Anda di halaman 1dari 20

Dengan Ber-etika Politik dalam

Pemilihan
Umum(Pemilu)Merupakan Nilai-
Nilai Pelaksanaan Pancasila
Bab I (Pendahuluan)

Latar Belakang

Nilai – nilai Pancasila harus di terapkan dalam berdemokrasi salah satu contohnya yaitu pemilihan
umum (pemilu) sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan
negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD NRI, dengan maksud untuk memilih
Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, DPRD, serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala
daerah, yang mampu mencerminkan nilai – nilai demokrasi yang dapat diperjuangkan aspirasi rakyat.
Penyelenggara Pemilu, memiliki tugas penting dalam menjaga jalannya demokrasi di Indonesia.
Setiap langkah dan tindakan harus senantiasa berpedoman pada aturan hukum dan etika politik yang
berlaku. Hal ini diperlukan agar langkah dan tindakan Penyelenggara dapat dipertanggungjawabkan.
Netralitas Penyelenggara perlu ditegaskan, mengingat masyarakat sangat mengharapkan
terselenggaranya Pemilu yang aman, nyaman, damai tanpa ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Oleh karena itu, etika politik dalam pemilu disebut sebagai nilai-nilai pelaksanaan Pancasila.
PRINSIP ETIKA
1)
POLITIK
Adanya cita-cita Rule
of the Law

2) PARTISIPASI DEMOKRATIS PEMILU (Pemilihan


Umum)
MASYARAKAT
3) Jaminan hak-hak asasi manusia
menurut kekhasan paham
kemanusiaan

4) Struktur sosial budaya


masyarakat masing-masing

5) Keadilan Sosial
Bab II (Pembahasan)
Masalah & Penyelesaian
Rumusan Masalah

• Bagaimana etika penyelenggara pemilu?


• Seperti apa kode etik penyelenggara?
• Bagaimana kreadinilitas dan intrgritas pemilu?
• Bagaimana jika Pelaksanaan Pemilu Tanpa Dibarengi Etika Politik ?
• Apa saja Penyimpangan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pemilu ?
• Bagaimana Oknum Yang Melanggar Asas Pemilu (LUBERJURDIL)?
• Apa yang menjadikan Kecurangan Pemilu Yang Lebih Rentan Terjadi Di Desa-
Desa ( SepertiPenekanan/Penguasaan Sekelompok Orang)?
• Bagaimana jika Tidak Adanya Peranan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pemilu?
Pemecahan Masalah

ETIKA PENYELENGGARA PEMILU


 
Pelaksanaan Pemilu di Indonesia beberapa tahun belakangan ini diwarnai oleh etika sebagai pedoman
perilaku (code of conduct) para penyelenggaranya.Yang dimaksud disini tentu saja etika sebagai
pedoman praktis.Jimly Asshiddiqie memperkenalkan istilah “rule of ethics” untuk mengungkapkan
peranan etika ini di samping aturan hukum positif (rule of law) yang ada.
 
Etika Penyelenggara Pemilu secara sempit atau praktis berkaitan dengan ketaatan terhadap kode etik,
sedangkan secara luas berkaitan dengan integritas Pemilu atau prinsip-prinsip Pemilu berintegritas.
Menurut Ketua DKPP Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. (2013), etika Penyelenggara sangat penting
karena salah satu ciri demokrasi substansial adalah adanya keteraturan. Karena itulah, diperlukan
keteraturan hukum maupun etika.Inilah percobaan besar untuk memperkenalkan rule of law dan rule
of ethic dalam mengembangkan sistem demokrasi. Keseimbangan rule of law dan rule of ethic akan
menghasilkan kesejahteraan kolektif kita sebagai bangsa. Sehingga kemanfaatan dari demokrasi bisa
dinikmati bersama, melaluhi kebebasan, keadilan, kesejahteraan dan kerukunan. Jika berhasil dengan
proyek etika, maka akan melengkapi sistem aturan hukum yang telah kita miliki.
Pemecahan Masalah

KODE ETIK PENYELENGGARA


Kode Etik Penyelenggara Pemilu dituangkan dalam bentuk Peraturan Bersama KPU, Bawaslu, dan
DKPP. Hal ini karena kode etik disusun berdasarkan kesadaran internal para penyelenggara Pemilu
yang mengikatkan diri secara sukarela (voluntary norms imposed from within the consciousness of
the subjects). Kode etik membuat Penyelenggara Pemilu secara langsung terikat terhadap aturan-
aturan tentang etika dan moral dalam kepemiluan, dan melekat selama 24 jam setiap harinya. Seluruh
norma dan etika yang sudah diatur dalam peraturan merupakan batasan yang wajib dipenuhi, tidak
ada unsur politik didalamnya, tidak ada keragu-raguan dalam pelaksanaannya, dan yang dianggap
baik secara aturan berarti memang baik untuk diterapkan dan yang kurang baik dalam peraturan
haruslah tidak dijalankan.
Bila asas-asas kode etik dapat dipedomani dan dapat menghasilkan Pemilu yang baik, kepercayaan
masyarakat terhadap hasil suatu Pemilu menjadi tinggi, sehingga legitimasi yang didapatkan oleh
pemerintah yang terbentuk menjadi baik pula. Program-program yang dicanangkan pemerintah
terpilih akan mendapat dukungan dari masyarakat. Namun sebaliknya jika penyelenggara tidak
mampu bekerja dan berpegang teguh pada prinsip kode etik termasuk di dalamnya integritas dan
kejujuran maka penyelenggara Pemilu juga turut andil melahirkan pemimpin negeri ini yang tidak
berkualitas.
Pemecahan Masalah

KREDIBILITAS DAN INTEGRITAS DALAM PEMILU


 
Dalam suatu proses Pemilu, mekanisme demokrasi bisa sangat mengecewakan hasilnya mengingat tidak
meratanya tingkat pendidikan masyarakat, ditambah dengan elite politik yang hanya memikirkan diri
sendiri atau kelompoknya hingga dikhawatirkan terjadinya suatu manipulasi. Untuk mengantisipasinya,
setiap Penyelenggara Pemilu dituntut untuk memiliki kredibilitas yang terpercaya di hadapan rakyat.
Penyelenggara Pemilu juga harus menghindari pelanggaran dalam suatu pemilihan seperti vote trading,
vote buying atau bribery, electoral fraud, electoral corruption, kelalaian, ceroboh, kekurangan sumber
daya, kelelahan, atau ketidakmampuan. Namun, pada titik ini, akan muncul apa yang disebut dengan
dilema etik di mana Penyelenggara tidak hanya wajib taat asas atau berperilaku “hitam-putih” namun juga
mengalami pilihan-pilihan dilematis untuk menentukan mana yang harus dipilih dan tidak dipilih.
Bagaimana pun dilematisnya pilihan yang dihadapi oleh Penyelenggara, mereka wajib dan harus
menegakkan aturan dengan tegas tanpa kompromi.Ajaran etika dan moral tidak boleh lentur, wajib dan
harus ditegakkan dengan kaku. Bayangkan apa yang akan terjadi jika kode etik yang harus dipatuhi
Penyelenggara dijalankan secara “abu-abu”. Penyelewengan tersebut tentunya akan menihilkan bukan saja
nilai-nilai etika dan moral politik Penyelenggara, bahkan menihilkan nilai-nilai etika dan moral politik
suatu bangsa, karena titik awal dan ujung tombak sebuah Pemilu terdapat pada penyelenggara-nya .
.
Pemecahan Masalah

Pelaksanaa Pemilu Tanpa Dibarengi Oleh Etika Politik

Standar perilaku ideal dalam praktik etika politik bernegara, yaitu Pancasila, UUD 1945, dan TAP MPR
Nomor 6 Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa haruslah menjadi rujukan utama nilai-nilai
kepemiluan agar penyelenggara pemilu dapat menjalankan tugas dan fungsi berdasarkan standar
norma regulasi yang ada. Jimly Asshiddiqie memperkenalkan istilah “rule of ethics” untuk
mengungkapkan peranan etika ini di samping aturan hukum positif (rule of law) yang ada.Etika
Penyelenggara Pemilu secara sempit atau praktis berkaitan dengan ketaatan terhadap kode etik,
sedangkan secara luas berkaitan dengan integritas Pemilu atau prinsip-prinsip Pemilu berintegritas.
Keseimbangan rule of law dan rule of ethic akan menghasilkan kesejahteraan kolektif kita sebagai
bangsa. Sehingga kemanfaatan dari demokrasi bisa dinikmati bersama, melalui kebebasan, keadilan,
kesejahteraan dan kerukunan. Jika berhasil dengan proyek etika, maka akan melengkapi sistem
aturan hukum yang telah kita miliki.
Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk mengatur sistem
penyelenggaraan negara. Bayangkan apabila dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara tidak ada
sistem etika yang menjadi guidance atau tuntunan bagi para penyelenggara negara, niscaya negara
akan hancur.
Contoh penerapan etika politik Pancasila
 
Contoh kasusnya dapat kita temukan dalam kegiatan kampanye yang (harusnya) sesuai
dengan etika Pancasila.  Dalam kampanye, orang-orang dapat menjalankan dengan
caranya, akan tetapi harus tetap dengan memegang prinsip sebagai berikut:
Berkampanye dengan tetap mengusung nilai-nilai kemanusiaan, contohnya dengan tetap
menjaga keamanan pihak lain, tidak merugikan orang lain, dan menjaga hubungan baik
dengan sesama agar tetap harmonis, sehingga bentrokan tidak akan pernah terjadi. Hal ini
berdasarkan pada sila ke-3.
Peraturan dalam kegiatan berkampanye harus dipatuhi, sebab dengan menaati ketentuan
berarti memberi keselamatan bagi diri kita semua. Hal tersebut berdasarkan pada sila ke-
4.
Pemilu dan kampanye memiliki tujuan akhir kemakmuran dan kesejahteraan hidup bersama.
Oleh sebab itu, sebaiknya hindari hal-hal yang menjadi penghambat usaha-usaha menuju
kesejahteraan bersama. Langkah tersebut berdasarkan sila ke-5.
Pemecahan Masalah

Penyimpangan Nilai – Nilai Pancasila Dalam Pemilu


Penyimpangan adalah segala bentuk perilaku yang tidak menyesuaikan diri dengan kehendak
hukum yang berlaku. Dengan kata lain, penyimpangan adalah tindakan atau perilaku yang tidak
sesuai dengan norma, nilai, dan hukum yang dianut dalam lingkungan baik lingkungan
masyarakat maupun negara. Penyimpangan terjadi apabila seseorang atau kelompok tidak
mematuhi norma, nilai dan hukum yang berlaku.
Bagi masyarakat awam sendiri berpartisipasi dalam Pemilu hanyalah symbol untuk menggugurkan
kewajiban memilih dengan tanpa mencari informasi tentang siapa calon dan tokoh yang akan
mewakili mereka dalam menyampaikan apresiasi Di lingkungan pemerintahan. Semboyan yang
mereka gunakan pun cukup simple "asalkan beragama Islam dan berpendidikan Tinggi pasti
mampu menjadi pemimpin". Apalagi jika uang sudah berbicara maka keinginan untuk
menempati pososi yang diincarpun seakan di depan mata.
Kurangnya kesadaran pengimplementasian nilai pancasila dalam kehidupan masyarakat juga
membuat ideology pancasila tersisihkan.Penyimpangan terhadap nilai pancasila masih sering
terjadi di dalam kehidupan bernegara dan tidak mencerminkan sikap yang sesuai pancasila.
 
Seperti misalahnya 5 Contoh Kasus Pelanggaran Pemilu yang masih marak terjadi di
Indonesia:
1. Money Politik
2. Penggelembungan Suara
3. Teror Kepada Pemilih Untuk Memilih Kandidat Tertentu
4. Pemalsuan Dokumen Pemilihan
5. Penyalahgunaan Jabatan
Selain contoh kasus pemilu yang masih marak terjadi, adapula jenis-jenis pelanggaran pemilu berdasarkan Undang-Undang:
 
Pelanggaran Kode Etik
Pasal 251 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD menyebutkan:
“Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu adalah pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pemilu yang berpedomankan sumpah dan/atau janji
sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu”.
Tindak Pidana Pemilu
Pasal 260 UU No. 8 Tahun 2012 menyebutkan :
“Tindak pidana Pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini”
Pelanggaran Administrasi Pemilu
Pasal 253 UU No. 8 Tahun 2012 menyebutkan :
“Pelanggaran administrasi Pemilu adalah pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan?
Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu”.
Sengketa Pemilu
Pasal 257 UU No. 8 Tahun 2012 menyebutkan :
“Sengketa Pemilu adalah sengketa yang terjadi antar peserta Pemilu dan sengketa Peserta Pemilu degan penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota”.
Sengketa TUN Pemilu
Pasal 268 UU No. 8 Tahun 2012 menyebutkan:
“Sengketa tata usaha negara Pemilu adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi,
DPRD kabupaten/kota, atau partai politik calon Peserta Pemilu dengan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota”.
Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU)
Pasal 271 ayat (1) UU No. 8 Tahun2012 menyebutkan:
“Perselisihan hasil Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional”.
Pemecahan Masalah

Oknum Yang Melanggar Asas Pemilu ( Luber Jurdil )


Melalui Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu) No. 7 tahun 2017 bahwa Pemilu dilaksanakan
dengan menjunjung tinggi asas Luber dan jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan
Adil).Masing-masing asas yang ditetapkan ini memiliki makna penting untuk mencapai
kematangan demokrasi di negeri ini.
• Langsung : rakyat sebagai pemilih berhak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai
dengan kehendak hati nuraninya tanapa pelantara
• Umum : mengandung makna terjaminnya kesempatan yang sama bagi semua warga Negara
yang mempunyai hak memilih dan dipilih, tanpa diskriminasi.
• Bebas : berarti bahwa setiap Warga Negara berhak memilih bebas untuk menentukan
pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksankan hak nya, setiap
warga negara dijamin keamanannya.
• Rahasia : berati pemilih dijamin kerahasiaannya tanpa seorang pun tidak ada yang tahu
• Jujur : berarti pelaksanaan pemilu dilakukan secara benar dan tidak menyimpang
• Adil : maksudnya semua peserta pemilu diperlakukan sama tanpa dibeda bedakan dan tanpa
ada dirugikan
Adapun contoh dari pelanggaran Asas Pemilu salah satunya adalah “golongan putih
(golput)”. Seperti yang di lansir di halaman kompas.com:
"Pemilih di Satu Desa Golput, Jangan Main-main dengan Aspirasi Rakyat"
Sabtu, 12 Desember 2020 | 13:29 WIB
 
 
 KOMPAS.com - Fenomena golput serempak terjadi di Desa Matabondu, Kecamatan
Laonti, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra).Seperti
diberitakan Kompas.com, Jumat (11/12/2020), sebanyak 250 pemilih di desa
tersebut kompak untuk golput atau tidak menggunakan hak pilihnya pada Pilkada
Serentak 2020.
Pemecahan Masalah

Kecurangan Pemilu Yang Lebih Terjadi Di Desa-Desa ( Seperti Penekanan/Penguasaan


Sekelompok Orang)
Etika politik erat kaitannya dengan sikap, nilai, maupun moral yang pada dasar
fundamentalnya hanya dimiliki oleh manusia. Dasar tersebut yang kemudian akan lebih
menguatkan bahwa etika politik senantiasa didasarkan pada manusia sebagai mahluk
yang beradab dan berbudaya.Sebuah penyimpangan etika politik pada hakikatnya bisa
kita jumpai didalam hidup dan kehidupan bernegara dalam hal ini penerapan politik
praktis di lapangan.
Kecurangan pemilu di desa – desa didasari atas kurangnya edukasi masyrakat mengenai
pentingan votingan suara pemilihan, karena satu suara yang kita pilih menetukan
pemerintah negara Indonesia kedepannya.Selain kurang nya edukasi kurangnya
kesadaran pengimplementasian nilai pancasila dalam kehidupan masyarakat juga
membuat ideology pancasila tersisihkan. Penyimpangan terhadap nilai pancasila masih
sering terjadi di dalam kehidupan bernegara dan tidak mencerminkan sikap yang sesuai
pancasila.
Contoh kasus penekanan dalam pemilu, seperti dalam sumber beritasatu.com pemilu
tanpa tekanan.
“Pemilu Tanpa Tekanan”
Pemecahan Masalah

Tidak Adanya Peranan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pemilu


Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.Lahir dari akar sejarah budaya
bangsa, pancasila tak dapat dipungkiri, mengandung nilai-nilai luhur universal yang menjadi
pedoman bagi kehidupan berbangsa.Sebagai dasar negara, Pancasila memiliki 5 sila atau dasar
yang perlu diperhatikan dengan seksama.Sila pertama mempercayai bahwa negara Indonesia terdiri
dari beragam agama yang seharusnya saling toleransi.Hal ini penting bagi masyarakat yang
memilih.
Pancasila sangat penting bagi setiap warga Indonesia, apalagi dalam hal pemilu ini.Orang yang
menggunakan hak pilihnya dengan berdasarkan Pancasila itu sangat berbeda pola pikirnnya dengan
orang yang tidak mengenali Pancasila sebelum mencoblos.Hal ini bisa dilihat dari ekspresi warga
Indonesia yang setelah memilih.Ada beberapa warga Indonesia di masa-masa pemilihan sampai
pengumuman ini selalu menyebarkan hal-hal yang kurang bisa diterima oleh banyak orang.
Misalnya, mengucilkan kandidat lain dan mengabarkan hal yang tidak sesuai dengan kebenarannya.
Sangat banyak hal yang terjadi di Indonesia selama pemilihan ini.Olehnya itu sebagai seorang
mahasiswa yang belajar tentang Pancasila, saya benar-benar ingin agar setiap warga negara
menyadari adanya Pancasila yang telah disepakati untuk menjadi cerminan bangsa.
Bab II (Penututup)
Kesimpulan & Saran
kesimpulan

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sebagai dasar negara dan ideologi Negara, berarti bahwa
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu dijdikan dasar dan pedoman dalam mengatur sikap
dan tingkah laku manusia di Indonesia dalam hubungannya dengan tuhan masyarakat dan alam
semesta. Etika politik adalah praktik pemberian nilai terhadap tindakan politik dengan berlandaskan
kepada etika
Sebagai warga negara yang hidup di Negara demokrasi, kita memiliki hak yang sama untuk
pengambilan keputusan, salah satunya dalam pelaksanaaan pemilu. Nilai – nilai sarana perwujudan
kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila
dan UUDN RI, dengan maksud untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPD,
DPRD, serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah, yang mampu mencerminkan nilai – nilai
demokrasi yang dapat diperjuangkan aspirasi rakyat dengan tidak mengesampingkan etika politik
dalam pelaksanaan pemilu seperti tetap menjunjung tinggi azas pemilu yaitu “LUBERJURDIL”.
Penutup
Saran
Sebaiknya, dalam pelaksanaan pemilu pemerintah harus lebih selektif dalam memilih
anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), harus ada peraturan yang lebih tegas
untuk mengatur alur pelaksaan pemilu, juga harus ada sanksi yang berat bagi para
oknum yang melakukan penyelewengan maupun kecurangan dalam pemilu untuk
memberikan efek jera agar penyelewengan tersebut tidak terjadi lagi dikemudian
hari dan meminimalisir para pelaku kecurangan dalam pemilu.
THANK YOU!

Anda mungkin juga menyukai