Anda di halaman 1dari 74

PRINSIP DAN KONSEP

ASSESSMENT MUSKULOSKELETAL

OLEH :
SUDARYANTO, S.ST.Ft
INTRODUKSI

• Suatu penegakan diagnosis yang tepat bergantung pada


pengetahuan anatomi fungsional, riwayat pasien yang akurat,
observasi yang cermat, dan pemeriksaan yang teliti.
• Proses differential diagnosis melibatkan pengetahuan tentang
tanda2 & gejala klinis, pemeriksaan fisik, pengetahuan
tentang patologi dan mekanisme injury, tes provokatif dan
palpasi, hasil laboratorium dan diagnostic imaging.
• Assessment musculoskeletal meliputi riwayat pasien (history
taking), observasi, pemeriksaan gerak, tes-tes spesifik, tes
refleks dan distribusi cutaneous, tes JPM, palpasi, dan
diagnostic imaging.
• Diagnosis fisioterapi mengacu pada ICD dan ICF
ICD (International Classification of Disease)

• Mencakup disease, disorder, dan syndrome


• ICD berkaitan dengan :
– Usia
– Sex (laki2/perempuan)
– Penyebab (traumatik/nontraumatik)
– Timeline (normal – abnormal, acute – subacute – chronic)
– Tanda dan gejala
– Prognostic
– Pengobatan yang diperoleh (operatif – konservatif)
– Prevalensi
ICF (International Classification of Functioning,
Disability and Health

Environment
Person

DISEASE / DISORDER
ICD / ICPC

functions / anatomical
(limitations in) (restrictions in)
characteristics
activities participation
(Impairments)

FUNCTIONING
external factors personal factors
MODEL ICF

• Terdapat 2 model konseptual utama disabilitas yaitu :


– Model medis ; memandang disabilitas sebagai gambaran seseorang,
yang secara langsung disebabkan oleh penyakit, trauma, atau kondisi
kesehatan lainnya, yang memerlukan perawatan medis
– Model sosial ; memandang disabilitas sebagai problem sosial yang
tercipta dan bukan seluruhnya dialamatkan pada seseorang, problem
ini diciptakan oleh lingkungan fisik yang tidak akomodatif terhadap
perilaku dan gambaran lingkungan sosial lainnya
• Disabilitas selalu berinteraksi antara gambaran seseorang
dan gambaran seluruh konteks dimana seseorang hidup 
sehingga respon medis dan sosial merupakan problem yang
berhubungan dengan disabilitas.
• Integrasi antara kedua model tersebut dinamakan dengan
biopsychosocial model
• ICF berdasarkan model biopsychosocial model.
• ICF memadukan kedua model tersebut dengan pandangan
yang logis terhadap perspektif kesehatan yang berbeda :
biologis, individual, dan sosial.
• Dalam ICF, disabilitas dan fungsional dipandang sebagai
outcome dari interaksi antara kondisi kesehatan (penyakit,
gangguan, dan injury) dan faktor-faktor kontekstual.
• Faktor2 kontekstual adalah :
– Faktor eksternal (faktor lingkungan seperti perilaku sosial, struktur
sosial, iklim, medan/daerah, dan lain-lain)
– Faktor internal (faktor personal seperti jenis kelamin, usia, gaya hidup,
latar belakang sosial, edukasi, profesi, karakter, dan lain-lain)
• Dalam diagram ICF, terdapat 3 level fungsional manusia :
– Fungsional pada level tubuh atau bagian tubuh.
– Fungsional pada individual secara keseluruhan.
– Fungsional pada individual secara keseluruhan dalam konteks sosial.
• Oleh karena itu, disabilitas melibatkan disfungsional pada
salah satu atau lebih dari ketiga level yang sama berikut ini :
– Impairment, Activity Limitations, Participation Restrictions
• Definisi formal dari komponen2 ICF adalah sebagai berikut :
– Fungsi tubuh, adalah fungsi fisiologis dari sistem tubuh (mencakup
fungsi psikologis).
– Struktur tubuh, adalah bagian2 anatomical tubuh seperti organ2,
anggota gerak, dan komponen lainnya.
– Impairments adalah problem2 dalam fungsi tubuh atau struktur tubuh
seperti deviasi signifikan atau hilangnya fungsi.
– Activity, adalah eksekusi dari suatu tugas atau aksi yang dilakukan oleh
seseorang.
– Participation, adalah keterlibatan dalam situasi kehidupan.
– Activity Limitations adalah kesulitan seseorang dalam mengeksekusi
beberapa aktivitas.
– Participation Restrictions adalah problem2 yang dialami oleh seseorang
dalam keterlibatannya dalam berbagai situasi kehidupan.
– Faktor2 lingkungan membentuk lingkungan fisik, sosial dan
sikap/perilaku dimana orang-orang hidup dan menjalankan
kehidupannya.
• Contoh pada kondisi sendi panggul  ditemukan pada ICD
adalah arthrosis sendi panggul tetapi fisioterapis melihatnya
dalam ICF sebagai hipomobile, apakah hipomobile capsular
pattern atau hipomobile non-capsular pattern.
• Didalam ICF, kata “hipomobile” tergolong kedalam impairment
in function.
• Impairment in function berkaitan dengan gangguan mobilitas,
strength, endurance, power, fleksibilitas, koordinasi dll.
• Impairment in body structure berkaitan dengan ruptur tendon/
ligament, nyeri, trigger point, taut band, kontraktur, dll.
Riwayat Pasien

• Pemeriksa seringkali dapat membuat hipotesis awal


(diagnosis sementara) berdasarkan riwayat keluhan pasien.
• Riwayat keluhan pasien dapat memberikan informasi yang
berarti tentang gangguan pasien, prognosis, dan terapi yang
tepat.
• Pemeriksa harus tahu tanda-tanda dan gejala yang tergolong
“red flag”, yang menunjukkan bahwa problem bukan gang-
guan muskuloskeletal dan perlu dirujuk ke profesi kesehatan
lainnya.
• Untuk pemeriksaan muskuloskeletal, hal2 yang perlu
dipertanyakan adalah :
– Usia pasien : beberapa kondisi/penyakit berkaitan dengan faktor usia.
Contoh : gangguan pertumbuhan seperti Legg-Perthes disease atau
Scheuermann’s disease yang terjadi pada usia remaja.
Penemuan Red Flag berdasarkan riwayat keluhan pasien

Keluhan Pasien Kondisi/Penyakit


Nyeri terus menerus pada malam hari Kanker
Nyeri konstan dimanapun pada bagian tubuh
Penurunan BB yang tidak jelas (4,5 – 6,8 kg BB turun dalam
2 mg atau kurang)
Hilangnya nafsu makan
Benjolan yang tidak biasanya atau tumbuh
Kelelahan yang tidak beralasan
Sesak napas Kardiovaskular
Pusing
Nyeri atau perasaan berat dalam dada
Nyeri berdenyut (pulsating) dimanapun pada bagian tubuh
Nyeri konstan dan berat pada tungkai bawah (calf) atau
lengan
Kedua kaki nampak hitam dan nyeri hebat
Pembengkakan (tidak ada riwayat injury)
Lanjutan Tabel
Keluhan Pasien Kondisi/Penyakit
Nyeri abdominal yang seringkali atau berat Gastrointestinal/genitourinary
Rasa panas dalam perut yang seringkali atau gangguan
pencernaan
Sering mual atau muntah
Perubahan dalam fungsi bladder (spt infeksi pada traktus
urinary)
Menstrual yang tidak wajar dan tidak beraturan
Demam atau berkeringat malam Miscellaneous (kondisi yang
Gangguan emosional yang berat beraneka ragam)
Bengkak atau kemerah-merahan pada sendi tanpa riwayat
injury
Kehamilan
Perubahan pada pendengaran Neurologis
Sakit kepala yang seringkali atau berat dengan tanpa
riwayat injury
Problem menelan atau perubahan berbicara
Perubahan vision (spt kabur penglihatan atau hilang)
Problem balance, koordinasi atau falling
Pingsan (drop attack)
Kelemahan tiba-tiba
– Usia pasien :
• Kondisi degenerasi seperti OA dan osteoporosis lebih banyak ditemukan
pada populasi usia tua.
• Shoulder impingiment yang terjadi pada kelompok usia muda (15 – 35 tahun)
lebih banyak ditemukan akibat kelemahan otot, terutama otot yang
mengontrol scapula
• Sedangkan yang terjadi pada kelompok usia tua (40 tahun keatas) lebih
banyak ditemukan akibat perubahan degeneratif pada shoulder kompleks.
– Pekerjaan pasien :
• Buruh dengan level pekerjaan yang berat daripada karyawan kantoran maka
buruh lebih peka terjadi strain otot (cidera) akibat tipe pekerjaannya.
• Bagi karyawan kantoran umumnya terjadi muscle spasm atau muscle
tightness akibat pekerjaan dengan kebiasaan postur yang jelek saat bekerja
dan repetitif strain.
– Keluhan utama pasien
– Penyebab keluhan :
• Makrotrauma atau mikrotrauma (repetitif injury), jika makrotrauma perlu
diketahui mekanisme terjadinya trauma.
– Serangan keluhan, terjadi secara progresif atau tiba-tiba :
• Jika tiba-tiba berkaitan dengan trauma,
• Jika terjadi secara progresif berkaitan dengan mikrotrauma, degenerasi
sendi, atau kebiasaan postur yang jelek.
– Lokasi keluhan, dimana pasien diminta untuk menunjukkan lokasi
nyeri ; nyerinya terlokalisir atau menyebar (referred pain) :
• Jika area nyeri meluas kearah distal dari lesi dan menjadi lebih buruk
dinamakan dengan peripheralization of symptoms.
• Jika area nyeri menjadi lebih kecil atau lebih terlokalisir yang menunjukkan
perbaikan dinamakan dengan centralization of symptoms.
• Istilah referred pain berarti bahwa nyeri dirasakan pada lokasi lainnya dari
jaringan yang lesi/injury, cenderung dirasakan nyeri dalam, batasan nyerinya
tidak jelas, dan beradiasi secara segmental.
– Gerakan apa atau aktivitas apa yang menimbulkan nyeri atau
memperburuk terjadinya nyeri.
– Durasi dan frekuensi gejala, kaitannya dengan kondisi akut, subakut
atau kronik
– Apakah nyerinya konstan, periodik, episodik (terjadi saat aktivitas
tertentu), atau kadang-kadang :
• Nyeri konstan menunjukkan adanya iritasi kimia, tumor, atau kemungkinan
lesi visceral.
• Jika nyeri periodik atau kadang-kadang, perlu diketahui aktivitas, posisi, atau
postur yang menimbulkan gejala.
– Apakah nyerinya berhubungan dengan rest, aktivitas, postur tertentu,
sepanjang hari :
• Nyeri saat aktivitas dan menurun saat rest biasanya menunjukkan problem
mekanikal yang mempengaruhi gerakan, seperti adhesion.
• Morning pain dengan stiffness dan mengalami perbaikan atau penurunan
saat aktivitas biasanya menunjukkan inflamasi kronik dan degenerasi.
• Nyeri yang secara progresif meningkat sepanjang hari biasanya
menunjukkan peningkatan kongesti sendi.
• Nyeri saat rest dan nyeri diperburuk saat memulai aktivitas menunjukkan
adanya inflamasi akut.
• Jika nyeri hebat pada malam hari menunjukkan patologi yang serius seperti
tumor.
• Nyeri visceral kadang-kadang dipengaruhi oleh gerakan kecuali gerakan yang
menghasilkan kompressi atau stretch pada struktur tersebut.
• Gejala entrapment saraf perifer cenderung diperburuk pada saat malam hari.
• Nyeri dan kram saat berjalan lama menunjukkan adanya stenosis lumbal
spine (neurogenic intermitten claudication) atau problem vaskular (circulatory
intermitten claudication).
• Nyeri diskus intervertebralis diperburuk oleh posisi duduk dan membungkuk
(fleksi trunk).
• Nyeri facet joint seringkali menurun dalam posisi duduk dan membungkuk
(fleksi trunk).
Perbedaan nyeri sistemik dan muskuloskeletal

Nyeri Sistemik Nyeri Muskuloskeletal


Gangguan tidur Secara umum, nyeri menurun di malam hari
Deep aching atau nyeri berdenyut Nyeri tajam atau superfisial ache
Menurun oleh tekanan Biasanya menurun saat berhenti dari aktivitas
Nyeri konstan atau bergelombang dan Biasanya nyeri kontinyu atau intermittent
spasme
Nyeri tidak diperburuk oleh stress mekanikal Nyeri diperburuk oleh stress mekanikal
Berhubungan dengan : Biasanya tidak berhubungan dengan penyakit
Penyakit kuning spesifik
Arthralgia yang berpindah-pindah
Penyakit ruam kulit (skin rash)
Kelelahan
Hilangnya BB
Demam low-grade
Kelemahan general
Gejala yang progresif dan cycle
Riwayat infeksi
– Matras dan bantal yang digunakan :
• Jenis matras dan bantal juga mempengaruhi terjadinya problem ; bantal busa
seringkali lebih banyak menghasilkan problem pada cervical daripada bantal
kapok/bulu kapas, juga matras yang lunak dapat menyebabkan lebih banyak
problem.
– Kualitas nyeri yang dirasakan :
• Nyeri saraf cenderung tajam (nyeri pedih), terbakar, dan cenderung menjalar
sepanjang distribusi saraf tersebut.
• Nyeri tulang cenderung bersifat dalam, perih, dan sangat terlokalisir.
• Nyeri vaskular cenderung berdifusi, sakit, dan menyebar ke area lain dari
tubuh (sulit dilokalisir).
• Nyeri otot biasanya keras pada lokasi cidera, bersifat tumpul dan sakit, dan
seringkali diperburuk oleh injury serta bisa menyebar ke area lain.
Deskripsi Nyeri dan Struktur yang terlibat

Tipe Nyeri Struktur Yang Terlibat


Terasa kram, tumpul, dan sakit Otot
Tumpul dan sakit Ligamen dan kapsul sendi
Nyeri tajam, shooting pain Akar saraf
Nyeri tajam, jelas, dan seperti petir/kilat Saraf
Nyeri terbakar, seperti ditekan, menyengat/ Saraf sympathetic
pedis, sakit
Nyeri dalam (deep), tumpul, nagging Tulang
Nyeri tajam, berat, tidak dapat ditolerir Fraktur
Nyeri berdenyut, diffuse Vaskulatur
Tipe Nyeri yang dihasilkan oleh beragam struktur

Nyeri Struktur
Nyeri tajam dan rasa terbakar, menyebar di sepanjang Saraf
saraf spesifik
Nyeri dalam, boring, dan sulit dilokalisir Tulang
Terlokalisir, tetapi referred pain ke area lain Sendi
Nyeri diffuse, sakit, dan sulit dilokalisir, seringkali Vaskular
referred pain ke area lain
Nyeri tumpul, sulit dilokalisir dan referred pain ke area Otot
lain
Karakteristik Mekanisme Nyeri

Tipe nyeri Karakteristik


Nociceptive Pain Nyeri cenderung terlokalisir
Respon nyeri dapat diprediksi seperti terhadap stretch,
kompresi atau gerakan
Nyeri dapat menurun dengan painkillers sederhana dan
anti-inflamatories
Perbaikan dengan terapi pasif yang tepat
Peripheral neurogenic pain Distribusi anatomical (spinal segment atau peripheral/
cranial nerve)
Nyeri spt terbakar, tajam, shooting, spt electrical shock
Allodynia, dysaesthesia, paraesthesia, kemungkinan
terjadi campuran
Terprovokasi oleh stretch saraf, kompresi atau palpasi
Kemungkinan berhubungan dengan kelemahan otot
dan perubahan autonomic
Respon yang jelek terhadap painkillers dan anti-
inflamatories
Respon terhadap terapi pasif bervariasi
Tipe Nyeri Karakteristik
Central sensitization Nyeri menyebar, distribusi non-anatomical
Hyperalgesia, allodynia
Respon yang tidak konsisten terhadap stimulus dan tes
Penyebaran nyeri tidak dapat dilokalisir
Terapi obat-obatan tidak efektif
Fenomena periferalisasi dan sentralisasi
• Jika otot yang injury (cidera), maka ketika otot berkontraksi atau terstretch
akan timbul nyeri hebat.
• Struktur inert (pasif) seperti ligamen, kapsul sendi, dan bursa cenderung
menimbulkan nyeri yang sama dengan nyeri otot, dan tidak dapat dibedakan
dengan nyeri otot saat rest ; meskipun demikian, nyeri pada struktur inert
hanya meningkat ketika jaringan terstretch atau terjepit (terjebak).
– Apakah sendi nampak terkunci, tidak terkunci, instabilitas atau giving
way :
• Terkunci dalam arti sendi tidak dapat full ekstensi seperti pada kasus
kerobekan meniskus pada knee ; atau suatu waktu tidak dapat ekstensi atau
tidak dapat fleksi pada waktu selanjutnya (pseudolocking) seperti pada kasus
loose body yang bergerak didalam sendi.
• Giving way seringkali disebabkan oleh refleks inhibisi atau kelemahan otot,
sehingga pasien merasakan tungkainya akan melengkung saat beban
menumpu pada tungkai tersebut.
• Suatu kondisi nonpatologis dimana ditemukan ROM berlebihan dikenal
sebagai laxity atau hipermobile ; kecuali menimbulkan gejala maka dianggap
patologis.
– Untuk tujuan pemeriksaan, instabilitas terdiri atas translational instability
dan anatomical instability ;
• Translational instability (dikenal juga sebagai mechanical instability)
merupakan hilangnya kontrol gerakan arthrokinematika yang kecil seperti
spin, slide, roll saat pasien berusaha menstabilisasi sendi selama gerakan.
• Anatomical instability (dikenal juga sebagai clinical atau gross instability)
merupakan gerakan fisiologis yang berlebihan pada sendi dimana pasien
menjadi takut/cemas saat bergerak sampai akhir ROM karena mungkin terjadi
subluksasi atau dislokasi.
• Functional instability menunjukkan kedua tipe instability terjadi.
– Apakah pasien pernah mengalami gejala bilateral spinal cord, pingsan,
atau drop attack ;
• Apakah fungsi bladder normal.
• Apakah pernah vertigo. Vertigo dan pusing merupakan istilah yang sering
digunakan sinonim, meskipun vertigo menunjukkan gejala yang lebih berat. Istilah
vertigo menggambarkan sensasi terhuyung2, terputar yang disertai dengan
perasaan goyang dan hilang keseimbangan. Gejala tersebut menunjukkan
problem neurologis yang berat seperti cervical myelopathy.
– Apakah ada perubahan warna pada anggota gerak :
• Perubahan ischemic terjadi akibat problem sirkulasi mencakup kulit warna
putih, kulit gampang pecah, hilangnya rambut, kuku yang abnormal pada kaki
atau tangan ; kondisi tersebut adalah refleks symphatetic dystrophy, yaitu
suatu respon saraf autonom terhadap trauma, meskipun kecil tetapi dapat
menyebabkan gejala-gejala tersebut seperti pada problem circulatory
Raynaud’s disease.
– Apakah pasien pernah memiliki riwayat penyakit sistemik yang kronik
atau berat, yang dapat mempengaruhi perjalanan patologi atau
pengobatan.
– Apakah ada riwayat keluarga yang memiliki penyakit seperti tumor,
arthritis, penyakit jantung, diabetes dan allergi.
– Apakah pasien pernah mendapatkan analgesik, steroid, atau
pengobatan lainnya.
– Apakah pasien pernah mendapatkan tindakan operasi/bedah
Observasi

• Observasi atau inspeksi bertujuan untuk memperoleh


informasi tentang kecacatan atau kelainan bentuk yang
terlihat, gangguan fungsional, dan abnormalitas alignment.
• Fase observasi melibatkan pemeriksaan postur berdiri normal
dan pemeriksaan pola berjalan :
– Alignment normal tubuh : dari anterior mencakup hidung, xiphister-
num, dan umbilicus harus dalam garis lurus. Dari lateral mencakup
ujung telinga, ujung acromion, titik tertinggi dari crista iliaca, dan
malleolus lateral harus dalam garis lurus.
– Ada tidaknya deformitas : terdiri atas struktural deformitas dan
functional deformitas. Struktural deformitas adalah deformitas yang
nampak pada saat rest seperti torticolis, fraktur, skoliosis idiopathic,
dan kyphosis. Functional deformitas adalah deformitas sebagai
akibat dari postur jelek yang dilakukan dan hilang ketika postur
berubah.
Flat back Sway back
kyphosis Handedness posture (skoliosis antalgic)
Upper crossed syndrome Lower crossed syndrome
• Sebagai contoh, skoliosis akibat tungkai pendek yang terlihat saat postur
berdiri dan hilang pada saat fleksi trunk.
• kaki yang pes planus (flatfoot) terlihat saat menumpuh berat badan tetapi
hilang saat kaki tidak menumpuh berat badan.
• Dynamic deformitas disebabkan oleh aksi otot dan muncul ketika otot
berkontraksi atau sendi bergerak.
– Kontur jaringan lunak : apakah normal atau simetris (seperti otot, kulit,
lemak).
– Posisi anggota gerak apakah sama dan simetris : bandingkan ukuran,
bentuk, posisi, atropi, warna dan temperatur.
– Warna dan teksture kulit apakah normal ; Bandingkan kulit pada area
nyeri/gejala dengan area tubuh lainnya :
• Ecchymosis atau memar menunjukkan adanya perdarahan dibawah kulit akibat
injury pada jaringan.
• Perubahan trophic pada kulit akibat dari lesi saraf perifer mencakup hilangnya
elastisitas kulit, kulit licin atau mengkilat, hilangnya rambut pada kulit, kulit
nampak mudah pecah dan lambat sembuhnya, kuku mjd rapuh dan mengkerut.
• Gangguan kulit seperti psoriasis dapat mempengaruhi sendi yang dikenal
dengan psoriatic arthritis.
• Cyanosis atau warna kebiru-biruan pada kulit biasanya indikasi blood
perfusion yang jelek, warna kemerah-merahan biasanya menunjukkan
adanya peningkatan aliran darah atau inflamasi.
– Apakah ada jaringan scar pada kulit ? Berarti pernah injury atau pasca
operasi.
– Apakah ada bengkak, panas, atau kemerah-merahan pada area injury
atau gangguan ? Indikasi adanya reaksi inflamasi.
– Bagaimana ekspresi muka pasien ? Pasien kelihatan gelisah/takut, rasa
tidak enak, atau kurang tidur.
– Apakah pola gerakannya normal atau abnormal ?
Pemeriksaan gerak/fungsi

• Tes gerak aktif :


– Dilakukan secara aktif oleh pasien dengan kontraksi otot volunter,
gerakan yang dihasilkan dikenal sebagai gerakan fisiologis dan akhir
gerak fisiologis dikenal sebagai hambatan fisiologis (physiological
barrier).
– Jaringan yang terlibat adalah otot, saraf, dan jaringan inert/pasif.
– Dilakukan secara hati-hati selama fase penyembuhan fraktur atau fase
penyembuhan jaringan lunak.
– Yang perlu diperhatikan pada tes gerak aktif :
• Serangan nyeri terjadi pada gerakan apa dan derajat berapa
• Apakah gerakan meningkatkan intensitas dan kualitas nyeri
• Besarnya keterbatasan gerak aktif
• Irama dan kualitas gerakan
• Kemauan pasien untuk menggerakkan bagian tubuhnya
• Tes gerak pasif :
– Gerakan dilakukan oleh pemeriksa dan pasien harus relaks.
– Gerakan yang dihasilkan biasa dikenal dengan gerakan anatomikal,
dan akhir gerakan pasif dikenal sebagai hambatan anatomikal
(anatomical barrier).
– Secara normal, hambatan fisiologis (physiological barrier) lebih dulu
terjadi sebelum hambatan anatomikal (anatomical barrier) sehingga
gerakan pasif selalu sedikit lebih besar daripada gerakan aktif.
– ROM diukur dengan goniometer, inclinometer, dan estimasi dari
pemeriksa (pengamatan mata).
– Hal-hal yang perlu diperhatikan :
• Gerakan apa dan derajat berapa mulai terjadi nyeri.
• Apakah gerakan tersebut meningkatkan intensitas dan kualitas nyeri.
• Pola keterbatasan gerak.
• End feel gerakan.
• ROM gerak pasif yang ada ; hipomobile (ROM terbatas) atau hipermobile
(laxity/ROM berlebihan) ; myofascial hipomobile terjadi akibat pemendekan
adaptif dari otot yang hipertoni atau posttraumatic adhesion ; pericapsular
hipomobile (pada kapsul/ligamen) terjadi akibat adhesion, scarring, arthritis,
arthrosis, fibrosis, atau adaptasi jaringan (pola keterbatasannya dikenal
sebagai capsular pattern) ; pathomechanical hipomobile terjadi akibat trauma
sendi (mikro atau makro) yang menyebabkan keterbatasan dalam satu arah
atau lebih.
– End feel
• Dalam tes gerak pasif, pemeriksa harus mengaplikasikan overpressure pada
akhir ROM untuk menentukan kualitas end feel (sensasi pemeriksa
merasakan sendi saat mencapai akhir ROM) pada setiap gerak pasif.
• Ketika mengetes end feel harus dilakukan secara hati-hati agar gejala yang
berat tidak terprovokasi.
Normal End Feel

Cyriax Kaltenborn Deskripsi


Soft tissue approksimasi Soft tissue approksimasi Soft end feel spt fleksi knee, fleksi
atau soft tissue stretch elbow atau dorsifleksi ankle
Capsular feel Firm soft tissue stretch Hampir keras diakhir gerak, spt rotasi
shoulder atau hip akibat kapsular atau
ligamentous stretching
Bone to bone Hard Keras diakhir gerakan, spt ekstensi
elbow
Abnormal End Feel

Cyriax Kaltenborn Deskripsi


Empty feel Empty Tidak ada tahanan yang diberikan akibat nyeri
hebat sekunder pada patologi serius spt fraktur,
proses inflamasi aktif, neoplasma dll.
Springy block Springy Terasa memantul pada akhir gerak/ROM, spt
kerobekan meniskus yang menghasilkan blocking
pada ekstensi knee
Spasm Elastis less soft End feel cukup keras yang tiba-tiba akibat spasme
otot
Firm less elastic Kontraktur jaringan konektif (kapsul, ligamen,
fascia)
– Capsular pattern :
• Jika kapsul sendi yang terganggu maka pola keterbatasan yang proporsional
adalah gambaran keterbatasan yang menunjukkan capsular pattern pada
sendi.
• Pola ini merupakan hasil dari reaksi total sendi, dengan spasme otot,
kontraktur kapsular (sebagian besar penyebab pola ini), dan formasi osteofit
general yang memungkinkan mekanisme kegagalan dalam gerakan.
• Setiap sendi memiliki karakteristik pola keterbatasan yang proporsional.
• Hanya sendi yang dikontrol oleh otot memiliki capsular pattern, sedangkan
sacroiliaca joint dan distal tibiofibular joint tidak memiliki capsular pattern.
– Noncapsular pattern :
• Keterbatasan gerak yang tidak menunjukkan capsular pattern disebut dengan
noncapsular pattern, dimana tidak terjadi reaksi total kapsular (kontraktur)
tetapi kemungkinan terjadi patologi lainnya seperti adhesion ligamen.
• Pada adhesion ligamen, kemungkinan hanya bagian kapsul tertentu atau
ligamen asesoris tertentu yang terlibat sehingga terjadi lokal restriksi dalam 1
arah dan seringkali disertai dengan nyeri.
• Kemungkinan kedua adalah terjadinya internal derangement, dimana
umumnya hanya mempengaruhi sendi-sendi tertentu, seperti knee, ankle,
dan elbow.
• Adanya fragmen-fragmen intrakapsular pada internal derangement dapat
mempengaruhi rangkaian gerakan normal, dimana gerakan yang menyebab-
kan impingement fragmen akan terbatas sedangkan gerakan lainnya bebas.
• Contoh pada knee, adanya kerobekan meniskus dapat menyebabkan
blocking gerak ekstensi tetapi gerak fleksi biasanya bebas.
• Kemungkinan ketiga adalah lesi extra-articular, dimana terjadi adhesion
extra-articular atau inflamasi akut yang membatasi gerakan dalam arah
tertentu.
• Contoh syndrome diskus lumbal yang membatasi gerak SLR dan dikenal
sebagai fenomena constant length. Fenomena constant length juga dapat
disebabkan oleh muscle adhesion yang menyebabkan keterbatasan gerak.
– Struktur jaringan inert
• Untuk lesi jaringan inert, biasanya nyeri terjadi pada akhir keterbatasan gerak
dan nyeri hebat ditemukan pada tes gerak aktif dan pasif dalam arah yang
sama.
• Tes isometrik melawan tahanan tidak ditemukan nyeri hebat kecuali terjadi
kompresi.
• Ada 4 pola klasik yang terlihat pada lesi jaringan inert sesuai ROM yang ada
(atau keterbatasan yang ada) dan besarnya nyeri yang dihasilkan :
– Jika ROM penuh dan tidak ada nyeri dengan tes gerak pasif maka tidak ada lesi
pada jaringan inert, kemungkinan lesi disekitar sendi-sendi lainnya.
– Terdapat nyeri dan keterbatasan gerak dalam setiap arah, melibatkan seluruh
kapsul dalam 1 sendi, yang menunjukkan indikasi arthritis atau capsulitis.
Keterbatasan gerak menunjukkan pola capsular, yang berbeda-beda setiap sendi.
– Seorang pasien dengan lesi jaringan inert bisa mengalami nyeri dan keterbatasan
atau gerakan yang berlebihan dalam beberapa arah tetapi tidak terjadi dalam arah
lainnya, seperti pada sprain ligamen, lokal kapsular adhesion, internal
derangement, atau lesi extra-articular dimana tidak menunjukkan capsular pattern.
– Terjadi keterbatasan gerak tetapi tidak ada nyeri (bebas nyeri), seperti pada OA
kronik/berat dimana osteofit yang membatasi gerakan dan tidak ada penjepitan
atau kompresi pada setiap struktur yang sensitif.
Pola kapsular (capsular pattern) pada setiap sendi

Sendi Pola keterbatasan gerak


Temporomandibular joint Keterbatasan membuka mulut
Atlanto-occipital joint Ekstensi dan lateral fleksi sama terbatasnya
Cervical spine Lateral fleksi dan rotasi sama terbatasnya, ekstensi terbatas
Glenohumeral joint Lateral rotasi paling terbatas, abduksi lebih terbatas daripada
medial rotasi
Sternoclavicular joint Nyeri pada ROM yang berlebihan
Acromioclavicular joint Nyeri pada ROM yang berlebihan
Humeroulnar joint Fleksi lebih terbatas daripada ekstensi
Humeroradial joint Fleksi lebih terbatas daripada ekstensi, supinasi lebih terbatas
daripada pronasi
Proksimal radioulnar joint Supinasi lebih terbatas daripada pronasi
Distal radioulnar joint ROM penuh, nyeri pada rotasi yang berlebihan
Wrist joint Fleksi dan ekstensi sama terbatasnya
Trapeziometacarpal joint Abduksi lebih terbatas daripada ekstensi
Sendi Pola keterbatasan gerak
Metacarpophalangeal dan Fleksi lebih terbatas daripada ekstensi
interphalangeal joint
Thoracic spine Lateral fleksi dan rotasi sama terbatasnya, ekstensi terbatas
Lumbal spine Lateral fleksi dan rotasi sama terbatasnya, ekstensi terbatas
Sacroiliaca, symphisis dan Nyeri ketika sendi-sendi tersebut dilakukan stress
sacrococcygeal
Hip joint Fleksi paling terbatas, abduksi lebih terbatas daripada medial
rotasi (tetapi pada beberapa kasus medial rotasi paling
terbatas)
Knee joint Fleksi lebih terbatas daripada ekstensi
Tibiofibular joint Nyeri ketika sendi dilakukan stress
Talocrural (ankle) joint Plantar fleksi lebih terbatas daripada dorsi fleksi
Talocalcaneal (subtalar) joint ROM varus terbatas
Midtarsal joint Dorsifleksi lebih terbatas daripada plantar fleksi, adduksi lebih
terbatas daripada medial rotasi
Sendi Pola keterbatasan gerak
Metatarsophalangeal I Ekstensi lebih terbatas daripada fleksi
Metatarsophalangeal II – V Bervariasi
Interphalangeal joint Fleksi lebih terbatas daripada ekstensi
Diagnosis untuk sprain ligamen
1o Sprain 2o Sprain 3o Sprain
Definisi Beberapa serabut ligamen Sekitar ½ serabut ligamen Seluruh serabut ligamen
robek robek robek
Mekanisme Overload, overstretch Overload, overstretch Overload, overstretch
injury
Serangan Akut Akut Akut
Kelemahan Minor Minor to moderate Minor to moderate
Disability Minor Moderate Moderate to major
Muscle spasm Minor Minor Minor
Swelling Minor Moderate Moderate to major
Loss of Minor Moderate to major Moderate to major
function (instability)
Pain on No No No
isometric cont
Pain on Yes Yes No
stretch
Joint play Normal Normal Normal to excessive
Lanjutan

1o Sprain 2o Sprain 3o Sprain


Palpable No No Yes (if early)
defect
Krepitasi No No No

ROM Menurun Menurun Mungkin meningkat atau


menurun, bergantung pada
swelling, kemungkinan dislo-
kasi atau subluksasi
Tes Isometrik Melawan Tahanan

• Tipe gerakan dari tes ini terdiri dari kontraksi kuat, statik, dan
voluntary.
• Jika terjadi gerakan melawan tahanan maka jaringan inert
disekitar sendi juga akan bergerak sehingga nyeri yang
muncul tidak jelas apakah berasal dari jaringan kontraktile
atau inert.
• Oleh karena itu dilakukan tes isometrik melawan tahanan
dengan sendi diposisikan netral atau resting position sehingga
hanya terjadi minimal tension pada jaringan inert.
• Jika dalam tes isometrik melawan tahanan ditemukan adanya
kelemahan maka harus dilanjutkan dengan pengukuran
Manual Muscle Testing.
Grade pada Manual Muscle Testing

Grade Value Gerakan


5 Normal ROM sempurna dengan gerakan melawan gravitasi dan tahanan
(100%) maksimal
4 Good ROM sempura dengan gerakan melawan gravitasi dan tahanan
(75%) moderate (sedang)
3+ Fair + ROM sempurna dengan gerakan melawan gravitas dan tahanan minimal
3 Fair (50%) ROM sempurna dengan gerakan melawan gravitasi
3- Fair - ROM tidak sempurna dengan gerakan melawan gravitasi
2+ Poor + Mengawali gerakan dengan melawan gravitasi
2 Poor ROM sempurna dengan gerakan tidak mampu melawan gravitasi
(25%)
2- Poor - Mengawali gerakan dengan tidak melawan gaya gravitasi
1 Trace Hanya nampak slight contractility tetapi tidak terjadi gerakan
0 Zero Tidak ada kontraksi saat dipalpasi
• Tes isometrik melawan tahanan bertujuan untuk mengidentifi-
kasi problem pada jaringan kontraktile, yang terdiri dari
muscle, tendon, dan perlekatannya pada tulang, serta
jaringan saraf yang mempersarafi otot tersebut.
• Ada 4 pola klasik yang menunjukkan lesi pada jaringan
kontraktile dan saraf :
– Gerak isometrik menghasilkan kontraksi yang kuat dan bebas nyeri,
menunjukkan tidak ada lesi pada unit kontraktile maupun saraf.
– Gerak isometrik menghasilkan kontraksi kuat tetapi nyeri hebat,
menunjukkan lesi lokal pada otot atau tendon, seperti pada 1o strain otot
atau 2o strain otot. 2o strain otot menghasilkan lebih besar kelemahan
dan nyeri hebat daripada 1o strain otot. Sama halnya dengan tendinosis,
tendinitis, paratenonitis, dan paratenonitis dengan tendinosis,
semuanya dapat menyebabkan kontraksi yang relatif kuat tetapi nyeri
hebat, tidak sekuat kontraksi pada sisi yang sehat.
– Gerak isometrik ditemukan lemah dan nyeri hebat, hal ini menunjukkan
lesi berat disekitar sendi, seperti fraktur, avulsion atau partial ruptur
pada otot. Kelemahan biasanya disebabkan oleh refleks inhibisi dari
otot disekitar sendi, bersifat sekunder terhadap nyeri.
– Gerak isometrik ditemukan lemah dan tidak timbul nyeri, menunjukkan
adanya ruptur otot (3o strain), ruptur/avulsi tendon, atau keterlibatan
saraf perifer atau akar saraf yang mensuplai otot tersebut. Jika gerak
isometrik lemah dan bebas nyeri maka pertama kali dugaan adalah
keterlibatan neurologis atau ruptur tendon. Harus dapat membedakan
innervasi otot dari akar saraf dan innervasi otot dari saraf perifer, juga
harus mampu membedakan upper motor neuron lesi dan lower motor
neuron lesi. Pada 3o strain otot kadang-kadang ditemukan nyeri dan
kelemahan karena adanya keterlibatan asisten agonis (sinergis) yang
mengalami ruptur parsial (2o strain), untuk memastikan adalah
ditemukan gap atau hole pada otot yang dipalpasi.
Penyebab kelemahan otot dan tanda/gejala UMN lesi

Penyebab kelemahan Tanda-tanda dan gejala UMN lesi


Strain otot Spastisitas
Pain/refleks inhibisi Hipertonic
Peripheral nerve injury Hiperrefleks (deep tendon refleks)
Nerve root lesion (myotome) Positif refleks patologis
Upper motor neuron lesion Tidak ada atau menurun refleks superfisial
Patologi tendon Respon plantar ekstensor (bilateral)
Avulsion
Faktor psikologis
Diagnosis untuk strain otot
1o Strain 2o Strain 3o Strain (ruptur)
Definisi Beberapa serabut otot robek Sekitar ½ serabut otot robek Seluruh serabut otot robek
(ruptur)
Mekanisme Overstretch, overload Overstretch, overload, Overstretch, overload
injury crushing
Serangan Akut Akut Akut
Kelemahan Minor Moderate to major (refleks Moderate to major
inhibisi)
Disability Minor Moderate Major
Muscle spasm Minor Moderate to major Moderate
Swelling Minor Moderate to major Moderate to major
Loss of Minor Moderate to major Major (refleks inhibisi)
function
Pain on Minor Moderate to major No to minor
isometric cont
Pain on Yes Yes No
stretch
Joint play Normal Normal Normal
Lanjutan

1o Strain 2o Strain 3o Strain (ruptur)


Palpable No No Yes (if early)
defect
Krepitasi No No No

ROM Menurun Menurun Mungkin meningkat atau


menurun, bergantung pada
swelling
Diagnosis untuk tendon injury
Paratenonitis, Tendinosis
Definisi Paratenonitis = inflamasi tendon, Tendinosis = Intratendinous degeneration

Mekanisme injury Overuse, overstretch, overload ; khusus tendinosis berkaitan dgn penuaan

Serangan Kronik, akut

Kelemahan Minor to moderate

Disability Minor to major

Muscle spasm Minor

Swelling Paratenonitis = Minor to major (penebalan/thickening), tendinosis = No

Loss of function Minor to major

Pain on isometric cont Minor to major

Pain on stretch Yes

Joint play Normal

Palpable defect Tendinosis = mungkin dapat dipalpasi adanya nodule

Krepitasi Mungkin

ROM Menurun
• Jika seluruh gerakan disekitar sendi menimbulkan nyeri hebat
dan rasa tidak enak maka seringkali merupakan akibat dari
kelelahan, emosional hipersensitivitas, atau problem
emosional.
• Menurut Janda, ada 2 kelompok otot yang utama yaitu otot
postural atau tonic dan otot phasic.
• Otot postural merupakan otot yang bertanggung jawab
terhadap pemeliharaan postur tegak, memiliki kecenderungan
menjadi tight dan hipertoni saat patologi serta mudah berkem-
bang kontraktur tetapi mungkin kurang terjadi atropi.
• Otot phasic cenderung menjadi lemah dan terinhibisi saat
patologi.
Karakteristik Group Otot Postural dan Phasic

Otot Postural (otot yang peka Otot Phasic (otot yang peka terhadap
terhadap tightness) kelemahan)
Dominan fungsi postural Terutama fungsi phasic
Berhubungan dengan refleks-refleks fleksor Berhubungan dengan refleks-refleks extensor
Terutama otot-otot two-joint Terutama otot-otot one-joint
Siap teraktivasi saat gerakan (chronaxie yang Tidak siap teraktivasi saat gerakan (chronaxie
pendek) yang lebih panjang)
Cenderung mengalami tightness, hipertoni, Cenderung mengalami hipotoni, inhibisi, atau
pemendekan atau kontraktur kelemahan
Resisten terhadap atropi Mudah terjadi atropi
Pembagian Fungsional dari Group Otot
Otot Postural (otot yang peka Otot Phasic (otot yang peka terhadap
terhadap tightness) kelemahan)
Gastrocnemius dan soleus Peronei
Tibialis posterior Tibialis anterior
Adduktor hip yang pendek (one-joint) Vastus medialis dan lateralis
Hamstring, rectus femoris, iliopsoas Gluteus maximus, medius, dan minimus
Tensor fasciae latae, piriformis Rectus abdominis
Erector spine (khususnya bagian lumbal, Serratus anterior
thoraco-lumbal, dan cervical)
Quadratus lumborum Rhomboids
Pectoralis major Lower trapezius
Upper trapezius, Levator scapulae Fleksor cervical yang pendek
Sternocleidomastoideus Extensor upper limb
Scaleni
Fleksor upper limb
Spinal Cord dan Akar Saraf

• Pemeriksa harus mampu membedakan tanda-tanda dan


gejala yang muncul dari spinal cord, akar saraf, dan saraf
perifer.
• Akar saraf merupakan bagian dari saraf perifer yang
menghubungkan saraf dengan spinal cord.
• Akar saraf muncul dari setiap level spinal cord (spt C3, C4),
dan beberapa akar saraf (tidak semuanya) bergabung
membentuk plexus (brachialis, lumbal, atau lumbosacral)
dengan bentuk saraf perifer yang berbeda.
• Contoh, plexus brachialis dimana susunannya dapat mengha-
silkan akar saraf tunggal yang mensuplai lebih dari 1 saraf
perifer, demikian pula 1 saraf perifer bisa berasal dari
beberapa akar saraf (spt nervus medianus berasal dari akar
saraf C6, C7, C8, T1).
Akar Saraf dan Saraf Perifer
Spinal cord, akar saraf, saraf spinal Lokasi lesi
pada cervical spine
• Oleh karena itu, jika tekanan diaplikasikan pada akar saraf,
distribusi sensorik atau fungsi motorik seringkali dirasakan
lebih dari 1 distribusi saraf perifer, sehingga pemeriksa harus
mampu membedakan lesi yang berasal dari akar saraf dan
saraf perifer.
• Lesi pada akar saraf mengikuti distribusi dermatome
(sensorik), myotome (motorik), dan sclerotome
• Lesi saraf perifer mengikuti distribusi area nervina (sensorik)
dari saraf tersebut dan distribusi motorik dari saraf tersebut.
• Disamping itu, tanda-tanda dan gejala neurologis seperti
paresthesia dan nyeri akibat dari inflamasi atau iritasi jaringan
seperti facet joint, ligamen interspinous dan jaringan lainnya
yang disuplai oleh akar saraf akan menunjukkan pola
dermatome, myotome, dan sclerotome
Area dermatome

Area dermatome
Area dermatome

Area sclerotome
• Akar saraf dibentuk oleh bagian anterior (ventral) dan
posterior (dorsal) dari spinal cord yang menyatu didalam
foramen intervertebralis untuk membentuk akar saraf tunggal
atau saraf spinal.
• Pada tubuh manusia terdapat 31 pasang akar saraf, terdiri
atas 8 cervical, 12 thoracic, 5 lumbal, 5 sacral, dan 1
coccygeal.
• Setiap akar saraf memiliki 2 komponen : 1) bagian somatic,
yang menginnervasi otot skeletal dan memberikan input
sensorik dari kulit, fascia, otot, dan sendi, 2) komponen
visceral, merupakan bagian dari sistem saraf autonom, yang
mensuplai pembuluh darah, duramater, periosteum, ligamen,
diskus intervertebralis, dan beberapa struktur lainnya.
• Distribusi sensorik pada setiap akar saraf dinamakan dengan
dermatome. Dermatome adalah area kulit yang dipersarafi
oleh akar saraf tunggal.
• Myotome adalah group otot yang disuplai oleh akar saraf
tunggal.
• Suatu lesi pada akar saraf biasanya berhubungan dengan
paresis myotome (incomplete paralysis) yang disuplai oleh
akar saraf tersebut  untuk itu perlu dilakukan tes isometrik
pada myotom tes dengan kontraksi dipertahankan sekurang-
kurangnya 5 detik.
• Akar saraf memiliki perkembangan epineurium yang jelek dan
kurang memiliki perineurium, sehingga lebih peka terhadap
gaya kompresi, deformasi tensile, iritan kimiawi (alkoholic,
arseni), & abnormalitas metabolik.
• Tekanan pada akar saraf juga dapat menyebabkan hilangnya
tonus otot dan massa otot, tetapi gangguan tersebut
seringkali tidak jelas dibandingkan dengan tekanan pada pada
saraf perifer  karena saraf perifer yang langsung
menginnervasi otot sehingga lesi pada saraf perifer lebih jelas
terjadi atropi.
• Dengan kata lain, lesi saraf perifer terutama axonotmesis dan
neurotmesis dapat menyebabkan complete paralysis, sedang-
kan lesi akar saraf biasa menyebabkan incomplete paralysis.
• Sclerotome adalah area tulang atau fascia yang disuplai oleh
akar saraf tunggal.
• Sifat alamiah yang kompleks dari dermatome, myotome, dan
sclerotome yang dapat menyebabkan referred pain.
• Referred pain adalah nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh
yang biasanya cukup jauh dari jaringan yang mengalami
patologi.
• Contoh, nyeri pada dermatome L5 dapat berasal dari iritasi
disekitar akar saraf L5, dari diskus L5 yang menyebabkan
tekanan pada akar saraf L5, dari keterlibatan facet joint L4-5
yang menyebabkan iritasi pada akar saraf L5, dari setiap otot
yang disuplai oleh akar saraf L5, atau dari struktur visceral
yang memiliki innervasi akar saraf L5.
• Referred pain cenderung dirasakan secara dalam dengan
batasan yang tidak jelas, dan beradiasi kearah segmental
tanpa melewati midline.
• Bentuk dari referred pain adalah radicular pain (kadang-
kadang dikenal sebagai radiculopathy) dan pseudoradicular
pain.
• Referred pain dianggap sebagai error persepsi pada bagian
otak, dimana secara general melibatkan 1 atau lebih
mekanisme berikut ini :
– Misinterpretasi oleh otak menyangkut sumber impuls nyeri hebat.
– Ketidakmampuan otak untuk menginterpretasikan summasi stimuli
noxius dari beragam sumber.
– Gangguan internuncial pool oleh berbagai impuls afferent.
• Myelopathy adalah gangguan neurogenic yang melibatkan
spinal cord atau otak dan menghasilkan suatu lesi UMN, pola
nyeri atau gejala yang berbeda dgn radicular pain, & sering-
kali mempengaruhi upper limbs dan lower limbs.
Perbandingan tanda dan gejala antara lesi akar saraf C7 dan
lesi nervus medianus pada elbow

Lesi akar saraf C7 Saraf medianus


Perubahan sensorik Lateral arm dan forearm sampai jari II, III, Aspek palmar ibu jari, jari II, III, ½ jari IV
IV pada sisi palmar dan dorsal Aspek dorsal jari II, III, ½ jari IV
Perubahan motorik Triceps, fleksor wrist, ekstensor wrist Pronator teres, fleksor wrist (1/2 lateral
(jarang) dari fleksor digitorum profundus),
palmaris longus, pronator quadratus,
fleksor pollicis longus et brevis, abduktor
pollicis brevis, opponens pollicis, lateral
two lumbrical
Perubahan refleks Triceps mungkin terlibat Tidak ada
Paresthesia Jari II, III, IV pada aspek palmar dan Sama dengan perubahan sensorik
dorsal
Saraf Perifer

• Saraf perifer merupakan jaringan inert yang khas dan bukan


kontraktile tetapi sangat diperlukan untuk fungsi normal otot
voluntary.
• Dalam saraf perifer, terdapat epineurium, perineurium, dan
endoneurium ; epineurium terdiri dari matriks jaringan konektif
loose areolar yang mengelilingi serabut saraf ; perineurium
melindungi bundel-bundel saraf melalui aksi sebagai diffusion
barrier terhadap iritan serta memberikan kekuatan tensile dan
elastisitas pada saraf.
• Oleh karena itu, saraf perifer paling sering terlibat oleh
tekanan, traksi, friction, anoxia, atau cut (pemotongan).
• Contoh: tekanan n. medianus pada carpal tunnel, traksi n.
common peroneal pada caput fibula selama lateral sprain
ankle, friction n. ulnar pada cubital tunnel.
• Contoh lain: anoxia n. tibialis anterior pada compartment
syndrome, dan cutting n. radialis pada fraktur shaft humeri.
• Cooling, freezing, dan thermal atau electrical injury juga dapat
mempengaruhi saraf perifer.
• Injury saraf biasanya diklasifikasikan berdasarkan sistem
Seddon atau Sunderland, dimana sistem Seddon paling
sering digunakan dengan klasifikasi injury saraf terdiri dari
neuropraxia (paling sering terjadi), axonotmesis, dan
neurotmesis.
• Pemeriksa harus mampu menentukan apakah malfungsi
jaringan kontraktile sebagai akibat dari jaringan kontraktile itu
sendiri atau berasal dari lesi saraf perifer atau akar saraf.
Klasifikasi injury saraf menurut Seddon
Grade injury Definisi Tanda dan Gejala
Neuropraxia Suatu block fisiologis yang sementara disebab- Nyeri
(Sunderland 1o) kan oleh ischemia, berasal dari tekanan atau Tidak ada atau minimal muscle
stretch pada saraf tanpa wallerian degenerasi wasting
Kelemahan otot
Numbness, paresthesia
Keterlibatan propriosepsi
Recovery time : menit sampai
berhari-hari
Axonotmesis Internal arsitektur saraf terpelihara, tetapi axon Nyeri
(Sunderland 2o & 3o) mengalami kerusakan yang cukup parah Nampak terjadi muscle wasting
sehingga terjadi wallerian degenerasi Hilangnya fungsi motorik, sensasi,
dan sympathetic yang sempurna
Recovery time : berbulan-bulan
(axon beregenerasi 1 inchi/bulan,
atau 1 mm/hari)
Pemulihan sensorik terjadi
sebelum fungsi motorik
Neurotmesis Struktur saraf rusak oleh cutting, jaringan parut No pain (anaesthesia)
(Sunderland 4o & 5o) (scar) yang berat, atau kompresi berat dalam Muscle wasting
waktu yang lama Hilangnya fungsi motorik, sensasi,
dan sympathetic yang sempurna
Recovery time : berbulan-bulan &
hanya terjadi dengan bedah
• Injury pada saraf perifer tunggal dikenal sebagai mononeuro-
pathy, sedangkan yang melibatkan lebih dari 1 saraf perifer
(spt pada penyakit sistemik = diabetes) dikenal sebagai
polyneuropathy.
• Electromyographic (EMG) dan strength duration curve (SDC)
dapat digunakan untuk menentukan grade dari injury saraf,
tetapi denervasi tidak dapat dievaluasi selama 3 minggu
setelah injury karena terjadi proses wallerian degenerasi dan
awal regenerasi jika ada.
• Muscle wasting biasanya menjadi jelas setelah 4 – 6 minggu
dan secara progresif mencapai maksimum sekitar 12 minggu
setelah injury.
• Perubahan sirkulasi setelah injury saraf adalah bervariasi
waktu kejadiannya  pada awal perubahan, kulit terasa
panas, tetapi setelah 3 minggu kulit menjadi cooler sebagai
akibat adanya penurunan sirkulasi  akibat penurunan
sirkulasi dan perubahan metabolisme sel maka terjadi trophic
changes pada kulit dan kuku.
• Adanya kompresi, traksi, friction pada saraf perifer yang
bersifat neuropraxia dapat menyebabkan hilangnya ekstensi-
bilitas saraf  kondisi ini dapat dideteksi dengan tes
neurodynamik atau neural-tension
Tanda dan gejala lesi saraf perifer (LMN)

Motorik Sensorik Sympathetic


Flaccid paralysis Hilangnya sensasi Hilangnya aktivitas kelenjar
keringat (dryness)
Hilangnya refleks Hilangnya tonus vasomotor : Hilangnya respon pilomotor
terasa hangat kemerah2an (merinding, reaksi rambut kulit)
(awal) ; dingin, putih (tahap akhir)
Muscle wasting dan atropy Kulit nampak bersisik (tahap awal)
; tipis, halus, dan berkilau/licin
(tahap akhir)
Hilangnya aksi sinergis dari otot Lipatan kulit menjadi dangkal
Fibrosis, contracture, dan adhe- Perubahan pada kuku (tergores,
sion mengerut, kering, rapuh,
melengkung abnormal, hilangnya
kilauan kuku)
Kelemahan sendi dan instabilitas Ulceration
Penurunan ROM & stiffness
Disuse osteoporosis tulang
Gangguan pertumbuhan

Anda mungkin juga menyukai