Anda di halaman 1dari 22

Penyakit HIV /

AIDS
Disusun Oleh :
Dian Ayu Puspitasari Indah Ayu Septya N. (1903031)
(1903021) Lilis Haryanti (1903033)
Dwi Fitriani Amalia (1903023) Lisa Amalia (1903035)
Eka Fatria Rahmasari (1903025) Maharani Shalma R. (1903037)
Elvina Devi. K (1903027) Mei Noviyanti (1903038)
Giyan Syaiful Caesa (1903029)
Materi

Perubahan Jaringan Tingkat Penyakit

Tingkat Pencegahan Tingkat Pencegahan


Perubahan Jaringan
Patogenesis
Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, cairan
semen dan sekret vagina. Setelah virus masuk ke dalam tubuh manusia. RNA virus diubah
menjadi DNA oleh enzim Reverse transcryptase yang dimiliki oleh HIV. Setelah itu DNA
provirus akan diintegrasikan ke dalam sel pejamu kemudian diprogramkan untuk
membentuk gen virus.
Limfosit TCD4+ ini sangat dibutuhkan sebagai pengatur utama respon imun dalam
tubuh,. Ketika HIV menginfeksi sel limfosit T CD4 +, maka terjadi penurunan drastis dari
jumlah sel limfosit T-CD4+. Virus yang masuk ke dalam sel limfosit T CD4 + akan bereplikasi
sehingga jumlahnya meningkat hingga dapat menghancurkan sel itu sendiri, selain itu HIV
juga dapat menginfeksi sel lain misalnya, sel dendritik, astrosit, limfosit T CD8 + (sel T
sitotoksik) dan sel retina. Keadaan ini akan menurunkan sistem kekebalan tubuh seluler
yang akhirnya menuju ke keadaan AIDS.
Perjalanan Penyakit Pada HIV

Setelah
Infeksi HIV menginfeksi sel target, terjadi proses replikasi yang menghasilkan
Akut
virus-virus baru (virion) dengan jumlah hingga berjuta-juta virion. Viremia dari begitu banyak
virion tersebut dapat memicu munculnya sindrom infeksi akut dengan gejala yang mirip
penyakit flu atau infeksi mononukleosa. Diperkirakan bahwa sekitar 50-70 persen orang yang
terinfeksi HIV mengalami sindrom infeksi akut selama 3-6 minggu setelah terinfeksi virus
dengan gejala umum, yakni: Demam, Faringitis, Limfadenopati, Artralgia, Mialgia, Letargi,
Malaise, Nyeri kepala, Mual, Muntah, Diare, Anoreksia, Penurunan berat badan.
HIV juga sering menimbulkan kelainan pada sistem saraf meski paparan HIV baru terjadi pada
stadium infeksi yang masih awal. Kondisi itu, antara lain bisa menyebabkan: Meningitis
Ensefalitis Neuropati perifer Mielopati Sementara, gejala pada dematologi atau kulit, yaitu
ruam makropapuler eritematosa dan ulkus mukokutan.
Pembentukan
Masa Laten respons imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus dalam sel
dendritik folikuler (SDF) di pusat germinativum kelenjar limfa dapat menyebabkan virion
dapat dikendalikan, gejala hilang, dan mulai memasuki fase laten. Pada fese ini jarang
ditemukan virion di plasma sehingga jumlah virion di plasma menurun karena sebagian besar
virus terakumulasi di kelenjar limfa dan terjadi replikasi di kelenjar limfa. Fase infeksi laten
berlangsung rata-rata sekitar 8-10 tahun (dapat 3-13 tahun) setelah terinfeksi HIV. Pada tahun
ke-8 setelah terinfeksi HIV, penderita mungkin akan mengalami berbagai gejala klinis, berupa:
Demam, Banyak berkeringat pada malam hari Kehilangan berat badan kurang dari 10%, Diare
Lesi pada mukosa dan kulit berulang,
Penyakit infeksi kulit berulang Gejala ini merupakan tanda awal munuculnya infeksi
oportunistik. Pembengkakan kelenjar limfa dan diare secara terus-menerus termasuk gejala
infeksi oportunistik.
Fase Infeksi Kronis
Selama berlangsungnya fase ini, di dalam kelenjar limfa terus terjadi
replikasi virus HIV yang diikuti kerusakan dan kematian SDF karena banyaknya virus.
Fungsi kelenjar limfa adalah sebagai perangkap virus menurun atau bahkan hilang dan
virus dicurahkan ke dalam darah. Pada fese ini terjadi peningkatan jumlah virion
secara berlebihan di dalam sirkulasi sistemik. Respons imum tidak mampu meredam
jumlah virion yang berlebihan tersebut. Sementara, limfosit semakin tertekan karena
intervensi HIV yang kian banyak. Penurunan limfosit ini mengakibatkan sistem imun
menurun dan penderita semakin rentan terhadap berbagai penakit infeksi sekunder.
Pada tahap ini, penderita HIV/AIDS harus segera dibawa ke dokter dan menjalani
terapi anti-retroviral virus (ARV). Terapi ARV bakal mengandalikan virus HIV di dalam
tubuh sehingga dampak infeksi bisa ditekan. Meski demikian, HIV sebenarnya dapat
dikendalikan sedini mungkin sehingga bisa menekan peluang timbulnya AIDS.
Pra patogenesis
Masa ini dimulai saat terjadinya stimulus penyakit sampai terjadi respon pada
tubuh. Pada tahap ini mulai terjadinya interaksi antara Agen-Host-EnvironmentPada
kejadian penyakit menular/infeksi, mulai terjadi paparan atau exposure dengan agen
penyakit namun agen belum masuk tubuh host.
Pada individu yang tidak sehat, agen bisa masuk ke dalam tubuh. Paparan
tersebtu dapat berupa mikroorganisme penyebab penyakit. Kejadian penyakit belum
berkembangakan tetapi kondisi yang melatarbelakangi terjadinya penyakit atau
faktor risikopenyakit telah ada.
Lanjutan…
Pada tahap ini terjadi akumulasi faktor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit
ke host yang rentan. Misalnya:
- Hepatitis, faktor risiko kelelahan dan alkoholik sudah ada jauh sebelumnya;
- Penyakit Jantung Koroner (PJK),faktor risiko kolesterol tinggi
(hypercholesterol)sudah ada sebelumnya
- Asbestosis, faktor risiko paparan asbestosis fiber;-Lung cancer, faktor risiko
zata-zat yang ada dalam asap rokok;
- Endometrial cancer, dipicu oleh hormon estrogen;-Dan sebagainya
Gejala awal penuakit hiv aids
Ciri-ciri HIV di awal mula masa inkubasi virus umumnya terlihat mirip seperti
gejala flu umum meliputi:
• Demam HIV(biasanya lebih tinggi dari demam biasa; bahkan mungkin disertai dengan
sensasi meriang yang hebat.
• Sakit kepala.
• Pasien HIV kelelahan terus menerus.
• Pembengkakan kelenjar getah bening.
• Sakit tenggorokan.
• Ruam kulit HIV.
• Nyeri pada otot dan sendi.
• Luka pada mulut.
• Luka pada organ intim.
• Sering berkeringat di malam hari.
• Diare pada pasien HIV.
Kerentanan Penularan HIV/AIDS
Perempuan Ibu Rumah Tangga rentan terinfeksi virus HIV & AIDS karena rendahnya daya tawar dan negosiasi
dalam hubungan seksual. Berdasarkan laporan badan AIDS PBB atau UNAIDS, yang menyebutkan lebih dari 1,7 juta
perempuan di Asia hidup dengan HIV positif, dan 90% nya tertular dari suami atau pasangan seksual. Perempuan
yang rentan tertular adalah ibu-ibu rumah tangga. Faktor- faktor yang menyebabkan kejadian HIV & AIDS pada ibu
rumah tangga meningkat adanya kerentanan sosial budaya dan ekonomi seperti mentoleransi hubungan seksual diluar
nikah, multi partner dan ketergantungan finansial perempuan kepada laki-laki.
Selain itu, perempuan merasa aneh bila harus berdiskusi seksualitas termasuk tentang kondom karena selalu
mempercayai suami Faktor berikutnya yaitu tertular perilaku berisiko suami dalam hubungan perkawinan seperti seks
komersial dan narkoba suntik. Adanya kebijakan mobilitas penduduk, banyak penduduk desa yang melakukan urbanisasi
untuk bekerja di kota dengan pengetahuan yang sangat minim tentang HIV & AIDS.
Lanjutan…
Kerentanan pada perempuan juga ditambah dari bentuk organ kelamin yang seperti bejana
terbuka. Secara fisik, ini memudahkan virus masuk ke dalam vagina ketika berhubungan
seksual dengan lelaki yang positif HIV, melalui luka kecil atau lecet atau masuknya cairan
sperma ke dalam vagina. Perlu diketahui bahwa virus HIV lebih banyak hidup di dalam cairan
sperma. Dalam darah terdapat 10.000 partikel per mili virus, dalam sperma 11.000 partikel per
mili, dan cairan vagina 7.000 partikel per unit. Kadarnya jauh lebih rendah pada kotoran, air
liur, keringat, urin, dan air mata sehingga pada media ini tidak menularkan
Tahap Klinis HIV/ AIDS

01 Fase
Umur1 infeksi 1 – 6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah terpapar dan
terinfeksi. Tetapi ciri – ciri terinfeksi belum terlihat meskipun ia melakukan tes
darah. Pada fase ini antibody terhadap HIV belum terbentuk. Bisa saja
terlihat/mengalami gejala – gejala ringan, seperti flu (biasanya 2 – 3 hari dan
sembuh sendiri).

02 Fase 2
Umur infeksi: 2 – 10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini
individu sudah positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit. Sudah dapat
menularkan pada orang lain. Bisa saja terlihat/mengalami gejala – gejala ringan,
seperti flu (biasanya 2 – 3 hari dan sembuh sendiri).
Lanjutan…

03 Fase 3
Mulai muncul gejala – gejala awal penyakit. Belum disebut gejala AIDS.Gejala–
gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada waktu malam, diare
terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak sembuh –
sembuh, nafsu makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta berat badan terus
berkurang. Pada fase ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai berkurang.

04 Fase 4
Sudah masuk fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan tubuh
sangat berkurang dilihat dari jumlah sel T nya. Timbul penyakit tertentu yang disebut
dengan infeksi oportunistik yaitu TBC, infeksi paru – paru yang menyebabkan radang
paru – paru dan kesulitan bernafas, kanker, khususnya sariawan, kanker kulit atau
sarcoma kaposi, infeksi usus yang menyebabkan diare parah berminggu – minggu,
dan infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala.
Tingkat Pencegahan HIV/AIDS
1. Primer
Pencegahan ini tidak bersifat terapeutik, tidak menggunakan tindakan yang terapeutik dan tidak
menggunakan identifikasi gejala penyakit. Pencegahan ini meliputi dua hal, yaitu:
a. Peningkatan kesehatan
misalnya: dengan pendidikan kesehatan reproduksi tentang HIV/AIDS, standarisasi nutrisi,
menghindari seks bebas screening, dan  Salah satu teori untuk upaya pencegahan HIV/AIDS yaitu
Teori atau metode ABCDE yaitu pencegahan yang dilakukan untuk mengurangi kasus HIV/AIDS
dengan menghindari faktor risiko dan transmisinya.
b. Perlindungan khusus, misalnya:
- Imunisasi.
- Kebersihan pribadi.
- Pemakaian kondom.
2. Sekunder
Pencegahan sekunder terdiri dari teknik skrining dan pengobatan penyakit pada tahap dini. Hal ini
dilakukan dengan menghindarkan atau menunda keparahan akibat yang ditimbulkan dari
perkembangan penyakit atau meminimalkan potensi tertularnta penyakit. Pencegahan sekunder
dapat dilakukan melalui diagnosis dini dan pemberian pengobatan. Pada HIV/AIDS dapat
dilakukan dengan melakukan tes darah. 
3. Tersier
Pencegahan tersier dilakukan ketika seseorang teridentifikasi terinfeksi HIV/ AIDS dan
mengalami ketidakmampuan permanen yang tidak dapat disembuhkan. Pencegahan Tersier
dilakukan untuk mengurangi komplikasi penyakit yang sudah terjadi. Upaya yang dilakukan
dalam pencegahan ini dapat dilakukan dengan upaya rehabilitasi atau penggunaan obat ARV
untuk menjaga kondisi penderita agar tidak menjadi semakin memburuk  
MODE INTERVENSI

01 02 03
Promosi Deteksi Dini Pembatasan
Kesehatan Dan dan Pengobatan kecacatan dan
Proteksi yang Tepat Rehabilitas
Spesifik
1. Promosi Kesehatan Dan
Proteksi Spesifik
a. Promosi Kesehatan
Penyuluhan kesehatan menjadi upaya yang sering
dilaksanakan dalam pencegahan HIV/AIDS. Kegiatan
penyuluhan ini dilakukan pada kelompok yang berisiko
tinggi terinfeksi virus HIV yaitu anak-anak, remaja,
kelompok Penasun (pengguna Narkoba dan suntik),
kelompok pekerja seks, berganti-ganti pasangan seks dan lain
lain.
b. Proteksi Spesifik
Penularan virus HIV dapat ditularkan melalui hubungan
seksual dengan orang yang berisiko, penggunaan jarum
suntik yang tidak steril dan bebarengan, dan penularan dari
ibu hamil ke janinnya
LANJUTAN….

2. Deteksi Dini dan Pengobatan yang Tepat


a. Deteksi Dini
Salah satu deteksi dini yang dapat diupayakan adalah perlindungan buruh migran
Indonesia khususnya BMI (Buruh Migran Indonesia) melalui upaya deteksi
dini di bandara dan pelabuhan. Deteksi dini yang dilakukan berupa mencermati
aktivitas oleh BMI ketika proses pemberangkatan dan kedatangan di bandara
dan pelabuhan di Surabaya Jawa timur.
b. Pengobatan yang Tepat
Pengobatan HIV/AIDS sampai saat ini belum ditemukan obat paten untuk menyembuhkan
HIV/AIDS, namun peranan obat ini dapat menjadi penghambat dan memperpanjang
perkembangan virus HIV di dalam tubuh. Sebelum ditemukan pengobatan ARV ( Anti
Retrovirus ) yang ada saat ini, pengobatan yang ada hanya disasarkan pada penyakit
opportunistik yang diakibatkan oleh infeksi HIV.

Berikut macam-macam pengobatan yang digunakan :


 Penggunaan TMP-SMX oral untuk profilaktif

 Pentamidin aerosol untuk mencegah pneumonia P. Carinii.

 Tes tuberkulin pada penderita TBC aktif


3.Pembatasan kecacatan dan Rehabilitas

Pengobatan, rehabilitasi dan pembatasan kecacatan bertujuan


mengurangi dan mencegah sekuel dan disfungsi, mencegah serangan
ulang, meringankan akibat penyakit, dan memperbaiki kualitas
hidup. Kegiatan pencegahan tersier pada HIV/AIDS ditujukan untuk
melaksanakan rehabilitasi, pembuatan diagnosa dan tindakan
penatalaksanaan penyakit. Perawatan pada tingkat ini ditujukan
untuk membantu orang dengan HIV/AIDS (ODHA) mencapai
tingkat fungsi optimal sesuai dengan keterbatasan yang terjadi
akibat HIV/AIDS.
 
Thank
You

Anda mungkin juga menyukai