Pencapaian pendidikan umumnya lebih rendah diantara masyarakat desa (kurangnya pendidikan setelah
SMA)
Proporsi yang lebih besar dari orang yang tinggal di dekat desa dan pedesaan adalah miskin atau
mendekati miskin (seperti pendapatan yang kurang dari 125% dari garis kemiskinan)
Masyarakat di daerah pedesaan lebih cenderung memiliki kesehatan yang sedang hingga buruk
Masyarakat desa memiliki lebih sedikit ambulan dibandingkan dengan lebih banyak daerah kota
Daerah di dekat desa memiliki persentase masyarakat tanpa asuransi yang lebih tinggi
TANTANGAN
Semakin tingginya tuntutan masyarakat dan
semakin berkembangnya pelayanan yang
diberikan, menuntut apoteker harus mampu
memenuhi keinginan dan tuntutan masyarakat
yang berubah-ubah dan beragam. Akibatnya,
dibutuhkan eksistensi apoteker sebagai sumber
daya manusia dalam hal peningkatan
pengetahuan, keterampilan serta mampu
berinteraksi langsung dengan masyarakat.
.
• Dengan adanya interaksi, masyarakat dapat
INTERAKSI mengetahui kualitas pelayanan kefarmasian
yang diberikan oleh apoteker serta mendapatkan
manfaatnya.
resep
konsultan obat
Konseling
PIO
MESO
PC IAI
Dengan
tersampaikannya
Pentingnya komunitas apoteker, yang menjadi wadah usulan/aspirasi dari
komunitas apoteker,
segala informasi yang menyangkut kesehatan masyarakat Komunitas apoteker
dan dikeluarkannya
dan pelayanan kefarmasian di masyarakat. keputusan/ kebijakan
yg berdampak pada
masyarakat desa, dan
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Puskesmas pelayanan kesehatan
kesehatan yang dekat dengan pedesaan
Ma
sya
rak
at
ANALISIS JURNAL
Hasil dan Pembahasan
Apoteker belum tersedia di semua puskesmas perawatan, apalagi puskesmas non perawatan,
sehingga pelayanan resep dikerjakan oleh tenaga non profesional.
Peran apoteker dalam pengelolaan obat umumnya sudah berjalan, khususnya dalam pelayanan
obat resep dan pembuatan LP-LPO bulanan.
Peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian: (a) informasi obat dilakukan pada saat penyerahan
obat resep kepada pasien, sebelum pelayanan puskesmas dimulai, dan pada saat kunjungan ke
posyandu balita dan posyandu lansia, (b) konseling obat dilakukan terbatas mengingat
ketersediaan waktu dan belum ada ruangan, (c) visite pasien sudah dilakukan, baik dengan dokter
maupun sendiri kepada pasien bersalin rawat inap, (d) home care belum berjalan dengan baik.
Permasalahan yang terkait dengan apoteker di puskesmas adalah ketersediaan dan jumlah tidak sesuai
dengan beban kerjanya, sehingga pelayanan kefarmasian belum berjalan baik akibat keterbatasan
waktu dan tenaga. Juga ada apoteker merasa kurang mampu dalam memberikan informasi obat
kepada tenaga kesehatan lain, khususnya dokter spesialis di beberapa puskesmas perawatan, sehingga
masih diperlukan pembinaan dan pelatihan.
Permasalahannya
adalah
pengetahuan masyarakat desa terutama ibu ibu
akan penggunaan obat, terutama Paracetamol yang
akan memberikan efek fatal apabila tidak diberikan
dengan benar.
Permasalahan itu dapat terjadi karena kurangnya tenaga Apoteker pada pelayanan
kesehatan di desa.
Saran agar setiap puskesmas perawatan tersedia apoteker. Peran apoteker dalam
pelayanan kefarmasian pada kasus ini yaitu memberikan edukasi kepada ibu ibu didesa
tentang penggunaan obat yang baik dan benar dengan bahsa yang mudah dimengerti.
Dan Pemerintah juga harus membantu tenaga kesehatan terutama Apoteker agar
memilik peluang untuk dapat berdedikasi dipedesaan .
Dapat disimpulkan bahwa
Tidak semua masyarakat paham tentang obat
edukasi apoteker
dan teknik penggunaan obat, sehingga menjadi mempengaruhi
penyebab pengobatan tidak optimal atau pengetahuan masyarakat
kegagalan pengobatan. Hal ini dapat disebabkan
minimnya pengetahuan dan kemampuan terkait teknik penggunaan
masyarakat terkait teknik penggunaan obat. obat, tetapi tidak
Oleh karena itu dibutuhkan edukasi dan
optimalisasi kemampuan masyarakat berkaitan mempengaruhi sikap
dengan teknik penggunaan obat. masayarakt terhadap teknik
penggunaan obat
Warung Obat Desa (WOD) berdasarkan SK No.
983/Menkes/VIII/2004 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
pelaksanaan kebijakan pekerjaan dan menemukan
faktor pendukung dan penghambat keberhasilan
pelaksanaan pekerjaan.
Hasill menunjukkan bahwa faktor
pendukung WOD adalah jarak jauh
dari pelayanan kesehatan dasar,
penjual obat dan pelayanan
kesehatan. secara umum
pelaksanaan kerja belum berhasil,
kebijakan kerja belum optimal, baik
dalam pengorganisasian,
penyelenggara, pengelolaan obat,
pendistribusian obat, kesiapan obat,
pencatatan dan pelaporan.
Kesadaran (general awareness)
masyarakat terhadap peran
apoteker pada layanan
kefarmasian di apotek di
penelitian non-eksperimental Kecamatan Sokaraja,
dengan metode observasional. Baturraden, Sumbang, dan
Penentuan apotek sebagai Kedungbanteng menunjukkan
lokasi penelitian menggunakan tingkat yang baik sebanyak
Pelayanan kesehatan memiliki teknik stratified random 65,45%. Masyarakat di
peran penting dalam sampling dan pengambilan Kecamatan Sokaraja,
meningkatkan derajat sampel responden dengan Baturraden, Sumbang, dan
kesehatan masyarakat, salah menggunakan teknik Kedungbanteng 63,64%
satunya dengan pelayanan accidental sampling kepada 110 memiliki persepsi baik
kefarmasian yang dilakukan responden. terhadap peran apoteker,
oleh apoteker di apotek. Dalam 59,09% memiliki harapan yang
rangka penjaminan mutu baik terhadap peran apoteker
pelayanan kefarmasian, dan 50% memiliki pengalaman
Indonesia telah yang baik terhadap peran
memberlakukan standar apoteker pada layanan
pelayanan kefarmasian di kefarmasian di apotek
apotek
Kesimpulan
• Dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan
kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Medan Denai
tidak memenuhi ketentuan dan kaidah profesi yang
berlaku, karena kurang lengkapnya informasi yang
diberikan oleh petugas pengelola obat kepada
pasien, adanya pengurangan jumlah obat yang
diberikan kepada pasien, kurang lengkapnya etiket
dan label yang diberikan pada kemasan obat,
terbatasnya jumlah petugas pengelola obat, serta
tidak adanya tenaga apoteker di Puskesmas.
Apoteker komunitas diharapkan dapat meningkatkan peran mereka bagi masyarakat
sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan, baik standar internasional maupun standar
nasional yang diterbitkan oleh kementrian kesehatan Republik Indonesia
Hasil &
Kesimpulan
• pelayanan kefarmasian di Puskesmas Desa Langsot Kecamatan Tareran I Kabupaten Minahasa Selatan yang meliputi
pengelolaan sediaan farmasi (perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan,
pengendalian, administrasi, pemantauan atau evaluasi) dan kegiatan pelayanan farmasi klinik telah berjalan dengan
cukup baik walaupun masih ada beberapa bagian yang belum terselenggara secara baik. Untuk pelayanan farmasi
klinik dilakukan oleh tenaga teknis kefaramasian S1 sesuai pedoman yang ada, di Puskesmas Desa Langsot Kecamatan
Tareran I Kabupaten Minahasa Selatan dan belum menyediakan Apoteker yang bertanggung jawab pada pelayanan
kefarmasian dan dapat dikatakan belum memenuhi standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas berdasarkan
Permenkes RI No. 74 Tahun 2016.
peran apoteker dalam PC memegang peranan
penting sebagai upaya peningkatan kualitas hidup pasien melalui
terapi yang lebih costeffectiveness dari segi farmakoekonomi
khususnya untuk penatalaksanaan pada penyakit degeneratif.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa peran apoteker dalam
PC memegang peranan penting sebagai upaya peningkatan
kualitas hidup pasien melalui terapi
yang lebih costeffectiveness dari segi
farmakoekonomi khususnya untuk
penatalaksanaan pada penyakit degeneratif.
Bertanggung jawab atas proses
pembuatan obat, meskipun obat di
buat oleh Asisten Apoteker. Wajib menerangkan ke konsumen
tentang kandungan obat yang di
tebus.
Kehadirannya di tempat bertugas di atur
oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang kesehatan Membahas dan mendiskusikan resep obat
langsung kepada dokter, bukan asisten
atau petugas apotek