Difficult airway (Kesulitan Jalan Napas): Menurut ASA adalah adanya
faktor-faktor klinis yang menyulitkan baik ventilasi dengan masker atau intubasi yang dilakukan oleh dokter yang berpengalaman dan terampil. Difficult Ventilation (Kesulitan Ventilasi): Menurut ASA adalah ketidakmampuan dari ahli anestesi yang berpengalaman untuk menjaga SO2 > 90 % saat ventilasi dengan menggunakan masker wajah dan O2 inspirasi 100%, dengan ketentuan bahwa tingkat saturasi oksigen pra ventilasi masih dalam batas normal. Penilaian Kesulitan Ventilasi: (OBESE) Over weight (body mass index > 26 kg/m2) Beard Elderly (> 55 tahun) Snoring Edentulous Difficult intubation (Kesulitan Intubasi): Menurut ASA adalah dibutukkannya > 3 kali usaha intubasi atau usaha intubasi yang terakhir > 10 menit.
Penilaian Kesulitan Intubasi
Mallampati Measurement 3-3-2-1 OR 1-2-3-3 Fingers Movement of the neck Malformation of the Skull (S), Teeth (T), Obstruction (O), Pathology (P) STOP M = Mallampati • Class I = Visualisasi soft palate, fauces, uvula, pilar anterior dan posterior. • Class II = Visualisasi soft palate, fauces and uvula • Class III = Visualisasi soft palate dan base of the uvula • Class IV = Semua soft palate tidak terlihat M = Measurements 3-3-2-1 or 1-2-3-3 Fingers 3 - Fingers Mouth Opening 3 - Fingers Hypomental Distance. 3 Fingers between the tip of the jaw and the beginning of the neck (under the chin) 2 - Fingers between the thyroid notch and the floor of the mandible (top of the neck) 1 - Finger Lower Jaw Anterior subluxation
M = Movement of the Neck
Ektensi leher "normal" adalah 35 o (The atlanto-oksipital/ A-O joint). Keterbatasan ektensi sendi terdapat pada spondylosis, rheumatoid arthritis, halo-jaket fiksasi, pasien dengan gejala yang menunjukkan kompresi saraf dengan ekstensi servikal.
Ms =Malformation of the skull, teeth, obstruction, pathology (STOP)
S = Skull (Hydro and Mikrocephalus) T = Teeth (Buck, protruded, & gigi ompong, makro dan mikro mandibula) O = Obstruction (obesitas, leher pendek dan bengkak disekitar kepala and leher) P = Pathologi (kraniofacial abnormal & Syndromes: Treacher Collins, Goldenhar’s, Pierre Robin, Waardenburg syndromes) Jenis kesulitan Jalan Napas
Kesulitan ventilasi dengan sungkup atau supraglottic
airway (SGA) Kesulitan pemasangan SGA Kesulitan dilakukan laringoskopi Kesulitan intubasi trakea Kegagalan intubasi Evaluasi Jalan Napas
Memperoleh riwayat kesulitan jalan napas
Riwayat penyakit (riwayat kesulitan jalan napas) dapat membantu dalam cara menghadapi kesulitan jalan nafas. Pemeriksaan fisik Ciri-ciri anatomi tertentu (ciri-ciri fisik dari kepala dan leher) dan kemungkinan dari kesulitan jalan nafas Evaluasi tambahan Tes diagnostik tertentu (Radiografi , CT-scan , fluoroskopi ) dapat mengidentifikasi berbagai keadaan yang didapat atau bawaan pada pasien dengan kesulitan jalan napas Persiapan Standar pada Managemen Kesulitan Jalan Napas (1) Tersedianya peralatan untuk pengelolaan kesulitan jalan napas (2) Menginformasikan kepada pasien atau keluarga tentang adanya atau dugaan kesulitan jalan nafas, prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan kesulitan jalan nafas, dan risiko khusus yang kemungkinan dapat terjadi (3) Memastikan bahwa setidaknya ada satu orang tambahan sebagai asisten dalam manajemen kesulitan jalan nafas, (4) Melakukan preoksigenasi dengan sungkup wajah sebelum memulai manajemen kesulitan jalan nafas, (5) Secara aktif memberikan oksigen tambahan di seluruh proses manajemen kesulitan jalan nafas. Strategi Intubasi pada Kesulitan Jalan Napas 1. Intubasi sadar, 2. Laringoskopi dengan bantuan video, 3. Intubasi stylets atau tube-changer, 4. SGA untuk ventilasi (LMA, laringeal tube) 5. SGA untuk intubasi (ILMA), 6. Laryngoscopic bilah rigid dari berbagai desain dan ukuran, 7. Intubasi dengan bantuan fiberoptik, dan 8. Stylets menyala atau Ligth Wand. ALGORITMA KESULITAN JALAN NAPAS Menilai kemungkinan dan dampak klinis dari masalah manajemen dasar: • Kesulitan dengan kerjasama atau persetujuan pasien • Kesulitan ventilasi sungkup • Kesulitan penempatan Supraglottic Airway • Kesulitan laringoskopi • Kesulitan intubasi • Kesulitan akses bedah jalan napas Secara aktif mengejar peluang untuk memberikan oksigen tambahan selama proses manajemen kesulitan jalan napas Mempertimbangkan manfaat relatif dan kelayakan pilihan manajemen dasar:
• Awake intubation vs intubasi setelah induksi anestesi umum
• Teknik non-invasif vs teknik invasif untuk pendekatan awal untuk intubasi • Video laringoskopi sebagai pendekatan awal untuk intubasi • Menjaga Ventilasi spontan vs ablasi ventilasi spontan Mengembangkan strategi primer dan alternatif a) Pilihan lain termasuk: operasi menggunakan masker wajah atau supraglottic airway (SGA) (Misalnya, LMA, ILMA, laringeal tube), infiltrasi anestesi lokal atau blokade saraf regional. b) Akses jalan napas invasif meliputi bedah atau jalan napas percutaneous, jet ventilation, dan intubasi retrograde. c) Pendekatan alternatif : laringoskopi dengan video, bilah laringoskop alternatif, SGA (LMA atau ILMA) sebagai saluran intubasi (dengan atau tanpa bimbingan serat optik), intubasi dengan serat optik , intubasi dengan stylet atau tabung changer, light wand, dan blind oral or nasal intubation. d) Pertimbangkan kembali persiapan pasien untuk intubasi sadar atau membatalkan operasi. e) Ventilasi jalan nafas non-invasif darurat terdiri dari SGA. SGA (supraglottic airway) Akses Jalan Napas Invasif Ekstubasi
Manfaat relatif dari ekstubasi sadar dibandingkan ekstubasi
sebelum kembalinya kesadaran. Dampak klinis yang merugikan pada jalan napas setelah pasien diekstubasi. Sebuah rencana pengelolaan jalan nafas yang dapat diimplementasikan jika pasien tidak mampu mempertahankan ventilasi yang memadai setelah ekstubasi. Perangkat yang dapat berfungsi sebagai panduan untuk mempercepat reintubasi. Jenis perangkat dapat berupa stylet (Intubasi bougie). Stylets atau intubasi bougies dapat memiliki lubang yang dapat digunakan untuk menyediakan oksigenasi dan ventilasi sementara . Tabung biasanya dimasukkan melalui mulut dan dapat digunakan untuk ventilasi supraglottic dan intubasi. Ekstubasi Setengah Sadar Ekstubasi pada pasien sadar, biasanya disertai batuk. Reaksi ini meningkatkan denyut jantung, tekanan intrakranial, tekanan intraokuli, tekanan vena central, tekanan arteri. Ini dapat juga menyebabkan luka operasi terbuka dan berdarah kembali. Pada pasien asmatik, dapat mencetuskan terjadinya broncho-spasme. Ekstubasi mungkin kontra indikasi pada pasien dengan resiko untuk aspirasi atau pada orang yang jalan nafasnya sulit untuk dikontrol setelah ekstubasi. Ekstubasi Masih Teranestesi Dalam Beresiko tidak terjaganya (tidak adekuat) jalan napas atau ventilasi dalam kurun waktu antara tidak sadar sampai sadar. Perawatan Lanjut
Mendokumentasikan adanya dan sifat dari kesulitan
jalan napas dalam rekam medis, Menginformasikan pasien atau orang yang bertanggung jawab dari kesulitan jalan napas yang dihadapi, Mengevaluasi dan mengawasi pasien tentang kemungkinan komplikasi yang terjadi pada manajemen kesulitan jalan nafas THANK YOU