Anda di halaman 1dari 73

PRAKTEK PERPAJAKAN

Standar Kompetensi: Memahami cara


perhitungan, pembayaran dan pelaporan
termasuk pengisian SPT untuk berbagai jenis
pajak.

Oleh
Budi Rohmansyah, SE,.M.Akt

1
WITHOLDING TAX SYSTEM
W Menghitung

A
JI Memotong/
B
P pajak pihak
A memungut lawan transaksi
J
A menyetorkan
K
2
PPH
PEMOTONGAN
PEMUNGUTAN
Sehubungan dengan pekerjaan/jabatan, jasa dan kegiatan
PPh Pasal 21 yang dilakukan Orang pribadi dalamm negeri

Sehubungan dengan usaha dan kegiatan di bidang


PPh Pasal 22 tertentu

PPh Pasal 23 Sehubungan dengan pemanfaatan harta/aktiva

Penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak dengan status


PPh Pasal 26 Wajib Pajak Luar Negeri

3
Pemotongan/pemungutan kredit pajak
PPh yang oleh pihak lain
diperkirakan
akan terutang Pembayaran pajak oleh Angsuran pajak
wajib pajak sendiri tahun berjalan

PASAL Boleh dikreditkan terhadap

20
PPh terutang
untuk tahun pajak ybs

dalam suatu UU PPh Kecuali


tahun pajak
PPh Final

4
PPH PASAL 21 / 26
PPH PASAL 21 / 26

5
PPH PASAL 21

ATAS
PEKERJAAN/JABATAN
JASA
KEGIATAN

WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

PASAL 21 UU NO.36 TAHUN 2008


PMK No. 252/PMK.03/2008
PERDIRJEN Nomor PER-31/PJ/2009
PERDIRJEN Nomor PER-57/PJ/2009
6
ISTILAH-ISTILAH
 Pegawai
Orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja berdasarkan
perjanjian/kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis
 Pegawai tetap
pegawai yang menerima/memperoleh penghasilan dalam jumlah
tertentu secara teratur, termasuk :
 Dewan komisaris/dewan pengawas yang ikut mengelola kegiatan
perusahaan secara langsung
 Pegawai kontrak, sepanjang pegawai ybs bekerja penuh (full time) dalam
pekerjaan tersebut.
 Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas
pegawai yg hanya menerima penghasilan apabila pegawai ybs
bekerja.
 Penerima Penghasilan Bukan Pegawai
orang pribadi selain pegawai yang memperoleh penghasilan dari
pemotong PPh pasal 21/26 sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa,
atau kegiatan tertentu berdasarkan perintah/permintaan pemberi
penghasilan.

7
SKEMA PENGHASILAN

PENGHASILAN
(UANG & NATURA)

PEKERJAAN
JASA
KEGIATAN

PEMOTONG PENERIMA
PENGHASILAN
OBJEK PPh

8
OBYEK PPH PASAL 21/26
1. Penghasilan yang diterima pegawai tetap, baik teratur
maupun tidak teratur
2. Penghasilan yang diterima penerima pensiun secara teratur
3. Penghasilan sehubungan dengan PHK dan sehubungan
dengan pensiun yang diterima sekaligus berupa pesangon,
Uang manfaat pensiun, tabungan hari tua/jaminan hari tua
dan sejenisnya.
4. Penghasilan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas berupa
upah harian, mingguan, satuan dan borongan
5. Imbalan kepada bukan pegawai berupa honorarium, komisi,
fee dan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan
kegiatan yang dilakukan
6. Imbalan kepada peserta kegiatan antara lain berupa uang
saku, uang presentasi, uang rapat, hadiah atau
penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun dan
imbalan sejenis dengan nama apapun
9
OBYEK PPH
OBYEK PPH PASAL
PASAL21/26
21/26
7. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan
yang diberikan oleh :
1. Bukan Wajib Pajak
2. WP yang dikenakan PPh Final atau
3. WP yang dikenakan PPh berdasarkan NPK

CATATAN
a) Penghitungan PPh pasal 21 atas natura didasarkan
harga pasar/nilai wajar
b) Penghasilan yang diterima dalam mata uang asing,
didasarkan pada nilai tukar/kurs yang ditetapkan
Menteri Keuangan yang berlaku pada saat terutang.

10
BUKAN OBYEK PPH PASAL 21/26
1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari
perusahaan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna
dan beasiswa
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dari
Wajib Pajak/Pemerintah termasuk PPh yang ditanggung
pemberi kerja.
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada Dana Pensiun yang
disahkan Menkeu
4. Iuran JHT/THT yang dibayarkan kepada Badan
Penyelenggara Jamsostek
5. Zakat yang diterima OP yang berhak dari BAZ/LAZ yang
telah disahkan Pemerintah atau
6. sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Ind yang diterima oleh orang pribadi
yang berhak dari lembaga yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah.
7. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat 3 UU
PPh.
11
PEMOTONG
PPh Pasal 21/26
1. Pemberi kerja
2. Bendahara/Pemegang Kas Pemerintah
3. Dana Pensiun, Badan Penyelenggara Jamsostek
4. Orang pribadi yang melakukan keg. usaha/pek. bebas
5. Penyelenggara kegiatan

Yang memberikan penghasilan yang


merupakan obyek PPh Pasal 21
12
KEWAJIBAN PEMOTONG
1. Mendaftarkan diri
2. Menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal
21/26 yang terutang setiap bulan kalender.
3. Membuat catatan/kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21/26 untuk
masing2 penerima penghasilan setiap masa pajak dan menyimpannya
sesuai ketentuan yang berlaku.
4. Membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26 dan menyampaikannya
kepada pihak yang dipotong penghasilannya
5. Dalam hal pegawai tetap berhenti bekerja sblm Desember, bukti
pemotongan hrs diberikan paling lama 1 bulan stl pegawai tsb berhenti
bekerja
6. Menyetorkan PPh yang dipotong dan melaporkan dlm SPT Masa. SPT
Masa wajib dilaporkan meskipun nihil.

13
TIDAK TERMASUK SEBAGAI
PEMOTONG PPH PASAL 21/26
1. Kantor perwakilan negara asing
2. Organisasi Internasional yang telah ditetapkan
Menteri Keuangan sebagai bukan subjek pajak
3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak
melakukan keg usaha/pek bebas yang semata-
mata mempekerjakan orang pribadi untuk
melakukan pekerjaan rumah tangga atau
bukan dalam rangka melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas

14
PENERIMA TIDAK DIPOTONG
PPh PASAL 21
PENGHASILAN

DIPOTONG 1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat


atau pejabat negara asing dan orang yang
PPh PASAL 21 diperbantukan kepada mereka yang
bertempat tinggal bersama mereka
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional
sesuai KMK No.611/KMK.04/1994 Jo. No.

574/KMK.04/2000
1. Pegawai, tetap/tidak tetap 1. Bukan WNI
2. Penerima pesangon, manfaat 2. Tidak melakukan keg usaha di Indonesia
pensiun, tunjangan/jaminan hari 3. Terdapat asas timbal balik
tua (termasuk ahli warisnya)
3. Bukan Pegawai
4. Peserta Kegiatan
15
BUKAN PEGAWAI
1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain
drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3. Olahragawan
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada
suatu kepanitiaan;
7. agen iklan;
8. pengawas atau pengelola proyek;
9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
10. petugas penjaja barang dagangan;
11. petugas dinas luar asuransi;
12. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis
lainnya;

16
PESERTA KEGIATAN
1. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain
perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu
pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
2. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau
kunjungan kerja;
3. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai
penyelenggara kegiatan tertentu;
4. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
5. peserta kegiatan lainnya.

17
CARA MENGHITUNG PPH PASAL 21
PEGAWAI TETAP
Penghasilan Bruto xxx
Pengurang :
biaya jabatan (xxx)
iuran pensiun/THT (xxx)
xxx
Penghasilan netto sebulan xxx
Penghasilan netto setahun xxx
Pengh Tidak Kena Pajak xxx
Penghasilan Kena Pajak xxx
PPh terutang setahun xxx
PPh terutang sebulan xxx

Catatan :
1. Biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto (max. Rp. 500.000.-/bulan)
2. Iuran pensun/THT/JHT adalah iuran kepada dana pensiun/jamsostek yang
dibebankan kepada pegawai 18
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK
(PTKP)
 Rp. 54.000.000.- untuk diri Wajib Pajak
 Rp. 4.500.000.- tambahan untuk WP yang kawin
 Rp. 54.000.000.- tambahan untuk seorang istri yang
penghasilannya dioabung dengan penghasilan suami
 Rp. 4.500.000.- tambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah/semenda dalam garis keturunsn lurus serta anak
angkat yang menjadi tanggungn sepenuhnya. (maks. 3
orang)
Mulai berlaku 22 Juni 2016

19
PENGHASILAN NETTO
SETAHUN/DISETAHUNKAN
 Untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada
sejak awal tahun, namun mulai bekerja setelah bulan Januari atau
berhenti bekerja sebelum bulan Desember, PPh Pasal 21 terutang
dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau
diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, selama
pegawai tetap yang bersangkutan bekerja pada pemotong pajak.

 Sedangkan untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya


baru dimulai setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan
Desember, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah
seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat
teratur maupun tidak teratur, yang disetahunkan.

20
BESARNYA PTKP BAGI
KARYAWATI
 Kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri
 Tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya
sendiri + PTKP untuk keluarga yang
menjadi tanggungan sepenuhnya
 Ada keterangan tertulis dari kecamatan
bahwa suami tidak menerima/memperoleh
penghasilan, PTKP untuk dirinya sendiri
+ status kawin + PTKP untuk keluarga
yang menjadi tanggungan sepenuhnya

21
CARA MENGHITUNG PPH PASAL 21
PENERIMA PENSIUNAN BERKALA
Penghasilan Bruto xxx
Biaya pensiun xxx
Penghasilan netto sebulan xxx
Penghasilan netto setahun xxx
Pengh Tidak Kena Pajak xxx
Penghasilan Kena Pajak xxx
PPh terutang setahun xxx
PPh terutang sebulan xxx

Catatan : Biaya pensiun sebesar 5% dari penghasilan bruto (max. Rp. 200.000.-/bulan)

22
CARAMENGHITUNG
CARA MENGHITUNG PPH
PPHPASAL
PASAL21
21
PEGAWAI TIDAK
PEGAWAI TIDAK TETAP
TETAP
YANGPENGHASILANNYA
YANG PENGHASILANNYADIBAYAR
DIBAYARSECARA
SECARABULANAN
BULANAN
atau
atau
TELAHMELEBIHI
TELAH MELEBIHIRp.
Rp.6.000.000.-
6.000.000.-SEBULAN
SEBULAN

PPhterutang
PPh terutang==(Upah
(UpahBruto
Brutodisetahunkan
disetahunkan––PTKP
PTKP))xxtarif
tarifpasal
pasal17
17

PPhPasal
PPh Pasal21
21dipotong
dipotong == PPh
PPhTerutang
Terutang//12
12

23
CARAMENGHITUNG
CARA MENGHITUNG PPH
PPHPASAL
PASAL21
21
PEGAWAI TIDAK
PEGAWAI TIDAK TETAP
TETAP
(TENAGA KERJA
(TENAGA KERJA LEPAS)
LEPAS)

PPhterutang
PPh terutang==[Upah
[Upah––(Rp.
(Rp.150.000.-
150.000.-xxjumlah
jumlahhari)]
hari)]xx5%
5%

Apabila telah melebihi Rp. 1.320.000.- dalam satu bulan kalender,

PPh terutang = [Upah – (PTKP sebenarnya x jumlah hari)] x 5%

Apabila telah melebihi Rp. 6.000.000.- dalam satu bulan kalender,

PPh terutang = [(Upah sebulan yang disetahunkan – PTKP) x tarif


pasal 17] dibagi 12

24
CARA MENGHITUNG PPH PASAL 21

BUKAN PEGAWAI
 Berkesinambungan
 Telah BerNPWP
 Penghasilan dari Hub Kerja
 Tidak punya pengh lain KUMULATIF

Tarif pasal 17 x [(50% x Pengh. Bruto) – PTKP bulanan]

Catatan :
Jika tidak memenuhi syarat di atas,maka tidak berhak atas PTKP bulanan.
25
CARA MENGHITUNG PPH PASAL 21

BUKAN PEGAWAI
 Tidak Berkesinambungan

Tarif pasal 17 x (50% x Pengh. Bruto)

26
KETENTUAN bagi BUKAN
PEGAWAI TERTENTU
1. Dalam hal bukan pegawai memberikan jasa dengan :

a. mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya maka besarnya jumlah


penghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran setelah dikurangi dengan
bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, kecuali apabila
dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan bagian gaji atau upah dari
pegawai yang dipekerjakan tersebut maka besarnya penghasilan bruto tersebut
adalah sebesar jumlah yang dibayarkan;
b. melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jumlah penghasilan
bruto hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam
kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan
material atau barang maka besarnya penghasilan bruto tersebut termasuk
pemberian jasa dan material atau barang.

2. Dalam hal bukan pegawai adalah dokter yang melakukan praktik di rumah
sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah
sebesar jasa dokter yang dibayarkan pasien melalui rumah sakit dan/atau
klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit
dan/atau klinik. 27
PPH PASAL 21 ATAS
imbalan kepada peserta kegiatan
antara lain berupa
 uang saku,
 uang representasi,
 uang rapat,
 honorarium, hadiah atau penghargaan dengan
nama dan dalam bentuk apapun,
 imbalan sejenis dengan nama apapun.

Tarif pasal 17 x penghasilan bruto


28
PPh Pasal 21
bagi pegawai tidak tetap yang menerima
upah harian, upah mingguan, upah satuan,
atau upah borongan,

5% x (upah sehari – Rp. 150.000)

Catatan :
1. Perhitungan tersebut tidak berlaku dalam hal jumlah
penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender telah
melebihi PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri.
2. Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender
telah melebihi Rp 6.000.000,- PPh Pasal 21 dihitung dengan
menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak
Penghasilan atas jumlah Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan.
29
CARA MENGHITUNG PPh PASAL 21
1. Honorarium yang diterima dewan komisaris/dewan
pengawas yang tidak merangkap pegawai tetap pada
perusahaan yang sama
2. Jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus yang
diterima mantan pegawai
3. Penarikan dana pada dana pensiun yang disahkan
Menkeu

Tarif pasal 17 x penghasilan bruto kumulatif

30
PPH PASAL 21 FINAL
atas
Uang pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua

Uang pesangon Sampai dengan Rp. 50.000.000 = 0%


Di atas Rp. 50.000.000 = 5%

Uang Manfaat Pensiun, Sampai dengan Rp. 50.000.000 = 0%


Tunjangan Hari Tua, Di atas Rp. 50.000.000 – Rp. 100.000.000 = 5%
Jaminan Hari Tua
Di atas Rp. 100.000.000 – Rp. 500.000.000 = 15%
Di atas Rp. 500.000.000 = 25%

31
PPH PASAL 21 FINAL
Honor/imbalan yang diterima
Pejabat Negara/PNS/Anggota TNI/POLRI
yang sumber dananya dari APBN/D

15 %
an
gg Le

LI
ot tn
A
a T an
U
KEC
NI Sa
be tu
rp ke
an b
g k aw
at a h
Anggota POLRI
Pe
mb
berpangkat Ajun Inspektur
an
PNS gol. II/d ke bawah tu
Tingkat Satu ke bawah.
32
TARIF PEMOTONGAN PPh PASAL 21
BAGI PENERIMA PENGHASILAN
YANG TIDAK MEMPUNYAI NPWP
 Dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih
tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang
diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak.
 Pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21
yang bersifat tidak final.
 Dalam hal penerima penghasilan mendaftarkan diri
untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak, PPh Pasal
21 yang telah dipotong tersebut dapat diperhitungkan
dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan-bulan
selanjutnya setelah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
33
Pasal 1
Pemungut
Pajak Penghasilan Pasal 22
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran baik di
tingkat Pusat ,Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan
Lembaga negara lainnya.
3. Bendahara pengeluaran
4. Kuasa Pengguna Anggaran atau Pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar yang diberi delegasi oleh KPA
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk
oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak

34
Pajak Penghasilan Pasal 22 Pasal 2

IMPOR
a. Atas impor :
1. yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua
setengah persen) dari nilai impor;
2. yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari
nilai impor;
3. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual
lelang;
b. Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam butir 2,3, dan 4
sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
c. Atas penjualan hasil produksi atau pembelian bahan-bahan sebagaimana
dimaksud dalam butir 5,6 dan 7 berdasarkan ketentuan yang ditetapkan
lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
d. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan
API sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1 sebesar 0,5% (setengah
persen) dari nilai impor.

Catatan :
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost
Insurance and Freight (CIP) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya dengan dikenakan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor. 35
Pajak Penghasilan Pasal 22 Pasal 2

IMPOR
c. Atas impor :
1. yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua
setengah persen) dari nilai impor;
2. yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari
nilai impor;
3. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual
lelang;
b. Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam butir 2,3, dan 4
sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
c. Atas penjualan hasil produksi atau pembelian bahan-bahan sebagaimana
dimaksud dalam butir 5,6 dan 7 berdasarkan ketentuan yang ditetapkan
lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
d. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan
API sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1 sebesar 0,5% (setengah
persen) dari nilai impor.

Catatan :
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost
Insurance and Freight (CIP) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya dengan dikenakan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor. 36
PPh PASAL 22 IMPOR

2,5 % x Nilai Impor 7,5 % x Nilai Impor


(apabila memiliki API) (Apabila tidak memiliki API

7,5 % x Harga Lelang

Dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 22 IMPOR


1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan (dengan SKB)
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan
Nilai (dilaksanakan oleh DJBC)
3. Dalam hal impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk
diekspor kembali; (dilaksanakan oleh DJBC)
4. emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk
tujuan ekspor (dengan SKB)
5. impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian
diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk
keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 37
PPh Pasal 22 Pasal 2

Bendahara/KPA
 Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat
Pusat ataupun di tingkat Daerah
 Bendahara pengeluaran
 Kuasa Pengguna Anggaran atau Pejabat penerbit Surat Perintah Membayar
yang diberi delegasi oleh KPA

1.5% x harga pembelian

Dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 22 bendahara/BUMN/BUMD


1. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah)
dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
2. pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM
dan benda-benda pos;
3. pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara;
4. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh BULOG 38
Produk Migas dari Pertamina
dan
Premix dari Perusahaan Penyedia Premix  
 Dikenakan PPh FINAL sebesar
Jenis Produk SPBU Pertamina SPBU Swasta
Premium, Premix, Solar 0,25% x Harga Jual 0,30% x Harga Jual

Minyak tanah 0,30% x Harga Jual 0,30% x Harga Jual


Gas LPJ 0,30% x Harga Jual 0,30% x Harga Jual
Pelumas 0,30% x Harga Jual 0,30% x Harga Jual

 Mekanisme :
Penyalur atau agen wajib menyetor PPh Pasal 22 Final melalui
bank persepsi sebelum penebusan DO (Delivery Order) ke
Pertamina atau Perusahaan Penyedia Premix tersebut.

39
Badan usaha
yang bergerak dalam bidang usaha industri tertentu

 PPh Pasal 22 yang terutang adalah


PPh Pasal 22 PPh Pasal 22
Pemungut PPh Dasar Hukum Terutang Tidak Terutang Final
Final
Pabrikan semen Kep-401/PJ/2001 0,25% x Harga Jual -

Pabrikan baja Kep-01/PJ/1996 0,30% x Harga Jual -

Pabrikan otomotif Kep-32/PJ/1995 0,45% x Harga Jual -

Pabrikan kertas Kep-69/PJ/1995 - 0,10% x Harga Jual

 Mekanisme :
 Pabrikan produk berupa semen, baja, dan kertas wajib memungut
PPh Pasal 22 dari distributor/penyalurnya pada saat transaksi
penjualan produk-produk tersebut
 Tiap kali dilakukan pemungutan harus dibuatkan bukti pungut.

40
PPh Pasal 22
atas
Pedagang Pengumpul
 Badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor
perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan ditunjuk sebagai
Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan
untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang
pengumpul
 Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 22 sebesar 0,25% (Nol koma lima
persen) dari harga pembelian
 Tiap kali dilakukan pemungutan harus dibuatkan bukti pungut.
 PPh Pasal 22 tersebut terutang dan dipungut pada saat pembelian
dan disetor ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan takwim
berikutnya

41
TIDAK BER-NPWP
Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi
100% (seratus persen) daripada tarif yang
diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat
menunjukkan Nomor Pokok wajib Pajak

42
PPh FINAL
PPh Pasal 4 (2)
PPh Pasal 15

43
KARAKTERISTIK
 tidak perlu digabungkan dengan
penghasilan lain (yang non-final) dalam
penghitungan SPT Tahunan;
 tidak dapat dikreditkan;
 Biaya-biaya yang digunakan tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.

44
1. Jasa Konstruksi
 Dasar hukum
PP Nomor 51 Tahun 2008 tanggal 20 Juli 2008
 Mulai Berlaku
1 Januari 2008
 Tarif
 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b;
 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan
Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi
usaha; dan
 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan
Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi
usaha

45
Penyedia Jasa
=
bentuk usaha tetap
 Tarif Pajak Penghasilan Final ini, tidak termasuk Pajak
Penghasilan atas sisa laba bentuk usaha tetap setelah
Pajak Penghasilan yang bersifat final.
 Sisa laba dari bentuk usaha tetap setelah Pajak
Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2), dikenakan pajak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(4) Undang-Undang PPh atau sesuai dengan ketentuan
dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.

46
CARA PENGENAAN
1. Dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat
pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa
merupakan pemotong pajak; atau
2. Disetor sendiri oleh Penyedia Jasa,
dalam hal pengguna jasa bukan
merupakan pemotong pajak

47
DASAR PENGENAAN
1. DIPOTONG PENGGUNA JASA

tarif PPh X jumlah pembayaran (exclude PPN)

2. DISETOR SENDIRI

tarif PPh X jumlah penerimaan pembayaran


(exclude PPN)

48
DASAR PENGENAAN
 Dalam hal terdapat selisih kekurangan Pajak Penghasilan yang terutang
berdasarkan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dengan Pajak Penghasilan
berdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau disetor sendiri, selisih
kekurangan tersebut disetor sendiri oleh Penyedia Jasa.

 Dalam hal Nilai Kontrak Jasa Konstruksi tidak dibayar sepenuhnya oleh
Pengguna Jasa, atas Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak dibayar
tersebut tidak terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final, dengan
syarat Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak dibayar tersebut dicatat
sebagai piutang yang tidak dapat ditagih .
 Piutang yang tidak dapat ditagih tersebut merupakan piutang yang nyata-
nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf h Undang-Undang PPh.

 Dalam hal piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih di atas, dapat
ditagih kembali, tetap dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

49
KETENTUAN PERALIHAN
1. Terhadap kontrak yang ditandatangani sebelum
tanggal 1 Januari 2008 diatur:
 untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak
sampai dengan tanggal 31 Desember 2008, pengenaan
Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 140 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Atas
Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi;
 untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak
setelah tanggal 31 Desember 2008, pengenaan Pajak
Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
2. Kerugian dari usaha Jasa Konstruksi yang masih
tersisa sampai dengan Tahun Pajak 2008 hanya
dapat dikompensasikan sampai dengan Tahun
Pajak 2008.

50
2. Bunga Deposito/Tabungan
 Dasar hukum
 PP Nomor 131 Tahun 2000 tanggal 15 Desember 2000
 Mulai Berlaku
 1 Januari 2001
 Objek

bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia
 bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang
ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
 Tarif
 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto, terhadap WP dalam
negeri dan Bentuk Usaha Tetap.
 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau tarif berdasarkan
P3B yang berlakuterhadap Wajib Pajak Luar Negeri.

51
2. Bunga Deposito/Tabungan
(lanjutan)
 Pengecualian
1. bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat
Bank lndonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh juta
lima ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-
pecah;
2. bunga data diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan
di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
3. bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia
yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari
sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-
undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;
4. bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka
pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap
bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah
susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni
sendiri.
5. orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri yang seluruh penghasilannya
dalam 1 (satu) tahun Pajak termasuk bunga dan diskonto tidak
melebihi PTKP. (dapat direstitusi)

52
3. Hadiah Undian
 Dasar hukum
PP Nomor 132 Tahun 2000 tanggal 15 Desember 2000
 Mulai Berlaku
1 Januari 2001
 Objek
Hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun
 Tarif
25% (dua puluh lima persen) dari jumlah bruto hadiah undian
 Pemotong
Penyelenggara undian

53
4. Persewaan Tanah dan/atau
bangunan
 Dasar hukum
PP Nomor 5 Tahun 2002 tanggal 23 Maret 2002
 Mulai Berlaku
1 Mei 2002
 Objek
persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun,
apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor,toko, rumah
toko, gudang dan industri
 Tarif
10% x jumlah bruto nilai sewa
 Mekanisme
 Dalam hal penyewa sebagai Pemotong Pajak, wajib dipotong Pajak
Penghasilan oleh penyewa.
 Dalam hal penyewa bukan sebagai Pemotong Pajak, maka Pajak
Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau
badan yang menerima atau memperoleh penghasilan.

54
PPh PASAL15

URAIAN % KET.
1. Perusahaan Pelayaran DN 1.2% Temasuk penyewaan kapal yang dilakukan dari :
 Satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia;

 Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri atau

sebaliknya;
 Pelabuhan di luar negeri ke pelabuhan lainnya di luar

negeri.
2. Perusahaan Penerbangan DN 1.8% pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat daari
suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan atau dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri
berdasarkan perjanjian carter
3. Perusahaan Pelayaran/ 2.64% pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu
penerbangan LN yang pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia atau pelabuhan di
Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
Melakukan Usaha Melalui BUT
di Indonesia
4. Wajib Pajak Luar Negeri yang 0.44% semua pendapatan yang diterima atau diperoleh wajib pajak
Mempunyai BUT Perwakilan luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di
Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau
Dagang Asing di Indonesia
badan yang berada atau bertempat kedudukan di Indonesia

55
PPh Pasal 23

Undang Undang Nomor 36 tahun 2008


tentang
Pajak Penghasilan

56
PEMOTONG
PPh PASAL 23
PIHAK YANG
PEMOTONG
DIPOTONG
Badan Pemerintah WP Dalam Negeri
Subjek Pajak Badan Dalam Bentuk Usaha Tetap

Negeri
Penyelenggara Kegiatan

Bentuk Usaha Tetap

Perwakilan Perusahaan LN

OP yang menyelenggarakan

pembukuan
OP yang ditunjuk Dirjen Pajak

57
PPh PASAL 23

 Dividen
 Bunga
 Royalti 15 % x jumlah bruto
 Hadiah, penghargaan, bonus dan
sejenisnya (selain yang telah dipotong
PPh pasal 21)

 Sewa & penghasilan lain sehub dengan


penggunaan harta (kecuali yang telah
dipotong PPh pasal 4 (2)
 Imbalan sehub dgn jasa teknik, jasa 2% x jumlah bruto
manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan dan jasa lain (selain yang
telah dipotong PPh pasal 21)

58
DIVIDEN
1. Pembagian laba baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama
dan dalam bentuk apapun
2. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor
3. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran, termasuk saham
bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham
4. Pembagian laba dalam bentuk saham
5. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran
6. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang
bersangkutan;
7. pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika
dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika
pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter)
yang dilakukan secara sah;
8. pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima
sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
9. bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
10.bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
11.pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
12.pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan.
59
DVIDEN
YANG BUKAN OBYEK PAJAK
1. Dividen/bagian laba yang diterima/diperoleh PT,
BUMN/BUMD dan Koperasi dengan syarat :
 berasal dari cadangan laba ditahan
 tingkat kepemilikan saham minimal 25% dari jumlah modal
disetor (khusus PT, BUMN dan BUMD)
2. dividen yang diterima oleh orang pribadi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c)
UU PPh; karena bersifat final 10%
3. Bagian laba yang diterima/diperoleh anggota dari
CV yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
Firma, persekutuan, perkumpulan dan kongsi
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak
investasi kolektifi;

60
BUNGA
 Bunga pinjaman kepada pihak ketiga
 Bunga obligasi yang tidak dijual dibursa efek
 Termasuk premium dan diskonto serta imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
 Dikenakan PPh Final dalam hal :
1. Bunga yang dibayarkan oleh bank
2. Bunga simpanan koperasi
 Bukan obyek PPh pasal 23
1. Bunga yang diterima oleh bank
2. Bunga dalam rangka SGU dengan hak opsi (capital lease)
3. Bunga yang diterima oleh badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman/pembiayaan

61
1.
ROYALTY
penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan,
kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula
atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan
intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
2. penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial,
komersial, atau ilmiah;
3. pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal,
industrial, atau komersial;
4. pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan
penggunaan atau hak menggunakan hak‐hak tersebut pada angka 1, 2
dan 3, berupa:
a. penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat
optik, atau teknologi yang serupa;
b. penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara
atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan
melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
c. penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio
komunikasi;
5. penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture
films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk
siaran radio; dan
6. pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan
penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau
hak‐hak lainnya sebagaimanatersebut di atas

62
HADIAH
HADIAH DAN
DAN PENGHARGAAN
PENGHARGAAN
 Hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun
yang diterima atau diperoleh orang pribadi/badan yang
pemberiannya melalui cara undian.
Tarip : 25 % X Nilai Hadiah

 Penghargaan atas suatu prestasi tertentu.


Tarip : 15 % X Nilai Hadiah

 Hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, kegiatan


lainnya tidak melalui cara undian/perlombaan.
Tarip : Orang Pribadi Dalam Negeri : Pasal 17
BUT / WP Badan : 15 % X Nilai Hadiah
WP Luar Negeri : 20 % X Nilai Hadiah

63
SEWA DAN PENGHASILAN LAIN
SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA

TANAH DAN BANGUNAN DIATUR DENGAN PP 5 TAHUN 2002


(PPh PASAL 4 (2))
10 % x Nilai sewa
SELAIN TANAH DAN BANGUNAN

DIATUR DENGAN UU No. 36 tahun 2008 Pasal 23


2 % x Nilai sewa

64
Jasa Lain
yang dikenakan PPh Pasal 23
a. Jasa penilai (aPPraisal);
b. Jasa aktuaris;
c. Jasa akuntansi, pembukuan dan atestasi laporan keuangan.
d. Jasa perancang (design)
e. Jasa pengeboran dibidang penambangan migas, kecuali yang dilakukan oleh BUT
f. Jasa penuniang di bidang penambangan migas;
g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
i. Jasa penetrangan hutan;
j. Jasa pengolahan limbah;
k. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services)
l. Jasa perantara dan/atau keagenan;
m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa
Efek, KSEI dan KPEI;
n. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
p. Jasa mixing film;

65
Jasa Lain
yang dikenakan PPh Pasal 23
q. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan
pemeliharaan dan Perbaikan;
r. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, lisfrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh.Wajib Pajak yang ruang
lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi;
s. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin peralatan listrik,telepon, air,
gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain
yang dilakukan oleh Waiib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi;
t. Jasa maklon;
u. Jasa penyelidikan dan keamanan;
v. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;

66
Jasa Lain
yang dikenakan PPh Pasal 23
w. Jasa pengepakan;
x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam
media masa, media luar ruang atau media lain
untuk penyampaian informasi;
y. Jasa pembasmian hama;
z. Jasa kebersihan atau cleaning service;
aa. Jasa catering atau tata boga.

67
Tidak dikenakan PPh Pasal 23
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak
opsi (capital lease).
3. Dividen
a. Dividen yang dibayarkan atau terutang kepada Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, Yayasan
atau sejenisnya, BUMN/BUMD, yang merupakan wajib pajak dalam negeri dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia, sepanjang :
 Dividen tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan ;
 dalam hal penerima dividen adalah Perseroan Terbatas, BUMN, dan BUMD, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor
b. dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c)
UU PPh; karena bersifat final 10%
4. bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i; yaitu bagian laba
yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektifi;
5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh Koperasi kepada angotanya.
6. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan
yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan.

68
1. PPh pasal 25

a.Pengertian

 Mengatur tentang besarnya angsuran PPh Badan


 dala m tahun berjalan yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan
a.Ru mus menghitung PPh 25
 Ju mlah pajak penghasilan terhutang (Menurut
SPT tahun lalu) xxx dikurangi :
1.PPh 21 tahun lalu xxx

2.PPh 22 tahun lalu xxx


3.PPh 23 tahun lalu xxx
4.PPh 24 tahun lalu xxx(+)
5.
xxx (-)

. Ju mlah pajak yang harus diangsur tahun ini

xxx

PPh Pasal 25 = Ju mlah pajak yang harus


diangsur tahun ini dibagi dua belas.

Catatan: Angsuran bulanan sebelu m batas


waktu pengu mpulan SPT tahunan PPh
adalah sebesar angsuran bulan terakhir
tahun lalu sepanjang tidak kurang dari
rata-rata angsuran bulanan tahun lalu

Contoh ~
Ju mlah pajak penghasilan Tuan
Wayan yang tertuang dengan SPT
th 2000 Rp. 30.000.000

Pada tahun 2000, telah dibayar


dan dipotong ,

1.PPh pasal 21 Rp.


8.000.000
Rp. 24.000.000
1.PPh pasal 22 Rp. 2.000.000
2.PPh pasal
• Kurang/lebih 23 Rp.
bayar Rp. 2.000.000
3.PPh pasal 25 Rp. 12.000.000
6.000.000

Besar angsuran PPh 25 th 2001


adalah

PPh yang terutang th. 2000


Rp. 30.000.000
Pengurangan ,

1.PPh pasal 21 Rp. 8.000.000


2.PPh pasal 22 Rp. 2.000.000
3.PPh pasal 23 Rp. 2.000.000
Rp.
12.000.000

Dasarperhitungan PPh pasal 25


th.2001 Rp. 18.000.000

Jadibesar PPh pasal 25 per bulan


adalah ,
1/12 x Rp. 18.000.000 = Rp.
c.Objek Pajak
i.Deviden
2.Bunga, diskonto
3.Royalti, sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan
harta.
4.I mbalan sehubungan dengan jasa,
pekerjaan dan kegiatan.
5.Hadiah dan penghargaan
6.Pensiun dan pe mbayaran berkala

a.Dasar pengenaan Pajak PPh pasal


26 adalah :
Penghasilan Bruto

a.Tarif PPh pasal 26 adalah : 20%


final

Contoh ~
dari
183 hari, Mike sudang beristri
dan me mpunyai seorang anak.
Dalam bulan Dese mber 1999 Mike
me mperoleh gaji US $ 5.000 per
bulan. Kurs yang berlaku adalah
Rp. 7.000 per US $1

Penghitungan~
Penghasilan bruto berupa gaji
sebulan ,
5.000 x Rp. 7.000 = Rp.
35.000.000
Penerapan tarif
20 % x Rp. 35.000.000 = Rp.
7.000.000
PPh 26 gaji Mike bulan Dese mber
1999 adalah

Anda mungkin juga menyukai