Anda di halaman 1dari 41

PERJUANGAN

DIPLOMASI
DALAM MEMPERTAHANKAN
KEMERDEKAAN INDONESIA
1. PERUNDINGAN LINGGAJATI
(10-15 Nop. 1945)
 Dilaksanakan di Linggajati.
 Delegasi Indonesia dipimpin oleh Sutan
Syahrir dengan anggotanya Mr. Moh.
Roem, Mr. Susanto Tirtoprojo, dan A.K.
Gani.
 Delegasi Belanda dipimpin oleh Prof.
Schermerhorn dengan anggotanya van
Mook, F. de Boor, dan van Pool.
 Ditengahi dan dipemimpin oleh Lord
Killearn dari Inggris.
1. PERUNDINGAN LINGGAJATI
(10-15 Nop. 1945)
 Saksi-saksinya adalah Mr. Amir
Syarifudin, dr. Leimena, dr. Sudarsono,
dan Ali Budiarjo.

 Dihadiri pula oleh Presiden Soekarno dan


Moh. Hatta.
Isi Perjanjian Linggajati
 Memuat 17 pasal ketentuan.
 Pokok-pokok pasalnya sebagai berikut:
1. Secara defacto Pemerintah Belanda mengakui
kekuasaan Pemerintah RI atas Jawa, Madura,
dan Sumatera.

2. Pem.Bld dan Pem.RI akan bekerjasama untuk


membentuk NIS.

3. Pem. Bld dan Pem. RI akan membentuk Uni


Indonesia Belanda. Uni Indonesia Belanda
dipimpin oleh raja Belanda.
1. PERUNDINGAN LINGGAJATI
(10-15 Nop. 1945)
 Setelah Linggajati di sahkan, beberapa
negara telah memberikan pengakuan
terhadap kekuasaan RI. Misalnya dari
Inggris, AS (17 April 1947), Mesir,
Afganistan, Burma, Saudi Arabia, India,
dan Pakistan.
1. PERUNDINGAN LINGGAJATI
(10-15 Nop. 1945)
 Dengan adanya pengakuan dari berbagai
negara asing itu Bld cemas dan
berusaha untuk membatalkan
Persetujuan Linggajati.

 Antara lain mengirimkan Nota Komisi


Jenderal yang bersifat ultimatum yg
harus dijawab pemerintah RI dalam waktu
14 hari.
Nota Komisi Jenderal
(27 Mei 1947)
Isinya menunutut Pemerintah RI untuk:
1. Bersama Belanda membentuk suatu
Pemerintahan Peralihan (interim).
2. Mengeluarkan uang bersama.
3. Mengirimkan beras untuk rakyat di daerah-
daerah pendudukan Bld.
4. Bersama Belanda menyelenggarakan ketertiban
dan keamanan di seluruh Ind.
5. Menyelenggarakan pemilikan bersama atas
impor dan ekspor.
Tanggapan RI terhadap Nota
Komisi Jenderal
 RI menentang Nota Komisi Jenderal.

 RI menganggap Belanda sangat


menghina rakyat Indonesia.

 Dalam sidang Kabinet 16 Juli 1947


dengan tegas bahwa Pemerintah RI
menolak ultimatum Bld.
Agresi Militer Belanda I
 Penolakan Nota Komisi Jenderal membuat
hubungan RI dengan Bld semakin tegang.

 Puncaknya, Bld secara terang-terangan


melanggar Persetujuan Linggajati dengan
melakukan Agresi Militer Belanda I ke
wilayah RI pada 21 Juli 1947.
Agresi Militer Belanda I

Iring-iringan truk
infanteri Belanda
saat Operasi Produk,
Aksi Polisionil
Belanda yang
pertama.
2. Perjanjian Renville
 Dengan adanya Agresi Militer Belanda I
ke wilayah RI, pada 1 Agustus 1947
sidang Dewan Keamanan PBB
mengeluarkan seruan kepada Ind dan Bld
untuk segera menghentikan tembak
menembak (gencatan senjata) dan
selanjutnya menuju ke jenjang
perundingan. Seruan itu berlaku sejak 4
Agustus 1947.
2. Perjanjian Renville
 Selanjutnya atas permintaan Indonesia
melalui Sutan Syahrir sebagai duta keliling
RI, Dewan Keamanan PBB menawar
komisi jasa baik bernama Komisi Tiga
Negara (KTN) untuk Indonesia yang akan
bertugas menyelesaikan sengketa RI-
Belanda melalui perundingan.
2. Perjanjian Renville
KTN:
 Indonesia memilih Australia, dan Belanda
memilih Belgia sebagai anggota KTN;
selanjutnya Australia dan Belgia memilih AS
sebagai anggota KTN.

Anggota KTN:
 Australia diwakili oleh Richard C. Kirby.

 Belgia diwakili Paul van Zeeland.

 AS diwakili Dr. Frank Porter Graham.

KTN datang ke Indonesia pada 27 Okt. 1947.


2. Perjanjian Renville
 AS menawarkan
tempat perundingan
di sebuah kapal
Renville (kapal
angkut pasukan AS
yang sedang
berlabuh di
Tanjung Priok
(Jakarta).
2. Perjanjian Renville
 Perundingan dilakukan pada tanggal 8 Des.
1947 dan 17 Januari 1948

 Hasil perundingan Renville disepakati dan


ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948.

 Yang hadir pada perundingan di atas kapal


Renville ialah sebagai berikut….
2. Perjanjian Renville
 Delegasi Republik Indonesia diwakili oleh Amir
Syarifuddin (ketua), Ali Sastroamidjojo (anggota), Haji
Agus Salim (anggota), Dr. J. Leimena (anggota), Dr. Coa
Tik Ien (anggota), dan Nasrun (anggota).

 Delegasi Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir


Wijoyoatmojo (ketua), Mr. H.A.L. van Vredenburgh
(anggota), Dr. P. J. Koets (anggota), dan Mr. Dr. Chr.
Soumokil (anggota).

 Sebagai penengah (mediator) dari PBB adalah Frank


Graham (ketua), Paul van Zeeland (anggota), dan
Richard Kirby (anggota).
2. Perjanjian Renville
Hasil keputusan Perjanjian Renville :
1. Penghentian tembak-menembak.

2. Daerah-daerah di belakang garis van Mook


harus dikosongkan dari pasukan RI
(pengakuan garis demarkasi Van Mook)

3. Belanda bebas membentuk negara-negara


federal di daerah-daerah yang didudukinya
dengan melalui plebisit terlebih dahulu.
4. ….
2. Perjanjian Renville
Hasil keputusan Perjanjian Renville :
4. Membentuk Uni Indonesia-Belanda. Negara
Indonesia Serikat yang ada di dalamnya sederajat
dengan Kerajaan Belanda.

5. Kedua belah pihak bersedia untuk menyelesaikan


pertikaian dengan jalan damai dan dengan bantuan
KTN.

6. Kedaulatan atas Indonesia tetap ditangan Belanda


selama peralihan sampai kemudian kedaulatan
diserahkan kepada NIS.
2. Perjanjian Renville
Sebagai tindak lanjut hasil Persetujuan Renville,
pihak Republik Indonesia harus mengosongkan
wilayah-wilayah yang dikuasai TNI, dan pada bulan
Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa
Tengah.
Hubungan
HubunganPerjanjian
PerjanjianRenville
Renvilledengan
dengan
Pemberontakan
PemberontakanDI/TII
DI/TIIKarto
KartoSuwiryo
Suwiryo
Tidak semua pejuang Republik yang tergabung
dalam berbagai laskar, seperti Barisan Bambu
Runcing dan Laskar Hizbullah/Sabillilah di
bawah pimpinan Sekarmaji Marijan
Kartosuwiryo, mematuhi hasil Persetujuan
Renville tersebut. Mereka terus melakukan
perlawanan bersenjata terhadap tentara
Belanda.
Hubungan Perjanjian Renville dengan
Pemberontakan DI/TII Karto Suwiryo
Setelah Soekarno dan Hatta ditangkap di
Yogyakarta, S.M. Kartosuwiryo, yang menolak
jabatan Menteri Muda Pertahanan dalam Kabinet
Amir Syarifuddin, menganggap Negara Indonesia
telah Kalah dan Bubar, kemudian ia mendirikan
Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
Hingga pada 7 Agustus 1949, di wilayah yang
masih dikuasai Belanda waktu itu, Kartosuwiryo
menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia
(NII).
Wilayah RI berdasarkan
Persetujuan Renville
AGRESI MILITER BELANDA II
(19-12-1948)
 Lagi-lagi Belanda tidak mematuhi Persetujuan
Renville, dan melakukan aksi Agresi Militer Belanda
II

Gambar seorang
prajurit Indonesia
bersiap siaga di
perbatasan
Yogyakarta
AGRESI MILITER BELANDA II
(19-12-1948)
 Pada 19 Desember 1948 Belanda melakukan
Agresi Militer Belanda II dengan
membombandir ibu kota RI di Yogyakarta dan
menangkap para pejabat tinggi negara RI,
dengan maksud untuk memaksa RI
menerima keinginannya.

 Akibatnya DK-PBB marah dan mengancam


akan menghentikan bantuan keungan kepada
Belanda
3. Perjanjian ROEM-ROYEN
 Untuk menyelesaikan sengketa RI – Belanda, Dewan
Keamanan PBB membentuk Komisi Jasa Baik PBB
untuk Indonesia bernama UNCI pada 14 April 1949.

 UNCI mengajak RI-Belanda berunding. Perundingan


diadakan di Hotel Des Indes Jakarta, di bawah
pimpinan Merle Cochran.

 Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh. Roem.

 Delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. J.H. van Royen.


Hasil persetujuan ROEM-ROYEN
Pernyataan delegasi Indonesia antara lain
Sebagai berikut.
 Soekarno dan Hatta dikembalikan ke Yogyakarta.

 Kesediaan mengadakan penghentian tembak


menembak (perang gerilya)
 Kesediaan mengikuti Konferensi Meja Bundar
setelah pengembalian Pemerintah RI ke
Yogyakarta.
 Bersedia bekerja sama dalam memulihkan
perdamaian serta menjaga ketertiban dan
keamanan.
Hasil persetujuan ROEM-ROYEN
Sedangkan pernyataan dari pihak Belanda
adalah sebagai berikut.
 Menghentikan gerakan militer dan
membebaskan semua tahanan politik.
 Menyetujui kembalinya Pemerintahan Republik
Indonesia ke Yogyakarta.
 Menyetujui Republik Indonesia sebagai bagian
dari negara RIS.
 Berusaha segera menyelenggarakan Konferensi
Meja Bundar setelah pemerintah RI kembali ke
Yogyakarta.
Selanjutnya….
 Pada 22 Juni 1949, RI, BFO, dan Belanda
mengadakan perundingan di bawah pengawasan
Komisi PBB yang dipimpin oleh Chritchly,
memutuskan :

1. Belanda mengembalikan Pemerintah RI ke


Yogyakarta yang akan dilaksanakan pada 24 Juni 1949.

2. RI akan mengeluarkan perintah penghentian perang


gerilya setelah Pem.RI berada di Yogyakarta pada 1 Juli
1949.

3. RI-Belanda akan melaksanakan KMB di Den Haag.


4. Konferensi Inter-Indonesia (19 -22
Juli 1949 dan 31 Juli – 2 Agustus 1949)

Sebelum Konferensi Meja Bundar


berlangsung, dilakukan pendekatan dan
koordinasi dengan negara- negara bagian
(BFO) terutama berkaitan dengan
pembentukan Republik Indonesia Serikat.
Konferensi Inter-Indonesia ini penting
untuk menciptakan kesamaan pandangan
menghadapi Belanda dalam KMB.
4. Konferensi Inter-Indonesia (19 -22
Juli 1949 dan 31 Juli – 2 Agustus 1949)
Konferensi diadakan setelah para pemimpin RI
kembali ke Yogyakarta.

Konferensi Inter-Indonesia I diadakan di


Yogyakarta pada tanggal 19 – 22 Juli 1949
dipimpin Mohammad Hatta,

dilanjutkan Konferensi Inter-Indonesia II


diadakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli – 2
Agustus 1949 dipimpin oleh Sultan Hamid
(Ketua BFO).
4. Konferensi Inter-Indonesia (19 -22
Juli 1949 dan 31 Juli – 2 Agustus 1949)

Hasil Konferensi Inter-Indonesia :

1. Negara Indonesia nanti bernama Republik Indonesia


Serikat (RIS).
2. RIS akan dikepalai seorang presiden dibantu oleh
menteri-menteri
3. Presiden RIS adalah Soekarno-Hatta
4. Bendera negara RIS adalah Merah Putih.
5. Lagu kebangsaan RIS adalah Indonesia Raya.
6. Bahasa nasioanal negara RIS adalah Bahasa Indonesia
7. Hari 17 Agustus adalah Hari Nasional.
4. Konferensi Inter-Indonesia (19 -22
Juli 1949 dan 31 Juli – 2 Agustus 1949)
Dalam bidang militer, Konferensi Inter-Indonesia
memutuskan hal-hal berikut:
1. Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS)
adalah Angkatan Perang Nasional.

2. TNI menjadi inti APRIS dan akan menerima orang-orang


Indonesia yang ada dalam KNIL dan kesatuan-kesatuan
tentara Belanda lain dengan syarat-syarat yang akan
ditentukan lebih lanjut.

3. Pertahanan negara adalah semata-mata hak Pemerintah


RIS, negara-negara bagian tidak mempunyai angkatan
perang sendiri.
5. Konferensi Meja Bundar
(berlangsung 23 Ag. – 2 Nop. 1949)

 Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta.


 Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid
II dari Pontianak.
 Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin J. H.
van Maarseveen,
 Konferensi Meja Bundar dipimpin oleh
Perdana Menteri Belanda, W. Drees.
5. Konferensi Meja Bundar
(berlangsung 23 Ag. – 2 Nop. 1949)
Hasil keputusan KMB antara
lain :
a) Pemerintah Belanda menyerahkan
kedaulatan secara penuh dan tanpa
syarat kepada RIS.
b) Belanda menyerahkan kedaulatan kepada
RIS paling lambat tanggal 30 Desember
1949.
c) Masalah Irian Barat penyelesaiaanya
ditunda selama satu tahun.
d) RIS harus membayar segala utang
Belanda yang diperbuatnya semenjak
tahun 1942.
Hasil keputusan KMB antara
lain :
e) Bidang militer:
1) Pembentukan APRIS dengan TNI sebagai intinya.
2) Menarik mundur pasukan Belanda dari Indonesia
dan membubarkan KNIL.
3) Anggota KNIL boleh masuk ke dalam APRIS.
4) Adanya suatu misi militer Belanda di Indonesia
untuk membantu melatih APRIS (Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat).
PENYERAHAN
KEDAULATAN RIS
 Pada 27 Desember 1949, baik di Indonesia
maupun di negeri Belanda diadakan upacara
penyerahan kedaulatan kepada RIS.
 Di Belanda berlangsung di Den Haag dari
PM Drees kepada Drs. Moh. Hatta.
 Di Jakarta, dari Lovink Kepada Sri Sultan
HB IX.
Dengan demikian maka RIS menjadi
negara yang merdeka dan berdaulat.
PENYERAHAN
KEDAULATAN RIS
Bung Hatta di Amsterdam,
Belanda menandatangani
perjanjian penyerahan
kedaulatan.

Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27


Desember 1949, selang empat tahun setelah
proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.
Pengakuan ini dilakukan ketika
soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan)
ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam.
PETA RIS

Anda mungkin juga menyukai