Anda di halaman 1dari 23

KONSEPSI DEMOKRASI

DAN DEMOKRASI
INDONESIA
Demos Rakyat
Kedaulatan
Democratos Rakyat
Cratos Kedaulatan

Sistem penyelenggaraan negara dan


pemerintahan yang dilaksanakan
bersama rakyat

Kekuasaan Pemerintahan Pemerintahan tidak dapat


yang Terbatas bertindak sewenang-wenang
Demos Rakyat
Kedaulatan
Democratos Rakyat
Cratos Kedaulatan

Sistem penyelenggaraan negara dan


pemerintahan yang dilaksanakan
bersama rakyat

Kekuasaan Pemerintahan Pemerintahan tidak dapat


yang Terbatas bertindak sewenang-wenang
PANDANGAN HIDUP DEMOKRASI

Kesadaran atas pluralisme

Musyawarah

Permufakatan yang jujur dan sehat

Kerja sama

Musyawarah

Permufakatan yang jujur dan sehat

Kerja sama
KOMPONEN-KOMPONEN PENEGAK DEMOKRASI

Negara Hukum

Pemerintahan yang Good Governance

Legislatif yang Civic Skills

Peradilan yang Bebas dan Mandiri

Masyarakat Madani

Pers yang Bebas dan Bertanggung jawab

Infrastruktur Politik
Model-model Demokrasi

Mekanisme
Orientasinya Pelaksanaannya

Demokrasi Demokrasi Demokrasi


Liberal Terpimpin Sosial

Demokrasi Langsung Demokrasi Tidak Langsung


Demokrasi Demokrasi yang disertai rasa
Indonesia tanggung jawab kepada Tuhan YME

Yang menjunjung nilai-nilai


kemanusiaan
Demokrasi yang
membawa corak
kepribadian bangsa
Yang menjamin dan
Indonesia
mempersatukan bangsa

Yang dimanfaatkan untuk


mewujudkan keadilan sosial
Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Demokrasi Masa Revolusi (1945-1950)  Demokrasi Pluralistik Liberal


• Kebersamaan di bidang politik, sosial, dan ekonomi

Demokrasi Masa Orde Lama (1950-1959)  Demokrasi Parlementer


• Didominasi partai politik dan DPR
• Kabinet-kabinet terbentuk tidak dapat bertahan lama
• Koalisi sangat gampang pecah
• Destabilisasi politik nasional
• Tentara tidak memperoleh tempat dalam konstelasi politik

Demokrasi Masa Orde Lama (1959-1968)  Demokrasi Terpimpin


• Didominasi Presiden
• Berkembangnya pengaruh komunis
• Pembentukan kepemimpinan yang inkonstitusional
• Meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sospol

Demokrasi Masa Orde Baru (1968-1998)


• Dominannya peranan ABRI
• Dominannya peranan Golongan Karya
• Birokratisasi dan sentralistik dalam pengambilan keputusan
• Pengebiran peran dan fungsi partai-partai politik
• Campur tangan negara dalam urusan partai-partai politik
• Pers yang dianggap tidak sesuai dengan pemerintah “dibredel”

Demokrasi Masa Reformasi (1998-sekarang)


• Reposisi TNI dalam kaitan dengan keberadaannya
• Diamandemennya pasal-pasal yang dipandang kurang demokratis dalam UUD 1945
• Adanya kebebasan pers
• Dijalankannya otonomi daerah
Dalam sistem pemilihan mekanis ini dapat dilaksanakan
dengan dua sistem, yakni:
sistem pemilihan distrik;

sistem pemilihan proporsional.


Dalam sistem pemilihan distrik, wilayah suatu
negara dibagi-bagi atas distrik-distrik pemilihan
yang jumlahnya sama dengan jumlah kursi yang
tersedia di legislatif untuk diperebutkan dalam
suatu pemilihan umum. Wakil dari setiap distrik
hanyalah satu orang.
Dalam sistem pemilihan proporsional kursi yang
terdapat pada legislatif pusat diperebutkan
pada suatu pemilihan umum sebagaimana
perimbangan suara yang diperoleh oleh
masing-masing partai. Dalam penggunaan
sistem ini wilayah negara terbagi atas sejumlah
daerah pemilihan, dimana kursi yang
diperebutkan untuk legislatif pusat dibagi ke
dalam daerah-daerah pemilihan sesuai dengan
jumlah penduduk dari pemilihan tersebut.
Pemilihan Umum untuk Memilih
Anggota DPR, DPD, dan DPRD

Dalam sistem proporsional terbuka pemilih akan memilih satu


partai dan juga dapat memilih satu calon anggota legislatif
(caleg) yang terdapat dalam daftar calon partai. Pilihan para
pemilih terhadap seorang caleg hanya merupakan cara untuk
menentukan caleg mana dari daftar calon partai yang akan
duduk di kursi yang dimenangkan oleh partai. Namun caleg
yang akan duduk di kursi yang dimenangkan oleh partai
tersebut harus mendapatkan jumlah suara yang paling tidak
sama dengan kuota yang digunakan untuk menentukan
berapa jumlah kursi yang didapatkan oleh setiap partai dalam
daerah pemilihan. Tujuan dari pelaksanaan sistem
proporsional terbuka ini adalah untuk menghasilkan lembaga
perwakilan dimana proporsi kursi yang dimenangkan oleh
tiap parpol mencerminkan proporsi total suara yang
didapatkan setiap parpol.
Adapun untuk jumlah kursi anggota DPR sebagaimana ditetapkan Pasal 21 UU No.
10 Tahun 2008 adalah sebanyak 560 (lima ratus enam puluh). Daerah pemilihan
anggota DPR adalah provinsi atau bagian provinsi yang jumlah kursi setiap daerah
pemilihan anggota DPR paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 10 (sepuluh)
kursi yang ketetapan rincinya terdapat pada lampiran UU No. 10 Tahun 2008.
Sementara untuk jumlah kursi anggota DPRD provinsi ditetapkan paling sedikit 35
(tiga puluh lima) dan paling banyak 100 (seratus) kursi (Pasal 23 ayat (1) UU No. 10
Tahun 2008). Penentuan jumlah kursi untuk setiap provinsi ini ditetapkan
berdasarkan jumlah penduduk yang bersangkutan dengan rincian sebagai berikut:
• provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan satu juta jiwa memperoleh
alokasi tiga puluh lima kursi;
• provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari satu juta sampai dengan tiga juta
jiwa memperoleh alokasi empat puluh lima kursi;
• provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari tiga juta sampai dengan lima juta
jiwa memperoleh alokasi lima puluh lima kursi;
• provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari lima juta sampai dengan tujuh juta
jiwa memperoleh alokasi enam puluh lima kursi;
• provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari tujuh juta sampai dengan sembilan
juta jiwa memperoleh alokasi tujuh puluh lima kursi;
• provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari sembilan juta sampai dengan
sebelas juta jiwa memperoleh alokasi delapan puluh lima kursi;
• provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari sebelas juta jiwa memperoleh
alokasi seratus kursi (Pasal 23 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2008).
Untuk jumlah kursi DPRD kabupaten/kota ditetapkan paling
sedikit 20 (dua puluh) dan paling banyak 50 (lima puluh) kursi.

Penentuan jumlah kursi untuk DPRD


kabupaten/kota
- kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan seratus ribu jiwa
memperoleh alokasi dua puluh kursi;
- kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari seratus ribu sampai
dengan dua ratus ribu jiwa memperoleh alokasi dua puluh lima kursi;
- kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari dua ratus ribu sampai
dengan tiga ratus ribu jiwa memperoleh alokasi tiga puluh kursi;
- kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari tiga ratus ribu sampai
dengan empat ratus ribu jiwa memperoleh alokasi tiga puluh lima kursi;
- kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari empat ratus ribu sampai
dengan lima ratus ribu jiwa memperoleh alokasi empat puluh kursi;
- kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari lima ratus ribu sampai
dengan satu juta jiwa memperoleh alokasi empat puluh lima kursi;
- kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari satu juta jiwa
memperoleh alokasi lima puluh kursi (Pasal 26 ayat (2) UU No. 10 Tahun
2008)
Terhadap keberadaan partai politik sebagai pengusung peserta
pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan
DPRD kabupaten/kota harus telah lulus verifikasi dengan
memenuhi persyaratan:
 berstatus badan hukum sesuai dengan UU tentang Partai Politik;
 memiliki kepengurusan di 2/3 (dua pertiga) jumlah provinsi;
 memiliki kepengurusan di 2/3 (dua pertiga) jumlah
kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan;
 menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen)
keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik
tingkat pusat;
 memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau
1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah penduduk pada setiap
kepengurusan partai politik yang dibuktikan dengan kepemilikan
kartu tanda anggota;
 mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan; dan
 mengajukan nama dan tanda gambar partai politik kepada KPU
(Pasal 8 UU No. 10 Tahun 2008).
Sedangkan terhadap pemilihan umum untuk
memilih anggota DPD dilaksanakan dengan
sistem distrik. Sebagaimana yang digariskan oleh
Pasal 22 E ayat (4), peserta pemilihan umum
untuk memilih anggota DPD adalah
perseorangan. Untuk jumlah kursi anggota DPD
yang dialokasikan untuk setiap provinsi
ditetapkan 4 (empat) kursi (Pasal 30 UU No. 10
Tahun 2008). Daerah pemilihan untuk anggota
DPD adalah provinsi (Pasal 31 UU No. 10 Tahun
2008).
Kalaupun peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPD
adalah perseorangan, namun harus mendapat dukungan minimal
dari daerah pemilihan yang bersangkutan dengan dukungan:
 provinsi yang berpenduduk sampai dengan satu juta orang
harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit seribu
pemilih;
 provinsi yang berpenduduk lebih dari satu juta sampai dengan
lima juta orang harus mendapatkan dukungan dari paling
sedikit dua ribu pemilih;
 provinsi yang berpenduduk lebih dari lima juta sampai dengan
sepuluh juta orang harus mendapatkan dukungan dari paling
sedikit tiga ribu pemilih;
 provinsi yang berpenduduk lebih dari sepuluh juta sampai
dengan lima belas juta orang harus mendapatkan dukungan dari
paling sedikit empat ribu pemilih;
 provinsi yang berpenduduk lebih dari lima belas juta orang
harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit lima ribu
pemilih.
Pemilihan Umum untuk Memilih
Presiden dan Wakil Presiden

Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tersebut


diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik
peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan
umum (Pasal 6A ayat (1) dan (2) Amandemen Ketiga UUD 1945).
Adapun untuk pengaturan lebih lanjut secara teknisnya
pelaksanaan pemilihan umum presiden dan wakil presiden saat
ini diatur oleh UU No. 42 Tahun 2008. Pemilihan umum
presiden dan wakil presiden ini merupakan satu rangkaian
dengan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD,
dan DPRD yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Komisi
Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilihan umum
untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD adalah juga
sebagai penyelenggara pemilihan umum presiden dan wakil
presiden.
Berdasarkan Pasal 9 UU No. 42 Tahun 2008, pasangan calon presiden dan
wakil presiden haruslah diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik peserta pemilihan umum yang memenuhi persyaratan perolehan
kursi paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau
memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam
Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden.
Dalam hal pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang
mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam
pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap
provinsi yang tersebar di lebih setengah jumlah provinsi di Indonesia,
dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 6A ayat (3)
Amandemen Ketiga UUD 1945). Sementara dalam hal tidak ada pasangan
calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih dengan perhitungan pada Pasal
6A ayat (3) tersebut, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak
pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara
langsung dan pasangan memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai
Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 6A ayat (4) Amandemen Keempat UUD
1945).
Sementara apabila perolehan suara terbanyak
dengan jumlah yang sama diperoleh oleh tiga
pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat
pertama dan kedua dilakukan berdasarkan
pesebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas
secara berjenjang dan dalam hal perolehan suara
terbanyak kedua dengan jumlah yang sama
diperoleh oleh lebih dari satu pasangan calon,
penentuannya dilakukan berdasarkan pesebaran
wilayah perolehan suara yang lebih luas secara
berjenjang (Pasal 159 ayat (4) dan (5) UU No. 42
Tahun 2008).
Pemilihan Kepala Daerah
(PILKADA)

UUD 1945 setelah perubahan telah mengamanatkan


bahwa “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing
sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan
kota dipilih secara demokratis” (Pasal 18 ayat (4)
Amandemen Kedua UUD 1945). Untuk perintah agar
“dipilih secara demokratis” itu telah diterjemahkan oleh
UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
dengan ketentuan bahwa kepala daerah dan wakil
kepala daerah dipilih dalam satu pasangan daerah
secara langsung oleh rakyat di daerah yang
bersangkutan (Pasal 24 ayat (5) UU No.32 Tahun 2004).
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ini
diselenggarakan oleh KPUD secara demokratis berdasarkan
asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Pasangan calon kepala daerah diajukan oleh partai politik
atau gabungan partai politik yang telah memenuhi syarat
sekurang-kurangnya lima belas persen dari jumlah kursi
DPRD atau lima belas persen dari akumulasi perolehan
suara sah dalam Pemilihan Umum anggota DPRD di daerah
yang bersangkutan (Pasal 59 ayat (1) dan (2) UU No. 32
Tahun 2004). Untuk Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala
Daerah yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik menjadi calon Kepala Daerah dan/atau Wakil
Kepala Daerah harus menjalani cuti di luar tanggungan
negara pada saat melaksanakan kampanye (Pasal 40 PP No.
25 Tahun 2007).
Pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang
memperoleh suara lebih dari lima puluh persen jumlah suara sah
ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Apabila ketentuan lima
puluh persen tidak terpenuhi, pasangan calon Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah yang memperoleh suara lebih dari dua puluh
lima persen dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan
suaranya terbesar ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.
Sementara dalam hal pasangan calon yang memperoleh suara
terbesar dimiliki oleh lebih dari satu pasangan calon yang perolehan
suaranya sama, maka untuk penentuan calon terpilih dilakukan
berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas. Sedangkan
apabila tidak terdapat pasangan calon yang memenuhi dua puluh
lima persen dari jumlah suara sah, maka dilakukan pemilihan
putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan kedua.
Pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang
memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua ditetapkan
sebagai pasangan calon terpilih (Pasal 95 PP No. 6 Tahun 2005
Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah).

Anda mungkin juga menyukai