Anda di halaman 1dari 13

Tugas Etika Bisnis dan Profesi

Kasus Penjualan VLCC Pertamina


 

Dibuat Oleh:
Nama: Nindi Stella Tehupuring
NPM: 12161406200005
 
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI KEUANGAN DAN PERBANKAN
UNIVERSITAS KRISTEN MALUKU INDONESIA AMBON
TAHUN 2021
 
Pendahuluan
Good Corporate governance : suatu sistem, proses dan
seperangkat peraturan, termasuk prinsip prinsip serta
nilai-nilai yang melandasi praktik bisnis yang sehat
dengan tujuan:
• Meningkatkan kinerja organisasi perusahaan,
• Menciptakan nilai tambah bagi semua pengangku
pepentingan,
• Mencegah dan mengurangi manipulasi serta
kesalahan yang signifikan dalam pengelolaan
organisasi,
Pembahasan
Kasus Penjualan VLCC Pertamina
 Menurut Anda, apakah tindakan Direksi dan
Komisaris Pertamina di atas dapat di
benarkan bila di tinjau dari UU PT.
 Berikan pendapat anda, bagaimana
penerapan prinsip- prinsip GCG dalam
divestasi VLCC Pertamina sebagai BUMN.
Pembahasan
Dapat Dibenarkan, Hal ini sejalan dengan fakta
yang ada bahwa pertamina yang sebelumnya
adalah Persekutuan Perdata pada tahun 2003
telah di ubah menjadi Perseroan Terbatas
Berkaitan dengan hal tersebut maka, pertamina
harus tunduk Pada UU PT. Sehingga setiap
penjualan satu set (bukan Saham) Cukup dengan
Persetujuan komisaris lewat Rapat umum
pemegang saham.
Pembahasan
Merujuk pada kententuan yang tercantum dalam Undang-Undang
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”)
menjelaskan bahwa yang berhak mewakili perseroan dalam
mengalihkan aset yang dimiliki perseroan adalah Direksi. Namun,
dalam hal Direksi dalam perseroan lebih dari 1 (satu) orang, maka
setiap anggota Direksi berhak untuk mewakili perseroan. Hal ini
didasarkan pada ketentuan yang termaktub di dalam Pasal 98
ayat (1) dan ayat (2) UUPT, yang menyatakan: 
Pasal 98
1) Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
2) Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang
berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali
ditentukan lain dalam anggaran dasar.
Selanjutnya, mengenai perbuatan hukum untuk menjual aset
perseroan, menurut UUPT khususnya dalam Pasal 102 ayat (1) huruf
a dijelaskan bahwa dalam mengalihkan kekayaan perseroan lebih
dari 50% (lima puluh perseratus) jumlah kekayaan bersih perseroan
dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama
lain maupun tidak, wajib untuk mendapatkan persetujuan Rapat
Umum Pemegang Saham (“RUPS”) perseroan.
Dalam hal pengalihan aset perseroan kurang dari 50% (lima puluh
perseratus) maka Direksi dapat langsung melakukan penjualan aset
dan perbuatan hukum tersebut tetap mengikat Perseroan, hal ini
sebagaimana diatur dalam Pasal 102 ayat (2) UUPT. Akan tetapi,
apabila hal ini ditentukan lain dalam Anggaran Dasar perseroan,
sebagaimana diatur dalam Pasal 117 UUPT, yang mana harus
terlebih dahulu mendapatkan persetujuan komisaris, maka sebelum
pengalihan aset tersebut harus memperoleh persetujuan tertulis
dahulu dari Dewan Komisaris perseroan.
Pembahasan
• Pengelolaan perusahaan secara terpisah oleh para
profesional baik pada aspek pengelolaan (direksi)
maupun aspek pengawasan (dewan komisaris) akan
menjaga independensi antarpihak yang
berkepentingan. Sehingga, upaya-upaya yang
mengarah pada tindakan yang merugikan
perusahaan sedini mungkin dapat dihindari karena
adanya fungsi kontrol yang jelas. VLCC yang terjadi
pada hakikatnya dapat dilihat sebagai berikut.
Pertama, terkait dengan prinsip Keterbukaan
(Transparency).
Dari sisi transparansi, penunjukan langsung Goldman
Sachs dilakukan secara tidak transparan, namun
Pertamina memberikan argumentasi bahwa penunjukan
yang dimaksud didasarkan karena keadaan yang
mendesak. Berlandaskan best practice GCG, keadaan
yang mendesak seharusnya tidak dapat dijadikan alasan
bagi Pertamina untuk tidak transparan. Penunjukan
langsung pada prinsipnya dapat dibenarkan selama
alasan atas penunjukan tersebut diungkapkan dan sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Pada kasus ini ada
kesan bahwa penunjukan langsung dilakukan karena
adanya permainan untuk memenangkan pihak tertentu.
Dari sisi Kesetaraan dapat terlihat dari saat Frontline Ltd melakukan
penawaran ketiga dimana sebenarnya telah melewati batas waktu
penawaran, namun Goldman Sachs tetap menerima penawaran
tersebut. Selanjutnya Direktur Pertamina mengusulkan agar dua bidder
yang lain diberikan kesempatan yang sama sekali lagi, namun Goldman
Sachs menyatakan bahwa bila kedua bidder diberikan kesempatan yang
sama maka proses tender tidak akan selesai tepat waktu. Hal ini
menimbulkan tanda tanya besar. Mengapa kedua bidder yang lain tidak
diberikan kesempatan? Apakah sedemikian lama untuk bidder
mengajukan penawaran? Apakah konsekuensi dari terlambat beberapa
hari menimbulkan efek besar tehadap Pertamina? Dari sisi GCG,
Pertamina telah melanggarnya. Jika ketika itu Pertamina telah
mengimplementasikan GCG, maka kepada dua bidder yang lain harus
juga diberikan kesempatan yang sama sebagaimana yang telah
diberikan kepada Frontline Ltd.
prinsip Akuntabilitas. Penjualan tanker dilakukan tanpa seizin
Menteri Keuangan Boediono. Padahal Direksi telah mengajukan
pada Dewan Komisaris mengenai hal ini dan disetujui Dewan
Komisaris. Sementara dalam RUPS dengan Kementerian BUMN
juga telah didapat persetujuan mengenai penjualan VLCC.
Berbicara mengenai akuntabilitas dalam GCG berarti berbicara
tentang kejelasan fungsi, hak dan tanggungjawab dari organ
dan stakeholders. Pertamina merupakan badan hukum
berbentuk Perseroan Terbatas dengan organ-organ Perseroan
yakni Direksi, Dewan Komisaris dan RUPS. Governance structure
dan governance mechanism dalam hubungan antar organ harus
dijalankan dengan berpedoman pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan Anggaran Dasar sebagai peraturan
internal. Pertanyaan mendasar adalah apakah penjualan
tersebut memang membutuhkan persetujuan Menteri
Keuangan?
prinsip Independensi. Penetapan Frontline Ltd sebagai pemenang
didasarkan pada rekomendasi yang diberikan oleh Goldman Sachs,
dengan selisih harga berbeda US$ 500,000 dari penawaran Essar.
Kewenangan penetapan pemenang sepenuhnya berada di tangan
Pertamina. Untuk itu Pertamina seharusnya dapat mengambil
keputusan secara objektif tanpa campur tangan pihak manapun.
Jika dirasakan bahwa rekomendasi dari Goldman berakibat tidak
fair dan menimbulkan masalah di kemudian hari, Pertamina dapat
menolak rekomendasi tersebut. GCG menghendaki adanya
pemetaan risiko dalam setiap aspek. Pertamina seharusnya
terlebih dahulu memikirkan risiko-risiko yang timbul sebelum
mengambil keputusan strategis seperti ini. Dengan pengelolaan
risiko hukum yang baik, langkah antisipasi dapat dilakukan secara
seksama dan tidak akan merugikan Pertamina.
Penutup
Prinsip Tata Kelola Perusahaan adalah Pedoman
Umum Tata Kelola Perusahaan yang Baik yang
menerapkan lima pilar dasar GCG,yaitu:
• Transparansi
• Akuntabilitas
• Independensi
• Kesetaraan
• Responsibilitas
Referensi
Agustin, S. (n.d.). SCRIBD. Retrieved May Senin, 202I,
from https://id.scribd.com: Tugas Etika 5
 
Bimo Prasetio, S. &. (2013, Juli 3 ). Batas kewenangan
Direksi dalam Penjualan Aset Perusahaan. Retrieved
Agustus 2, 2021, from Hukum onlinecom:
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt
51b68fd5bf9f5/batas-kewenangan-direksi-dalam-
penjualan-aset-perusahaan

Anda mungkin juga menyukai