Anda di halaman 1dari 40

MEDIKOLEGA

L
DAN

VER

HERY WIJATMOKO
PENGERTIAN
 SEBAGAI KATA SIFAT
(ADJECTIVE)
 MEDIKO DAN LEGAL

 MEDIKO : BERKAITAN DENGAN

KESEHATAN
 LEGAL : BERKAITAN DENGAN

HUKUM
Prosedur mediko-legal
 Prosedur mediko-legal adalah tata-cara atau prosedur
penatalaksanaan dan berbagai aspek yang berkaitan
pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum.
 Secara garis besar prosedur mediko-legal mengacu
kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku
di Indonesia, dan pada beberapa bidang juga mengacu
kepada sumpah dokter dan etika kedokteran
LINGKUP
PROSEDUR MEDIKO-LEGAL(BS)
 Pembuatan visum et repertum,
 tentang pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka.
 pemberian keterangan ahli pada masa sebelum dan di
dalam persidangan,
 kaitan visum et repertum dengan rahasia kedokteran,
 tentang penerbitan Surat Keterangan Kematian dan Surat
Keterangan Medik ,
 tentang fitness / kompetensi pasien untuk menghadapi
pemeriksaan penyidik,
BANTUAN DOKTER
SEBAGAI AHLI

1. Tingkat Penyelidikan 2. Tingkat Penyidikan

Px. TKP a. Ket. Obyek


b. Ttg Hal
Hipotetik
*.Tersangka *.Korban
Hub. Obat
Kel. Jiwa dg abortus
Umur (-) *.Obyek lain Mati
Kasus Sex. Bayi
Infanticide.
Bag tubuh, Hidup
sperma dll Kasus seksual
SYARAT SAHNYA ALAT
BUKTI
CARA DOKTER
MEMBERIKAN
KETERANGAN; SESUAI
1. SYARAT FORMAL KETENTUAN YANG
BERLAKU ATAU TIDAK
SUMPAH/JANJI

HUB. DGN ISI; SESUAI DGN


OBYEK, TIDAK BERTENTANGAN
DGN TEORI KEDOKTERAN
2. SYARAT MATERIIL YANG TELAH TERUJI
KEBENARANNYA. HAKIM
MENGUJI DGN ALAT BUKTI
LAINNYA.
Pemeriksaan
Di Tempat Kejadian Perkara
KUHAP 7 (1) H: Penyidik mempunyai wewenang
mendatangkan orang ahli yang diperlukan
dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara

KUHAP 120 (1): Dalam hal penyidik menganggap


perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus.
DASAR PENGADAAN
VISUM ET REPERTUM (masa
penyidikan)
PASAL 133 KUHAP(1)
 Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan

menangani seorang korban baik luka, keracunan


ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada
ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya
Ps 133 (2-3) KUHAP:
 Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam
surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan
luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat
 Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan
secara baik dengan penuh penghormatan terhadap
mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas
mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan
pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
PERMINTAAN VISUM ET
REPERTUM
menurut Ps 133 KUHAP
 WEWENANG PENYIDIK
 TERTULIS (RESMI)

TERHADAP KORBAN, BUKAN TERSANGKA
 ADA DUGAAN AKIBAT PERISTIWA PIDANA

BILA MAYAT :
 IDENTITAS PADA LABEL

JENIS PEMERIKSAAN YANG DIMINTA
 DITUJUKAN KEPADA :
 AHLI KEDOKTERAN FORENSIK
 DOKTER DI RUMAH SAKIT
Macam-2 visum et repertum.
 Visum et Repertum korban hidup :
- Visum et repertum.
- Visum et Repertum sementara.
- Visum et Repertum lanjutan.
 Visum et Repertum mayat.
 Harus dibuat berdasarkan hasil autopsi lengkap.
 Visum et Repertum pemeriksaan TKP.
 Visum et Repertum penggalian mayat.
 Visum et Repertum mengenai umur.
 Visum et Repertum Psikiatrik.
 Visum et Repertum mengenai barang bukti lain.
BAGIAN-2 VER :
 PRO JUSTITIA
 PENDAHULUAN

 PEMBERITAAN

 KESIMPULAN

 PENUTUP
SANKSI HUKUM BILA
MENOLAK
PASAL 216 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah
atau permintaan yang dilakukan menurut undang-
undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu, atau oleh pejabat berdasar- kan tugasnya,
demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa
dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
mengga-galkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat
bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan
ribu rupiah.
PEMERIKSAAN MAYAT
UU No 36 thn 2009 ttg Kesehatan :
Pasal 118
(1) Mayat yang tidak dikenal harus dilakukan upaya
identifikasi.
(2) Pasal 122

(1) Untuk kepentingan penegakan hukum dapat dilakukan


bedah mayat forensik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Bedah mayat forensik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh dokter ahli forensik, atau oleh dokter
lain apabila tidak ada dokter ahli forensik dan perujukan
ke tempat yang ada dokter ahli forensiknya tidak
dimungkinkan.
PEMERIKSAAN MAYAT
UNTUK PERADILAN

PASAL 222 KUHP


 Barangsiapa dengan sengaja
mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan pemeriksaan mayat
untuk pengadilan, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah
PERMINTAAN SEBAGAI
SAKSI AHLI (masa persidangan)
PASAL 179 (1) KUHAP :
 Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli

kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya


wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan
PASAL 224 KUHP :
 Barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru

bahasa menurut undang-undang dengan sengaja


tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-
undang yang harus dipenuhinya, diancam : dalam
perkara pidana, dengan penjara paling lama
sembilan bulan.
Bantuan ahli / dokter
kepada tersangka / terdakwa
1. Tersangka / terdakwa yang dikenakan penahanan
berhak menghubungi dan menerima kunjungan
dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan
baik yang ada hubungannya dengan proses
perkara maupun tidak (KUHAP 58)
2. Tersangka / terdakwa berhak untuk
mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau
seseorang yang memiliki keahlian khusus guna
memberikan keterangan yang menguntungkan
dirinya (KUHAP 65)
PEMERIKSAAN TERSANGKA

PASAL 66 KUHAP
 Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban

pembuktian
PASAL 37 KUHAP
 (2) Pada waktu menangkap tersangka atau dalam hal

tersangka sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


dibawa kepada penyidik, penyidik berwenang
menggeledah pakaian dan atau menggeledah badan
tersangka.
PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM
BAGI TERSANGKA (misalnya : VR psikiatris)

 PASAL 120 KUHAP


(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta
pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian
khusus.
 PASAL 180 KUHAP
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya
persoalan yang timbul di sidang Pengadilan, Hakim Ketua
sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta
agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan
KETERANGAN AHLI
 PASAL 1 BUTIR 28 KUHAP :
 Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan
seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal
yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara
pidana guna kepentingan pemeriksaan.
(Pengertian K.A. secara umum atau generik)

 Agar dapat diajukan ke sidang pengadilan sebagai


upaya pembuktian, harus “dikemas” dalam bentuk
ALAT BUKTI SAH
ALAT BUKTI SAH
 PASAL 183 KUHAP :
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya
dua alat bukti sah ia memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya.
 PASAL 184 KUHAP :
Alat bukti yang sah adalah :
(a) Keterangan saksi, (b) Keterangan ahli, ( c ) Surat,
(d) Petunjuk, (e) Keterangan terdakwa
KETERANGAN AHLI
DIBERIKAN SECARA LISAN

 PASAL 186
 Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di
sidang pengadilan.
 PENJELASAN PASAL 186
 Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu
pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang
dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan
mengingat sumpah di waktu menerima jabatan atau
pekerjaan (BAP saksi ahli).
ALAT BUKTI SAH KETERANGAN AHLI
KETERANGAN AHLI
DIBERIKAN SECARA TERTULIS
PASAL 187 KUHAP
 Surat sebagaimana tesebut pada pasal 184 ayat (1)

huruf c , dibuat atas sumpah jabatan atau


dikuatkan dengan sumpah, adalah :
 (c) surat keterangan dari seorang ahli yang

memuat pendapat berdasarkan keahliannya


mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan
yang diminta secara resmi dari padanya;

ALAT BUKTI SAH SURAT


PEJABAT YG BERWENANG
MEMINTA VISUM ET REPERTUM
 PASAL 133 KUHAP : PENYIDIK
 PASAL 6 (1) KUHAP :
 PENYIDIK ADALAH :
 PEJABAT POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
 PEJABAT PNS TERTENTU YG DIBERI WEWENANG KHUSUS
OLEH UNDANG-UNDANG
 YG MEMBUTUHKAN VISUM ET REPERTUM
ADALAH KASUS PIDANA UMUM, SEHINGGA
PENYIDIKNYA ADALAH POLISI.
 PENYIDIK PNS TIDAK BERWENANG MEMINTA
VISUM ET REPERTUM
PP No 58 tahun 2010(perub27 tahun 1983)
PASAL 2A
(1) Untuk dapat diangkat sebagai pejabat penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a,
calon harus memenuhi persyaratan:
a. berpangkat paling rendah Inspektur Dua Polisi dan berpendidikan
paling rendah sarjana strata satu atau yang setara;
b. bertugas di bidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun;
c. mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi
reserse kriminal;
d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan
dokter; dan
e. memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.
Pasal 2B
Dalam hal pada suatu satuan kerja tidak ada Inspektur Dua
Polisi yang berpendidikan paling rendah sarjana strata satu atau
yang setara, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau
pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditunjuk
dapat menunjuk Inspektur Dua Polisi lain sebagai penyidik.
Pasal 2C
Dalam hal pada suatu sektor kepolisian tidak ada penyidik yang
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A
ayat (1), Kepala Sektor Kepolisian yang berpangkat Bintara di
bawah Inspektur Dua Polisi karena jabatannya adalah penyidik.
 Pasal 3
(1) Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berpangkat paling rendah Brigadir Dua Polisi;
b. mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi
reserse kriminal;
c. bertugas dibidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun;
d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan
dokter; dan
e. memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.
ARTINYA :
 Penyidik harus sarjana (sederajad)
 Pangkat setidaknya IPDA
 Penyidik pembantu setidaknya Bribda
 Harus lulus dikbang spes.
DALAM PRAKTEK :

 SURAT PERMINTAAN VISUM ET


REPERTUM :
 SURAT TERTULIS
 SURAT RESMI (KOP SURAT, NOMOR,
TANGGAL, ALAMAT SURAT, ISI,
TANDATANGAN, NAMA JELAS, PANGKAT,
NRP, STEMPEL DINAS)
 MENGATAS-NAMAKAN KAPOLSEK
(PENYIDIK) SEBAGAI PEJABAT ATRIBUTIF.
 PENANDATANGAN SURAT (PEJABAT MANDAT)
BOLEH SIAPA SAJA YANG SECARA
ORGANISATORIS BERWENANG
KETENTUAN LAIN
VER KORBAN HIDUP

 SURAT PERMINTAAN VER DAPAT “TERLAMBAT” :


 KORBAN LUKA DIBAWA KE DOKTER (RS) DULU
SEBELUM KE POLISI
 SPV MENYEBUTKAN PERISTIWA PIDANA YANG
DIMAKSUD
 VER = SURAT KETERANGAN, JADI DAPAT DIBUAT
BERDASARKAN REKAM MEDIS (RM telah menjadi
barang bukti sejak datang SPV)
 PEMBUATAN VER TANPA IJIN PASIEN, SEDANGKAN
SKM LAIN HARUS DENGAN IJIN.
 PASIEN / KLIEN BOLEH TIDAK DIANTAR
PETUGAS KEPOLISIAN, ALASAN :
 KORBAN LUKA DIBAWA KE DOKTER (RS) DULU
SEBELUM KE POLISI
 TAK ADA PERATURAN YANG MENGHARUSKAN
ADANYA PETUGAS PENGANTAR KORBAN
 MEMANG SEBAIKNYA DIANTAR PETUGAS AGAR
DAPAT DIPASTIKAN IDENTITAS KORBAN DAN
STATUSNYA SEBAGAI “BARANG BUKTI”
 MEMANG SEBAIKNYA DILENGKAPI SPV AGAR
JELAS STATUSNYA SEBAGAI “BARANG BUKTI”
AUTOPSI
TERDAPAT 3 JENIS AUTOPSI :
 AUTOPSI ANATOMIS :

 UNTUK PENDIDIKAN MAHASISWA KEDOKTERAN.


 DASAR : UU KESEHATAN
 AUTOPSI KLINIS :
 UNTUK KEPENTINGAN DIAGNOSIS AKHIR
 CARA KEMATIAN : NATURAL (SAKIT)
 DASAR : KESEPAKATAN (HK. PERDATA)
 AUTOPSI FORENSIK :
 UNTUK KEPENTINGAN PERADILAN
 CARA & SEBAB KEMATIAN : BELUM DIKETAHUI
 DASAR : KUHAP (HK. PIDANA)
AUTOPSI FORENSIK
PASAL 134 KUHAP
(1)Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan
pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik
wajib memberi-tahukan terlebih dahulu kepada keluarga
korban.
(2)Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan
sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya
pembedahan tsb.
(3)Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun
dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan,
penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
APAKAH AUTOPSI FORENSIK DAPAT
DIHALANG-HALANGI ?

PASAL 222 KUHP


 Barangsiapa dengan sengaja mencegah,

menghalang-halangi atau menggagalkan


pemeriksaan mayat untuk pengadilan,
diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
BAGAIMANA DENGAN
PEMERIKSAAN FORENSIK BAGI
KORBAN HIDUP?
 DAPATKAH PEMERIKSAAN FORENSIK PADA
KORBAN HIDUP DIHALANG-HALANGI? ATAU
BOLEHKAH KORBAN MENOLAK PEMERIKSAAN?
 TIDAK ADA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
YANG MENGHARUSKAN ATAU MEMBERI SANKSI
BAGI PELANGGARNYA
 KORBAN ADALAH JUGA PASIEN YANG MASIH
MEMILIKI HAK AUTONOMINYA (RIGHTS TO SELF
DETERMINATION)
 (STATUS BARANG BUKTI = BUKAN ORANGNYA)
RAHASIA KEDOKTERAN
 PASAL 1 PP No 10 TAHUN 1966
 Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah
segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang
tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama
melakukan pekerjaannya dalam lapangan
kedokteran.
 PASAL 2 PP No 10 TAHUN 1966
 Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan
oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3,
kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat
atau lebih tinggi dari pada PP ini menentukan lain
PASAL 3 PP No 10 TAHUN 1966
 Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud

dalam pasal 1 ialah :


 Tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-Undang tentang
tenaga kesehatan.
 Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan
pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan, dan orang lain
yang ditetapkan oleh menteri kesehatan

SUMPAH DOKTER :
 Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya

ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya


sebagai dokter
SANKSI BAGI PELANGGAR
PASAL 322 KUHP
(1)Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia
yang wajib disimpannya karena jabatan atau
pencahariannya, baik yang sekarang, maupun yang
dahulu, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau denda paling banyak Rp
600.-
(2)Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu,
maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas
pengaduan orang itu.
VISUM ET REPERTUM DAN
RAHASIA KEDOKTERAN

 KEWAJIBAN PEMBUATAN VISUM ET


REPERTUM DIDASARKAN ATAS UNDANG-
UNDANG (Lebih tinggi dari PP No 10 / 1966)
 BILA SPV DATANG :
 DASAR HUKUMNYA UNDANG-UNDANG SEHINGGA
MENGGUGURKAN WAJIB SIMPAN RAHASIA
KEDOKTERAN (dalam membuat VER)
 Ps 50 KUHP : Barangsiapa melakukan perbuatan
untuk melaksanakan ketentuan UU, tidak dipidana.
ACKNOWLEDGEMENT
 PROF. BUDI SAMPURNA, SpF, DFM
 Dr. SOFWAN DAHLAN, SpF
 Prof. SUDJARI SOLICHIN, SpF
SEKIAN
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai