Anda di halaman 1dari 22

TITRASI

KOMPLEKSOMETRI
LIA DESTIARTI, M.Si
TITRASI KOMPLEKSOMETRI
• Titrasi kompleksometri : jenis titrasi yang
didasarkan atas pembentukan kompleks
antara analit dan titran.
• Untuk dapat digunakan sebagai dasar suatu
titrasi reaksi pembentukan kompleks, selain
syarat titrimetri kompleks yang terjadi
adalah stabil dan merupakan kompleks 1 : 1
Titrasi kompelsometri → menentukan campuran
dari ion logam dalam larutan; kadar logam
polivalen/senyawanya dengan menggunakan Na-
EDTA sebagai titran pembentuk kompleks.
Sebuah indikator yang menunjukkan perubahan
warna akan digunakan untuk mendeteksi TA titrasi.
Sifat ion kompleks/kompleks : larut namun sedikit
terdisosiasi
Atom pusat : ion logam dalam kompleks
Ligan : gugus yang tergabung ke atom pusat
Bilangan koordinasi : jumlah ikatan yang terbentuk
oleh atom pusat
• Reaksi kompleksasi dapat diaplikasikan sebagai
teknik volumetri :
• Reaksi mencapai keseimbangan dengan cepat
untuk setiap penambahan titran
• Tidak ada gangguan yang muncul (seperti reaksi
samping pembentukan kompleks dengan adanya
lebih dari satu kompleks yang muncul selama
proses titrasi)
• Tersedia sebuah indikator logam yang mampu
menentukan titik ekivalen dengan akurasi yang
baik
Titrasi Kompleksometri dengan EDTA
4 gugus karboksil
2 gugus amina yang berpran
sebagai donor pasangan elektron

EDTA dapat mendonasikan 6


pasang elektron bebas untuk
membentuk ikatan kovalen
koordinat dengan kation logam, hal
ini membuat EDTA merupakan
ligan heksadentat.

Pada prakteknya EDTA biasanya digunakan dalam keadaan terionisasi sebagian


sehingga ikatan kovalen koordinat yang terbentuk lebih sedikit dari 6.

Na2EDTA yang digunakan dalam standardisasi, hanya membentuk 4 ikatan kovalen


koordinat dengan kation logam pada pH  12. Hal ini dikarenakan pada pH ini gugus
amina masih terprotonasi dan dengan demikian tidak dapat mendonasikan
elektronnya untuk pembentukan ikatan kovalen koordinat.
EDTA adalah asam tetraprotik
dengan 4 macam tetapan disosiasi :
K1 = 1 x 10-2 K2 = 2,1 x 10-3
K3 = 6,9 x 10-7 K4 = 7 x 10-11
Berdasarkan harga k, terdapat 2 proton yang
bersifat asam kuat.
Rumus EDTA : H4Y
Pada pH 5 (larutan Na2EDTA) spesies EDTA
yang paling dominan adalah H2Y2-
Reaksi yang terjadi :
Mn+ + H2Y2-  MY n-4 + 2 H+
Contoh : Mg2+ + H2Y2-  MgY-2 + 2 H+

Al3+ + H2Y2-  AlY - + 2 H+


Na2H2Y menggambarkan Na2EDTA, dimana Y
adalah singkatan untuk EDTA, dan Hn
menunjukkan jumlah proton asidik yang terikat
pada molekul EDTA.
Alasan utama mengapa EDTA digunakan secara
luas untuk standardisasi kation logam :
pembentukan kompleks EDTA yang stabil dengan
banyak kation.
Pada reaksi pembentukan kompleks, berapapun
valensi dari logam yang bersangkutan, 1 mol ion
logam selalu bereaksi dengan 1 mol EDTA.
Dengan kata lain : pada reaksi tersebut selalu
terbentuk kompleks 1 : 1.
Reaksi pembentukan kompleks berlangsung bolak
balik (reversible) dan ke arah pembentukan
komples logam disertai pelepasan H+.
Bila keasaman larutan tinggi (pH rendah), maka
kompleks akan terdisosiasi dan kesetimbangan akan
bergeser ke kiri.
Bila larutan terlalu alkalis (pH tinggi), maka
kemungkinan akan terbentuk endapan hidroksida
dari logam yang bersangkutan.
Oleh karena itu, titrasi dilakukan pada pH tertentu
dimana kompleks stabil atau tidak terjadi endapan
hidroksida.
Hal ini dapat dilakukan dengan penambahan buffer
pada pH tertentu, terkait stabilitas kompleks.
PRINSIP PENETAPAN KADAR
TITRASI LANGSUNG
 Larutan uji yang mengandung ion logam didapar dengan pH
yang diinginkan (misalnya pH 10 dengan dapar amonia), lalu
langsung dititrasi dengan baku EDTA, menggunakan
indikator logam.
 Titik akhir titrasi ditandai perubahan warna larutan dari
merah menjadi biru.
 Untuk mencegah terbentuknya hidroksida logam
ditambahkan agen pengompleks pembantu, seperti tartrat
atau sitrat, atau trietanolamin.
 Penentuan titik akhir titrasi dapat pula dilakukan dengan
metode amperometrik, spektrofotometrik, spektrofotometri,
atau potensiometri.
 Pada titik akhir :
Mol ion logam = mol EDTA
TITRASI KEMBALI
Alasan :
◦ Ion logam membentuk endapan ada pH dimana titrasi dilakukan
◦ Terjadi reaksi pembentukan kompleks lambat
◦ Indikator metal yang cocok tidak tersedia
Cara :
 Zat uji direaksikan dengan baku EDTA berlebih
 Larutan didapar dengan pH yang sesuai
 Kelebihan EDTA dititrasi kembali dengan menggunakan
larutan baku ion logam, misal Zn2+ atau Mg2+)
menggunakan indikator logam
 Perubahan indikator berkebalikan dengan perubahan
warna pada titrasi langsung, yaitu dari warna indikator
bebas ke warna kompleks metal indikator.
 EBT : biru ke merah tua
Reaksi
 Mn+ + H2Y2- (berlebih)  MY n-4 + 2 H+
 Mn+ + H2Y2- (sisa)  MY n-4 + 2 H+
Mol Mn+ = mol EDTA – mol M2+
TITRASI SUBSTITUSI
Alasan : Ion logam tidak bereaksi/bereaksi
kurang memuaskan dengan indikator metal yang
cocok tidak tersedia
Cara :
• Zat uji/ion logam direaksikan dengan
EDTA yang kurang stabil, misal: Mg-
EDTA.
• Mg2+ yang dilepaskan dititrasi dengan
larutan baku EDTA dengan indikator yang
sesuai.
Contoh :
• Titrasi langsung Ca2+ tidak menunjukkan tiik akhir
yang jelas dengan menggunakan indikator EBT.
• Bila ada Mg, yang ditambahkan sebagai kompleks Mg-
EDTA, maka Mg2+ akan diusir oleh Ca2+, sehingga Mg
akan membentuk kompleks Mg-eriokrom yang pada
akhirnya akan memberikan perubahan warna yang
jelas.
Reaksi-reaksi yang terjadi :
• Sebelum dititrasi
Ca2+ + MgY2- → CaY-2 + Mg2+
Mg2+ + HIn2- (biru) → MgIn- (merah) + H+
• Selama titrasi :
Ca2+ + H2Y2- → CaY- + 2 H+
• Pada titik akhir
Mg2+ + H2Y2- → MgY- + 2 H+
MgIn- (merah) + H2Y2- → MgY- + HIn- (biru) + H+
Teknik umum u/menentkan TA titrasi : cara
visual dengan menggunakan indikator
metalokromik atau indikator (pM indikator)
Indikator membentuk kompleks dengan ion
logam, dan warna dari kompleks ini berbeda
dengan warna indikator bebas.

Indikator
Tetapan stabilitas dari komplek M-indikator
harus cukup tinggi agar tidak mudah
terdisosiasi.
Tetapan kompleks ini harus lebih kecil dari
kompleks M-EDTA, sehingga pada TA titrasi,
metal yang terikat pada indikator dapat diikat
oleh EDTA.
Maka diperoleh indikator bebas sehingga warna
larutan berubah.
Sebelum titik akhir :
M + In ↔ Min
Pada titik akhir
Min + EDTA ↔ MEDTA + In
Indikator logam membentuk
kompleks dengan : logam dan H+
Indikator logam juga memiliki sifat asam-basa.
pH harus dijaga, karena :
Stabilitas kompleks Na-EDTA
Agar indikator dapat berfungsi dengan baik
EBT : indikator asam tripotik
H2In- ↔ HIn2- ↔ In3-
Merah ← pH 6-7 → biru ← pH 11-12 → jingga
Kompleks M-EBT (warna merah), agar perubahan
warna jelas, maka pH = 7-11
Definisi :teknik/cara mengatasi gangguan oleh
ion logam lain
Cara : tambahkan pereaksi tertentu tanpa
memisahkan zat tsb dari larutan
Pereaksi yang dipakai disebut : masking agent
Masking : reaksi penegndapan, oksidasi,
reduksi, atau pengaturan pH, atau kombinasi
dari beberapa proses ini.

Masking
Berapa mg CaCl2 yang terdapat dalam larutan
bila dititrasi dengan EDTA 0,0135M dibutuhkan
sebanyak 25,22 mL untuk mencapai titik akhir
titrasi ? (Mr CaCl2 = 110,99)
200 mg CaCl2 dapat dititrasi dengan 40,20 mL
larutan EDTA. Hitung molaritas EDTA! M
EDTA yang dibuat 0,05 M.

PENETAPAN KADAR
SAMPEL

Anda mungkin juga menyukai