimbunan.
Berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan terlihat bahwa masih banyak
pasien yang kurang paham mengenai hal-hal yang terkait dengan
penyakit TBC, baik dari segi pengobatan hingga proses penyembuhan.

Hal ini diperkirakan terjadi karena pasien tidak mendapatkan Konseling


yang baik oleh apoteker atau tidak pernah mendapatkan konseling
sama sekali.
Pendekatan Penelitian
Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan Instrumen yang digunakan untuk
pendekatan kuantitatif untuk 1
mengukur variabel penelitian ini
mendeskripsikan tingkat dengan menggunakan guttman.
pengetahuan pasien setelah Skala Guttman yaitu skala yang
diberikan pharmaceutical care: menginginkan tipe jawaban tegas,
konseling seperti jawaban benar–salah

2 4
METODE
Metode Pengumpulan Data Analisis Data Penelitian

Data penelitian diperoleh 1.Normalitas data. Uji normalitas


darikuesioner yang telah data bertujuan untuk menguji
diisilengkap oleh responden apakah sebaran data terdistribusi
yang dikumpulkan dengan
3 normal atau tidak
teknik pengumpulan data 2.Uji t test dependen (berpasangan).
secara consecutive sampling. Uji t test dependen digunakan untuk
membandingkan rata-rata nilai
pre-test dan nilai post-test pada
satu sampel
Hasil
Dari hasil penelitian Pharmaceutical Care di RSU Dr.Wahidin
Sudirohusodo membuat kesimpulan bahwa ada perbedaan
tingkat pengetahuan antara pasien sebelum diberikan
konseling farmasi dan setelah diberikan konseling farmasi .Hal
ini dapat dilihat dari nilai p-value yang lebih kecil dari nilai
signifikansi yaitu 0.001 (p<0.05) yang berarti Pharmaceutical
Care berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengetahuan
pasien terhadap pengobatan TBC
Masalah : Hasil :
Di sebuah RS di Kalimantan Timur Peran apoteker dalam PC memegang peranan penting
dijumpai 88,6% pasien diabetes sebagai upaya peningkatan kualitas hidup pasien melalui
mellitus mengalami DRP dengan terapi yang lebih cost effectiveness dari segi
masalah terbanyak adalah adanya farmakoekonomi khususnya untuk penatalaksanaan pada
penyakit degeneratif.
indikasi penyakit yang tidak
diterapi secara memadai. Karena
itu, pelayanan farmasi klinik
sebenarnya dapat mengurangi
kejadian DRP tersebut, dan lebih
jauh dapat meningkatkan hasil
terapi pasien.
Apoteker merupakan profesional kesehatan yang terdidik dan terlatih
dengan khusus yang disertifikasi oleh otoritas negara. Apoteker
memiliki peran dalam manajemen distribusi obat kepada konsumen
it a s dan bertugas dalam upaya-upaya yang tepat untuk memastikan
u n penggunaannya yang aman dan berkhasiat.

er Kom
ot ek Diperlukan peran dari apoteker agar pasien mendapatkan manfaat
terbaik dari tujuan pengobatan. Untuk menjawab kebutuhan terkait
l Ap dengan obat ini, apoteker memiliki tanggung jawab yang lebih besar
d ea
an I untuk mendapatkan outcome penggunaan obat. Sebagai profesional
kesehatan, apoteker memegang peranan yang penting dalam
Per meningkatkan akses masyarakat terhadap kesehatan dalam
mempersempit gap antara benefit potensial obat dan benefit
aktualnya. Dengan bertambah kompleks dan beragamnya peran
Ada enam komponen yang terdapat dalam misi mulia praktek apoteker dalam sistem kesehatan dan kesehatan masyarakat, maka
kefarmasian yang tercantum dalam GPP yang perlu dipahami diperlukan penjagaan berkelanjutan terhadap kompetensi apoteker
dan tentunya dilaksanakan oleh apoteker agar hehadiran yang selalu mengupdate/memperbaharui keterampilan dan
profesi ini dapat berkonstribusi terhadap peningkatan keahliannya
kesehatan dan membantu pasien dengan masalah kesehatan
yang sedang mereka hadapi dengan menggunakan obatdengan
cara yang terbaik. Keenam komponen tersebut adalah :
1. Selalu ada bagi pasien dengan atau tanpa membuat janji
terlebih dahulu;
2. Mengidentifikasi dan mengelola masalah terkait kesehatan;
3. Promosi kesehatan;
4. Menjamin keefektifan pengobatan;
5. Mencegah efek berbahaya dari obat;
6. Penggunaan yang bertanggung jawab terhadap sumber daya
kesehatan yang terbatas
Peran apoteker komunitas dalam
swamedikasi dan penyakit ringan

Swamedikasi atau self medication dedifinisikan sebagai pemilihan dan


penggunaan obat oleh seseorang untuk mengobati penyakit atau
gejala-gejala penyakit yang dikenali sendiri. Sedangkan penyakit
ringan (minor ailment) merupakan masalah/keluhan kesehatan dengan
tindakan sederhana, pasien biasanya dapat menangani dengan cara
mereka sendiri atau dengan saran dari profesional layanan kesehatan,
salah satunya adalah apoteker
Tujuan Parameter yang dilakukan
Untuk mengetahui pengaruh Uji beda Wilcoxon dan Mann Whitney untuk
edukasi yang diberikan melihat pengaruh edukasi terhadap
apoteker terhadap pengetahuan dan kepatuhan.
pengetahuan dan kepatuhan Uji korelasi spearman untuk mengetahui
menggunakan obat ARV dan 1 hubungan pengetahuan dan kepatuhan.
mengetahui hubungan
antara pengetahuan dan
kepatuhan pada pasien
HIV/AIDS di RSUD A.Wahab
Sjahranie Samarinda.

2 4

Metode Pengumpulan Data Hasil

Desain penelitian adalah eksperimental semu Hasil analisis dengan tingkat kepercayaan
dengan kelompok kontrol dan intervensi 95% dan α = 0,05 menunjukkan edukasi
pretest posttest, menggunakan metode oleh apoteker memberikan perbedaan
3 bermakna pada pengetahuan dan
consecutive sampling. Penelitian diikuti 96
pasien, 48 pasien kelompok intervensi dan 48 kepatuhan pasien (p < 0,05). Tidak
pasien kelompok kontrol. Pengukuran terdapat hubungan bermakna antara
kepatuhan menggunakan kuesioner Morisky pengetahuan dan kepatuhan.
Medication Adherence Scale (MMAS-8) dan
pengetahuan menggunakan kuesioner
pengetahuan tentang penyakit HIV/AIDS dan
pengobatannya.
Tujuan Parameter yang dilakukan
Berdasarkan permasalahan yang Uji beda Wilcoxon dan Mann Whitney untuk
ditemukan dilapangan bahwa melihat pengaruh edukasi terhadap
pengkajian resep belum pengetahuan dan kepatuhan.
sepenuhnya dilakukan oleh Uji korelasi spearman untuk mengetahui
Apoteker dan angka medication 1 hubungan pengetahuan dan kepatuhan.
error masih > 2% maka penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui sistem pelayanan
kefarmasian dan penggunaan obat
serta peran Apoteker dalam
meningkatkan mutu pelayanan
kefarmasian dan penggunaan obat
di Rumah Sakit Kartika Husada Jati 2 4
Asih.
Hasil
Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini bersifat kualitatif analitik. Data Hasil penelitian menunjukkan peran
diambil melalui wawancara dengan informan Apoteker dalam pengelolaan system
yang terkait dengan proses pelayanan pelayanan kefarmasian belum memenuhi
3 standar baik yang ditetapkan oleh Rumah
kefarmasian, observasi serta telaah dokumen.
Penelitian dilakukan di Instalasi Farmasi Sakit maupun Peraturan Perundang-
Rumah Sakit Kartika Husada Jati Asih. Undangan, sehingga perlu adanya pelatihan
Variabel yang diteliti peran Apoteker dalam secara berkala untuk semua Apoteker
menjalankan proses perencanaan, mengenai manajemen logistik
pengadaan,pengendalian,pelayanan dan farmasi,farmasi klinis, serta pengembangan
pengkajian resep. Jumlah informan dalam SIM-RS farmasi terutama dalam menunjang
penelitian ini adalah 5 orang. sistem peresepan dan keamanan
penggunaan obat.
Tujuan Parameter yang dilakukan
Penelitian ini bertujuan mengetahui Informan dipilih secara purposif berdasarkan
upaya Pusat Kesehatan Masyarakat keterkaitannya dengan strategi promosi
Dengan Tempat Perawatan (Puskesmas kesehatan di Puskesmas DTP Tarogong
DTP) Tarogong Kabupaten Garut dalam Kabupaten Garut.
kegiatan strategi promosi kesehatan 1
ditinjau dari :
1) pemberdayaan,
2) bina suasana,
3) advokasi dan
4) kemitraan.

2 4

Hasil
Metode Pengumpulan Data
Pemberdayaan masyarakat oleh Puskesmas
Metode penelitian yang digunakan adalah DTP Tarogong berjenjang, mulai dari individu,
studi kasus, dengan pengumpulan data kelompok dan masyarakat dengan upaya
melalui studi pustaka dan studi lapangan pembentukkan perilaku hidup bersih, sehat
3
berupa wawancara dan dokumentasi. Dengan (PHBS); Bina suasana diupayakan melalui
teknik purposif, informan penelitian ini pengunaan media promosi poster, spanduk dan
berjumlah 9 orang televisi yang ditempatkan di halaman, balai
pengobatan umum, dan dinding puskesmas
serta penciptaan lingkungan yang mendukung,
seperti perilaku kesehatan petugas kesehatan,
kantin sehat dan lingkungan yang bebas asap
rokok
Tujuan Hasil
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
ketersediaan, kelengkapan prosedur Pada periode I mengenai protap terdapat 2
tetap pelayanan kefarmasian serta Puskesmas (63%) dari 38 Puskesmas di wilaya
mengukur pengaruh keberadaan Kabupaten Banyumas sudah tersedia prosedur teta
apoteker terhadap ketersediaan pelayanan kefarmasian sedangkan 14 Puskesma
1 (45%) belum tersedia prosedur tetap pelayanan.
prosedur tetap pelayanan kefarmasian
dan mutu pelayanan berdasarkan daftar Sedangkan pada periode II mengenai kinerj
tilik pelayanan kefarmasian di pelayanan, dari 39 Puskesmas di Kabupate
Puskesmas wilayah Kabupaten Banyumas terdapat 6 Puskesmas (15,38%) yan
Banyumas. tidak memiliki apoteker dikategorikan kinerj
pelayanannya kurang, sedangkan 33 Puskesma
(84,62%) yang memiliki apoteker, 2 Puskesma
2 3 (6,06%) dikategorikan kinerja pelayanan sedang
dan 31 Puskesmas lainnya (93,94%) dikategorika
kinerja pelayanannya kurang.
Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan merupakan


observasional analitik kategorik melalui
pendekatan cross sectional. Cara
pengumpulan data terbagi menjadi 2 periode,
melalui observasi dan wawancara terstruktur
terhadap penanggung jawab unit pelayanan
farmasi mengenai kegiatan kefarmasian.
Hasil

Hasil yang didapat bahwa ada perbedaa


Tujuan pengetahuan tentang terapi obat ARV da
kepatuhan minum obat ARV yang signifikan pad
pasien HIV/AIDS sebelum dan setelah konselin
1 farmasis.
Untuk mengetahui pengaruh konseling
farmasis terhadap pengetahuan dan
kepatuhan pasien HIV/AIDS. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaru
positif konseling farmasis terhadap pengetahua
dan kepatuhan pasien HIV/AIDS di poliklinik VC
RSUP Dr. M. Djamil Padang.

2 3

Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian ini dilakukan dengan metode


quasi-eksperimental, prospektif dengan konsep
one group pretest-posttest without control design.
Terimakasih !

Anda mungkin juga menyukai