Anda di halaman 1dari 20

PIDANA MATI (CAPITAL

PUNISHMENT)
DALAM PERSPEKTIF HAM
Sebagai bahan pemantik diskusi

Muhammad Iftar Aryaputra


BERBAGAI TATA CARA EKSEKUSI MATI
BERBAGAI TATA CARA EKSEKUSI MATI
BERBAGAI TATA CARA EKSEKUSI MATI
BERBAGAI TATA CARA EKSEKUSI MATI
BERBAGAI TATA CARA EKSEKUSI MATI
BERBAGAI TATA CARA EKSEKUSI MATI
 Pidana mati merupakan hal yang debatable sejak
zaman klasik hingga sekarang;
 Pemikiran tentang penghapusan pidana mati sudah
sejak berlangsung sejak zaman klasik, dengan
pelopornya Cesare Beccaria (1738 –1794), yang
sangat menentang pidana mati;
 Secara garis besar, pihak yang pro pidana mati
mendasarkan pada realita aktual, bahwa pidana mati
masih diperlukan untuk menegakkan prinsip-prinsip
keadilan. Ada suatu kekhawatiran apabila tidak ada
pidana mati, kejahatan semakin menjadi-jadi;
 Bagi mereka yang kontra secara garis besar
menyatakan bahwa pidana mati melanggar hak asasi
manusia;
REALITAS PIDANA
REALITAS PIDANA MATI MATI DI
DI BEBERAPA
BEBERAPA
NEGARA: NEGARA :
Pada tahun 2007, Wikipidea mencatat sebagai berikut:
1. Negara yang menghapuskan pidana mati : 88 negara
2. Negara yang menghapuskan pidana mati, kecuali untuk
keadaan tertentu : 11 negara
3. Negara yang mempertahankan pidana mati, tapi tidak
pernah menjatuhkan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir :
30 negara
4. Negara yang mempertahankan pidana mati : 68 negara

RETENSIONIS VS ABOLISIONIS
REALITAS PIDANA MATI DI BEBERAPA
NEGARA:
Pada tahun 2015 (diakses 11 Juni 2015), Wikipidea
mencatat sebagai berikut :
1. Negara yang menghapuskan pidana mati : 103
negara
2. Negara yang menghapuskan pidana mati, kecuali
untuk keadaan tertentu : 6 negara
3. Negara yang mempertahankan pidana mati, tapi tidak
pernah menjatuhkan dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir : 50 negara
4. Negara yang mempertahankan pidana mati : 36
negara
Beberapa Negara Yang Mempertahankan
Pidana Mati :
China, Korut, Iran, Irak, Saudi Arabia, Amerika Serikat,
Sudan, Yaman, Jepang, Vietnam, Taiwan, Indonesia,
Malaysia, Palestina, dll

Beberapa Negara Yang Menghapuskan


Pidana Mati :
Negara-negara Eropa (kecuali Belarus), Australia, New
Zealand, Timor Leste, Negara-negara Amerika Latin (kecuali
Brasilia), Albania, Rwanda, dll.
Pandangan Kelompok Pro Pidana Mati:
1. Lombrosso dan Garofalo membela hukuman mati, hal ini
dikarenakan pidana mati merupakan alat yang mutlak yang
harus ada pada masyarakat untuk melenyapkan individu
yang tidak mungkin dapat diperbaiki lagi;
2. H.G. Rambonnet mengatakan bahwa adalah tugas
pemerintah untuk mempertahankan ketertiban hukum,
dimana mempertahankan ketertiban hukum itu dilakukan
dengan pemidanaan, dimana apabila kejahatan yang
dilakukan dirasa sudah dangat merugikan bagi
kepentingan umum, maka pidana mati dapat dijalankan
oleh pemerintah;
3. Hartawi AM memandang pidana mati adalah sebagai
social defence, dimana pidana mati dapat menghindarkan
masyarakat dari bencana atau ancaman yang akan
menimpa masyarakat.
Pandangan Kelompok Kontra Pidana Mati:

1. Beccaria yang menentang pidana mati, karena pidana mati


bertentangan dengan contra social, karena hidup tak dapat
dihilangkan dengan sesuatu yang legal;
2. Ing Oei Tjo Lam berpendapat bahwa tujuan pidana adalah
memperbaiki individu yang telah melakukan tindak pidana di
samping melindungi masyarakat. Jadi menurutnya, pidana
mati adalah bertentangan dengan salah satu dari tujuan
pidana;
3. Roeslan Saleh mengemukakan bahwa orang semakin tahu
betapa buruk pidana mati itu, sehingga dewasa ini banyak
negara-negara beradab yang menghapuskan pidana mati.
Pertanyaan yang muncul adalah :

Masih relevankah pidana mati di


Indonesia?
Apakah pidana mati
inkonstitusional?
Eksistensi Pidana Mati di KUHP:

1. Makar terhadap Presiden dan Wakil Presiden (pasal 104);


2. Membujuk Negara asing untuk berperang (pasal 111 ayat
(2));
3. Membantu musuh waktu perang (pasal 124 ayat (1));
4. Menyebabkan huru-hara (pasal 124 bis);
5. Makar terhadap raja atau kepala negara, negara sahabat
(pasal 140 ayat (3));
6. Pembunuhan berencana (pasal 340);
7. Pencurian dengan kekerasan (pasal 365 ayat (4));
8. Pembajakan di laut, di pesisir, dan di sungai (pasal 444).
Eksistensi Pidana Mati dalam UU di luar KUHP:
1. UU No. 5 (Pnps) tahun 1959 tentang Wewenang Jaksa Agung/ Jaksa
Tentara Agung Dan Tentang Memperberat Ancaman Hukuman
Terhadap Tindak Pidana Yang Membahayakan Pelaksanaan
Perlengkapan Sandang Pangan;
2. UU No.7/ Drt/ 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi;
3. UU No. 22 Tahun 1997 tentang Tindak Pidana Narkotika dan
Psikotropika;
4. UU No. 31 Tahun 1999 sbgamana diubah UU No. 20 tahun 2001
tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi;
5. UU No. 26 Tahun 2000 tentang Tindak Pidana Terhadap Hak Asasi
Manusia;
6. UU No. 15 Tahun 2003 Jo. Perppu No. 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Pasal 28 I UUD NRI :

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk


kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak
untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
PASAL 4 UU HAM :

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi,
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.

PASAL 33 AYAT (2) UU HAM :

Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan


penghilangan nyawa
Pasal 6 ayat (2) ICCPR:

In countries which have not abolished the death penalty,


sentence of death may be imposed only for the most
serious crimes in accordance with the law in force at the time
of the commission of the crime and not contrary to the
provisions of the present Covenant and to the Convention on
the Prevention and Punishment of theCrime of Genocide. This
penalty can only be carried out pursuant to a final judge
ment rendered by a competent court.
MARI BERDISKUSI…

Anda mungkin juga menyukai