Anda di halaman 1dari 12

PENYALAHGUNAAN KEKUASAAN DAN WEWENANG

PEJABAT KAMPUS DALAM KASUS PELECEHAN


KEKERASAN SEKSUAL
Puji Calara 18 4301 096 Esther Carollin S 18 4301 203

Christiani S 18.4301.166 Almira Sava R 19 4301 121

Christina Purba 18 4301 115 Sonia Damayanti S. 18 4301 162

Aal Fachru R.A 18 4301 191 Umar Natanegara 18 4301 380

Abel Brian Hutagaol19 4301 093 Rosi Rosita 19 4301 114

Mega Juwita 19 4301 126 Yulia Nizza P 19 4301 806

Fauzan Satrya Nugraha 18 4301 108 Lidya Nivisa Yusuf 21 4301 806

Asep Sanjaya 18 4301 132


Pelecehan seksual di lingkungan kampus bukanlah merupakan hal baru. Tindak pelecehan seksual tidak pandang
bulu, baik siapa yang berisiko menjadi korban maupun siapa yang menjadi pelaku. Di institusi pendidikan tinggi,
kasus pelecehan seksual bahkan ada indikasi belakangan ini makin marak.
Berdasarkan catatan Komnas Perempuan per 2014-2016, Kasus pelecehan seksual di institusi pendidikan di
Indonesia menempati posisi kedua terbanyak setelah pelecehan seksual di ranah privat.

Berdasarkan catatan tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan pertahun 2018, terdapat setidak-tidaknya 13.384
kasus kekerasan seksual yang terjadi di ranah publik, dan 3.528 diantaranya merupakan kekerasan seksual di
lingkungan kampus (baik itu melalui pelaporan langsung ataupun tanpa pelaporan langsung dari korban)

Berdasarkan keterangan dari Komisioner Komnas Perempuan ‘Siti Aminah Tardi’, lingkungan pendidikan belum
bebas dari kekerasan, terlihat dari kenaikan jumlah pengaduan ke Komnas Perempuan yang meningkat dari 2015
sebanyak tiga kasus menjadi 15 kasus pada 2019. Total ada 51 kasus yang diadukan sepanjang 2015-2020.

Dari survei yang dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) tahun
2020, ternyata 77 persen dosen menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi di kampus. Namun, sebanyak 63 persen
dari mereka tidak melaporkan kasus yang diketahuinya kepada pihak kampus. Untuk itulah mendorong Kemendikbud
Ristek mengeluarkan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan
Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Kekerasan Seksual Berdasarkan
Jenjang Pendidikan (Dalam Hal
Kasus Yang dilaporkan langsung
seturut dengan buktinya)

Dalam hal ini, kasus


Pelecehan seksual
dibidang pendidikan
terjadi paling banyak
ditingkat
UNIVERSITAS.
Yang mana berarti, masih banyak
salah penggunaan kekuasaan
jabatan yang dilakukan oleh para
dosen kepada mahasiswa/I nya di
tingkat Universitas
Identifikasi Masalah

Diidentifikasi masalah masalah-masalah sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan kekuasaan dan wewenang ?

2. Bagaimana bentuk penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang di lingkungan


kampus dan megapa hal tersebut bias terjadi serta bagaimana pencegahannya ?
KEKUASAAN DAN WEWENANG
Kekuasaan (menurut KBBI) Kemampuan individu atau sekelompok orang untuk menguasai individu
atau kelompok lainnya yang didasarkan pada wibawa, wewenang, kharisma
atau kekuatan fisik.
Menurut Foucault Kekuasaan bukanlah sesuatu yang hanya dikuasai oleh negara, sesuatu yang dapat
diukur. Kekuasaan bagi dia ada di mana-mana, karena kekuasaan merupakan satu
dimensi dari relasi. Artinya, di mana ada relasi, di sana ada kekuasaan. Sebenarnya
yang hendak dibuat Foucault adalah menunjukkan bahwa kita adalah bagian dari
mekanisme kekuasaan itu.

Wewenang (menurut KBBI) Hak dan kekuasaan untuk bertindak. Menurut H.D. Stout wewenang adalah
pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan
sebagai seluruh aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan
wewenang-wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik didalam hukum
publik.
Kekuasaan dan Wewenang dalam Konteks
Sosiologi

Yang berarti, kekuasaan dan wewenang itu sendiri adalah gejala


kemasyarakatan yang umum sifatnya, dimana dan pada bentuk
masyarakat bagaimanapun gejala ini selalu timbul; namun yang lebih
perlu digaris bawahi disini, bahwa Sosiologi selalu memandang
netral dari seperangkat gejala-gejala sosial yang menjadi obyek
perhatiannya, netral dalam arti tidak menilai suatu gejala itu baik atau
buruk, yang pasti gejala itu ada hidup dalam masyarakat.
Bentuk Penyalahgunaan Kekuasaan Dan Wewenang
di Lingkungan Kampus dan Mengapa Bisa Terjadi
dan Cara Pencegahannya
Kriminalisasi terhadap perbuatan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan
Pejabat Pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UndangUndang No.
31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) menjadikan hakim
pidana korupsi mencari interpretasi sendiri terhadap unsur “penyalahgunaan
kewenangan”. Peraturan tersebut menjadi payung hukum jika terjadi kasus
kekerasan seksual di kampus. Dalam konteks perguruan tinggi, dosen
mempunyai kekuasaan terhadap mahasiswa diantaranya dalam bentuk
pembimbingan, penugasan, dan evaluasi. Akibatnya, oknum dosen
dapat memanfaatkan kewenangan tersebut untukmelakukan kekerasan
seksual terhadap mahasiswa pada saat melaksanakan tugasnya Sedangkan
ketimpangan relasi gender terjadi karena konstruksi gender yang
patriarkhis dalam masyarakat yang menempatkan laki-laki sebagai pihak
yang superior, dominan, dan agresif, sedangkan perempuan sebagai
orang yang inferior, submisif, dan pasif.
Pencegahan agar tidak terjadi kekerasan seksual
dalam ruanglingkup kampus yaitu antara lain:

1. Menyebarkan informasi tentang anti kekerasan seksual melalui berbagai media

2. Meningkatkan pemahaman melalui kuliah, seminar, diskusi, dan pelatihan;

3. Mengembangkan kajian keilmuan tentang kekerasan seksual dan mengintegrasikan nilai-nilai HAM dan
gender dalam kurikulum

4. Menyediakan tata ruang dan fasilitas yang aman, nyaman, dan ramahbagi laki-
laki dan perempuan, dan menyediakan anggaran untuk penanganan korban.
Penanganan korban berdasarkan pada prinsip-prinsip, antara lain:

1. penanganan sesuai dengan bentuk dan jenis kekerasan;

2. partisipasi korban (menghargai pilihan dan keputusan korban);

3. menjaga kerahasiaan korban;

4. tidak menghakimi;

5. berlandaskan teologis;

6. non diskriminasi;

7. berkeadilan gender;

8. berkelanjutan; dan

9. empati.
Kesimpulan

Penyalahgunaan wewenang dilakukan secara sadar yaitu mengalihkan tujuan yang telah
diberikan kepada wewenang itu yang didasarkan atas kepentingan pribadi, baik untuk
kepentingan dirinya sendiri ataupun untuk orang lain. Aturan tentang pencegahan dan
penanggulangan kekerasan seksual di kampus merupakan bukti komitmen lembaga untuk
menciptakan lingkungan kampus yang ramah gender dan bebas dari kekerasan seksual.
Peraturan tersebut menjadi payung hukum jika terjadi kasus kekerasan seksual di kampus.
Maka bentuk pencegahan kekerasasan seksual dalam ruang lingkup perguruan tinggi dapat
berupa menyebarkan informasi tentang anti kekerasan seksual melalui berbagai media,
Meningkatkan pemahaman melalui kuliah, seminar, diskusi, dan pelatihan,
Mengembangkan kajian keilmuan tentang kekerasan seksual dan mengintegrasikan
nilai-nilai HAM dan gender dalam kurikulum, dan menyediakan tata ruang dan
fasilitas yang aman, nyaman, dan ramah bagi laki-laki dan perempuan, dan
menyediakan anggaran untuk penanganan korban.
SARAN
 Untuk meminimalisir atau mencegah kegiatan penyalahgunaan wewenang dan kekekuasan
khususnya dalam lingkungan kampus sebaiknya perlu dimulai dari individu itu sendiri
karena bila dari individu tersebut memiliki pendirian yang baik sehingga tidak akan
melakukan kegiatan yang melanggar peraturan dan moral tersebut. Dan juga perlu
dipertegas lagi untuk efek jera yang diberikan kepada pelaku agar dapat menjadi suatu
pertimbangan untuk tidak melakukan perbuatan tercela tersebut.
 masyarakat di Indonesia masih memiliki kecenderungan untuk menyalahkan dan
menstigma korban kekerasan seksual. Kami menyarankan agar masyarakat bersama-sama
bergerak aktif untuk menyuarakan pentingnya menghapus kekerasan seksual dan
memperjuangkan hak-hak korban, menghilangkan stigma bahwa “korban adalah salah”
dalam kamus kekerasan seksual dan menumpaskan keheningan yang selama ini tidak
disuarakan oleh korban kekerasan seksual.

Anda mungkin juga menyukai