Anda di halaman 1dari 32

BELANJA PEMERINTAH DAN

PEMBIAYAAN
PENDAHULUAN

 Sebagai salah satu instrumen utama kebijakan fiskal, kebijakan dan


alokasi Anggaran Belanja Negara menempati posisi yang sangat strategis
dalam mendukung akselerasi pembangunan yang inklusif, berkelanjutan
dan berdimensi kewilayahan untuk mencapai dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
Pemerintah dapat secara langsung berperan aktif dalam mencapai
berbagai tujuan dan sasaran program pembangunan, termasuk dalam
mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi antarkegiatan,
antarprogram, antar sektor dan antarfungsi pemerintahan, mendukung
stabilitas ekonomi, serta menunjang distribusi pendapatan yang lebih
merata.
 Anggaran Belanja Pemerintah memiliki 2 peran penting dalam pencapaian
tujuan nasional berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.
(1) besaran dan komposisi belanja pemerintah dalam operasi fiskal
pemerintah, memiliki dampak yang signifikan pada permintaan agregat
yang merupakan penentu output nasional, serta dapat mempengaruhi
alokasi dan efisiensi sumber daya ekonomi.
(2) berkaitan dengan ketersediaan dana untuk melaksanakan ke-3 fungsi
ekonomi, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi.
 Karena itu, kualitas kebijakan dan alokasi Anggaran Belanja Pemerintah
menempati posisi strategis dalam mendukung pencapaian tujuan nasional
sebagaimana digariskan dalam rencana pemb. jangka panjang, jangka
menengah maupun rencana pemb. tahunan.
A. BELANJA PEMERINTAH MENURUT FUNGSI

Dalam pasal 11 ayat (5) UU No. 17 Tahun 2003 tentang KN, diatur bahwa
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dikelompokkan menurut fungsi.
Pengelompokan menurut fungsi (11 fungsi) menggambarkan berbagai
aspek penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka memberikan
pelayanan kepada masyarakat dan untuk pertumbuhan kesejahteraan
rakyat. 11 fungsi Pemerintah tsb, adalah:
(1) fungsi pelayanan umum,
(2) fungsi pertahanan,
(3) fungsi ketertiban dan keamanan,
,
4) fungsi ekonomi,
5) fungsi lingkungan hidup
6) fungsi perumahan dan fasilitas umum,
7) fungsi kesehatan,
8) fungsi pariwisata dan budaya,
9) fungsi agama,
10) fungsi pendidikan, dan
11) fungsi perlindungan sosial.
B. BELANJA PEMERINTAH MENURUT ORGANISASI

 Dalam pasal 11 ayat (5) UU No.17 Tahun 2003 tentang KN, rincian belanja
negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan K/L. Untuk
memenuhi ketentuan tsb, dalam perencanaannya, rincian belanja negara
disusun berdasarkan pada organisasi yang ada beserta dengan program
yang diusulkannya. Dari 86 K/L dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok
besar berdasarkan bidang, yaitu:
1) K/L lingkup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (34 K/L);
2) K/L lingkup Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan
Keamanan (32 K/L);
3) K/L lingkup Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (20
K/L).
 K/L lingkup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, meliputi:
(1) Kementerian Pekerjaan Umum;
(2) Kementerian Perhubungan;
(3) Kementerian Keuangan;
(4) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
(5) Kementerian Pertanian;
(6) Kementerian Kelautan dan Perikanan;
(7) Kementerian Kehutanan;
(8) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
(9) Badan Pusat Statistik; dan
(10) Kementerian Perindustrian.
 K/L lingkup Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan,
meliputi:
(1) Kementerian Pertahanan;
(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia;
(3) Kementerian Dalam Negeri;
(4) Komisi Pemilihan Umum;
(5) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
(6) Mahkamah Agung;
(7) Kementerian Luar Negeri;
(8) Badan Pertanahan Nasional;
(9) Kejaksaan Republik Indonesia; dan
(10) Kementerian Komunikasi dan Informatika.
 K/L lingkup Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat,
meliputi:
(1) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
(2) Kementerian Agama;
(3) Kementerian Kesehatan;
(4) Kementerian Sosial;
(5) Kementerian Perumahan Rakyat;
(6) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional;
(7) Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS);
(8) Kementerian Pemuda dan Olahraga;
(9) Badan SAR Nasional; dan
(10) Badan Nasional Penanggulangan Bencana
C. BELANJA PEMERINTAH MENURUT JENIS

 Sesuai dengan Pasal 11 ayat (5) UU No. 17 Tahun 2003 tentang KN, rincian
belanja pemerintah pusat menurut jenis terbagi atas:
(1) belanja pegawai;
(2) belanja barang;
(3) belanja modal;
(4) pembayaran bunga utang;
(5) subsidi;
(6) belanja hibah;
(7) bantuan sosial; dan
(8) belanja lain-lain.
1. Belanja Pegawai
Pengeluaran yang merupakan kompensasi terhadap pegawai baik
dalam bentuk uang atau barang, yang harus dibayarkan kepada
pegawai pemerintah. PNS dan pegawai yang dipekerjakan oleh
pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas
pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang
berkaitan dengan pembentukan modal.
Data pada Nota Keuangan APBN 2014 tercatat bahwa
meningkatnya alokasi dan realisasi belanja pegawai antara lain
berkaitan dengan langkah-langkah kebijakan yang ditempuh
Pemerintah dalam rangka memperbaiki penghasilan dan
kesejahteraan PNS, anggota TNI/Polri dan para pensiunan
Kebijakan tersebut adalah:
1) kenaikan gaji pokok bagi PNS dan TNI/Polri secara berkala;
2) pemberian gaji bulan ke-13;
3) kenaikan tunjangan fungsional dan tunjangan struktural termasuk
tunjangan hakim;
4) kenaikan uang lauk pauk bagi anggota TNI/Polri;
5) pemberian uang makan kepada PNS mulai tahun 2008; serta
6) kenaikan pensiun pokok dan pemberian pensiun bulan ke-13.
Selain itu, peningkatan alokasi belanja pegawai juga berkaitan dengan
pemberian remunerasi dalam rangka reformasi birokrasi yang dimulai sejak
tahun 2008 dan terus diperluas pelaksanaannya. Reformasi birokrasi yang
pada tahun 2008 baru mencakup 3 K/L, pada tahun 2013 mencakup sekitar 64
K/L yang melaksanakannya.
2. Belanja Barang
Pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis
pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun
yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk
diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan.
Belanja ini terdiri dari belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan dan
belanja perjalanan dinas.
Dalam Nota Keuangan APBN 2014 disebutkan secara umum, bahwa
alokasi anggaran Belanja barang tsb, diarahkan untuk mendukung
pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya melayani
kepentingan masyarakat luas, yaitu:
a. menjaga kelancaran penyelenggaraan operasional pemerintahan
dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan kepada
masyarakat;
b. meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja barang K/L melalui
pengendalian belanja barang operasional, dan melakukan
efisiensi belanja perjalanan dinas serta kegiatan seminar dan
konsinyering sesuai kebutuhan dan tugas fungsi masing-masing
K/L; dan
c. menjaga terpeliharanya nilai dan kualitas aset negara melalui
dukungan alokasi dana yang memadai untuk pemeliharaan; serta
d. meningkatkan capacity building SDM dalam rangka mendukung
pelaksanaan program pembangunan nasional.
3. Belanja Modal
Belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris
yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi,
termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya
pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa
manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.
4. Pembayaran Bunga Utang
Pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga (interest) yang
dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal
outstanding) baik utang dalam maupun luar negeri yang dihitung
berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek atau jangka panjang.
Jenis belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari Bagian
Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan.
5. Subsidi
• Pengeluaran pemerintah kepada perusahaan negara, lembaga
pemerintah atau pihak ketiga lainnya yang memproduksi, menjual,
mengekspor atau mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat
hidup orang banyak agar harga jualnya dapat dijangkau masyarkat.
Belanja ini digunakan untuk penyaluran subsidi kepada masyarakat
melalui BUMN/BUMD dan perusahaan swasta.
• Belanja subsidi dialokasikan dalam rangka meringankan beban
masyarakat untuk memperoleh kebutuhan dasarnya, dan sekaligus
untuk menjaga agar produsen mampu menghasilkan produk, khususnya
yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, dengan harga yang
terjangkau. Pemberian subsidi juga ditujukan untuk menjaga stabilitas
harga barang dan jasa di dalam negeri, memberikan perlindungan pada
masyarakat berpendapatan rendah, meningkatkan produksi pertanian,
serta memberikan insentif bagi dunia usaha dan masyarakat. .
• Dalam Nota Keuangan APBN 2014 tercatat bahwa subsidi
merupakan alokasi anggaran yang disalurkan melalui
perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual barang dan jasa,
yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa,
sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. Belanja subsidi
terdiri dari subsidi energi (subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, dan
LGV serta subsidi listrik) dan subsidi nonenergi (subsidi pangan,
subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi PSO, subsidi bunga kredit
program, dan subsidi pajak
6. Hibah
• Pengeluaran pemerintah berupa transfer dalam bentuk uang, barang atau jasa,
bersifat tidak wajib yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan
tidak mengikat serta tidak terus menerus. Hibah digunakan untuk membiayai
program yang dilaksanakan oleh K/L seperti pendidikan, infrastruktur,
kesehatan, pemberdayaan kaum wanita, konservasi lingkungan hidup dan
keaneka ragaman hayati, serta penegakan hukum dan pemberantasan korupsi,
sesuai dengan perjanjian hibah yang dilakukan antara negara/lembaga donor
dengan K/L penerima hibah. Belanja hibah merupakan belanja Pemerintah
Pusat dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari Pemerintah kepada pemerintah
negara lain, lembaga/organisasi internasional, dan pemerintah daerah
khususnya pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang diterushibahkan ke daerah .
• Belanja hibah memiliki karakteristik tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak
wajib dan tidak mengikat, tidak secara terus menerus, bersifat sukarela dengan
pengalihan hak dan dilakukan dengan naskah perjanjian antara pemberi hibah
dan penerima hibah.
7. Bantuan Sosial
Pengeluaran yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya
resiko sosial. Bantuan sosial dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat dan/atau
lembaga kemasyarakatan termasuk untuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan dan
keagamaan. Pengeluaran ini dalam bentuk uang/ barang atau jasa kepada masyarakat yang
bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, bersifat tak terus menerus dan selektif.
8. Belanja Lain-lain
Pengeluaran yang tak dapat diklasifikasikan ke dalam pos-pos pengeluaran di atas, bersifat tak
biasa dan tak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial yang
sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah. Pada Nota Keu.
APBN 2014 disebutkan bahwa peningkatan belanja lain-lain disebabkan kebijakan Pemerintah
yang bersifat sementara (ad-hoc) dan mendesak untuk dipenuhi, seperti Bantuan Langsung
Tunai (BLT), untuk persiapan penyelenggaraan Pemilu tahun 2009, serta berbagai program
lainnya, seperti program pengadaan sarana dan prasarana konversi minyak tanah ke LPG.
Sementara itu, realisasi anggaran untuk program prioritas Pemerintah pada tahun 2009 menjadi
faktor utama dalam penyerapan belanja lain-lain. Kegiatan prioritas Pemerintah itu mencakup
pendanaan untuk Pemilu, sarana dan prasarana konversi energi, BLT, serta penuntasan
kesinambungan rehabilitasi dan rekonstruksi di provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi
Sumut pasca berakhirnya mandat Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) NAD Nias.
• Realisasi anggaran belanja lain-lain tahun 2010 antara lain karena selisih kurs
serta realisasi anggaran untuk satuan kerja yang belum memiliki Bagian Anggaran
(BA) sendiri dan konversi minyak tanah ke LPG. Tahun 2011, realisasi anggaran
belanja lain-lain sebagian besar merupakan realisasi anggaran belanja operasional
untuk satuan kerja yang belum memiliki kode BA sendiri, cadangan beras
Pemerintah (CBP) dan cadangan benih nasional (CBN), serta pengeluaran untuk
keperluan mendesak. Pada tahun 2012, realisasi anggaran untuk CBP dan CBN,
cadangan stabilisasi harga pangan, risiko kenaikan harga tanah (land capping),
jasa perbendaharaan, serta pengeleluaran untuk keperluan mendesak menjadi
penyumbang terbesar realisasi belanja lain-lain.
• Pada tahun 2012 ini relatif rendah, karena realokasi cadangan listrik ke subsidi
listrik, realokasi ke K/L sebagai upaya meningkatkan akuntabilitas, dan tidak
dilaksanakannya beberapa kegiatan yang merupakan bagian kompensasi kenaikan
harga kenaikan harga BBM bersubsidi. Pada tahun 2013 realisasi belanja lain-lain
diperkirakan berasal dari CBP, dana awal untuk kegiatan operasional OJK tahun
2013, cadangan stabilisasi harga pangan, cadangan risiko kenaikan harga tanah
(land capping), dan beberapa alokasi anggaran untuk kegiatan prioritas
D. BELANJA DAERAH (TRANSFER KE DAERAH)

1. Dana Perimbangan
Pengeluaran/alokasi anggaran untuk Pemda berupa
 Dana Bagi Hasil (DBH)

 Dana Alokasi Umum (DAU)

 Dana Alokasi Khusus (DAK) yang ditujukan untuk keperluan

Pemda.
a. Dana Bagi Hasil (DBH)
bagian daerah yang bersumber dari penerimaan daerah, baik
perpajakan ataupun penerimaan SDA. Penyaluran DBH didasarkan
realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan dan ditujukan
untuk mengoreksi ketimpangan vertikal. DBH berasal dari
penerimaan PPh Pasal 21, PPh Pasal 25 dan 29 WP Orang Pribadi
DN, dan penerimaan yang berasal dari SDA.
b. Dana Alokasi Umum (DAU)
dialokasikan kepada daerah dengan tujuan untuk mengatasi
ketimpangan antar daerah, dan dialokasikan dalam bentuk block
grant. Berdasarkan UU No 33 Tahun 2004 jumlah DAU maksimal
disediakan 26% dari penerimaan DN bersih setelah dikurangi
dengan DBH dan DAK.
c. Dana Alokasi Khusus (DAK)
dialokasikan kepada daerah yang penggunaan telah ditentukan.
Kriteria kebutuhan khusus tersebut meliputi:
• kebutuhan yang tidak dapat dierhitungkan dengan
menggunakan rumus DAU,
• kebutuhan yang merupakan prioritas nasional, dan
• kebutuhan untuk membiayai kegiatan reboisasi dan penghijauan
daerah penghasil.
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
Alokasi anggaran untuk Pemda berupa dana otonomi khusus dan dana
penyesuaian yang ditujukan untuk keperluan Pemda.
Dana Otonomi Khusus diberikan kepada daerah Nangro Aceh Darusalam
(NAD), Papua dan Papua Barat.
Penggunaan dana ini diutamakan untuk pembiayan pendidikan dan
kesehatan.
Dana Penyesuaian ditujukan untuk mendukung program/kebijakan
tertentu pemerintah yang berdasarkan peraturan perundang-undangan,
kegiatannya sudah menjadi urusan daerah. Misalnya: Tunjangan Profesi
guru PNSD, Tambahan Penghasilan Guru PNSD, Bantuan Operasional
Sekolah, Dana Insentif Daerah (DID), Dana Proyek Pemerintah Daerah
dan Desentralisasi
3. Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Dana Keistimewaan DIY diperuntukkan bagi Pemda DIY dalam rangka
penyelenggaraan urusan keistimewaan DIY sesuai dengan UU No. Nomor 13 Tahun
2012 tentang Keistimewaan DIY.
Kewenangan keistimewaan adalah kewenangan tambahan tertentu yang dimiliki DIY
selain kewenangan sebagaimana ditentukan dalam UU tentang Pemerintahan
Daerah. Kewenangan Keistimewaan DIY dituangkan dalam Perda Istimewa dan
dilaksanakan berdasarkan asas pengakuan atas hak asal-usul, kerakyatan,
demokrasi, kebhinnekatunggalikaan, efektivitas pemerintahan, kepentingan nasional,
dan pendayagunaan kearifan lokal.
Kewenangan dalam urusan keistimewaan yang dimaksud meliputi:
a. Tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan
Wagub;
b. Kelembagaan Pemerintah Daerah D.I. Yogyakarta;
c. Kebudayaan;
d. Pertanahan; dan
e. Tata ruang.
E. PEMBIAYAAN ANGGARAN

Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran
yang akan diterima kembali, baik pada TA ybs maupun TA berikutnya. Dalam hal
anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup
defisit tsb. dalam UU tentang APBN. Pembiayaan terdiri dari :
1. Penerimaan Pembiayaan:
Berasal dari pinjaman dan hasil divestasi. Pembiayaan DN adalah semua penerimaan
pembiayaan yang berasal dari perbankan dan nonperbankan DN, yang terdiri atas
penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman, saldo anggaran lebih, hasil
pengelolaan aset, penerbitan surat berharga negara neto, pinjaman DN, dikurangi
dengan pengeluaran pembiayaan, yang meliputi alokasi untuk Pusat Investasi
Pemerintah, penyertaan modal negara, dana bergulir, dana pengembangan pendidikan
nasional, dan kewajiban yang timbul akibat penjaminan Pemerintah.
2. Pengeluaran Pembiayaan :
Digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada
entitas lain dan penyertaan modal oleh Pemerintah.
Pembiayaan Anggaran terdiri dari pembiayaan non utang dan perbankan Dalam
Negeri (DN):
1. Pembiayaan Non Utang
a. Perbankan DN: penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman, SAL,
rekening pembangunan hutan, dan rekening pemerintah lainnya.
b. Non Perbankan DN: penerimaan dari hasil privatisasi dan hasil pengelolaan
aset, sedangkan pengeluarannya terdiri atas dana investasi pemerintah,
dana pengembangan pendidikan nasional, kewajiban penjaminan, dan
pinjaman kepada PT PLN.
(1)Privatisasi : tujuannya adalah peningkatan kinerja dan nilai tambah
perusahaan; perbaikan struktur keuangan dan manajemen; penciptaan
struktur industri yang sehat dan kompetitif; pemberdayaan BUMN;
penyebaran kepemilikan oleh publik; serta pengembangan pasar modal
domestik.
(2) Hasil Pengelolaan Aset (HPA) :
yang dapat digunakan untuk pembiayaan anggaran adalah aset yang
dikelola oleh Kemenkeu, dan aset yang diserahkelolakan kepada PT
Perusahaan Pengelola Aset (Persero). Kebijakan pengelolaannya
ditempuh melalui mekanisme lelang terhadap aset yang telah diverifikasi
dan memiliki status free and clear, serta selanjutnya dilakukan penilaian
dalam rangka menentukan nilai limit sebagai nilai dasar penjualan sesuai
ketentuan pengelolaan aset yang berlaku dan PMK No. 93/PMK.06/2010
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
(3) Dana Investasi Pemerintah, terdiri dari :
a) Pusat Investasi Pemerintah;
b) PMN; dan;
c) dana bergulir.
Dana investasi Pemerintah merupakan pengeluaran pembiayaan yang tidak
dilakukan secara reguler, namun merupakan kebijakan Pemerintah yang bersifat
ad-hoc dalam periode tertentu, seperti dukungan Pemerintah terhadap
pembangunan infrastruktur, pendirian sebuah BUMN untuk menjalankan
kebijakan Pemerintah, dan dukungan terhadap pemberdayaan KUMKM.
(4) Dana Pengembalian Pendidikan Nasional (DPPN)
Pada tahap awal, DPPN dikelola oleh Pusat Investasi Pemerintah, dan pada akhir
tahun 2011 pengelolaannya dialihkan pada satker BLU Lembaga Pengelola Dana
Pendidikan (LPDP). Pada awal tahun 2013, LPDP mulai membuka pendaftaran
program beasiswa bagi pemuda-pemudi yang memiliki prestasi akademis di
jenjang pendidikan sebelumnya, serta memiliki jiwa kepemimpinan dan
berkomitmen untuk berkontribusi bagi Indonesia.
(5) Kewajiban Pinjaman untuk PT PLN, PDAM, dan Proyek Infrastruktur melalui
Kerja Sama Pemerintah dan Swasta.
Dalam rangka mendukung percepatan pembangunan proyek infrastruktur,
Pemerintah telah memberikan jaminan kepada kreditur perbankan/badan
usaha yang turut berperan serta dalam pembangunan proyek:
• Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Yang
Menggunakan Batubara (Proyek 10.000 MW Tahap I);
• Percepatan Pembangunan Sarana Penyediaan Air Minum;
• Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Yang Menggunakan Energi
Terbarukan, Batubara, dan Gas (Proyek 10.000 MW Tahap II);
• Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang dilakukan
melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur
2. Pembiayaan Utang
Instrumennya terdiri atas SBN, pinjaman Luar Negeri, dan pinjaman Dalam Negeri.
a. Surat Berharga Negara (SBN)
Secara umum, berdasarkan strategi pengelolaan utang, penerbitan SBN tetap
diprioritaskan untuk dilakukan di pasar keuangan domestik. Hal ini bertujuan untuk:
1) meminimalkan risiko utang, khususnya yang terkait dengan fluktuasi nilai tukar;
2) mengembangkan pasar keuangan domestik; dan
3) memberikan benchmark bagi penerbitan obligasi swasta di DN.
Dalam pelaksanaannya, penerbitan SBN di DN harus dilakukan secara cermat dan
hati-hati dengan memperhitungkan kapasitas daya serap pasar keuangan
domestik. Hal ini diperlukan guna menghindari crowding out effect di pasar
keuangan domestik apabila sektor swasta hendak mencari pembiayaan yang
berasal dari pasar modal.
Target penerbitan SBN (bruto) dipenuhi melalui 2 instrumen, yaitu Surat Utang
Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Instrumen SUN yang
diterbitkan terdiri atas Obligasi Negara (ON) dengan:
1) tingkat suku bunga tetap, yaitu seri fixed rate (FR) dan Obligasi Negara Ritel
(ORI);
2) tingkat suku bunga mengambang, yaitu seri variable rate (VR);
3) tanpa bunga, yaitu Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan Zero Coupon
Bond (ZC);
4) ON valas.
Sementara itu, instrumen SBSN yang diterbitkan terdiri atas Ijarah Fixed Rate (IFR),
Sukuk Ritel (SUKRI), Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI), Surat Perbendaharaan
Negara Syariah (SPNS), Project Based Sukuk (PBS), dan sukuk valas.
b. Pinjaman Luar Negeri (LN)
Realisasi penarikan pinjaman program secara umum mencapai target yang
direncanakan dalam APBN. Keberhasilan pencapaian target tsb didorong oleh
pemenuhan policy matrix secara tepat waktu. Policy matrix merupakan kegiatan
atau program prioritas Pemerintah yang wajib dilaksanakan pada tahun
berjalan.
c. Pinjaman Dalam Negeri (DN)
Sesuai ketentuan dalam PP No. 54 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan
dan Penerusan Pinjaman DNi oleh Pemerintah. Penggunaan Pinjaman DN
diutamakan untuk pengadaan barang-barang yang diproduksi di DN,
meningkatkan produktivitas industri strategis di DN, dan mendorong percepatan
pembangunan infrastruktur di DN . Penggunaan pinjaman DN sebagai salah
satu instrumen pembiayaan APBN dimulai sejak tahun 2010. Sejauh ini
pinjaman DN digunakan untuk mendukung pemenuhan pembiayaan alutsista
TNI dan almatsus Polri.

Anda mungkin juga menyukai