Bab II Tinjauan Pustaka
Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
adat merupakan penjumlahan dari berbagai interaksi harmonis antara alam dan
isinya. Kebudayaan manusia dibentuk oleh lingkungan kehidupan mereka, dan
sebaliknya mereka juga mempengaruhi lingkungan. Lingkungan dan kebudayaan
manusia saling berkaitan secara menyeluruh (Alwi, M. et al. diacu dalam Ningrat
2004).
Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001), lanskap budaya didefinisikan
sebagai satu model atau bentuk dari lanskap binaan, yang dibentuk oleh suatu nilai
budaya yang dimiliki suatu kelompok masyarakat yang dikaitkan dengan sumber
daya alam dan lingkungan yang ada pada tempat tersebut. Lanskap tipe ini
merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam lingkungannya yang
merefleksikan adaptasi manusia dan juga perasaan serta ekspresinya dalam
menggunakan dan mengelola sumber daya alam dan lingkungan yang terkait erat
dengan kehidupannya. Hal ini diekspresikan oleh kelompok-kelompok
masyarakat tersebut dalam bentuk pola permukiman dan perkampungan, pola
penggunaan lahan, sistem sirkulasi, arsitektur bangunan, dan struktur lainnya.
Lanskap budaya mencerminkan proses dan kegiatan yang berhubungan dengan
darat maupun laut seperti permukiman, pertanian, perikanan, pertambangan,
kehutanan dan panen yang berkelanjutan. Lanskap budaya dapat dicirikan oleh
pola dan interaksi seperti ciri-ciri fisik. Konsep lanskap budaya yang mengenal
adanya banyak hubungan antara manusia dengan darat dan laut, agama, seni,
spiritual, dan budaya tidak tercermin dalam bukti materi (Buggey dan Mitchell,
diacu dalam Longstreth, 2008).
Menurut Melnick (1983), terdapat tiga belas komponen lanskap budaya
yang telah diidentifikasi sebagai bagian penting dari banyaknya lanskap budaya.
Tiga belas komponen tersebut dibagi menjadi tiga kelompok yang meliputi :
1. Konteks
a. Sistem organisasi lanskap budaya
b. Kategori penggunaan lahan secara umum
c. Aktivitas khusus dari penggunaan lahan
2. Organisasi
a. Hubungan bentuk bangunan dari elemen mayor alami
b. Sirkulasi jaringan kerja dan polanya
6
2.2. Permukiman
Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 tahun 1992 mendefinisikan
permukiman sebagai bagian dari lingkungan hidup, di luar kawasan lindung, baik
berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Permukiman adalah suatu daerah tempat tinggal dan merupakan sumber
populasi. Populasi ini dapat menjadi tenaga kerja, memberikan permintaan
akan makanan, dan barang keperluan lainnya. Suatu permukiman dapat menjadi
lokasi bagi area pendidikan, perdagangan, transportasi, kesehatan, pelayanan
perbankan, dan administrasi (Van der Zee 1990). Menurut Patrick (diacu dalam
Tulung 1999), permukiman atau ‘settlement’ pada dasarnya merupakan suatu
bagian wilayah/tempat dimana penduduk/pemukim tinggal, bekerja, dan
beraktivitas, serta berinteraksi atau berhubungan dengan sesama pemukim lainnya
dalam suatu masyarakat.
Secara umum, menurut Patrick (diacu dalam Tulung 1999), permukiman
dicirikan oleh 3 unsur utama: 1) Place, yaitu tempat tinggal, 2) Work, yaitu tempat
bekerja atau berkarya, dan 3) Folk, yaitu tempat bermasyarakat. Ketiga unsur tadi
harus secara harmoni dan serasi terjalin menjadi satu kesatuan interaksi dalam
suatu wilayah permukiman itu. Dalam menyediakan areal permukiman tempat
tinggal atau hunian yang baik (place), para pemukim harus diberikan ruang/space
dengan bangunan perumahan yang memadai. Demikian juga untuk keperluan
7
dengan harga diri, percaya diri, dan sebagai identitas dari suatu bangsa
atau kelompok masyarakat tertentu.
4. Menjadikan motivasi ekonomi, peninggalan budaya dan sejarah memiliki
nilai yang tinggi apabila dipelihara dengan baik, terutama dalam
mendukung perekonomian kota/daerah bila dikembangkan sebagai
kawasan tujuan wisata (cultural and historical type of tourism).
5. Menciptakan simbolisme sebagai manifestasi fisik dari identitas dari suatu
kelompok masyarakat tertentu.
Berdasarkan pernyataan Nurisjah dan Pramukanto (2001), bahwa upaya
pengelolaan untuk pelestarian lanskap budaya dan sejarah pada umunya dapat
dilakukan dengan beberapa tindakan, antara lain :
6. Adaptive Use (penggunaan adaptif), yaitu mempertahankan dan
memperkuat lanskap dengan mengakomodasikan berbagai penggunaan,
kebutuhan, dan kondisi masa kini.
7. Rekonstruksi, yaitu pembangunan ulang suatu bentuk lanskap, baik secara
keseluruhan atau sebagian dari tapak asli.
8. Rehabilitasi, yaitu tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki utilitas,
fungsi, atau penampilan suatu lanskap sejarah. Dalam kasus ini maka
keutuhan lanskap dan strukturnya secara fisik maupun visual serta nilai
yang terkandung harus dipertahankan.
9. Restorasi, yaitu suatu model pendekatan tindakan pelestarian yang paling
konservatif yaitu pengembalian penampilan lanskap pada kondisi aslinya
dengan upaya pengembalian penampilan sejarah dari lanskap ini sehingga
apresiasi terhadap lanskap tersebut tetap ada.
10.Stabilisasi, yaitu suatu tindakan atau strategi dalam melestarikan karya dan
obyek lanskap yang ada melalui upaya memperkecil pengaruh negatif
(seperti gangguan iklim, deterioration, dan suksesi alami) terhadap tapak.
11.Konservasi, yaitu tindakan yang bertujuan hanya untuk melestarikan apa
yang ada saat ini, mengendalikan tapak sedemikian rupa untuk mencegah
penggunaan lahan yang tidak sesuai kemampuan dan daya dukung serta
mengarahkan perkembangan di masa depan.
10