Anda di halaman 1dari 36

Instrumen

Tes dan Non


Tes
KELOMPOK 10
Anggota Kelompok 10:

Maria Ursula Jemamun(1901030029) Avila


Nita(1901030068)

Herlina Regina Bang(1901030094) Marlin


A. Instrumen Tes
1. Pengertian

Istilah tes diambil dari kata testum dari bahasa perancis kuno yang berarti piring untuk
menyisihkan logam-logam mulia. Test merupakan sebuah media atau proses yang
digunakan untuk melakukan pengukuran dan penilaian. Testing merupakan peristiwa dalam
pelaksanaan berlangsungnya pengukuran dan penilaian. Tester merupakan seseorang yang
sedang melakukan tes, membuat teks tes, dan eksperimental. Dengan kata lain tester
merupakan orang – orang yang berkaitan mengenai tes. Tes merupakan proses penilaian
komprehensif kepada seseorang atau usaha keseluruhan evaluasi program.
Tes dapat dibedakan dari beberapa jenis dan pembagiannya:

a. Tes ditinjau dari berbagai sudut pandang.


b. Tes ditinjau dari bidang psikologi seperti tes intelegensi, tes prestasi belajar, tes bakat,
tes kepribadian.
c. Tes berdasarkan jumlah peserta
d. Tes berdasarkan penyusunannya.
e. Tes ditinjau dari waktu yaitu. tes kemampuan (power test) dan tes kecepatan (speed
test).
f. Tes ditinjau dari segi responnya, yaitu. verbal test dan nonverbal test.
g. Tes ditinjau dari segi cara mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawabannya
seperti, tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan.
2. Fungsi Instrumen Tes

Menurut Sudijono (2001: 67), secara umum ada dua macam fungsi yang dimiliki tes
yaitu:

a. Sebagai media pengukuran terhadap siswa.


Tes berfungsi mengukur tingkat perkembangan dan kemajuan nilai yang telah dicapai
oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka
waktu yang telah ditentukan.

b. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran.


Tes tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran yang telah
digunakan, mampu dikembangkan dan dianggap berhasil sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.
3. Persyaratan Instrumen Tes
Instrumen tes pengukuran yang baik merupakan instrumen yang melalui dua
tahapan.Tahap pertama, yakni tahapan yang terdapat empat kriteria seperti, tujuan
didefinisikan secara jelas, materi yang memenuhi standar dan spesifik, prosedur
pengadministrasian yang memenuhi standarisasi serta aturan penskoran. Tahap kedua,
tahapan evaluasi yang digunakan untuk pengumpulan dan menganalisis data yang
berguna untuk mengidentifikasi psychometric property, yang ditunjukkan dengan analisis
respon terhadap item – item tes.

Syarat – syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan penilaian:

1. Memberitahukan tugas yang akan dilakukan oleh siswa


2. Menyampaikan indikator atau garis besar materi
3. Rubrik penilaian untuk tampilan tugas yang lebih baik, dengan maksud memberikan
nilai yang sesuai dengan rentang waktu yang sudah diberikan
4. Ciri-ciri Tes yang Baik

Dalam pelaksanaan proses pembelajaran tidak akan lepas dari sebuah evaluasi
belajar. Evaluasi belajar ini digunakan untuk mengukur sejauh mana capaian belajar
siswa. Salah satu yang hal yang dilakukan dalam mengevaluasi capaian belajar siswa
yaitu menggunakan sebuah tes.
Arikunto (2009) mengemukakan bahwa ciri atau karakteristik tes yang baik yaitu
mencakup validitas, reliabilitas, objektivitas, praktikabilitas, dan ekonomis.
a. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang memiliki arti sudah sejauh mana keakuratan
dan ketelitian yang dimiliki oleh suatu alat ukur ketika digunakan dalam melakukan
pengukuran.
b. Reliabilitas
Reliabilitas berasal dari kata reliability yang merupakan gabungan dari kata rely dan
ability, yang jika dua kata tersebut digabungkan maka akan memiliki pemahaman
bagaimana sebuah alat ukur dapat dipercaya dan dapat dijadikan sandaran ketika
melakukan sebuah pengukuran. Realibilitas ini juga merujuk pada kekonsistenan
sebuah tes yang jika dilakukan berulang kali terhadap siswa yang sama hasilnya akan
konsisten.

c. Objektivitas
Objektif merupakan lawan atau kebalikan dari subjektif memiliki pengertian penilaian
dengan mengikutsertakan unsur pribadi, sedangkan untuk objektif memiliki pengertian
penilaian yang tidak mengikutsertakan unsur pribadi.

d. Praktikabilitas
Praktikabilitas pada pelaksanaan tes merujuk pada kemudahan dan kepraktisan tes
dalam proses administrasi.
e. Ekonomis
Ciri tes yang baik selanjutnya yaitu ekonomis. Ciri ekonomis pada tes ini bermaksud
bahwa tes yang dilaksanakan tidak memiliki biaya yang mahal, dan biaya yang
dikeluarkan masih bisa dijangkau sehingga tidak memberatkan dalam pelaksanaannya
nanti.

5 . Bentuk-Bentuk Instrumen Tes


Ada 2 macam penggolongan tes berdasarkan bentuk soal dan cara memberikan
jawabannya, yaitu:

 Tes Bentuk Objektif


Tes objektif adalah suatu tes yang menuntut siswa untuk memilih jawaban yang telah
disediakan atau berupa jawaban singkat yang pengkoreksiannya dilakukan dengan
cara yang sama kepada semua siswa. Tes berbentuk objektif memiliki kelebihan dan
kekurangan
Tes dalam bentuk objektif ini memiliki beberapa macam, antara lain :
a. Pilihan ganda (multiple choice)
b. Pilihan benar salah (true or false)
c. Menjodohkan (matching)
d. Isian singkat (melengkapi)

 Tes Bentuk Non-Objektif


Tes non objektif bisa disebut juga dengan tes uraian. Tes non-objektif yaitu tes yang
pertanyaannya membutuhkan jawaban siswa secara uraian, baik bebas maupun terbatas.
Bentuk dan uraian terbagi menjadi dua yaitu uraian terbatas dan uraian bebas, berikut
penjelasannya :
a. Uraian Terbatas
b. Uraian Bebas
c. Uraian Bebas
6. Teknik Penyusunan Tes
 Tes tertulis bentuk uraian (essay), untuk menyusun tes yang berbentuk non objektif
atau uraian diperlukan beberapa teknik yang perlu diperhatikan sebagai berikut:
a. Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian diusahakan agar soal tersebut dapat
mencakup ide-ide pokok dari materi pelajaran yang telah diajarkan.
b. Untuk menghindari timbulnya perbuatan curang oleh tester misalnya, menyontek
dan bertanya kepada tester yang lainnya. hendaknya sesuatu kalimat pada soal
berlawanan dengan buku pelajaran. Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian
lebih baik untuk membuat pertanyaan-pertanyaan yang tidak seragam atau
bervariasi. Misalnya: Jelaskan perbedaan antara … dengan ... beserta alasannya!
c. Kalimat yang disusun bersifat ringkas dan padat.
d. Sebelum seseorang mencoba menjawab soal, sebaiknya terlebih dahulu
mengemukakan cara mengerjakannya. Contoh: “Jawaban soal harus ditulis diatas
lembaran jawaban dan sesuai dengan urut nomor”.
 Tes tertulis bentuk objektif, tes yang berbentuk objektif memiliki beberapa jenis yang
berbeda dan tentunya memiliki teknik penyusunan yang berbeda juga. Sebelum
mengetahui bagaimana teknik penyusunan tes objektif, terdapat petunjuk operasional
yang harus diketahui oleh pendidik, yaitu:
a. Pendidik harus sering berlatih dalam menyusun tes objektif
b. Dilakukan analisis item (butir) pada butir soal sebelum soal tersebut diujikan
c. Menggunakan tabel spesifikasi soal atau kisi-kisi dengan menyusun kalimatnya
lebih sederhana, ringkas, dan jelas. Hal ini dilakukan agar tidak menimbulkan
penafsiran ganda dan sebaiknya soal disusun dengan menggunakan tanda baca
serta ditulis dengan benar. Selain itu, diwajibkan untuk mencantumkan pedoman
dan kunci jawaban.
Berikut ini adalah teknik penyusunan tes objektif berdasarkan jenisnya, yaitu: Asrul,
Rusydi Ananda, and Rosinta, Evaluasi Pembelajaran, Ciptapustaka Media (Medan:
Perdana Mulya Sarana, 2014):
a. Melengkapi (completion test) b. Multiple choice tes (pilihan berganda)
c. Menjodohkan (matching) d. Tes objektif berbentuk fill in (isian)
e. Benar-Salah (True-False)
B. Evaluasi Non-tes
1. Pengertian
Penilaian non-test adalah “penilaian pengamatan perubahan tingkah laku yang
berhubungan dengan apa yang dapat diperbuat atau dikerjakan oleh peserta didik
dibandingkan dengan apa yang diketahui atau dipahaminya”. Dengan kata lain penilaian
non-test behubungan dengan penampilan yang dapat diamati dibandingkan dengan
pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati oleh indera. Adapun
menurut Hasyim, ”Penilaian non-test adalah penilaian yang mengukur kemampuan siswa
secara langsung dengan tugas-tugas riil dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka instrumen evaluasi jenis non-tes
diartikan sebagai sesuatu yang digunakan untuk mempermudah pihak-pihak tertentu
untuk memperoleh kualitas atas suatu objek dengan menggunakan teknik non-tes.
2. Penggolongan Teknik Non-tes
 Observasi
Observasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan
memperhatikan tingkah lakunya. Menurut Arikunto (2012), Observasi adalah suatu
teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan
secara sistematis. Secara umum observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara
sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai fenomena-fenomena yang sedang
dijadikan sasaran pengamatan(Arifin, 2009).
Observasi adalah aktivitas mencatat suatu gejala/peristiwa dengan bantuan
alat/instrumen untuk merekam/mencatatnya guna tujuan ilmiah atau tujuan lainnya
(Morris, 1973). Dengan demikian, pengamat (observer) menggunakan seluruh panca
indra untuk mengumpulkan data melalui interaksi langsung dengan orang yang diamati.
Menurut Sutrisno Hadi (1986) ada 3 jenis observasi, yaitu:
1. Observasi partisipan dan nonpartisipan
Observasi partisipan adalah observasi dimana orang yang mengobservasi (observer)
ikut ambil bagian alam kegiatan yang dilakukan oleh objek yang diamatinya.
Sedangkan observasi nonpartisipan, observasi tidak mengambil bagian dalam kegiatan
yang dilakukan oleh objeknya. Atau evaluator berada “diluar garis” seolah-olah
sebagai penonton belaka.
2. Observasi sistematis dan observasi nonsitematis
Observasi sistematis(berstruktur) adalah observasi yang telah dirancang secara
sistematis, dimana faktor-faktor yang akan diamati sudah didaftar secara sistematis dan
sudah diatur menurut kategorinya (Arikunto,2012). Jadi observasi terstruktur dilakukan
apabila peneliti telah tahu dengan pasti tentang variabel apa yang akan diamati, peneliti
menggunakan instrumen penelitian yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya
(Sugiyono,2015
Ciri pokok observasi ini adalah adanya kerangka yang memuat faktor-faktor yang
telah diatur kategorisasinya dan ciri-ciri khusus dari tiap-tiap faktor dalam kategori-
kategori itu (Arifin, 2009). Sedangkan observasi nonsistematis (tidak berstruktur)
yaitu apabila dalam pengamatan tidak terdapat stuktur ketegori yang akan diamati dan
peneliti tidak menggunakan instrumen yang baku, tetapi hanya rambu-rambu
pengamatan (Sugiyono, 2015).
3. Observasi Eksperimental
Observasi eksperimental adalah observasi yang dilakukan secara nonpartisipatif tetapi
sistematis. Tujuannya untuk mengetahui atau melihat perubahan, gejala-gejala sebagai
akibat dari situasi yang sengaja diadakan. Peneliti dapat mengendalikan unsur-unsur
penting dalam situasi sedemikian tupa sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan
tujuan evaluasi.
 Manfaat observasi 
1. Menilai minat, sikap dan nilai yang terkandung dalam diri siswa.
2. Melihat proses kegiatan yang dilakukan oleh siswa maupun kelompok.
3. Suatu tes essay / obyektif tidak dapat menunjukan seberapa kemampuan siswa dapat menjelaskan
pendapatnya secara lisan, dalam bekerja kelompok dan juga kemampuan siswa dalam
mengumpulkan data

 Ciri-ciri observasi menurut Good, dkk (1936)


1. Observasi mempunyai arah yang khusus
2. Observasi ilmiah tentang tingkah laku adalah sistematis
3. Observasi bersifat kuantitatif, mencatat jumlah peristiwa tentang tipe-tipe tingkah laku tertentu.
4. Dalam observasi mengadakan catatan dengan segera
5. Observasi meminta keahlian, dilakukan oleh seseorang yang memang telah terlatih untuk
melakukannya
6. Hasil observasi dapat dicek dan dibuktikan untuk menjamin keadaan dan kesahihan.
Ciri-ciri observasi yang dikemukakan oleh Good dkk mempunyai kelemahan, antara lain (1)
dalam penyelidikan yang bersifat eksploitatif, justru yang bersifat kuantitatif dikesampingkan (2)
dalam observasi partisipan tidak dapat melakukan pencatatan dengan segera. Oleh karena itu,
observasi harus dilakukan secara hati-hati dan terencana (Arifin,2009).
 Kelebihan dan Kelemahan Observasi
1. Observasi sebagai alat penilai non-tes, mempunyai beberapa kelebihan, antara lain:
2. Observasi dapat memperoleh data sebagai aspek tingkah laku anak.
3. Dalam observasi memungkinkan pencatatan yang serempak dengan terjadinya suatu gejala atau
kejadian yang penting
4. Observasi dapat dilakukan untuk melengkapi dan mencek data yang diperoleh dari teknik lain,
misalnya wawancara atau angket
5. Observer tidak perlu mengunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan objek yang diamati,
kalaupun menggunakan, maka hanya sebentar dan tidak langsung memegang peran.

Selain keuntungan diatas, observer juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain:
6. Observer tidak dapat mengungkapkan kehidupan pribadi seseorag yang sangat dirahasiakan.
Apabila seseorang yang diamati sengaja merahasiakan kehidupannya maka tidak dapat diketahui
dengan observasi. Misalnya mengamati anak yang menyayi, dia kelihatan gembira, lincah. Tetapi
belum tentu hatinya gembira, dan bahagia. Mungkin sebaliknya, dia sedih dan duka tetapi
dirahasiakan.
7. Apabila si objek yang diobservasikan mengetahui kalau sedang diobservasi maka tidak mustahil
tingkah lakunya dibuat-buat, agar observer merasa senang.
8. Observer banyak tergantung kepada faktor-faktor yang tidak dapatdapat dikontrol sebelumya.
 Langkah-langkah menyusun pedoman observasi :
1. Merumuskan tujuan observasi
2. Merumuskan kisi-kisi observasi
3. Merumuskan pedoman observasi
4. Menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi
5. Melakukan uji coba pedoman observasi
6. Merevisi pedoman observasi
7. Melaksanakan observasi
8. Mengolah dan menafsirkan hasil observasi

 Wawancara (Interview)
1. Wawancara merupakan salah satu bentuk instrumen evaluasi jenis non tes yang
dilakukan melalui percakapan dan tanya jawab baik secara langsung tanpa alat
perantara maupun secara tidak langsung. Tujuan wawancara adalah:
2. Memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu hal atau kondisi
tertentu.
3. Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
4. Untuk memperoleh data agar dapat memengaruhi situasi atau orang tertentu.
 Langkah-langkah untuk melakukan wawancara:
a. Merumuskan tujuan wawancara
b. Membuat kisi-kisi dan pedoman wawancar
c. Menyusun pertanyaan yang sesuai dengan data yang diperlukan.
d. Melakukan uji coba untuk melihat kelemahan-kelemahan pertanyaan yang disusun,
sehingga dapat diperbaiki lagi
e. Melaksanakan wawancara dalam situasi yang sebenarnya.

 Jenis-jenis wawancara
Ada dua jenis wawancara yang dapat pergunakan sebagai alat evaluasi, yaitu:
a. Wawancara terpimpin (Guided Interview) yang juga sering dikenal dengan istilah
wawancara berstruktur (Structured Interview) atau wawancara sistematis (Systematic
Interview).
b. Wawancara tidak terpimpin (Un-Guided Interview) yang sering dikenal dengan
istilah wawancata sederhana (Simple Interview) atau wawancara tidak sistematis
(Non-Systematic Interview), atau wawancara bebas.
 Kelebihan dan kelemahan jenis instrumen wawancara
Kelebihan:
1. Dapat memperoleh informasi secara langsung sehingga objectivitas dapat diketahui.
2. Peneliti dapat membantu menjelaskan lebih, jika responden mengalami kesulitan
menjawab yang diakibatkan kurang paham dengan maksud pertanyaan.
3. Peneliti dapat mengontrol jawaban responden secara lebih teliti dengan mengamati
reaksi atau tingkah laku yang diakibatkan oleh pertanyaan dalam proses wawancara.
4. Peneliti dapat memperoleh informasi yang tidak dapat diungkapkan dengan cara
kuesioner ataupun observasi. (Sukardi,2015)

Kelemahan:
5. Jika subjek yang ingin diteliti banyak, maka akan memakan waktu yang banyak pula.
6. Terkadang wawancara berlangsung berlarut-larut tanpa arah.
7. Adanya sikap yang kurang baik dari responden maupun penanya.
8. Kelancaran wawancara dapat dipengaruhi oleh keadaan sekitar pelaksanaan
wawancara.
9. Wawancara menuntut penguasaan bahasa yang baik dan sempurna dari pewawancara.
10. Adanya pengaruh subjektif dari pewawancara dapat mempengaruhi hasil wawancara 
11. (Arifin, 2009)
 Angket (Kuesioner)

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara


memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawab. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu
dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari
responden. Selain itu kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar
dan tersebar di wilayah yang luas (sugiyono, 2015). Pada dasarnya angket adalah sebuah
daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Pada
umumnya tujuan penggunaan angket atau kuesioner dalam proses pembelajaran terutama
adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu
bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka.

Macam-macam kuesioner dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu pembagian kuesioner
ditinjau dari segi siapa yang menjawab dan ditinjau dari segi cara menjawab.
 Jenis-jenis angket/ kuesioner
1. Ditinjau dari segi siapa yang menjawab, kuesioner/angket dibagi menjadi dua yaitu:
2. Kuesioner langsung
3. Suatu kuesioner dikatakan sebagai kuesioner langsung adalah apabila kuesioner tersebut
dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawabann tentang dirinya
(responden).
4. Kuesioner tidak langsung
5. Kuesioner tidak langsung adalah kuesioner yang dikirimkan dan diisi bukan oleh orang yang
diminta keterangannya. Kuesioner jenis ini biasanya digunakan untuk mencari data tentang
bawahan, anak, saudara, tetangga, dan sebagainya.
6. Ditinjau dari segi cara menjawab atau strukturnya, kuesioner dibagi menjadi dua yaitu:
7. Kuesioner tertutup (berstruktur)
8. Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang disusun dengan menyediakan pilihan jawaban lengkap
sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda centang pada jawaban yang dipilih.

 Kuesioner terbuka (tidak berstruktur)


Kuesioner terbuka adalah Kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas
mengemukakan pendapatnya. Kuesioner terbuka disusun apabila jawabannya akan beraneka
ragam. Dengan kata lain, kuesioner ini adalah angket/kuesioner yang membutuhkan jawaban
uraian panjang, dari anak dan bebas. Yang biasanya anak dituntut untuk memberi penjelasan-
penjelasan, alasan-alasan terbuka.
 Prinsip Penulisan Angket:
Umar Sekaran (1992) mengemukakan beberapa prinsip dalam penulisan angket sebagai teknik
pengumpulan data, yaitu: Prinsip penulisan, pengukuran dan penampilan fisik.
1. Prinsip Penulisan
Prinsip penulisan menyangku beberapa faktor yaitu:
a. Isi dan tujuan pertanyaan
b. Bahasa yang digunakan
c. Tipe dan bentuk pertanyaan
d. Pertanyaan tidak mendua
e. Tidak menanyakan yang sudah lupa
f. Pertanyaan tidak menggiring
g. Panjang pertanyaan
h. Urutan pertanyaan

2. Prinsip Pengukuran
Angket yang diberikan kepada responden adalah instrumen penelitian, yang digunakan untuk
mengukur variabel yang akan diteliti. Oleh karena itu instrumen angket tersebut harus dapat
digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel tentang variabel yang diukur. Supaya
diperoleh data penelitian yang valid dan reliabel, maka sebelum instrumen angket tersebut
diberikan kepada responden, maka perlu diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu.
3. Penampilan fisik
Penampilan fisik angket sebagai alat pengumpul data akan mempengaruhi respon atau
keseriusan responden dalam mengisi angket. Angket yang dibuat di kertas buram,
akan mendapat respon yang kurang menarik bagi responden, bila dibandingkan
angket yang dicetak dalam kertas yang bagus dan berwarna. Tetapi angket yang
dicetak dikertas yang bagus dan berwarna akan menjadi mahal.
(Sugiyono,2015)

 Syarat membuat angket yang baik:


1. Setiap item harus dibuat dengan bahasa yang jelas dan tidak mempunyai arti yang
meragukan.
2. Peneliti hendaknya menghindari pertanyaan atau pernyataan ganda dalam satu item.
3. Item pertanyaan atau pernyataan berkaitan dengan permasalahan yang hendak
dipecahkan dalam penelitian.
4. Bahasa yang digunakan hendaknya menggunakan bahasa yang baku.
5. Peneliti hendaknya tidak terlalu mudah menggunakan item-item negatif atau item
yang menjebak responden.
6. Peneliti hendaknya membangun item kuesioner yang terarah dalam kisi-kisi kerja
atau framework permasalahan.
 Petunjuk membuat angket:
1. Mulai dengan pengantar yang isinya permohonan mengisi kuesioner sambil
dijelaskan maksud dan tujuannya.
2. Jelaskan petunjuk atau cara mengisinya supaya tidak salah.
3. Mulai dengan pertanyaan untuk mengungkapkan identitas responden.
4. Isi pertanyaan sebaiknya dibuat beberapa katergori atau bagian sesuai dengan variabel
yang diungkapkan sehingga mudah mengolahnya.
5. Rumusan pertanyaan dibuat singkat, tetapi jelas sehingga tidak membingungkan dan
salah mengakibatkan penafsiran.
6. Hubungan antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan yang lain harus dijaga
sehingga tampak logikanya dalam satu rangkaian yang sistematis.
7. Usahakan kemungkinan agar jawaban, kalimat, dan rumusannya tidak lebih panjang
daripada pertanyaan.
8. Kuesioner yang terlalu banyak atau terlalu panjang akan melelahkan dan
membosankan responden sehingga pengisiannya tidak objektif lagi.
9. Ada baiknya kuesioner diakhiri dengan tanda tangan responden untuk menjamin
keabsahan jawabannya.
 Kelemahan:
1. Peneliti tidak dapat melihat reaksi responden ketika memberikan informasi melalui
isian
kuesioner.
2. Responden tidak memberikan jawaban dalam waktu yang telah ditentukan.
3. Responden memberikan jawaban secara asal-asalan.
4. Kembalinya kuesioner bergantung pada kesadaran responden

 Skala Sikap
Sikap merupakan suatu kecenderungan tingkah laku untuk berbuat sesuatu dengan cara,
metode, teknik dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang
maupun objek-objek tertentu. Sikap mengacu kepada perbuatan atau perilaku seseorang,
tetapi tidak berarti semua perbuatan identik dengan sikap.
Adapun model-model skala sikap yang bisa digunakan untuk menilai sikap peserta didik
terhadap suatu objek, antara lain:
1. Menggunakan bilangan untuk menunjukkan tingkat-tingkat dari objek sikap yang
dinilai, seperti 1, 2, 3, 4 dan seterusnya.
2. Menggunakan frekuensi terjadinya atau timbulnya sikap itu, seperti: selalu, sering
kali, kadang-kadang, pernah, dan tidak pernah.
3. Menggunakan istilah-istilah yang bersifat kualitatif, seperti bagus sekali, baik, sedang,
dan kurang. Ada juga istilah-istilah lain seperti: sangat setuju, etuju, ragu-ragu (tidak
punya pendapat), tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
4. Menggunakan istlah-istilah yang menunjukkan status/kedudukan, seperti sangat
rendah, di bawa rata-rata, di atas rata-rata, dan sangat tinggi.
5. Menggunakan kode bilangan atau huruf, seperti selalu (diberi kode 5), kadang-kadang
(4), jarang (3), jarang sekali (2), dan tidak pernah (1).
 Daftar Cek
Daftar cek adalah suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang akan
diamati. Daftar cek dapat memungkinkan guru sebagai penilai mencatat tiap-tiap
kejadian yang betapapun kecilnya, tetapi dianggap penting. Ada bermacam-macam
aspek perbuatan yang biasanya dicantumkan dalam daftar cek, kemudian tinggal
memberikan tanda centang pada tiap-tiap aspek tersebut sesuai dengan hasil
penilaiannya. Daftar cek banyak manfaatnya, anatara lain membantu guru untuk
mengingat-ingat apa yang harus diamati, dan dapat memberikan informasi kepada
stakeholder. Namun, penilaian harus tetap waspada kemungkinan perilaku penting
yang belum tercakup di dalam daftar cek, karena itu penilaian jangan terlalu laku
dengan apa yang sudah tertulis pada daftar cek tersebut.
Contoh:
Daftar cek tentang keaktifan peserta didik dalam diskusi kelompok pada mata pelajaran
tertentu.
2. Generosity effects, yaitu kelemahan yang akan muncul bila ada keinginan untuk
berbuat bak. Misalnya, seorang guru dalam keadaan ragu-ragu, maka ia cenderung
akan memberikan nilai yang tinggi.
3. Carry-over effects, yaitu kelemahan akan muncul jika guru tidak dapat memisahkan
satu fenomena yang lain. Jika fenomena yang muncul dinilai baik, maka fenomen
yang lain akan dinilai baik pula.

 Sosiometri
Sosiometri adalah suatu prosedur untuk merangkum, menyusun dan sampai batas
tertentu dapat mengkuantifikasi pendapat-pendapat peserta didik tentang penerimaan
teman sebayanya serta hubungan di antara mereka. Seperti diketahui, di sekolah banyak
peserta didik kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dia tampak murung,
mengasingkan diri, mudah tersinggung atau bahkan over-acting. Hal ini dapat dilihat
ketika mereka sedang istirahat, bermain atau mengerjakan tugas kelompok. Fenomena
tersebut menunjukkan adanya kekurangmampuan peserta didik dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Kondisi seperti ini perlu diketahui dan dipelajari oleh guru dan
dicarikan upaya untuk memperbaikinya, karena dapat mengganggu proses belajarnya.
Skala Penilaian (Rating Scale)
Dalam daftar cek, penilaian hanya dapat mencatat ada tidaknya variabel tingkah laku tertentu,
sedangkan dalam skala penilaian fenomena-fenomena yang akan dinilai itu disusun dalam tingkatan-
tingkatan yang telah ditentukan. Jadi, tidak hanya mengukur secara mutlak ada atau tidak adanya
variabel tertentu, tetapi lebih jauh mengukur bagaimana intensitas gejala yang ingin diukur.
Pencatatan melalui daftar cek termasuk pencatatan yang kasar. Fenomena-fenomena hanya dicatat
ada tau tidak ada. Hal ini agak kurang realistik. Perilaku manusia, baik yang berwujud sikap jiwa,
aktivitas, maupun prestasi belajar timbul dalam dalam tingkatan-tingkatan tertentu. Oleh karena itu,
untuk mengukur hal-hal tersebut ada baiknya digunakan penilaian.

Namun demkian, skala penilaian juga mempunyai kelemahan, antara lain:


1. Ada kemungkinan terjadinya halo effects, yaitu kelemahan yang akan timbul jika dalam pencatatan
observasi terpikat oleh kesan-kesan umum yang baik pada peserta didik sementara ia tidak
menyeldiki kesan-kesan umum itu. Misalnya, seorang guru terkesan oleh sopan santun dari
peserta didik sehingga memberikan nilai yang tinggi pada segi-segi yang lain, padahal mungkin
peserta didik tersebut tidak demikian adanya. Bisa juga guru terkesan dengan model berpakaian
atau penampilan umum peserta didik. Begitu juga sebaliknya, seorang guru mungkin memberikan
nilai yang rendah, karena peserta didik kurang span dan tidak berpakaian rapi.
Salah satu cara untuk mengetahui kemampuan sosial peserta didik adalah sosiometri. Terdapat
beberapa langkah dalam menggunakan sosiometri, yaitu:
1. Memberikan “petunjuk” atau pertanyaan-pertanyaan, seperti: “tuliskan pada selembar kertas nama
teman-temanmu yang paling baik” atau “siapa temanmu yang paling baik di dalam kelas?” atau
“siapa di antara teman-temanmu yang sering meminjam buku pelajaran kepada teman-teman yang
lain?”. Usahakan tidak terjadi kompromi untuk saling memilih diantara peserta didik.
2. Mengumpulkan jawaban yang sejujurnya dari semua peserta didik.
3. Jawaban-jawaban tersebut dimasukkan ke dalam tabel.
4. Pilihan-pilihan yang tertera dalam tabel digambarkan pada sebuah sosiogram.
(Arifin, 2009)

 Catatan Insidental (Anecdotal Record)


1. Catatan insidental adalah catatan-catatan singkat tentang peristiwa-peristiwa sepintas yang
dialami peserta didik secara perseorangan. Catatan ini merupakan pelengkap dalam rangka
penilaian guru terhadap peserta didiknya, terutama yang berkenaan dengan tingkah laku peserta
didik. Catatan tersebut biasanya berbunyi:
2. Tanggal 23 Februari 2017, Gita menangis sendiri di belakang sekolah, tanpa sebab.
3. Tanggal 05 Maret 2017, Gita mengambil mistar teman sebangkunya dan tidak
mengembalikannya.
4. Tanggal 21 Maret 2017, Gita berkelahi dengan Galih, karena Gita berkata, “Galih anak pungut”.
Catatan insidental semacam ini mungkin belum berarti apa-apa bagi keperluan
penilaian Gita, tetapi setelah dihubungkan dengan data-data yang lain seringkali
memberikan petunjuk yang berguna. Catatan ini dapat dibuat di buku khusus atau pada
kartu-kartu kecil, sehingga memudahkan dalam penafsirannya.
Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan catatan insidental, guru
perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Tetapkan terlebih dahulu peserta didik yang sangat memerlukan penyelidikan. Dalam
hal apakah penyelidikan itu harus dilakukan.
2. Setiap kegiatan pencatatan suatu peristiwa hendaknya diambil kesimpulan sementara.
Kesimpulan final baru ditentukan setelah membandingkan beberapa kesimpulan
sementara dari beberapa kegiatan pencatatan.
3. Fokus perhatian guru adalah tingkah laku peserta didik yang dianggap perlu diselidiki
itu.
3. Teknik pemberian penghargaan evaluasi non-tes
Dalam melakukan penilaian, kebanyakan guru-guru di sekolah hanya memberikan
nilai pada akhir pembelajaran, guru masih belum terbiasa memberikan penghargan
terhadap tingkah laku peserta didik yang baik. Sebaliknya, guru sering memberikan
komentar negatif atau perlakuan yang kasar terhadap tingkah laku peserta didik yang
salah. Hal ini akan berdampak negatif bagi perkembangan kepribadian peserta didik itu
sendiri. Ibnu kaldun pernah berkata “barang siapa yang mendidik dengan kekerasan dan
paksan, maka peserta didik akan melakukan suatu perbuatan dengan paksaan pula,
menimbulkan ketidak gairahan jiwa, lenyapnya aktifitas akibat peserta didik malas, suka
berdusta dan berkata buruk”. Peserta didik akan menampilkan perbuatan yang berlainan
dengan kata hatinya, karena takut akan kekerasan (hukuman).
Menurut teori behavioristik, pemberian penghargaan dapat memberikan dampak
yang positif bagi peserta didik dalam belajarnya, yaitu:
1.    Menimbulakn respon yang positif
2.    Menciptakan kebiasaan yang relatif kokoh didalam dirinya
3.    Menimbulkan perasaan senang dalam melakukan suatu pekerjaan
4.    Menimbulkan antusiasme, semangat untuk terus melakukan belajar
5.    Semakain percaya diri
Pemberian penghargaan terhadap peserta didik dalam kegiatan pembelajaran bertujuan untuk
meningkatkan perhatian, motivasi, semangat, dan kemudahan belajar, serta memodifikasi tingkahlaku
peserta didik yang kurang positif menjadi tingkah laku yang produktif.
Dalam pemberian penghargaan, ada dau teknik yang dapat digunakan guru, yaitu:
Verbal dan non verbal (Depdiknas, 2003: 29).
1.  Teknik verbal, yaitu pemberian penghargaan yang berupa pujian, dukungan, dorongan, atau
pengakuan, seperti: kata bagus, benar, betul, tepat, baik dan lain sebagainya.
2. Teknik non verbal, yaitu pemberian penghargaan melalui:
a. Gestur tubuh, yaitu mimik dengan gerakan tubuh (senyuman, anggukan, acungan ibu jari, dan
tepukan tangan.
b.  Cara mendekati, yaitu guru mendekati peserta didik untuk menunjukan perhatian atau
kesenangnaya terhadap pekerjaan atau penampilan peserta didik.
c.  Sentuhan, seperti : menepuk-nepuk bahu, menjabat tangan, dan mengelus kepala, dengan
memperhatikan: usia anak, budaya dan norma agama.
d. Kegiatan yang menyenangkan, yaiu memberi kesempatan kepada perta didik untuk melakukan
kegiatan yang disenanginya sebagai penghargaan atas prestasi belajar yang baik.
e. Simbol atau benda, seperti komentar tertulis secara positif pada buku peserta didik, piagam
penghargaan, dan hadiah.
Thank
You

Anda mungkin juga menyukai