Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN KRITIS

Patofisiologi Farmakologi Dan Terapi


Diet Gangguan Pernafasan Dan
Kardiovaskuler

SUNARTI SYAHDU (4201018008)


PENDAHULUAN

Menurut (Issa & Shapiro, 2016) Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu
penyakit paru akut yang memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) dan mempunyai
angka kematian yang tinggi yaitu mencapai 60%. 1,2 Estimasi yang akurat tentang insidensi
ARDS sulit karena definisi yang tidak seragam serta heterogenitas penyebab dan manifestasi
klinis. Estimasi insidensi ARDS di Amerika Serikat sebesar 100.000-150.000 jumlah penduduk
per tahun (1996).
Defisini Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Definisi ARDS pertama kali dikemukakan oleh Asbaugh dkk (1967) sebagai hipoksemia berat
yang onsetnya akut, infiltrat bilateral yang difus pada foto toraks dan penurunan compliance
atau daya regang paru.

Acute Lung Injury (ALI) dan ARDS didiagnosis ketika bermanifestasi sebagai kegagalan
pernafasan berbentuk hipoksemi akut, bukan karena peningkatan tekanan kapiler paru. Bentuk
yang lebih ringan dari ARDS disebut ALI karena ALI merupakan prekursor ARDS.
Etiologi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor penyebab yang dapat berperan pada
gangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebut sebagai penyakit tetapi sebagai sindrom. Sepsis
merupakan faktor risiko yang paling tinggi, mikroorganisme dan produknya (terutama
endotoksin) bersifat sangat toksik terhadap parenkim paru dan merupakan faktor risiko terbesar
kejadian ARDS, insiden sepsis menyebabkan ARDS berkisar antara 30-50%.
Patofisiologis Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
◦ hipoksemia (Ramah & dr. Putu Kurniyanta, 2016). Gagal napas hipoksemia lebih sering dijumpai daripada gagal napas hiperkapnia.
Pasien tipe ini mempunyai nilai PaO2 yang rendah tetapi PaCO2 normal atau rendah. PaCO2 tersebut membedakannya dari gagal
napas hiperkapnia, yang masalah utamanya adalah hipoventilasi alveolar. Selain pada lingkungan yang tidak biasa, dimana atmosfer
memiliki kadar oksigen yang sangat rendah, seperti pada ketinggian, atau saat oksigen digantikan oleh udara lain, gagal napas
hipoksemia menandakan adanya penyakit yang mempengaruhi parenkim paru atau sirkulasi paru. Istilah hipoksemia dan hipoksia
sering tumpang tindih dalam patofisiologi gagal napas tipe hipoksemia.

◦ HipokseAcute respiratory distress syndrome (ARDS) menyebabkan terjadinya kegagalan nafas tipe I atau dikenal
dengan mia berat akan menyebabkan hipoksia. Hipoksia dapat pula terjadi akibat penurunan penyampaian O2 karena
faktor rendahnya curah jantung, anemia, syok septik atau keracunan karbon monoksida, dimana PaO2 dapat meningkat
atau normal. Secara umum, tekanan parsial O2 dalam darah arteri mencerminkan:

◦ a. Tekanan parsial O2 di gas inspirasi

◦ b. Menit ventilasi

◦ c. Jumlah darah yang mengalir melalui kapiler paru

◦ d. O2 saturasi hemoglobin dalam darah mengalir melalui kapiler paru (efek metabolisme jaringan dan curah jantung)

◦ e. Difusi melintasi membran alveolar

◦ f. Cocok ventilasi-perfusi
Pemeriksaan penunjang Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
◦ a. Laboratorium:

◦ 1. AGDA: hipoksemia, hipokapnia (sekunder karena hiperventilasi), hiperkapnia (pada emfisema atau keadaan

lanjut), bisa terjadi alkalosis respiratorik pada proses awal dan kemudian berkembang menjadi asidosis respiratorik.

◦ 2. Pada darah perifer bisa dijumpai gambaran leukositosis (pada sepsis), anemia, trombositopenia (refleksi inflamasi

sistemik dan kerusakan endotel, peningkatan kadar amilase (pada kasus pancreatitis sebagai penyebab ARDSnya)

◦ 3. Gangguan fungsi ginjal dan hati, gambaran koagulasi intravaskular diseminata yang merupakan bagian dari

MODS.

◦ b. Radiologi: Pada awal proses, dari foto thoraks bisa ditemukan lapangan paru yang relatif jernih, namun pada foto

serial berikutnya tampak bayangan radioopak yang difus atau patchy bilateral dan diikuti pada foto serial berikutnya

tampak gambaran confluent tanpa gambaran kongesti atau pembesaran jantung. Dari CT scan tampak pola

heterogen, predominan limfosit pada area dorsal paru (foto supine).


Pendekatan terapi terkini untuk Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

◦ Pendekatan terapi terkini untuk ARDS adalah meliputi perawatan suportif, bantuan
ventilator dan terapi farmakologis. Prinsip umum perawatan suportif bagi pasien
ARDS dengan atau tanpa Multiple Organ Dysfungsi Syndrome (MODS) meliputi:

◦ a. Pengidentifikasian dan terapi penyebab dasar ARDS.

◦ b. Menghindari cedera paru sekunder misalnya aspirasi, barotrauma, infeksi


nosokomial atau toksisitas oksigen.

◦ c. Mempertahankan penghantaran oksigen yang adekuat ke end-organ dengan cara


meminimalkan angka metabolik.

◦ d. Mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler serta keseimbangan cairan tubuh.

◦ e. Dukungan nutrisi.
Terapi non farmakologis ARDS

a. Penggunaan ventilasi mekanis invansif ARDS

b. Pengaruh Intermittent Positive Pressure Ventilation (IPPV) terhadap hemodinamik

◦ c. Pengaruh Intermittent Positive Pressure Ventilation (IPPV) terhadap hubungan ventilasiperfusi (V/Q) dan
pertukaran gas

◦ d. Ventilasi volume tidal tendah

◦ e. Positive End Expiratory Pressure (PEEP) tinggi

◦ f. Ventilasi dengan posisi prone


Terapi farmakologis ARDS
◦ Pilihan terapi farmakologis pada manajemen ARDS masih sangat terbatas. Penggunaan surfaktan dalam manajemen ARDS pada anak-anak memang
bermanfaat, namun penggunaanya pada orang dewasa masih kontroversi. Studi review yang dilakukan Cochrane dkk tidak menemukan manfaat penggunaan
surfaktan pada ARDS dewasa. Pemberian nitrit okside inhalasi (iNO) dan prostasiklin (PGI2) mungkin dapat menurunkan shunt pulmoner dan afterload
ventrikel kanan dengan menurunkan impedansi arteri pulmoner. 40-70% ARDS mengalami perbaikan oksigenasi dengan iNO. Penambahan almitrin intravena
mempunyai dampak aditif pada perbaikan oksigenasi. Sementara pemberian PGI2 dengan dosis sampai 50 ng/kg.bb/menit ternyata memperbaiki oksigenasi
sama efektifnya dengan iNO pada pasien ARDS.

 Prostaglandin E 1- pulmonari vasodilatation, anti inflamatory effects on neutrophils and macrophages

 Aerosolized prostacyelin – selective pulmonary vasodilatation of ventilated lung areas

 Almitrine – selective pulmonary vasoconstrictor of non ventilated areas of lung

 Surfactant – pevents collapse, protects against inflammation and infection

 N-acetyleysteine, procysteine, lisofylline

 Anti oxidants – procect against oxidant damage

 Partial liquid ventilation – PFC, liquid PEEP

 Anti inflamatory drugs – ibuprofen

 Antifungal – ketoconazole

 Recombinant activated protein c


Terapi diet ARDS

◦ Telah disimpulkan bahwa manipulasi pada diet dapat memperbaiki sistem imun dan
meningkatkan hasil terapi penyakit inflamasi, seperti sepsis dan ARDS. Strategi yang telah
dilakukan antara lain suplementasi arginin, glutamin, asam lemak 𝜔-3, dan antioksidan.
Sebuah studi randomized meneliti efek nutrisi enteral modifikasi yang meliputi pemberian
eicosapentaenoic acid, gamma-linolenic acid, dan bermacam-macam antioksidan
dibandingkan dengan nutrisi enteral kontrol pada pasien dengan ARDS, dengan hasil
kelompok yang diberi nutrisi enteral modifikasi tersebut mengalami perbaikan oksigenasi,
pengurangan jumlah neutrofil pada cairan bilasan alveolar, penurunan lama rawat, dan
penurunan kebutuhan ventilasi mekanik. Formula yang diperkaya dengan asam lemak 𝜔-3
dapat memberikan efek baik untuk pasien ARDS karena berkompetisi dengan 𝜔-6 PUFA dan
meminimalkan sintesis eikosanoid
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)

◦ STEMI erat kaitannya dengan tingginya morbiditas dan mortalitas. Meskipun beberapa

dekade telah dilakukan penelitian dan clinical trial, namun masih juga dijumpai 500.000 ST
Elevasi Miokardial Infark (STEMI) setiap tahun di Amerika. Data menunjukkan bahwa
mortalitas akibat STEMI paling sering terjadi dalam 24 - 48 jam pasca onset dan laju
mortalitas awal 30 hari setelah serangan adalah 30% (Rao, 2009; Brunner & Suddarth, 2008
dalam Darliana, 2010).
Definisi ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)

◦ ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI) merupakan suatu kondisi yang mengakibatkan


kematian sel miosit jantung karena iskhemia yang berkepanjangan akibat oklusi koroner akut
(Black & Hawk, 2005). STEMI terjadi akibat stenosis total pembuluh darah koroner sehingga
menyebabkan nekrosis sel jantung yang bersifat irreversible (Brown & Edwars, 2005).
Patofisiologi ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)

Proses aterosklerotik dimulai ketika adaya luka pada sel endotel yang bersentuhan langsung
dengan zat-zat dalam darah. Permukaan sel endotel yang semula licin menjadi kasar, sehingga
zat-zat didalam darah menempel dan masuk kelapisan dinding arteri. Penumpukan plaque yang
semakin banyak akan membuat lapisan pelindung arteri perlahan-lahan mulai menebal dan
jumlah sel otot bertambah. Setelah beberapa lama jaringan penghubung yang menutupi daerah
itu berubah menjadi jaringan sikatrik, yang mengurangi elastisitas arteri. Semakin lama semakin
banyak plaque yang terbentuk dan membuat lumen arteri mengecil (Darliana, 2010).
Diagnosis terjadinya ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)

◦ a. Petanda (cardiac biomarker)kerusakan jantung

◦ b. Infark anteroir

◦ c. Infark anterior-posterior

◦ d. Infark lateral

◦ e. Infark ventrikel kanan


Terapi diet pada kasus ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)
◦ Tatalaksana nutrisi pasien AMI tahap awal adalah stabilisasi hemodinamik, kemudian
setelah kondisi pasien stabil baru dilakukan intervensi nutrisi. Tujuan tatalaksana
nutrisi pasien SKA adalah (1) m

◦ engurangi beban kerja jantung dengan menghindari pemberian makanan yang


merangsang dan memberatkan kerja jantung (2) memberikan makanan dengan suhu
sesuai dengan suhu tubuh (3) memcegah konstipasi dan kembung (4) mengendalikan
faktor risiko (Setiadi, 2014).

◦ Kebutuhan makronutrien

◦ Kebutuhan mikronutrien
Title Lorem Ipsum

LOREM IPSUM DOLOR SIT AMET, NUNC VIVERRA IMPERDIET PELLENTESQUE HABITANT
CONSECTETUER ADIPISCING ENIM. FUSCE EST. VIVAMUS A MORBI TRISTIQUE SENECTUS ET
ELIT. TELLUS. NETUS.

Anda mungkin juga menyukai