Anda di halaman 1dari 25

IV.

FLUKTUASI MUKA AIR LAUT (19 Oktober 2010)

4.1. Pendahuluan
Elevasi muka air merupakan parameter sangat penting pada perencanaan
bangunan pantai. Muka air laut berfluktuasi dengan periode yang lebih
besar dari periode gelombang angin. Seperti dijelaskan pada bab II,
bahwa gelombang terjadi pada permukaan laut referensi yaitu muka air
diam (stil water level, SWL).
Beberapa proses alam terjadi dalam waktu yang bersamaan membentuk
variasi muka air laut dengan priode panjang, meliputi : tsunami,
gelombang badai (storm surge), kenaikan muka air oleh gelombang (wave
set-up), kenaikan muka air oleh perubahan suhu global dan pasang surut.
Di antara beberapa proses tersebut fluktuasi muka air oleh badai dan
tsunami (gempa) tidak dapat diprediksi kapan terjadi, sedangkan pasang
surut mudah diprediksi dan diukur baik besar maupun waktu terjadinya.
Fluktuasi muka air laut oleh tsunami, pasang surut dan gelombang badai
adalah periodik dengan periode berbeda mulai dari beberapa menit
(tsunami), setengah atau satu hari (pasang surut), beberapa hari
(gelombang badai). Sedangkan kenaikan muka air laut oleh perubahan
suhu global bertambah seiring bertambahan waktu.
4.2.Tsunami
Tsunami adalah gelombang yang terjadi karena gempa bumi atau letusan
gunung api di dasar laut. Gelombang yang terjadi bervariasi antara 0,5 m
sampai 30 m, dengan periode antara beberapa menit s/d satu jam.
Jika gelombang (angin) hanya menggerakkan air laut bagian atas, maka
tsunami seluruh kolom air dari permukaan sampai dasar bergerak dalam
segala arah. Cepat rambat gelombang tsunami tergantung pada kedalaman
laut. Semakin besar kedalaman semakin besar kecepatan rambatnya. Pada
kedalaman 5000 m cepat rambat tsunami mencapai 230 m/d (sekitar 830
km/jam), pada kedalaman 4000 m sebesar 200 m/d dan pada kedalaman
40 m cepat rambatnya 20 m/d. Panjang gelombang tsunami yang berurutan
bisa mencapai 200 km. Di lokasi pembentukan tsunami (daerah episentrum
gempa) tinggi gelombang tsunami diperkirakan antara 1,0 m dan 2,0 m.
Selama penjalarannya menuju pantai, tinggi gelombang menjadi semakin
besar karena pengaruh perubahan kedalaman laut. Setelah sampai di
pantai gelombang naik (run-up) ke daratan dengan kecepatan tinggi yang
bisa menghancurkan kehidupan di daerah pantai. Kembalinya air ke laut
setelah mencapai puncak gelombang (run-down) bisa menyeret segala
sesuatu kembali ke laut. Gelombang tsunami dapat menimbulkan bencana di
daerah yang sangat jauh dari pusat terbentuknya.
Pencatatan gelombang tsunami di Indonesia belum banyak dilakukan,
sementara di Jepang yang sering mengalami serangan tsunami telah
banyak melakukan penelitian dan pencatatan gelombang tsunami.
Telah dikembangkan suatu hubungan antara tinggi gelombang tsunami
dan besaran tsunami. Besaran tsunami bervariasi mulai dari m = -2,0
yang memberikan tinggi gelombang kurang dari 0,3 m sampai m = 5
untuk gelombang lebih besar dari 32 m (Tabel 4-1.)
beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya tsunami al :
1. Kedalaman pusat gempa (episentrum) di bawah dasar laut h (km).
2. Kekuatan gempa M yang dinyatakan dalam skala Richter.
3. Kedalaman air di atas episentrum d (m)
Gelombang tsunami mempunyai hubungan erat dengan kekuatan gempa
dan kedalaman pusat gempa. Gambar 4.2. menunjukkan hubungan
antara kekuatan gempa M dan kedalaman gempa terhadap
kemungkinan terjadinya tsunani. Pada daerah di sebelah kiri garis A
gempa yang terjadi tidak menimbulkan tsunami. Sedang daerah di
sebelah kanan garis A dan B dapat menimbulkan tsunami.
Besaran tsunami (m) berkaitan erat dengan kekuatan gempa M seperti
diberikan dalam Gambar 4.3. Garis sebelah kanan adalah garis yang
dikembangkan di Jepang berdasarkan pencatatan tsunami yang cukup
banyak. Sedangkan garis sebelah kiri adalah perkiraan dari hubungan
antara kedua parameter untuk tsunami di Indonesia, berdasarkan data
yang terbatas. Kedua garis tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk
persamaan berikut ini.
Nilai m yang diperoleh dari grafik atau persamaan tersebut dapat
digunakan dalam memperkirakan tinggi gelombang tsunami, (Tabel 4.1.)
Besaran tsunami m juga tergantung pada kedalanan laut (d) di lokasi
terbentuknya gempa. Terdapat hubungan empiris antara kedua
parameter yang diberikan oleh persamaan berikut :
Periode gelombang tsunami tergantung pada kekuatan gempa seperti
diberikan dalam Gambar 4.4.
Najoan,T. F. (1995) membagi kepulauan Indonesia dalam empat zona
rawan tsunami (Gambar 4.5). Daerah pantai yang rawan tsunami (zona 1,
2 dan 3) dengan daya hancur dari kecil sampai sangat besar.
Pengalaman bencana tsunami di Indonesia, upaya penanggulangan
terutana diarahkan untuk menekan jumlah korban jiwa.
Beberapa langkah penanggulangan sebagai berikut ini :
1. Daerah sempadan pantai harus cukup lebar dan ditanami tanaman
keras.
2. Daerah pemukiman ditempatkan di lokasi yang aman berdasar tinggi
gelombang tsunami dan topografi daerah.
3. Dibuat bangunan pelindung berupa tangggul di sepanjang pantai.
4. Fasilitas pelabuhan sebaiknya dipisahkan dari pemukiman, untuk
mencegah benda-benda terapung seperti perahu, drum dan benda
lainnya dapat menjadi tenaga penghantam bila terjadi tsunami.
Daya hancur tsunami besar sampai
sangat besar tinggi rayapan 3,00 – 4,00 m

Daya hancur tsunami sedang sampai


besar tinggi rayapan 2,00 – 3,00 m

Daya hancur tsunami sedang sampai


besar tinggi rayapan 2,00 – 3,00 m

Daya hancur tsunami tidak ada sampai


Kecil tinggi rayapan 0,50 – 1,00 m
Contoh 1
Di laut dengan kedalaman 50 m terjadi gempa dengan kekuatan 7 skala
Richter. Pusat gempa berada pada 40 km di bawah dasar laut.
Perkirakan besarnya tsunami yang terjadi.
Penyelesaian
Dengan menggunakan Gambar 4.2. untuk M = 7 dan h = 40 km, didapat
titik data berada antara garis A dan B; yang berarti gempa tersebut
menimbulkan tsunami. Selanjutnya dihitung besaran tsunami (m)
dengan menggunakan Persamaan (4.2) dan (4.3)
m = l,7 log (d) - 1,7 = 1,7 log(50) – 1,7 = 1,19
dan
m = 2,26 (M) – 14,18 = 2,26 (7) - 14,18 = 1,64
diambil nilai terkecil : m = 1,19. Dari Tabel 4.1. untuk nilai m = 1,19
didapat tinggi tsunami berkisar antara 2,4 m dan 3,4 m.
Jika digunakan Persamaan (4.1), tsunami yang berlaku di Jepang
diperoleh nilai m = 0,2; Jadi tinggi tsunami = antara 1,4 m dan 1,9 m. 
4.3. Kenaikan Muka Air Karena Gelombang (Wave Set-up)
Gelombang yang datang dari laut menuju pantai menyebabkan
fluktuasi muka air di daerah pantai terhadap muka air diam. Pada
waktu gelombang pecah akan terjadi penurunan elevasi muka air
rerata terhadap elevasi muka air diam di sekitar lokasi gelombang
pecah. Kemudian dari titik di mana gelombang pecah permukaan air
rerata miring ke atas ke arah pantai. Turunnya muka air tersebut
dikenal dengan wave set-down, sedang naiknya muka air disebut wave
set-up (Gambar 4.6).
Kedalaman air minimum di lokasi gelombang pecah pada saat wave set-
down adalah db. Perbedaan elevasi muka air rerata dan muka air diam
di titik tersebut adalah Sb. Setelah itu muka air naik dan memotong
garis pantai. Perbedaan elevasi muka air antara kedua titik adalah
wave set-up antara daerah gelombang pecah dan pantai yang diberi
notasi ∆S. Wave set-up terhadap muka air diam Sw adalah perbedaan
antara ∆S dan Sb.
Wave set-up di pantai dapat dihitung dengan teori Longuet-Higgins dan
Stewart (1963, dalam CERC, 1984), sebagaiberikut :

dengan:
Sb = set-down di daerah gelombang pecah
T = periode gelombang
,H’o = tinqgi gelombang laut dalam ekivalen
Db = kedalaman gelombang pecah
G = percepatan gravitasi
Wave set-up dipantai diberikan oleh bentuk berikut :

Sw = ∆S - Sb (4.5)
Longuet-Higgins dan Stewart melakukan analisa data hasil percobaan
yang dilakukan oleh Saville (1961, dalam SPM, 1984) dan hasilnya
adalah ∆S = 0,15 db. Dengan menganggap bahwa db = 1,28 Hb maka :
∆S = 0,15 db (4.6)
Substitusi persamaan (4.4) dan (4.6) ke dalam persamaan (4.5) didapat :
 Hb 
Sw  0,19 1  2,82  Hb (4.7)
 gT 2 
Contoh 2
Gelombang terjadi di laut dengan kedalaman 6 m, tinggi 3 m dan
periode 10 detik. Gelombang tersebut datang dalam arah tegak lurus
pantai yang mempunyai kontur dasar laut sejajar dan kemiringan
dasar laut m = 0,05. Hitung set-up gelombang terhadap muka air
diam.
Penyelesaian :
Lo = 1,56 T² = 1,56 10² = 156 m
d 6
  0,0385
Lo 156
Dari Tabel L-1 didapat :
H
'
 1,072  H ' 0  2,8 m
Ho
Kedalaman gelombang pecah dicari dengan Gambar 3.13 dan 3.14.
H '0 2,8
  0,0029
gT 2 9,81x10 2

Untuk kemiringan dasar laut m = 0,05; dari tabel 3.13 didapat


Hb
 1,38  Hb  3,864 m
H '0
Hb 3,864 db
  0,0039  dari Gambar 3.14 didapat  0,98  db  3,787 m
gT 2 9,81x10 2 Hb

Wave set-up dihitung dengan rumus berikut :


 3,864 
Sw  0,191  2,82 3,864  0,60 m
 9,81x10 2 
Gambar 3.13. Penentuan Tinggi Gelombang Pecah
Gambar 3.14. Penentuan kedalaman gelombang pecah
4.4. Kenaikan Muka Air Karena Angin (Wind Set-up)
Angin dengan kecepatan besar (badai) yang terjadi di atas permukaan
laut bisa membangkitkan fluktuasi muka air laut yang besar di sepanjang
pantai bila badai tersebut cukup kuat dan daerah pantai dangkal dan
luas. Penentuan elevasi muka air rencana selama terjadinya badai adalah
sangat kampleks yang melibatkan interaksi antara angin dan air,
perbedaan tekanan atmosfer dan beberapa parameter lainnya.
Perbedaan tekanan atmosfer selalu berkaitan dengan perubahan arah
dan kecepatan angin.
Perubahan elevasi muka air tergantung pada kecepatan angin, fetch,
kedalaman air dan kemiringan dasar. Fetch adalah panjang daerah di
atas mana angin berhembus dengan kecepatan dan arah konstan .
Kenaikan muka air di pantai yang berbentuk corong seperti teluk,
estuari akan lebih besar dibanding dengan di pantai yang lurus, karena
massa air yang terdorong oleh angin akan bergerak terpusat pada ujung
corong. Kenaikan muka air ini dapat menyebabkan genangan yang luas di
daratan.
Gelombang badai biasanya terjadi dalam waktu yang bersamaan dengan
proses alam lainnya seperti pasang surut. Besarnya kenaikan muka air
karena badai dapat diketahui dengan memisahkan hasil pengukuran muka
air laut selama terjadi badai dengan fluktuasi muka air laut karena pasang
surut. Gambar 4.7. adalah, contoh pengukuran tersebut (ML. Schwarts
1986).
Untuk memprediksi kenaikan elevasi muka air karena badai dipandang
Gambar 4.8. yang memberikan keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada
air selama badai. Angin yang bertiup menyebabkan terjadinya tegangan
geser pada permukaan air laut, sehingga mengakibatkan kenaikan atau
penurunan muka air laut.
Kenaikan elevasi muka air karena badai dapat dihitung dengan persamaan
berikut :
Fi
h 
2
V2
h  F c (4.8)
2 gd
dengan
∆h = kenaikan elevasi muka air karena badai (m)
F = panjang fetch (m)
i = kemiringan muka air
c = konstanta = 3,5x10^-6
V = kecepatan angin (m/d)
d = kedalaman air (m)
g = percepatan gravitasi (m/d²)

Di dalam memperhitungkan wind set-up di daerah pantai dianggap bahwa


laut dibatasi oleh sisi (pantai) yang impermeabel, dan hitungan dilakukan
untuk kondisi dalam arah tegak lurus pantai. Apabila arah angin dan
fetch membentuk sudut terhadap garis paatai, maka yang
diperhitungkan adalah komponen tegak lurus pantai.
Contoh 3
Laut dengan kedalaman sekitar 50 m dibatasi oleh pantai yang
memanjang dalam arah barat-timur. Terjadi badai dengan kecepatan
angin 25 m/d yang berasal dari arah barat laut (α = 45˚). Panjang fetch
dalam arah tersebut adalah 200 km. Hitung kenaikan muka air laut di
daerah pantai karena badai tersebut.
Penyelesaian :
Panjang fetch dalam arah tegak lurus pantai :
Fy = F sin a = 200 sin 45˚ = 141 km = 141.000 m
Kecepatan angin (badai) dalam arah tegak lurus pantai :
Vy = V sin a = 25 sin 45˚ = 17,7 m/d
Kenaikan elevasi muka air karena badai dapat dihitung dengan
Persamaan (4.8) :
V2 17,7 2
h  F c  141.00 x 35 x 10 x
-6
 0,16 m
2 gd 2 x 9,81 x 50

Anda mungkin juga menyukai