Anda di halaman 1dari 15

Pengertian Hadist

Qudsi danTafsir
Al-Qur’an
 KELOMPOK 1:
 A’BIT AHMAD OKTARIAN
 AKMAL ADNAN DJS
 ATHALLA YASFI I
 AISYAH PUTRI MAYLA HADI
 NADA NAURAH
 RAHMA HAIFA NADA
Hadits Qudsi

 Hadits Qudsi (bahasa Arab:‫دسي‬,,‫ا‬,‫حديث لق‬,,‫ لا‬, translit. al-ḥadīṡ al-


qudsī Harkan kepada Tuhannya. Secara sederhana dikatakan
hadits qudsi adalah perkataan Nabi Muhammad, tentang
wahyu Allah yang diteriadits Qudsiy) salah satu jenis hadits di
mana perkataan Nabi Muhammad disandarkan kepada Allah
atau dengan kata lain Nabi Muhammad meriwayatkan
perkataan Allah.
 Etimologi
 Hadits (‫حديث‬,,‫ ) لا‬Segala yang dinisbahkan kepada Nabi
Muhammad, baik berupa ucapan, perbuatan, persetujuan, atau
karakter, kemudian Qudsi (‫دسي‬,,‫ا‬,‫ ) لق‬secara bahasa diambil dari
kata quddus, yang artinya suci. Disebut hadis qudsi, karena
perkataan ini dinisbahkan kepada Allah,‫دس‬,,‫ا‬,‫ لق‬al-Quddus, yang
artinya Dzat Yang Maha Suci.
 Secara istilah (terminologis) adalah sesuatu (hadits) yang
dinukil kepada kita dari Nabi Muhammad yang disandmanya
secara langsung, atau dengan perantaraan malaikat Jibril.
 Jumlah hadits qudsi
 Dibandingkan dengan jumlah hadits-hadits nabi, maka hadîts
qudsi bisa dibilang tidak banyak. Jumlahnya ada 4444, tetapi
tidak banyak yang mengetahui, umumnya kurang lebih 200
hadits yang diketahui secara umum.
 Karena Hadits qudsi sebenarnya adalah untuk Muhammad
sebagai pribadi nabi, bukan sebagai rosul, maka nabi pun "pilih-
pilih" dalam memberikannya kepada sahabat-sahabatnya.
Hanya sahabat-sahabat terpilih yang mempunyai kecerdasan
tinggi saja yang menerimanya. Karena memang Hadits qudsi
bukan untuk konsumsi umum. Sampai sekarang pun masih
banyak kalangan umat Islam yang tak mampu menerima
"kebenaran" hadits qudsi. Tinggi kandungan "isi"-nya adalah
penyebabnya. Hanya sahabat-sahabat khusus saja yang
menerima hadits qudsi dari Nabi Muhammad, semisal
Sayyidina Ali bin Abu Tholib dan sahabat Abu Hurairah.
 Lafazh-Lafazh periwayatannya
 Bagi orang yang meriwayatkan hadits qudsi, maka dia dapat menggunakan salah
satu dari dua lafazh-lafazh periwayatannya:
 Rasulullah pada apa yang diriwayatkannya dari Rabb-nya 'Azza Wa Jalla
 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, pada apa yang diriwayatkan Rasulullah
dari-Nya
 Contoh hadits-hadits qudsi sebagai berikut:
 "Aku adalah sekutu yang paling tidak memerlukan persekutuan. Barangsiapa
melakukan suatu amalan kemudian dia mempersekutukan diri-Ku dengan yang
lain, maka Aku akan meninggalkannya dan meninggalkan sekutunya." Dalam
riwayat yang lain disebutkan: "Maka dia akan menjadi milik sekutunya dan Aku
berlepas diri darinya."
 Dari Abu Hurairah dari Rasulullah yang meriwayatkan dari Allah Azza wa Jalla:
'"Tangan Allah penuh, tidak dikurangi lantaran memberi nafkah, baik di waktu
siang maupun malam."'
 Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah berkata: '"Allah ta`ala berfirman: Aku
menurut sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Aku bersamanya bila ia menyebut-
Ku. Bila menyebut-Ku di dalam dirinya, maka Aku pun menyebutnya di dalam
diri-Ku, dan bila ia menyebut-Ku di kalangan orang banyak, maka Aku pun
menyebutnya di dalam kalangan orang banyak lebih dari itu."'
 Tafsir Alquran
 Tafsir Alquran (bahasa Arab:‫ن‬,‫قرآ‬,,‫فسير لا‬
,,,‫ ) ت‬adalah ilmu
pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang
bersangkutan dengan Alquran dan isinya berfungsi sebagai
mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan
kandungan Alquran, khususnya menyangkut ayat-ayat yang
tidak di pahami dan samar artinya. Kebutuhan umat Islam
terhadap tafsir Alquran, sehingga makna-maknanya dapat
dipahami secara penuh dan menyeluruh, merupakan hal yang
mendasar dalam rangka melaksanakan perintah Allah (Tuhan
dalam Islam) sesuai yang dikehendaki-Nya.[1]
 Definisi
 Al-Utsaimin (2001), hlm. 23 menyebutkan, "Tafsir
secara bahasa berasal dari al-fasr (bahasa Arab:
‫فسر‬,,‫) لا‬, yaitu menyingkap sesuatu yang tertutup."
Adapun secara bahasa, tafsir (Alquran) adalah
penjelasan terhadap makna-makna yang dikandung
Alquran. As-Suyuthi menukil dari Al-Imam Az-
Zarkasyi, menjelaskan pengertian tafsir sebagai ilmu
untuk memahami kitab Allah SWT yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad , menjelaskan makna-
maknanya, menyimpulkan hikmah dan hukum-
hukumnya.
 Terdapat tiga bentuk penafsiran yaitu Tafsîr bil ma’tsûr, at-
tafsîr bir ra’yi, dan tafsir isyari, dengan empat metode, yaitu
ijmâli, tahlîli, muqârin dan maudhû’i. Sedangkan dari segi
corak lebih beragam, ada yang bercorak sastra bahasa, fiqh,
teologi, filsafat, tasawuf, ilmiyah dan corak sastra budaya
kemasyarakatan.
 Usaha menafsirkan Alquran sudah dimulai semenjak zaman
para sahabat Nabi sendiri. ‘Ali ibn Abi Thâlib (w. 40 H),
‘Abdullah ibn ‘Abbâs (w. 68 H), ‘Abdullah Ibn Mas’ûd (w. 32
H) dan Ubay ibn Ka’ab (w. 32 H) adalah di antara para
sahabat yang terkenal banyak menafsirkan ayat-ayat Alquran
dibandingkan dengan sahabat-sahabat yang lain
 Bentuk Tafsir Alquran
 Adapun bentuk-bentuk tafsir Alquran yang dihasilkan secara
garis besar dapat dibagi menjadi tiga:
 Tafsir bi al-Ma`tsur
 Dinamai dengan nama ini (dari kata atsar yang berarti sunnah,
hadits, jejak, peninggalan) karena dalam melakukan
penafsiran seorang mufassir menelusuri jejak atau
peninggalan masa lalu dari generasi sebelumnya terus sampai
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Tafsir bi al-Matsur
adalah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang
shahih yaitu menafsirkan Alquran dengan Alquran, Alquran
dengan sunnah karena ia berfungsi sebagai penjelas Kitabullah
, dengan perkataan sahabat karena merekalah yang dianggap
paling mengetahui Kitabullah, atau dengan perkataan tokoh-
tokoh besar tabi'in karena mereka pada umumnya
menerimanya dari para sahabat.
 Tafsir bi ar-Ra'yi
 Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan
metode tafsir karena tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa
Daulah Abbasiyah maka tafsir ini memperbesar peranan
ijtihad dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi al-Matsur.
Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah,
ilmu-ilmu Alquran, hadits dan ilmu hadits, ushul fikih dan
ilmu-ilmu lain seorang mufassir akan menggunakan
kemampuan ijtihadnya untuk menerangkan maksud ayat dan
mengembangkannya dengan bantuan perkembangan ilmu-
ilmu pengetahuan yang ada.
 Contoh Tafsir bir ra'yi dalam Tafsir Jalalain:
 “khalaqal insaana min 'alaq” (Surat Al Alaq: 2)
 Kata 'alaq disini diberi makna dengan bentuk jamak dari lafaz
'alaqah yang berarti segumpal darah yang kental.
 Tafsir Isyari
 Menurut kaum sufi, setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan
batin. Yang zahir adalah yang segera mudah dipahami oleh akal
pikiran sedangkan yang batin adalah yang isyarat-isyarat yang
tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya.
Isyarat-isyarat kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan
Alquran inilah yang akan tercurah ke dalam hati dari limpahan gaib
pengetahuan yang dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa disebut tafsir
Isyari. tafsyir berdasarkan intuisi, atau bisikan batin
 Contoh bentuk penafsiran secara Isyari antara lain adalah pada ayat:
 '“.......Innallaha ya`murukum an tadzbahuu baqarah.....” (
Surat Al Baqarah: 67)
 Yang mempunyai makna zhahir adalah “......Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina...” tetapi dalam
tafsir Isyari diberi makna dengan “....Sesungguhnya Allah menyuruh
kamu menyembelih nafsu hewaniah...”.
 Perbedaan Hadits Qudsi dengan Al-Qur’an
 Hadits qudsi berbeda dengan Al Qur’an pada beberapa poin
berikut ini7.
 Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam beserta lafalnya,
yang Allah menantang bangsa Arab untuk membuat
semisalnya namun mereka tidak mampu untuk mendatangkan
yang semisal Al-Qur’an. Atau bahkan hanya sepuluh ayat,
atau bahkan hanya satu ayat yang semisal Al-Qur’an. Bahkan
tantangan tersebut berlaku hingga sekarang dan ini adalah
mukjizat Al-Qur’an yang berlaku hingga akhir zaman.
Sedangkan pada hadits qudsi, tidak ada tantangan demikian.
2. Al-Qur’an dinisbatkan kepada Allah secara mutlak. Maka ketika menukil
Al-Qur’an kita mengatakan, “Allah berfirman….”. Sedangkan hadits
qudsi, sebagaimana sudah disebutkan, terkadang dalam bentuk
penyandaran kepada Allah, yaitu ketika disebutkan “Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman, …”. Dan
terkarang dalam bentuk penyandaran kepada Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam, ketika disebutkan Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, dari yang ia riwayatkan dari
Rabb-nya ‘Azza Wa Jalla…”
3. Al-Qur’an seluruhnya dinukil secara mutawatir (periwayatan dari rawi
yang banyak hingga bernilai keyakinan). Sehingga ia memiliki
qath’iyyatuts tsubut (validitas yang pasti). Adapun hadits qudsi pada
umumnya merupakan khabar ahad, yang ia memiliki zhanniyatuts tsubut
(validitas yang tingkat keyakinannya berupa sangkaan kuat). Dan hadits
qudsi itu terkadang shahih, terkadang hasan, dan terkadang lemah.
4. Al-Qur’an itu makna dan lafalnya dari Allah. Dan ia adalah
wahyu Allah baik dalam lafal dan maknanya. Sedangkan
hadits qudsi maknanya dari Allah dan lafalnya dari
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menurut pendapat
yang shahih. Dan ia adalah wahyu secara maknanya, bukan
lafalnya. Oleh karena itu boleh meriwayatkan hadits qudsi
secara makna menurut jumhur ulama ahli hadits.
5. Membaca Al-Qur’an adalah aktifitas ta’abbud (ibadah). Dan
yang disinggung dalam dalil-dalil keutamaan membaca
kalamullah adalah membaca Al-Qur’an.

Anda mungkin juga menyukai