Askep Autisme-Klmpk 3 - B
Askep Autisme-Klmpk 3 - B
Askep Autisme-Klmpk 3 - B
KELOMPOK 3
LAPORAN
PENDAHULUAN
Definisi
– Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme
(paham/aliran). Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki
gangguan perkembangan dalam dunianya sendiri. Beberapa pengartian
autis menurut para ahli adalah sebagai berikut:
– Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak,
mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker handojo,
2003).
Definisi
– Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat
masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial
atau komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan anak tersebut terisolasi
dari anak yang lain. (Baron-Cohen, 1993).
– Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang
mengalami kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan anak
mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku
“Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”. (American
Psychiatic Association, 2000).
Anak autisme dapat ditinjau dari beberapa segi
yaitu:
Segi pendidikan komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga
anak ini memerlukan penanganan/layanan pendidikan secara khusus sejak dini.
Segi medis
●
anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang berat
●
Segi psikologi bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek komunikasi sosial, perilaku, bahasa
sehingga anak perlu adanya penanganan secara psikologis.
anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan berat dari
Segi sosial
●
beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi sosial, sehingga anak ini memerlukan
bimbingan keterampilan sosial agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya.
Klasifikasi
Anak autis ini dapat memberikan sedikit respon ketika dipanggil namanya,
●
Autis Ringan menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam berkomunikasi dua arah meskipun
terjadinya hanya sesekali.
Autis Sedang Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata
●
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan yang sangat
●
Autis Berat tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan kepalanya ke tembok secara
berulang-ulang dan terus menerus tanpa henti.
Etiologi
– Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut hippocampus. Akibatnya
terjadi gangguan fungsi control terahadap agresi dan emosi yang disebabkan oleh keracunan logam
berat seperti mercury yang banyak terdapat dalam makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang
hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang tinggi.
– Faktor genetika dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel – sel saraf dan sel otak, namun
diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun bukti-bukti yang konkrit
masih sulit ditemukan.
– Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi dan oksigenasi
pada janin dapat memicu terjadinya austisme. Bahkan sesudah lahir (post partum) juga dapat
terjadi pengaruh dari berbagai pemicu, misalnya : infeksi ringan sampai berat pada bayi.
– Dan terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak
tidak dapat diserap oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi
tidak terpenuhi karena faktor ekonomi.
Patofisiologi
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga, pembentukan
sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak
berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa
bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara
genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan
terjadinya gangguan autisme. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita
autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor,
neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat
kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi,
pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi
pertumbuhan otak.
Patofisiologi
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila
autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan
primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkomsumsi
makanan yang mengandung logam berat dan dalam masa kehamilan ibu minum
alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain
kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng,
yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara
lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang
diderita ibu pada masa kehamilan.
Manifestasi Klinik
4. Gangguan perilaku :Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian harus
menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat hiperaktif misalnya bila
masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datangi, ia akan membuka semua pintu, berjalan
kesana kemari dan berlari-lari tentu arah.
5. Gangguan perasaan dan emosi : Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau
marah tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila
tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak.
6. Gangguan dalam persepsi sensori: Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata),
pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat. Menggigit,
menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja.
7. Intelegensi: Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun
sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100. Anak autis sulit melakukan tugas yang melibatkan
pemikiran simbolis atau empati.
Pemeriksaan Penunjang
– Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari, penyandang autis perlu
diterapi secara nonmedikamentosa yang melibatkan pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika
Widyawati SpKJ dari Bagian Ilmu Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi untuk
meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk mengendalikan perilaku
yang mengganggu/membahayakan, terapi wicara, terapi okupasi/fisik, sensori-integrasi yaitu
pengorganisasian informasi lewat semua indera, latihan integrasi pendengaran (AIT) untuk
mengurangi hipersensitivitas terhadap suara, intervensi keluarga, dan sebagainya.
– Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa memperburuk kondisi dan gejala
autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi pengaturan diet dengan menghindari zat-
zat yang menimbulkan alergi (kasein dan gluten), pemberian suplemen vitamin dan mineral,
serta pengobatan terhadap jamur dan bakteri yang berada di dinding usus.
– Dengan berbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani hidup sebagaimana
anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri dan berprestasi.
Penatalaksanaan
– Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
– Terapi wicara : membantu anak melancarkan otot-otot mulut
sehingga membantu anak berbicara yang lebih baik.
– Terapi okupasi : untuk melatih motorik halus anak
– Terapi perilaku : Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari
latar belakang dari perilaku negative tersebut dan mencari
solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan
dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya.
ASUHAN
KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Identitas klien
2. Riwayat kesehatan
– Riwayat kesehatan sekarang:
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan atau sama sekali tidak dapat
bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam
waktu singkat, tidak senang atau menolak dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh.
Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5%
mempunyai IQ diatas 100.
– Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan):
Sering terpapar zat toksik, seperti timbal dan Cidera otak.
– Riwayat kesehatan keluarga:
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan apakah
ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan.
Pengkajian
5. Psikososial :
– Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
– Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
– Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
– Perilaku menstimulasi diri
– Pola tidur tidak teratur
– Permainan stereotip
– Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
– Tantrum yang sering
– Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
– Kemampuan bertutur kata menurun
– Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
6. Neurologis :
– Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
– Refleks mengisap buruk
– Tidak mampu menangis ketika lapar.
Data Fokus
Analisa Data
Terapeutik:
-Tetapkan tujuan terapi (mis. Perubahan emosi,
pengembangan kepribadian, pembelajaran perilaku
baru)
-Pilih literature (cerita, puisi, esai, artikel, buku, dan
novel) berdasarkan kemamouan membaca, atau
sesuai situasi/perasaan yang dialami
-Gunakan gambar dan ilustrasi
-Diskusikan perasaan yang diungkapkan oleh
karakter dalam perilaku
Intervensi dan Luaran
Keperawatan
No. Dx Keperawatan Tujuan/luaran Intervensi
Tindakan:
Observasi:
-Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
Terapeutik:
-Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
-Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
-Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi:
-Ajarkan teknik relaksasi
-Ajarkan latihan asertif
Intervensi dan Luaran
Keperawatan
No. Dx Keperawatan Tujuan/luaran Intervensi
Terapeutik:
-Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
-Fasilitasi mengekspresikan marah secara adaptif
-Cegah kerusakan fisik akibat ekspresi marah (mis.
Menggunakan senjata)
-Cegah aktivitas pemicu agresi (mis. Meninju tas,
mandar-mandir, berolahraga berlebihan)
-Lakukan control eksternal (mis. Pengekangan, time-
out, dan seklusi), jika perlu
-Dukung penerapan strategi pengendalian marah
dan ekspresi amarah adaptif.
Intervensi dan Luaran
Keperawatan
No. Dx Keperawatan Tujuan/luaran Intervensi
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian obat. Jika perlu.
TERIMA KASIH