Anda di halaman 1dari 21

Pertemuan ke:

Pajak International

04 Fakultas
BISNIS
Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Program Studi
Pembuka
Akuntansi
Daftar Pustaka

Akhir Presentasi
Subjek Pajak
• Pihak yang berpotensi(atau memenuhi syarat) untuk membayar pajak;
• Sebelum Subjek Pajak mendapatkan objek pajak, maka atasnya tidak
wajib membayar pajak;
• Orang atau badan/lembaga/organisasi wajib membayar pajak manakala
kewajiban subjektif dan objektifnya terpenuhi.

2
Subjek Pajak Badan - Bentuk
• Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi PT, CV,
Perseroan lainnya, BUMN/D, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun,
Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik,
atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan
lainnya termasuk reksadana.
• Bentuk Usaha Tetap
suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah
dan gedung termasuk juga mesin-mesin dan peralatan. Bentuk usaha tetap juga
mencakup orang pribadi atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak
bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

3
Subjek Pajak - Penghitungan Pajak
• Subjek Pajak Dalam Negeri, yaitu:
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Pajak Penghasilan dihitung dari tarif pajak dikalikan penghasilan neto.

• Subjek Pajak Luar Negeri, yaitu:


Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap
(BUT) di Indonesia atau yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
Bentuk Usaha Tetap(BUT) di Indonesia.
Pajak Penghasilan dihitung dari tarif pajak dikalikan penghasilan bruto.

4
Pengertian Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal
di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa :
 Tempat kedudukan manajemen.
 cabang perusahaan.
 kantor perwakilan
 gedung kantor pabrik.
 Bengkel.
 Gudang.
 ruang untuk promosi dan penjualan.

5
 pertambangan dan penggalian sumber alam.
 wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi.
 perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan.
 proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan.
 pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
 orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas.
 agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di
Indonesia.
 komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha
melalui internet.

> Kreativitas Membangkitkan 6 6


<
Inovasi
@Maedntu_lotuAskhri
BUT
• Pengenaan pajak secara khusus diterapkan terhadap BUT, di
mana pengenaan pajak dilakukan melalui 2 tahap, yaitu:

– Perlakuan pajak sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri, sama halnya dengan
Subjek Pajak Badan;

– Perlakuan pajak sebagai Subjek Pajak Luar Negeri, di mana PPh dikenakan atas
laba setelah PPh yang siap dikirim ke negara asal.

7
Subjek Pajak
Orang Pribadi Badan
Bentuk usaha tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh:
• orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
 SPLN Orang Pribadi
atau
• badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia  SPLN
BUT
Badan, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
(Pasal 2 ayat (5) UU PPh)

Kewajiban Pajak Subjektif:


• Dimulai pada saat orang pribadi atau badan menjalankan usaha atau kegiatan melalui
suatu Bentuk Usaha Tetap.
• Berakhir pada saat orang pribadi atau badan tidak lagi menjalankan usaha atau kegiatan melalui
suatu Bentuk Usaha Tetap
(Pasal 2A ayat (3) UU PPh)

8
SUBJEK PAJAK
BUT
Elemen - elemen dasar BUT:
1. Suatu tempat usaha (a place of business),
2. Yang bersifat permanen,
3. Yang digunakan oleh SPLN (orang pribadi atau badan),
4. Untuk menjalankan usaha (business) atau melakukan kegiatan (activities).
(Pasal 2 ayat (5) UU PPh dan Penjelasannya)
Penting:

5. Tidak semua SPLN dapat menjadi BUT, namun hanya yang memperoleh penghasilan dari
menjalankan business atau activities.
6. Tidak ada isu BUT bila SPLN hanya memperoleh penghasilan dari pekerjaan (spt: gaji, upah)
atau penghasilan dari modal (bunga, dividen, sewa dan royalti).
7. SPLN dapat menjadi BUT bila memenuhi empat elemen di atas.
8. BUT merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek
pajak badan (material dan formal).

> Kreativitas Membangkitkan 9 9


<@aMdte_nulotusAkhiri
Inovasi
BUT FISIK ATAU AKTIVA: Perwujudan BUT
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan; BUT AGEN:
c. kantor perwakilan; n. orang atau badan yang bertindak
d. gedung kantor; selaku agen yang kedudukannya
e. pabrik; tidak bebas,
f. bengkel;
g. Gudang; BUT ASURANSI:
h. Ruang untuk promosi dan penjualan o. Agen atau pegawai dari perusahaan
i. pertambangan & penggalian sumber alam, asuransi yang tidak didirikan dan tidak
j. wilayah kerja pengeboran Migas bertempat kedudukan di Indonesia yang
k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau menerima premi asuransi atau
kehutanan;
menanggung risiko di
BUT
Indonesia.
BUT PROYEK:
l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
BUT E-COMMERCE:
BUT JASA: p. komputer, agen elektronik, atau peralatan
m. pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan
orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan kegiatan usaha melalui
jangka waktu 12 bulan; internet.

10
Pengertian Time Test:

• Pengujian untuk menentukan signifikansi keberadaan seseorang di Indonesia,


• Signifikansi itu untuk menentukan materialitas hubungan faktual/ekonomi
antara Negara dengan Subjek Pajak.

Dua jenis time test dalam UU PPh:

• Lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan?


Khusus untuk menentukan status Subjek Pajak orang pribadi (SPDN atau SPLN)
• Lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan?
Untuk menentukan keberadaan BUT dari SPLN (orang/badan) yang memberikan
jasa di Indonesia.

11
Objek Pajak
Objek Pajak bagi SPDN adalah Penghasilan, yaitu:

setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apapun.
(Pasal 4 ayat (1) UU PPh)

Definisi penghasilan tersebut mencakup elemen-elemen sbb:


1. Setiap jenis penghasilan dalam pengertian ekonomis, (Global income taxation)
2. Semua saat pengakuan (cash basis atau accrual basis),
3. Semua sumber geografis penghasilan (worldwide income),
4. Semua jenis cara pemanfaatan,
5. Dengan nama dan dalam bentuk apapun.

<@adt_lotu
Menu Akhiri > Kreativitas Membangkitkan 1212
s Inovasi
Objek Pajak
Objek Pajak bagi SPLN BUT:

a. Atribusi Faktual : penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan
dari
harta yang dimiliki atau dikuasai (Pasal 5 ayat (1) huruf a)
b.“Force of Attraction” : penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan,
penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang
dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia (Pasal 5 ayat (1) huruf b)
c. Atribusi karena hubungan efektif : penghasilan sebagaimana tersebut dalam
Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat
hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan
penghasilan dimaksud. (Pasal 5 ayat (1) huruf c).

<@adt_lotu
Menu Akhiri > Kreativitas Membangkitkan 1312
s Inovasi
X Corp.

Negara
X
Incom Indonesi
e a
BUT
Sales Product
Incom X
“X”
e Corp.
Asset
s
PT
PQR
PT
ABC
Atribusi Faktual: Objek Pajak BUT dari kegiatan atau harta BUT tersebut.

14
Incom X Corp.
e
Negara
X

Sales Product BUT Indonesi


Inco a
“X” X
me
Corp.
Sales Product
PT “X”
PT
ABC PQR

Force of attraction: Income kantor pusat dari PT ABC menjadi objek pajak BUT.

15
Betah Corp.

Licens
Negara Agreemen
e
Royalty &
X t
Managem fee
Indonesi
ent
a
Agreement

BUT
PT
Betah
Bangunan ABC
Corp.
Hotel
Terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan
kepada kantor pusat  royalty dan fee adalah objek pajak BUT.

16
BRANCH PROFIT
–TAX
Branch Proft Tax adalah pajak penghasilan tambahan yang dikenakan kepada PENGHASILAN NETO
BUT , setelah dikenai PPh Badan BUT di kenakan pph pasal 26 dengan tarif 20 %
– Branch Profit: Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia
– Terutang PPh sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
(Pasal 26 ayat (4) UU PPh)

Syarat agar tidak terutang Branch Profit Tax: (PMK 257/PMK.03/2008)


– Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi Pajak
Penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan
berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri;
– Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud pada
huruf a, harus secara aktif melakukan kegiatan usaha sesuai dengan akte pendiriannya, paling
lama 1 (satu) tahun sejak perusahaan tersebut didirikan;
– Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau paling lama tahun pajak
berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut; dan
– Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling singkat dalam jangka
waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan baru tersebut telah berproduksi komersial.
17
Kewajiban BUT
Ketentuan perpajakan BUT dipersamakan dengan Wajib Pajak Badan dalam negeri. Oleh
karena itu, setiap tahunnya BUT memiliki kewajiban untuk menghitung, membayar dan
menyetor Pajak Penghasilan atas laba yang diperoleh dalam satu tahun pajak. Tarif
perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang sama seperti tarif yang dikenakan
terhadap Wajib Pajak Badan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak
Penghasilan yaitu 25%. Pelaporan tersebut dilakukan dalam Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan Wajib Pajak Badan. 
Tidak hanya PPh tahunan, BUT juga wajib membayar PPh 26 atau Branch Profit
Tax dengan tarif 20% atas penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan PPh tahunan
yang terutang. Namun jika BUT tersebut merupakan treaty partner maka tarif Branch
Profit Tax sesuai perjanjian P3B. Kemudian Branch Profit Tax tidak dikenakan jika
penghasilan setelah pajak BUT seluruhnya ditanamkan kembali di Indonesia.
Contoh
PT X merupakan BUT X Ltd Kamboja (non treaty partner) . Pada tahun 2019 laba Rp 6 miliar. Setelah melakukan
rekonsiliasi fiskal pada laporan laba rugi, diperoleh Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 4,5 miliar. PT X mempunyai
kredit pajak berupa PPh Pasal 21 sebesar Rp 200.000.000 dan PPh Pasal 23 sebesar Rp 140.000.000. Maka perhitungan
pajak yang harus dibayar oleh BUT yaitu:
Perhitungan PPh Tahunan yang terutang
= Rp 4.500.000.000 x 25% = Rp 1.125.000.000
Perhitungan PPh Tahunan yang harus dibayar
= Rp 1.125.000.000 – (Rp 200.000.000+Rp 140.000.000)
= Rp 1.125.000.000 – Rp 340.000.000
= Rp 785.000.000
Perhitungan PPh 26 atau Branch Profit Tax yang harus dibayar
= 20% x (Rp 4.500.000.000-Rp 1.125.000.000)
= 20% x Rp 3.375.000.000
= Rp 675.000.000
Rumus BUT
Penghasilan Kena Pajak x tarif = PPh Tahunan terutang
PPh Tahunan terutang – kredit pajak = PPh Tahunan yang harus dibayar
Branch Profit Tax = 20% x (PKP – PPh Tahunan yang terutang)
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai