Anda di halaman 1dari 16

PERATURAN TERKAIT

PENDOKUMENTASIAN
REKAM MEDIS
KOMPETENSI
Mahasiswa diharapkan dapat memenuhi
kompetensi sebagai berikut.
1. Memahami peraturan terkait pendokumentasian
rekam medis yang diperoleh dari:
2. Permenkes No.269/Menkes/Per/III/2008 tentang
Rekam Medis
3. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit
4. Permenkes No.290/Menkes/Per/III/2008
Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
5. UU Praktik Kedokteran No.29 th 2004
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 Tentang Rumah Sakit Pasal 46, rumah
sakit bertanggungjawab secara hukum terhadap
semua kerugian yang ditimbulkan atas
kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
di rumah sakit. Tanggung jawab hukum rumah
sakit dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan
terhadap pasien dapat dilihat dari aspek etika
profesi, hukum adminstrasi, hukum perdata dan
hukum pidana.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran
Pengaturan mengenai rekam medis dapat kita jumpai
dalam Pasal 46 ayat (1) 
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Prak
tik Kedokteran
 (“UU Praktik Kedokteran”) yang mengatakan bahwa
setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan
praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. 
Arti rekam medis itu sendiri menurut penjelasan Pasal
46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran adalah berkas
yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Lebihlanjut, dalam Pasal 47 UU Praktik
Kedokteran diatur bahwa:
◦ (1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi,
atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam
medis merupakan milik pasien.
◦ (2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh
dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana
pelayanan kesehatan.
◦ (3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
HAK PASIEN atas isi rekam medis ini juga
ditegaskan dalam Pasal 52 UU Praktik
Kedokteran:
“Pasien, dalam menerima pelayanan pada
praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang
tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan
medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.”
Adapun mengenai isi rekam medis diatur
lebih khusus dalam Pasal 12 ayat
(2) dan ayat (3) Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 tentang
Rekam Medis (“Permenkes 269/2008”).
Pasal ini mengatakan bahwa isi rekam
medis merupakan milik pasien yang dibuat
dalam bentuk ringkasan rekam medis.
Pasal 12 ayat (4) Permenkes 269/2008 dijelaskan bahwa
ringkasan rekam medis dapat diberikan, dicatat, atau dicopy
oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan
tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.

Dari bunyi pasal Pasal 12 ayat (4) Permenkes 269/2008 dapat


diketahui bahwa yang berhak mendapatkan ringkasan rekam medis
adalah:
1) Pasien
2) Keluarga pasien
3) Orang yang diberi kuasa oleh pasien atau keluarga pasien
4) Orang yang mendapat persetujuan tertulis dari pasien atau keluarga pasien

Permenkes 269/2008 ini tidak mengatur siapa saja yang dimaksud


dengan keluarga di sini.
◦ Aturan tersebut tidak mengatakan siapa anggota keluarga yang bisa
mendapatkan ringkasan rekam medis atau yang dapat memberikan
persetujuan tertulis kepada orang lain untuk mendapatkan ringkasan medis
tersebut.
Akan tetapi
untuk mengetahui anggota keluarga yang
dimaksud kita dapat mengacu pada UU
Praktik Kedokteran dalam pasal yang
mengatur tentang persetujuan tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi. Pasal yang
dimaksud adalah Pasal 45 ayat (1) UU
Praktik Kedokteran yang berbunyi:
“Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus
mendapat persetujuan.”
Menurut penjelasan Pasal 45 ayat (1) UU Praktik
Kedokteran, pada prinsipnya yang berhak memberikan
persetujuan atau penolakan tindakan medis adalah pasien
yang bersangkutan. Namun, apabila pasien yang
bersangkutan berada di bawah pengampuan (under
curatele), persetujuan atau penolakan tindakan medis
dapat diberikan oleh keluarga terdekat antara
lain suami/istri, ayah/ibu kandung, anak-anak
kandung atau saudara-saudara kandung.

Apabila kedudukan Anda termasuk dalam kategori


keluarga terdekat seperti disebutkan penjelasan Pasal 45
ayat (1) UU Praktik Kedokteran di atas, maka ringkasan
rekam medis dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh
Anda.
JIKA PIHAK RUMAH SAKIT MENOLAK MEMBERIKAN RINGKASAN
MEDIS kepada Anda sebagai keluarga pasien yang berhak, usahakan untuk
menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan.
Namun, jika pihak rumah sakit tetap menolak memberikan rekam medis tersebut, maka
pasien atau keluarganya dapat menempuh langkah-langkah yang diatur dalam UU No
44 tentang Rumah Sakit, Pasal 32 yaitu:
1. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit baik secara perdata maupun pidana (Pasal 32 huruf
q); atau
2. mengeluhkan pelayanan RS yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan
elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 32 huruf r).
Penginformasian kepada media ini kemudian akan menimbulkan kewenangan bagi Rumah Sakit
untuk mengungkap rahasia kedokteran pasien sebagai hak jawab Rumah Sakit (Pasal 44 ayat
[3]) .

Selain itu,
 Pasien atau keluarganya juga dapat mengajukan gugatan kepada pelaku usaha,
kepada lembaga yang secara khusus berwenang menyelesaikan sengketa antara
konsumen dan pelaku usaha (Pasal 45 UU Perlindungan Konsumen).
Isi Rekam Medis Rawat Jalan
Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan untuk sarana
pelayanan kesehatan sekurang- kurangnya memuat:
1. Identitas pasien;
2. Tanggal dan waktu;
3. Hasil anamnese mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan
riwayat penyakit;
4. Hasil pemeriksaan fisik
5. Diagnosis
6. Rencana penatalaksanaan
7. Pengobatan dan atau tindakan
8. Pelayanan lain yang telah diberikan pada pasien
9. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
10. Persetujuan tindakan bila diperlukan
 Perlu ditambah Ringkasan Klinis
 Dari peraturan ini dikatakan “sekurang-
kurangnya: berarti bila isi RM ada tambahan
lain lebih baik bila diperlukan.

 Contoh: ada tambahan Ringkasan Klinis yang


diperlukan untuk kepentingan asuransi atau
lainnya. Juga Form Resiko Jatuh; Catatan
Pasien dengan Decubitus, Catatan pasien
Khusus Diabetes dan lain-lain.
Penjelasan isi RM Rawat Jalan:
Identitas Pasien
Identitas pasien yang lengkap hanya ada pada lembaran
Ringkasan Klinis, yaitu berupa
,Data demografi pasien ▪
,Keluarga terdekat ▪
Keuangan (financial) / pihak pembayar ▪

Sedangkan pada lembaran lain hanya mengisi:


Nomor RM .1
Nama Pasien (sesuai e-KTP) .2
Tgl. lahir/ umur .3
Jenis Kelamin .4
Tanggal dan waktu; Setiap entry data maka pemberi asuhan wajib
mengisi “Tanggal dan Waktu/Jam nya
Hasil anamnese mencakup keluhan dan riwayat penyakit sekarang
dan yang lalu, dan bila diperlukan riwayat kesehatan keluarga dan
riwayat sosial;
Dalam catatan pemberi asuhan (dokter/ tenaga kesehatan lain):
merupakan Subjective (S).
Semua pemeriksaan fisik pada pasien oleh pemberi asuhan (dokter/
tenaga kesehatan lain) merupakan bagian dari Objective (O)
Diagnosis; merupakan bagian dari Asesmen (A) hasil yang
disimpulkan oleh pemberi asuhan (dokter) dari anamnesa dan hasil
pemeriksaan fisik. Diagnosis sesuai dengan klasifikasi diagnosis
penyakit internasional yang dikeluarkan WHO (saat ini ICD-10
Rencana penatalaksanaan meliputi rencana
pengobatan perawatan dan tindakan yang
akan dilakukan
◦ Contoh: Diagnosa kerja untuk kasus asma:
 Eksaserbasi asma sedang pada asma persisten ringan
 Sindrom dispepsia
 Hipertensi grade I
 Rencana penatalaksanaan:
 Tirah baring, posisi setengah duduk, Pasang venflon
 Pasang NGT
 O2 masker 6liter permenit
 Obat -obat yang diberikan: Injeksi….dst

Anda mungkin juga menyukai