Anda di halaman 1dari 19

Materi:

 Pajak Penghasilan Bruto (PP 23 2018)


Disertai contoh kasus dan solusi
 Pajak Bumi dan Bangunan
Disertai contoh kasus dan solusi
 BPHTB
Disertai contoh kasus dan solusi
Bruto

 PPH PASAL 4 AYAT 2 (9)

 Pajak atas Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu

 Penghasilan bruto atau penghasilan kotor adalah jenis penghasilan


yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 21.

 Gaji pokok adalah gaji dasar yang ditetapkan untuk melaksanakan


satu jabatan atau pekerjaan tertentu pada golongan pangkat dan
waktu tertentu.
 Tarif PPh Final PP 23 Tahun 2018 ini tidak hanya berlaku bagi WP Badan tertentu, tapi juga
WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha.Lalu, siapa saja yang masih boleh
menggunakan tarif PPh Final 2018? Sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) PP 23/2018, WP berikut
yang masih boleh menikmati PPh Final 0,5%:
• WP Orang Pribadi
• WP Badan berbentuk Koperasi, Persekutuan Komanditer (CV/Commanditaire
Vennootschap), Firma, atau Perseroan Terbatas (PT) yang memiliki atau memperoleh
penghasilan dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak
(setahun).
Tarif PPh Final PP 23 Tahun 2018 ini bukanlah tarif yang berlaku selamanya, tapi hanya untuk
jangka waktu tertentu.
Awalnya, tarif PPh Final untuk UMKM ini sebesar 1%. Hal ini diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013.
Kemudian tarif PPh Final turun menjadi 0,5% melalui peraturan pemerintah pengganti yakni PP
23 Tahun 2018 yang berlaku sejak 1 Juli 2018.
Penggunaan Tarif PPh Final PP 23 Tahun 2018
 PP Nomor 23 Tahun 2018 tentang PPh Atas Penghasilan dari Usaha yang
Diterima atau Diperoleh WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu,
mengatur tentang ketentuan tarif PPh Final 0,5% bagi UKM dengan
omzet tidak lebih dari Rp4,8 miliar setahun.
 Sesuai Pasal 5 ayat (1) PP 23/2018, jangka waktu tertentu pengenaan
PPh bersifat final dengan tarif 0,5% ini paling lama:
• 7 tahun untuk WP Orang Pribadi
• 4 tahun untuk WP Badan berbentuk Koperasi, CV, atau Firma
• 3 tahun untuk WP Badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT)
 Jangka waktu penggunaan tarif PPh Final 0,5 persen
bagi WP tersebut terhitung sejak:
• Tahun Pajak WP terdaftar, bagi WP yang terdaftar sejak
berlakunya PP tersebut
• Tahun Pajak berlakunya PP tersebut, bagi WP yang telah
terdaftar sebelum berlakunya PP ini
Contoh Kasus dan Solusi

Contoh kasus:
PKP menyerahkan BKP ke bendahara pemerintah pada Agustus 2018 sebesar Rp50.000.000.
Atas penyerahan BKP ke bendahara pemerintah tersebut dikenakan PPN dan PPh Final 0,5%
peredaran bruto tertentu.
Transaksi tersebut dipotong PPh Final 0,5% peredaran bruto tertentu oleh pemerintah,
menjadi: 0,5% x Rp50.000.000 = Rp250.000
Sedangkan PPN yang harus ditanggung sebesar: 10% x Rp50.000.000 = Rp5.000.000
Solusi
Jadi, total yang harus dibayarkan adalah sebesar: Rp50.000.000 + Rp5.000.000 – Rp250.000 =
Rp54.750.000 (DPP + PPN – PPh Final 0,5% peredaran bruto tertentu (UMKM)).
PBB > Pajak Bumi dan Bangunan

 Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan atas tanah dan


bangunan yang muncul karena adanya keuntungan dan/atau
kedudukan sosial ekonomi bagi seseorang atau badan yang memiliki
suatu hak atasnya, atau memperoleh manfaat dari padanya.
 Jika dilihat dari sifatnya, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan
pajak yang bersifat kebendaan. Artinya, besaran pajak terutang
ditentukan dari keadaan objek yaitu bumi dan/atau bangunan.
Sedangkan keadaan subjeknya tidak ikut menentukan besarnya
barang.
 Contoh objek bumi:
• Sawah.
• Ladang.
• Kebun.
• Tanah.
• Pekarangan.
• Tambang.

 Contoh objek bangunan:


• Rumah tinggal.
• Bangunan usaha.
• Gedung bertingkat.
• Pusat perbelanjaan.
• Pagar mewah.
• Kolam renang.
• Jalan tol.
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
 Subjek PBB adalah orang pribadi dan badan yang secara
nyata memiliki hal-hal berikut ini:
• Mempunyai hak atas bumi.
• Memperoleh manfaat atas bumi.
• Memiliki bangunan.
• Menguasai bangunan.
• Memperoleh manfaat atas bangunan.
 Tidak Termasuk Objek Pajak Bumi dan Bangunan
• Objek pajak tersebut digunakan semata-mata untuk kepentingan umum
dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan
nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
• Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis
dengan hal tersebut.
• Objek pajak  merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan
wisata, taman nasional, tanah penggemkbalaan yang dikuasai suatu
desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
• Objek pajak digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsultan
berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
• Objek pajak digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi
internasional yang ditentukan oleh menteri keuangan.
 Undang-Undang yang Mengatur Pajak Bumi dan Bangunan
Pungutan atas PBB didasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan.

Kemudian, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009


tentang Pajak dan Retribusi Daerah, maka kewenangan dalam
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan
Perkotaan (PBB P2) telah diserahkan ke pemerintah kabupaten/kota.

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan


Tarif pajak bumi dan bangunan yang berlaku sejak dahulu hingga saat
ini masih sama, yakni sebesar 0,5%.
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
 Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) merupakan dasar penghitungan PBB. NJKP
juga dikenal sebagai assessment value atau nilai jual objek yang akan
dimasukan dalam perhitungan pajak terutang. Artinya, NJKP merupakan
bagian dari NJOP.
 Dalam KMK Nomor 201/KMK.04/2000, terdapat ketentuan persentase NJKP
sudah ditetapkan oleh pemerintah. Berikut ini rinciannya:
• Objek pajak perkebunan sebesar 40%.
• Objek pajak pertambangan sebesar 40%.
• Objek pajak kehutanan sebesar 40%.
• Objek pajak lainnya seperti Pedesaan dan Perkotaan dilihat dari nilai NJOP-
nya, yakni:
• Jika NJOP-nya > Rp1.000.000.000,00, persentase NJKP sebesar 40%.
• Sedangkan, jika NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00, persentase NJKP sebesar 20%.
Contoh Kasus dan Solusi
Contoh kasus :
a. Luas Tanah 7.000 M2, NJOP = Rp 394.000/ M2 (Kelas A22)
b. Luas Bangunan Hunian:
• tipe 21 (200 unit)  
• tipe 36 (100 unit)  
• tipe 48 (50 unit)  
Luas Bangunan Hunian = 10.200 M2 NJOP Bangunan Hunian = Rp 365.000/ M2 (Kelas A8)
c. Bangunan Bersama Tangga, Kaki Lima seluas 1.800 M2, Kelas A8
d. Bangunan Sarana  Jalan, Tempat Parkir, dll = 2.000 M2, Kelas A8
Solusi:
NJOP Tanah 7.000 X 394.000 = 2.758.000.000 NJOP Bangunan - Hunian 10.200 X 365.000 =
3.723.000.000 - Bersama 1.800 X 365.000 = 657.000.000 - Sarana 2.000 X 365.000 = 730.000.00  
NJOP Dasar Pengenaan PBB 37.025.882 NJOPTKP 12.000.000 NJOP untuk Penghitungan PBB
25.025.882 NJKP 20% X 25.025.882 5.005.176 PBB terutang 0,50% X 5.005.176 25.026
BPHTB
 PHTB adalah pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan.Pungutan ini ditanggung oleh pembeli dan hampir mirip dengan
Pajak Penghasilan (PPh) bagi penjual.Dengan begitu, pihak penjual dan
pembeli sama-sama memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak.

 Tarif BPHTB dan Subjek yang Dikenakan


Awalnya, BPHTB dipungut oleh pemerintah pusat, namun setelah terbit Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, BPHTB dialihkan
menjadi salah satu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.
BPTHB dikenakan kepada seorang individu atau badan karena mereka mendapatkan hak
atas tanah atau bangunan secara hukum.
 Syarat BPHTB
Ketika seseorang melakukan jual-beli tanah atau tanah berikut bangunannya, maka
berikut persyaratan BPHTB yang harus dipenuhi:
1. Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB.
2. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB untuk tahun yang
bersangkutan.
3. Fotokopi KTP wajib pajak.
4. Fotokopi Surat Tanda Terima Setoran (STTS)/struk ATM bukti pembayaran PBB (Pajak
Bumi dan Bangunan) untuk 5 tahun terakhir.
5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah seperti sertifikat, akta jual beli, letter C atau girik.
 Cara Menghitung Tarif BPHTB 
Rumus dalam menghitung tarif BPHTB adalah Tarif Pajak 5% x Dasar Pengenaan Pajak
(NPOP – NPOPTKP). 
Besarnya NPOPTKP di masing-masing wilayah berbeda-beda, namun berdasarkan
Undang-Undang No. 28 tahun 2009 pasal 87 ayat 4 ditetapkan besaran paling rendah
sebesar Rp 60 juta untuk setiap wajib pajak. 
Akan tetapi, apabila perolehan hak berasal dari waris atau hibah wasiat yang diterima
orang pribadi yang masih memiliki hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat ke bawah, termasuk istri, maka NPOPTKP ditetapkan paling rendah
senilai Rp300 juta.
Besaran pokok pajak BPHTB yang terutang dihitung dengan mengalikan tarif dengan Nilai
Perolehan Objek Pajak (NPOP) setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena
Pajak (NPOPTKP).
NPOPTKP merupakan nilai pengurangan NPOP sebelum dikenakan tarif BPHTB.
Contoh Kasus dan Solusi
Contoh Kasus :
Ibu Endang akan membeli sebuah rumah di Jakarta Timur dengan luas
tanah 300m2 dan luas bangunan 150m2. Berdasarkan NJOP, harga
tanah Rp800.000 per m2 dan nilai bangunan Rp650.000 per m2.
Berapa besaran BPHTB yang harus dibayarkan Ibu Endang?

Solusi :
5% x (Rp337.500.000-Rp80.000.000)= 5% x Rp257.500.000=
Rp12.875.000*NJOPTKP DKI Jakarta adalah Rp80.000.000

Anda mungkin juga menyukai