Anda di halaman 1dari 13

KONSEP MASYARAKAT

DALAM ISLAM, POLITIK


ISLAM, PRINSIP DASAR
POLITIK ISLAM, SISTEM
MUSYAWARAH ATAU SYURA,
UMAT ISLAM DAN POLITIK
NASIONAL

ILMU HUBUNGAN MASYARAKAT


Konsep Masyarakat dalam Islam
A . Masyarakat Islam
Gagasan masyarakat islam di Indonesia sesungguhnya baru popular sekitar awal tahun
90-an. Konsep masyarakat islam awalnya, sebenarnya mulai berkembang  di barat. Istilah
masyarakat madani sebenarnya hanya salah satu diantara beberapa istilah yang sering
digunakan orang dalam menerjemahkan kata civil society.
Menurt tokoh M. Ryaas Rasyid  menyatakan bahwa civil society dalam arti
masyarakat yang berbudaya berarti suatu masyarakat yang saling menghargai nilai-nilai
social kemanusiaan. Ada juga yang mengartikan sebagai masyarakat warga atau masyarakat
kewargaan, yang  berarti bahwa masyarakat adalah anggota dari kelompok social tertentu
yang salah satu ciri utamanya adalah atonom terhadap Negara.
Konsep dan karaktreristik Masyarakat Madani.
Sejarah telah mencatat bahwa masyarakat madani pernah dibangun oleh Rasullulah ketika beliau mendirikan
komunitas muslim dikota Madinah. Masyarakat madani  yang dibangun oleh Nabi Muhammad tersebut memiliki
ciri-ciri : – egalitarianism, penghargaan kepada  manusia berdasarkan prestasi (bukan prestise seperti
keturunan,kesukuan,ras,dan lain-lain) keterbukaan partisipasi seluruh anggota ,masyarakat, dan ketentuan
kepemimpinan melalui pemilihan umum, bukan berdasarkan keturunan. Semuanya berpangkal pada pandangan
hidup berketuhanan dengan konsekuensi tindakan kebaikan kepada manusia. Masyarakat Madani tegak berdiri di
atas landasan kkeadilan, yang antara lain bersendikan keteguhan berpegang kepada hukum.

masyarakat Madani sebagai masyarakat yang ideal juga memiliki karakteristik,sebagai berikut :
a. Bertuhan
b.  Damai
c. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi

kebebasannya.
d. Toleran
e. Keseimbangan antara  hak dan kewajiban social.
f.    Berperadapan tinggi,
g. Berakhlak mulia
Politik dalam Islam

Menurut pemikir Islam, seperti Hasan Al-Banna, Politik adalah upaya memikirkan persoalan internal
(mengurus persoalan pemerintah, menjelaskan fungsi-fungsinya, merinci kewajiban dan hak-haknya,
melakukan pengawasan kepada terhadap penguasa untuk kemudian dipatuhi jika mereka melakukan
kebaikan dan dikritik jika mereka melakukan kekeliruan), dan persoalan eksternal umat/rakyat
(memelihara kemerdekaan dan kebebasan bangsa, mengantarkan mencapai tujuan yang akan
menempatkan kedudukan ditengah-tengah bangsa lain, serta membebaskan dari penindasan dan
intervensi pihak lain dalam urusanurusanya) memberikan perhatian kepadanya, dan bekerja demi
kebaikan seluruhnya (kemaslahatan umat).

Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Di dalam buku-buku para ulama salafush
shalih (pengikut madzhab salafiyah yakni megajarkan Islam secara murni tanpa tambahan) dikenal
istilah siyasah syar’iyyah yaitu politik yang menggunakan syariah sebagai pangkal tolak dan
sandarannya.
Dalam fikih siyasah disebutkan bahwa garis besar fikih siyasah meliputi :

01 02 03

Siyasah Dauliyyah (politik


Siyasah Dusturiyyah (tata yang mengatur hubungan Siyasah Maaliyyah
negara dalam islam). antara satu negara dengan (sistem ekonomi negara).
negara islam lain atau dengan
negara sekuler lainya).
Prinsip Dasar Politik Islam

Prinsip Musyawarah Prinsip Keadilan Prinsip Kebebasan

Prinsip
Prinsip Persamaan Pertanggungjawaban
Sistem Musyawarah atau Syurah

A. Pengertian Syurah
• Kata Syura merupakan bentuk • Secara etimologi kata syura
mashdar, dari kata kerja Syawara mempunyai arti nasihat,konsultasi,
yusyawiru yang artinya menampakan perundingan, pikiran dan konsideran
dan menawarkan atau mengambil permufakatan. Sedangkan secara
sesuatu.36 Syura yang diambil dari akar terminologis berarti majelis yang
kata syawara menurut M. Quraish Shihab dibentuk untuk mendengarkan saran dan
bermakna ide, bagaimana mestinya dan
“mengeluarkan madu dari sarang terorganisir dalam urusan negara.
lebah”
Dalam melaksanakan syura, terdapat empat unsur yang harus diperhatikan dan dijadikan sebagai penentu
yang tidak boleh ditinggalkan, yaitu:

1. Mustasyir, yaitu orang yang menghendaki adanya musyawarah dan menginginkan suatu

pendapat yang benar atau mendekati kebenaran.


2. Mustasyar, yaitu orang yang diajak bermusyawarah.
3. Mustasyar fih, yaitu permasalahan yang akan dikaji atau dijadikan objek bermusyawarah.

4. Ra’yu, yaitu pendapat bebas yang argumentatif mencermati esensi syariat dan terlepas
dari perasaan nafsu.

Menurut Taufiq al-Syawi bahwa kaidah musyawarah dalam Islam, yaitu :


1. pertama merupakan kaidah kemanusiaan
2. kaidah sosial dan moral
3. kaidah konstitusional bagi sistem pemerintahan
B. Etika dalam Musyawarah
Etika bermusyawarah dimaksudkan agar dapat memberi acuan, petunjuk agar bermusyawarah sesuai
dengan norma Al-Quran dan Hadits Nabi SAW. Di dalam etika bermusyawarah, minimal terdapat lima
ketentuan, yaitu :

Pendapat yang objektif


Disiplin.

Mengambil keputusan
Saling menghormati
berdasarkan suara
sesama anggota majelis
mayoritas

Tekad yang bulat dan selalu


bertawakal kepada Allah
SWT
C. Prinsip Syura
1. Prinsip Persamaan
Kitab suci Al-Quran telah menetapkan prinsip bahwa Islam tidak membedakan siapapun
siapapun dalam mentaati peraturan undang-undang, tidak ada yang lebih tinggi dari
yang lain.
2. Prinsip Keadilan
Keadilan adalah memberikan sesuatu kepada setiap anggota masyarakat sesuai
dengan haknya yang harus diporelahnya tanpa diminta, tidak berat sebelah, atau
tidak memihak ke salah satu pihak, mengetahui hak dan kewajiban, mengerti
mana yang benar dan mana yang salah, bertindak jujur dan tepat menurut
peraturan yang telah ditetapkan.
3. Prinsip Kebebasan
Terdapat dua konsep tentang kebebasan, Pertama, mengatakan bahwa semua perbuatan
manusia telah ditentukan semenjak sebelum lahir dimana di dalam teologi Islam disebut
jabariah. Kedua, mengatakan bahwa manusia mempunyai kebebasan walaupun terbatas
sesuai dengan keterbatasan manusia dalam kemauan dan perbuatan, paham ini disebut
Qadariah. Dasar kebebasan dalam Islam adalah keimanan artinya kebebasan merupakan
yang diberikan Allah kepada setiap manusia.
Umat Islam dan Politik Nasional

Kontribusi Islam dalam Politik Kepemimpinan

Sebuah negara secara politis menghendaki adanya seorang pemimpin ideal yang dapat
mengendalikan negaranya dan memimpin rakyatnya dengan baik, sehingga tercipta kehidupan
aman, damai dan sejahtera bagi masyarakat warga bangsanya. Karena itu Islam sebagai agama
universal, yang tidak hanya mengatur masalah ubudiyah hamba kepada Tuhannya saja namun juga
mengatur persoalan-persoalan yang berkaitan dengan humaniora khususnya sosial politik, maka
Islam sangat perhatian terhadap persoalan kepemimpinan ini, umpamanya Islam mengatur
kewajiban dan hak antara pemimpin dan rakyatnya.
Sumbangan Islam dalam Perpolitikan Indonesia

Para pelaku sejarah perintis kemerdekaan dan pendiri negara Indonesia mayoritasnya adalah umat Islam.
Mereka memasukkan essensi atau simpul Islam ke dalam dasar-dasar negara. Simpulsimpul Islam itu di
antaranya adalah sebagai berikut.

1. Muqadimah UUD ’45

2. Pancasila

3. DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)

4. MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)

5. MA (Mahkamah Agung)
Peranan Sistem Politik Islam dalam Mewujudkan Persatuan dan Kesatuan
Indonesia :
• Perintah untuk bersatu
Islam melalui al-Qur’an menganjurkan agar antar kelompok, antar golongan maupun antar partai saling
melakukan ta’aruf (perkenalan). Allah berfirman:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenalmengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal“ (QS. Al-Hujarat: 13).
• Larangan saling curiga
Islam melarang kepada semua orang baik dalam kapasitasnya sebagai individu, sebagai kelompok sosial, maupun
kelompok-kelompok yang lain termasuk kelompok politik untuk saling curiga, saling melecehkan atau yang semakna
dengannya. Allah berfirman:

Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan sakwa sangka (kecurigaan), karena sebagian dari
sakwa sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang“
(QS. Al-Hujurat: 12).

Anda mungkin juga menyukai