Anda di halaman 1dari 34

PENATALAKSANAA

N INTOKSIKASI
OBAT
(Parasetamol,
Digitalis, Teofilin,
Antibiotik)
Oleh :
Rizki Dyah Tri Yuliani (1708010017)
Dewi Kartika Sari (1808010107)
01
INTOKSIKASI
Keracunan atau intoksikasi menurut WHO adalah kondisi yang
mengikuti masuknya suatu zat psikoaktif yang menyebabkan
gangguan kesadaran, kognisi, persepsi, efek, perilaku, fungsi,
dan respon psikofisiologis.

— WHO
PARASETAMOL

ETIOLOGI

Parasetamol merupakan sintesis dari derivat para aminofenol non-opiat yang ditujukan untuk penggunaan analgesik
dan antipiretik. Parasetamol adalah metabolit fenasetin yang bertanggung jawab terhadap efek analgesiknya. Obat ini
merupakan penghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek antiinflamasi yang
bermakna. Parasetamol umumnya digunakan di masyarakat sebagai penurun demam. Dosis terapi yang digunakan
biasanya 500mg.
PARASETAMOL

PATOFISIOLOGI

Paracetamol merupakan obat golongan analgesik non narkotik dan antipiretik. Obat
ini bekerja melalui tiga mekanisme: blokade aktivasi impuls nyeri, inhibisi pusat suhu pada
hipotalamus, dan inhibisi sintesis prostaglandin (PG).
Intoksikasi atau overdosis paracetamol dapat menimbulkan komplikasi yang cukup
berat, seperti hepatotoksisitas, ensefalopati, perdarahan, hingga kematian. Intoksikasi
paracetamol merupakan salah satu penyebab kematian karena keracunan obat padahal kondisi
ini dapat dengan mudah ditangani. Tingginya mortalitas akibat intoksikasi paracetamol ini
disebabkan karena manifestasi klinis yang sering kali berbeda-beda atau asimtomatik.
Gejala dan Tanda
1. Stadium I (0-24 3. Stadium III ( 72 - 96
jam) jam )
Asimptomatis atau
gangguan sistem Merupakan puncak
pencernaan gangguan faal hati, mual dan
muntah

2. Stadium II (24-48 4. Stadium IV ( 7- 10 hari)


jam) Terjadi proses
Peningkatan SGOT-SGPT penyembuhan, tetapi jika
kerusakan hati luas dan
progresif dapat terjadi
sepsis
Terapi Farmakologi

1. N-asetilsistein merupakan antidotum terpilih untuk


keracunan parasetamol. Nasetilsistein bekerja
mensubstitusi glutation, meningkatkan sintesis
glutation dan meningkatkan konjugasi sulfat pada
parasetamol. N asetil sistein sangat efektif bila
diberikan segera 8-10 jam yaitu sebelum terjadi
akumulasi metabolit.
Terapi Farmakologi

2. Methionin per oral, suatu antidotum yang efektif,


sangat aman dan murah tetapi
absorbsi lebih lambat dibandingkan dengan N
asetilsistein.
Terapi Non
Farmakologi
1. Pemberian ekstrak jahe merah.
2. Ekstrak dari Hibiscus sabdariffa L atau
bunga rosela
3. Pemberian Andrographis paniculata
atau daun sambiloto
4. Pemberian Vitamin E
Penatalaksanaan
• Rangsang muntah (tindakan ini hanya efektif bila parasetamol baru ditelan atau peristiwa
tersebut terjadi kurang dari 1 jam sebelum diketahui)
• Bila terjadi muntah spontan, maka pemberian asetilsistein dapat dilakukan sonde lambung
atau metoklopramid.
• Terapi asetilsistein paling efektif bila diberikan dalam waktu 8 -10 jam pasca penelanan
parasetamol.
• N-asetilsistein harus diberikan secara hati hati dengan memperhatikan kontraindikasi dan
riwayat alergi pada pasien, terutama riwayat asma bronkiale (BPOM RI, 2015).
Evaluasi dan
Monitoring
Pengawasan klinis parasetamol perlu dilakukan pada penggunaan jangka
panjang atau dengan dosis tinggi. Pemeriksaan kreatinin perlu dilakukan pada
pasien dengan gangguan ginjal. Pada pasien dengan gangguan hepar kronis,
pemantauan fungsi hepar perlu dilakukan secara berkala. Pada pasien yang
mengkombinasikan parasetamol dengan warfarin, pemantauan waktu protrombin
dan INR perlu dilakukan.
DIGITALIS

ETIOLOGI

Digitalis adalah nama suatu golongan obat yang mempunyai efek khusus
terhadap otot jantung, yaitu memperkuat kontraksi otot jantung. Digitalis
merupakan salah satu golongan dari sekian banyak golongan obat yang
berpengaruh terhadap sistem kardiovaskuler. Semua obat yang tergolong dalam
digitalis mempunyai struktur dasar yang sama dan berupa glikosida meskipun
sumbernya berbeda-beda. Pemberian glikosida digitalis menngkatkan kekuatan
kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan volume distribusi aksi, jadi
meningkatkan efisiensi kontraksi (Mycek et al., 2001).
DIGITALIS
PATOFISIOLOGI

Hampir semua jenis kelainan irama jantung (disritmia) dapat terjadi akibat
keracunan digitalis. Walaupun tidak ada disritmia yang patognomonik untuk
intoksikasi digoksin, toksisitas harus di curigai ketika terdapat peningkatan
automatisitas dan depresi terhadap konduksi.
Dasar dari disritmia ini adalah pengaruh
komplek dari digitalis terhadap elektrofsiologi jantung, serta melalui hasil
kumulatif dari tindakan langsung, vagotonik, dan antiadrenergik dari digitalis.
Gejala dan Tanda
Gejala-gejala umum intoksikasi digoksin, meliputi
1. Anoreksia,
2. Perasaan mual dan muntah
3. Diare.
Manifestasi gastrointestinal sangat umum dialami oleh pasien usia
lanjut, pasien dengan gastritis, chronic heart failure atau chronic
kidney disease.
Terapi Farmakologi

Memberikan activated charcoal dikarenakan pada keracunan obat yang


lebih parah untuk menyerap obat dalam sistem pencernaan. Memberikan
cairan infus
untuk mempercepat tubuh mengeluarkan substansi berbahaya. Minum obat
ini dengan segelas penuh (250 ml) air. Jangan menghancurkan, merusak,
atau mengunyah tablet atau kapsul activated charcoal. Langsung telan pil
secara menyeluruh. Charcoal biasanya diminum setelah makan atau pada
tanda gejala pertama kali saat perut terasa tidak nyaman.
Terapi Non-
Farmakologi
● Berhenti merokok
● Menghindari konsumsi minuman beralkohol atau berkafein secara
berlebihan
● Mempertahankan berat badan ideal
● Berolahraga secara rutin
● Istirahat yang cukup
Penatalaksanaan
● Bilas lambung, memasukan obat pencahar saline dan karbon aktif melalui
probe untuk memastikan bahwa racun tidak terserap dalam sistem
pencernaan.
● Memberikan inhalasi oksigen dengan efek digitalis, melakukan infus
glikosida 10% dengan insuline, vitamin B6.
● Normalisasi ritme dan konduksi jantung dengan obat antiaritma dengan
pengecualian “quinidine” dan “novocainamide”, yang merupakan
kontraindikasi
Lanjutan
penatalaksanaan
● Komplikasi yang sangat tidak diinginkan ketika menggunakan penangkal digitalis adalah reaksi alergi
di antara pasien yang peka yang sebelumnya telah diberikan persiapan yang mengandung protein
domba.

● Efek vagomimetik glikosida (mis., Bradikardia dan muntah) harus dihilangkan dengan atropin sulfat (1
ml larutan). Dalam kasus aritmia yang timbul akibat keracunan digitalis, gunakan "Difenin" atau
campuran polarisasi (100 mililiter glukosa 10% ditambah 0, 5 gram kalium klorida dan 2 unit insulin,
dan 100 miligram cocarboxylase ditambahkan). Untuk meningkatkan fungsi jantung, gunakan Riboxin.

● Dehidrasi dihilangkan dengan memberikan larutan infus glukosa 5% dengan insulin. Adapun kejang-
kejang, mereka dihilangkan dengan obat-obatan dalam bentuk natrium hidroksibutirat, Sibazon dan
Aminazin. Terapi oksigen dan terapi vitamin diindikasikan. Dengan tidak adanya hasil positif,
disarankan untuk melakukan hemosorpsi, dan dalam kasus keracunan parah dengan "Digoxin" atau
"Strofantin", hemodialisis diperlukan bersamaan dengan pengenalan antibodi spesifik.
Monitoring & Evaluasi

Adalah dengan memantau kadar digoksin dan menghubungkannya


dengan kadar kalium dan manifestasi klinis dan gambaran EKG. Kadar digoksin yang diukur sebelum
6-8 jam setelah proses cerna mencerminkan distribusi awal obat akan tetapi bukan kadar dalam
jaringan yang sebenarnya dan tidak bisa menjadi prediktor adanya intoksikasi. Waktu paruh dalam
plasma memendek menjadi 10-25 jam pada pencernaan secara akut dan masif, dibandingkan dengan
pada proses cerna yang tidak toksik yaitu 36 jam.
Teofilin
ETIOLOGI
Teofilin merupakan suatu bronkodilator yang poten dengan aksi antiinflamasi yang
ringan,sehingga dapat digunakan untuk pengobatan serangan asma. Mekanisme kerja teofilin yaitu
meningkatkan kadar adenosin monofosfat siklis (c-AMP) dengan cara menghambat aktifitas PDE
yaitu enzim yang membantu konversi Camp menjadi 5’ AMP yang tidak siklis, dan akan terjadi
akumulasi Camp pada jantung. Pada sistem kardiovaskular teofilin secara langsung mempengaruhi
akselerasi jantung (direct cardioaccelerating effects) yaitu sebagai inotropic positif.
TEOFILIN

PATOFISIOLOGI
Teofilin dimetabolisme di hati, kadar teofilin dalam plasma bervariasi
terutama pada perokok, pasien dengan gangguan hati dan gagal jantung, atau
jika diberikan bersama dengan obat-obat tertentu. Kadar teofilin dalam plasma
meningkat pada gagal jantung, sirosis, infeksi virus, pada lanjut usia dan jika ada
obat yang menghambat metabolisme teofilin. Kadar teofilin dalam plasma
menurun pada perokok, dan alkoholisme kronik dan oleh obat yang menginduksi
metabolismenya
Gejala dan Tanda
• Mual
• Muntah
• Sakit Kepala
• Diuresis
• Muncul gejala rendahnya kadar kalium (hipokalemia), seperti kram kaki,
sembelit,
kesemutan, denyut jantung tidak teratur, lemah otot
• Muncul gejala peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia), yang ditandai
dengan rasa
sering haus
• Denyut jantung cepat
• Anoreksia
• Takikardia
Terapi

Farmakologi
Esmolol Infus 25-50 mcg/kg
Esmolol merupakan penghambat beta selektif yang memiliki efek
antiaritmia golongan II. Obat ini bekerja dengan cara menghambat efek
epinefrin dan norepinefrin di otot jantung, sehingga kontraktilitas jantung
berkurang dan denyut jantung pun melambat. Cara kerja ini juga mampu
menurunkan tekanan darah.
Terapi
Farmakologi
• Karbon aktif
Karbon aktif yang diberikan berulang dapat digunakan untuk mengeliminasi
teofilin bahkan jika telah lebih dari 1 jam setelah waktu penelanan dan
terutama jika berupa formula lepas-lambat. Hipokalemia dapat dikoreksi
dengan pemberian infus kalium klorida intravena dan kondisi ini dapat
begitu berat sehingga dibutuhkan kalium klorida 60 mmol/jam. Konvulsi
sebaiknya dikendalikan dengan lorazepam atau diazepam intravena. Sedasi
dengan diazepam mungkin perlu diberikan pada pasien yang mengalami
agitasi.
Terapi Non
Farmakologi
1. Edukasi pasien
2. Air kelapa sebagai penawar racun
3. Menghindari mengkonsumsi obat obatan yang dapat
berinteraksi dengan teofilin. Contohnya : eritromisin,
norfloksasin, dsb.
4. Berhenti mengkonsumsi alkohol
5. Modifikasi lifestyle : menjaga pola makan dan olahraga
Penatalaksanaan
• merangsang muntah (misalnya pemberian ipekak, jika penderita belum muntah) atau sonde,yang
disertai campuran 30 gr arang yang diaktifkan, untuk menyerap teofilin yang tersisa dalam saluran
gastrointestinal.Arang yang telah diaktifkan dapat juga membuang teofilin serum yang telah
diserap dari saluran gastrointestinal.

• dianjurkan pemberian arang berulang dengan interval 2-3 jam. Penambahan pencahar garam yang
tak terabsorbsi efektif untuk mengurangi waktu transit usus bila produk telah tertelan.

• Memperbesar eliminasinya, dimana hal ini dapat mengurangi waktu pemulihan. hemodialisis dan
hemoperfusi adalah teknik invasif yang membutuhkan kanulasi arteri dan vena (biasanya di lengan)
untuk membuat sirkulasi ekstrakorporeal sementara. Pada hemodialisis, obat menuruni gradien
konsentrasinya melalui membran dialisis dan dibuang dalam cairan dialisis.
Monitoring dan
Evaluasi
Pemantauan kadar teofilin dalam plasma akan membantu, dan perlu sekali
jika pasien telah mendapat teofilin peroral, karena efek samping serius
seperti konvulsi dan aritmia
dapat terjadi sebelum munculnya gejala toksisitas yang lain. Konvulsi
sebaiknya dikendalikan dengan lorazepam atau diazepam intravena.
Pemantauan kadar obat teofilin dalam darah dapat dilakukan dengan
rancangan observasional. Data rekam medis pasien yang diambil meliputi:
nama obat, dosis, frekuensi dan pemberian obat, lalu dilakukan perhitungan
pada estimasi kadar tunak dalam darah (Css) menggunakan pendekatan
farmakokinetika. Data diolah secara deskriptif analitik
ANTIBIOTIK

ETIOLOGI
Antibiotik merupakan obat yang dapat digunakan untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri penyebab infeksi. Penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tidak terkontrol
menyebabkan bakteri resisten terhadap antibiotik tersebut (Jawetz et al., 2005)
Pemberian dosis antibiotik yang tidak tepat dapat
memberikan dampak yang luas bagi pasien diantaranya mengakibatkan pasien tersebut gagal
mendapatkan pengobatan yang benar terkait penyakitnya, dapat menimbulkan komplikasi berkaitan
dengan penyakitnya serta meningkatnya kejadian resistensi antibiotik.
ANTIBIOTIK
PATOFISIOLOGI
Overdosis antibiotik jarang berbahaya, namun bisa menghasilkan efek samping yang tidak
diinginkan. Penggunaan antibiotik yang salah menjadi masalah jika seseorang alergi terhadap obat
tersebut. Antibiotik memang dianggap sebagai kunci utama pengobatan modern, tetapi hindari
penggunaan yang berlebihan. Efek kelompok obat ini mirip dengan efek radioterapi sehingga tidak
boleh digunakan bersamaan karena dapat meningkatkan toksisitas secara signifikan
Gejala dan
Tanda

Gangguan Sensitif
Pencernaan Reaksi Alergi terhadap
cahaya

Gigi berubah Gangguan


Sakit kepala
warna jantung
Terapi Farmakologi

Minum Obat Suntik


Desensitiasi
Alergi Epinefrin
Terapi Non
Farmakologi

Mencegahan alergi obat antibiotik adalah dengan menghindari


penggunaan obat yang menyebabkan alergi. Beberapa upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan memberitahu dokter atau petugas kesehatan
mengenai riwayat alergi obat sebelum menjalani penanganan medis
apapun atau dengan menggunakan gelang atau kalung penanda alergi jika
memungkinkan.
Monitoring
Pemantauan kadar antibiotik dalam darah bertujuan menilai
efektifitas dan mencegah terjadinya toksisitas yang tidak
& Evaluasi
diinginkan, memodifikasi rejimen dan menilai kepatuhan pasien.
Pemantauan kadar antibiotik dalam darah perlu dilakukan untuk
antibiotik yang mempunyai rentang terapi sempit. Berdasarkan
pemantauan kadar antibiotik, apoteker dapat memberikan
rekomendasi yang sesuai.
Rekomendasi yang diberikan dapat berupa:
• Penyesuaian dosis dan interval pemberian
• Penghentian dan penggantian antibiotik
TERIMAK
ASIH

Anda mungkin juga menyukai