Beban gempa adalah besarnya getaran yang terjadi di dalam struktur rangka bangunan akibat adanya pergerakan tanah oleh gempa. Pertama kali di Indonesia ketetapan perencanaan gempa untuk bangunan dimasukkan dalam Peraturan Muatan Indonesia 1970, lalu peraturan ini diperbaharui dengan diterbitkannya Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung 1983. Pada dasarnya ada dua metode Analisa Perencanaan Gempa, yaitu : (Soetoyo, 2000) · Analisis Beban Statik Ekuivalen (Equivalent Static Load Analysis). Analisis ini adalah suatu cara analisa struktur, dimana pengaruh gempa pada struktur dianggap sebagai beban statik horizontal untuk menirukan pengaruh gempa yang sesungguhnya akibat gerakan tanah. Metode ini digunakan untuk bangunan struktur yang beraturan dengan ketinggian tidak lebih dari 40 m. · Analisis Dinamik (Dynamic Analysis). · Metode ini digunakan untuk bangunan dengan struktur yang tidak beraturan. Perhitungan gempa dengan analisis dinamik ini terdiri dari : § Analisa Ragam Spektrum Respons Analisa Ragam Spektrum Respons adalah Suatu cara analisa dinamik struktur, dimana suatu model dari matematik struktur diberlakukan suatu spektrum respons gempa rencana, dan berdasarkan itu ditentukan respons struktur terhadap gempa rencana tersebut. § Analisa Respons Riwayat Waktu Analisa Respons Riwayat Waktu adalah suatu cara analisa dinamik struktur, dimana suatu model matematik dari struktur dikenakan riwayat waktu dari gempa-gempa hasil pencatatan atau gempa-gempa tiruan terhadap riwayat waktu dari respons struktur ditentukan. b. Beban Angin (Wind Load) Beban angin adalah beban yang bekerja pada bangunan atau bagiannya karena adanya selisih tekanan udara (hembusan angin kencang). Beban angin ini ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan angin), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang bangunan yang ditinjau (Benny, 1996). c. Tekanan Tanah dan Air Tanah Selain beban-beban tersebut diatas, masih ada beban lain yang perlu diperhitungkan, yaitu : (Soetoyo, 2000) 1. Beban Temperatur Beban akibat temperatur ini perlu diperhitungkan jika letak bangunannya berada di daerah yang perbedaan temperaturnya sangat tinggi. 2. Beban Konstruksi (Construction Load) Beban konstruksi ini timbul pada saat pelaksanaan pembangunan fisik gedung. PENYALURAN BEBAN Struktur membran mampu menahan beban merata eksternal baik beban PENYALURAN BEBAN ATAP TERHADAP PONDASI vertical (air hujan, salju dll) maupunhorizontal (angin, gempa dll). Pada Atap tenda didukung oleh struktur pendukung eksterior yang dihubungkan langsung ke kondisipembebanan secara vertikal yang merata, struktur bangunan me tanah. Struktur pendukung eksterior ini harus memiliki base sebagai tumpuan, yang nerim beban dan mendistribusikannya secara two-way. kemudian beban disalurkan dari base dibantu oleh tie beam, menuju pondasi. Pondasi menggunakan sumuran Dengan memanfaatkan gaya tarik pada kabel struktur serta membr an tenda, beban eksternal dan beban sendiri struktur disalurkan ke kolom- kolom serta kabel pendukung utama. Elemen- elemen struktur garis ini kemudian menyalurkan beban secara aksial menuju anker atau pondasi bangunan dan kemudian ke tanah. Untuk menjaga kestabilan struktur, setiap pembebanan dilawan ole h reaksi sehingga resultan sama dengan nol.
Dalam struktur tenda, terjadi gayagaya tarik murni pada elemen kabel danmembran. Dalam kondisi pembebanan secara vertikal, terjad i gaya tarik pada kabel dan membran sedangkan pada kolom struktur terjadi gaya tekan.
Penyaluran beban vertical pada struktur membran relative kecil, karena bentuknya yang memiliki perbedaan ketinggian pada penutupnya sehingga bagian yang tinggi kemudian menstransfer bebannya ke bagian yang lebih re ndah. Oleh karena itu, dalam hal mendesain tenda, hal yang harus diperhatikan adalah t inggi rendahnya permukaan penutup.