Anda di halaman 1dari 18

HUKUM, HAM

DAN
DEMOKRASI
DALAM ISLAMDOSEN PEMBIMBING
MUSTAPA, S.Th.I.,M.Hum.

DISUSUN OLEH
1. PUTRI NABIILAH BAKRI (21101152610033)
2. RAHMAT OKTA JOVIANDA (21101152610034)
3. RIKO ISWANTO (21101152610037)
4. SADDAM ‘AFIF NAQLI (21101152610038)
A. Pengertian Hukum Islam
Hukum adalah suatu sistem aturan atau adat yang secara resmi dianggap
mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah, atau otoritas melalui Lembaga
atau institusi. Sedangkan Hukum Islam adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah
melalui wahyu-Nya yang kini terdapat dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh nabi
Muhammad sebagai Rasul-Nya melalui Sunnah beliau yang kini terhimpun dengan
baik dalam kitab-kitab hadits. Hukum Islam terbagi menjadi 2, yaitu :
a) Syari’at
Semua ketetapan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Sifatnya tetap dan tidak dapat di ubah.
b) Fikih
Pemahaman manusia yang memenuhi syarat terhadap syari’at atau terhadap
ketentuan yang ada dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah terutama yang
berkenaan dengan masalah kemasyarakatan.
B. Macam-Macam Hukum Islam
1. Wajib (Fardhu)

Wajib atau fardhu merupakan status hukum yang harus dilakukan oleh mereka
yang memenuhi syarat-syarat wajibnya. Syarat wajib yang dimaksud adalah orang
yang sudah mu’allaf, yaitu seorang muslim yang sudah dewasa dan berakal sehat.
Jika kita mengerjakan perkara yang wajib, maka akan mendapat pahala. Namun bila ditinggalkan maka akan mendapat dosa.
Beberapa contoh ibadah yang diwajibkan bagi umat Islam adalah shalat 5 waktu dan puasa Ramadhan. Hukum wajib terbagi
menjadi empat jenis berdasarkan bentuk kewajibannya, yakni :

a) Kewajiban dari waktu pelaksanaannya


• Wajib Muthlaq : Wajib yang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya
seperti meng-qadha puasa Ramadan yang tertinggal atau membayar
kafarah sumpah.
• Wajib Muaqqad : Wajib yang pelaksanaannya ditentukan dalam
waktu tertentu dan tidak sah dilakukan di luar waktu yang ditentukan.

b) Kewajiban bagi orang yang melaksanakannya


• Wajib Aini : Kewajiban secara pribadi yang tidak mungkin dilakukan atau
diwakilkan orang lain, misalnya, puasa dan salat.
• Wajib Kafa’i/Kifayah : Kewajiban bersifat kelompok apabila tidak
seorang pun melakukannya maka berdosa semuanya dan jika beberapa
melakukannya maka gugur kewajibannya seperti shalat jenazah.
c) Kewajiban berdasarkan ukuran atau kadar pelaksanaannya
• Wajib Muhaddad : Wajib yang harus sesuai dengan kadar yang sesuai
ketentuan seperti zakat.
• Wajib Ghairu Muhaddad : Kewajiban yang tidak ditentukan kadarnya
seperti menafkahi kerabat.

d) Kewajiban berdasarkan kewajiban perintahnya


• Wajib Mu’ayyan : Kewajiban yang telah ditentukan dan tidak ada pilihan
lain seperti membayar zakat dan sholat lima waktu.
• Wajib Mukhayyar : Kewajiban yang objeknya boleh dipilih antara
beberapa alternatif.
2. Sunnah

Sunnah atau sunnat adalah perkara yang dianjurkan bagi umat Islam. Artinya, jika dikerjakan maka akan mendapatkan
pahala, namun jika tidak dikerjakan tidak apa-apa.
Contoh amalan sunnah yaitu sholat sunnah, puasa Senin Kamis dan lain-lain.
Berikut macam-macam sunnah:
a) Sunnah Muakkad : Sunnah yang sangat dianjurkan, seperti salat Idul Fitri,
salat tarawih, shalat duha, puasa arafah, dan lainnya.
b) Sunnah Gairu Muakkad : Misalnya memberi salam kepada orang lain.
c) Sunnah Hajat : Perkara di dalam salat yang sebaiknya dikerjakan, seperti
mengangkat tangan ketika takbir.
d) Sunnah Abad : Perkara dalam sholat yang harus dikerjakan ketika lupa, dan
harus melakukan sujud sahwi.
e) Sunnah Hadyu : Perbuatan yang dituntut melakukannya karena begitu besar
faidah yang didapat dan orang yang meninggalkannya tercela seperti azan,
salat berjamaah, salat hari raya
f) Sunnah Zaidah : Sunnah yang apabila dilakukan oleh mukalaf dinyatakan
baik tapi bila ditinggalkan tidak diberi sanksi apapun. Misalnya mengikuti
yang biasa dilakukan nabi sehari-hari seperti makan, minum, dan tidur.
g) Sunnah Nafal : Suatu perbuatan yang dituntut tambahan bagi perbuatan
wajib seperti salat tahajud.
3. Mubah

Mubah artinya adalah boleh. Dalam Islam, mubah merupakan sebuah hukum
dimana seorang muslim boleh mengerjakan suatu perkara, tanpa mendapat pahala
dan dosa. Hal ini lebih condong pada aktivitas dan kegiatan duniawi. Contoh
perkara mubah antara lain adalah makan, minum dan lain-lain.
Ulama ushul fiqih membagi mubah dalam tiga jenis, di antaranya:

a) Tidak mengandung mudharat (bahaya) apabila dilakukan atau tidak.


Contohnya, makan, minum, dan berpakaian.

b) Tidak ada mudharat bila dilakukan, sementara perbuatan itu pada dasarnya
diharamkan. Misalnya, makan daging babi saat keadaan darurat

c) Sesuatu yang pada dasarnya bersifat mudharat, tetapi Allah SWT memaafkan pelakunya. Contoh, mengerjakan pekerjaan
haram sebelum Islam.
4. Haram

Haram adalah suatu hal yang dilarang dan tidak boleh dilakukan oleh umat
Islam. Haram termasuk status hukum dimana sebuah perkara tidak boleh
dikerjakan. Jika dilakukan maka akan mendapat dosa. Contohnya adalah mencuri,
berzina, mabuk, membunuh, berjudi, dan lainnya. Hukum haram terbagi menjadi
dua:
a) Al Muharram li Dzatihi : Sesuatu yang diharamkan oleh syariat karena
esensinya mengandung kemadharatan bagi kehidupan manusia seperti
makan bangkai, minum khamr, berzinah.
b) Al Muharram li Ghairihi : Sesuatu yang dilarang bukan karena esensinya
tetapi karena kondisi eksternal seperti jual beli barang secara riba.
5. Makruh

Makruh adalah suatu perkara yang dianjurkan untuk tidak dilakukan. Jika
dilakukan tidak berdosa namun jika ditinggalkan akan mendapat pahala. Makruh
adalah perbuatan yang sebaiknya dihindari meski jika dilakukan tidak mendapat
dosa, namun sebaiknya tidak dilakukan. Contoh perbuatan makruh adalah makan
sambil berdiri atau berkumur saat sedang berpuasa. Ada 2 macam makruh, yaitu :

a) Makruh Tahrim : Sesuatu yang dilarang oleh syariat secara pasti.


Contohnya larangan memakai perhiasan emas bagi laki-laki.

b) Makruh Tanzih : Sesuatu yang dianjurkan oleh syariat untuk


meninggalkannya, tetapi larangan tidak bersifat pasti. Contohnya memakan
daging kuda saat sangat waktu perang.
C. Hak Asasi Manusia (HAM)
dalam Islam
HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena
diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya
sebagai manusia. HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum,
pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Menurut Dr. Syekh Syaurat Hussain, terdapat dua macam HAM jika dilhat dari
ketegori huquuqul' ibad yaitu:
a) HAM yang keberadaanya dapat diselenggarakan oleh suatu negara (Islam).
b) HAM yang keberadaannya tidak secara langsung dapat dilaksanakan oleh
suatu Negara.
Dalam deklarasi HAM, terdapat komitmen bersama untuk menegakkan HAM, yaitu :
a) Hak hidup
b) Hak Kemerdekaan
c) Hak persamaan dan larangan terhadap adanya diskriminasi yang tidak
terizinkan.
d) Hak mendapatkan keadilan
e) Hak mendapatkan proses hukum yang adil
f) Hak untuk mendapatkan perlindungan dari penyalahgunaan kekuasaan.
g) Hak untuk mendapatkan perlindungan dari penyiksaan.
h) Hak untuk mendapatkan perlindungan atau kehormatan dan nama baik.
i) Hak untuk memperoleh suaka
j) Hak-hak yang minoritas.
k) Hak dan kewajiban untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan dan urusanurusan publik.
l) Hak kebebasan percaya, berfikir dan berbicara.
m) Hak kebebasan beragama.
n) Hak berserikat bebas.
o) Susunan ekonomi dan hak berkembang darinya.
p) Hak memperoleh perlindungan atas harta benda.
q) Status dan martabat pekerja dan buruh.
r) Hak membentuk suatu keluarga dan masalah-masalahnya.
s) Hak-hak wanita yang sudah menikah.
t) Hak mendapatkan pendidikan.
u) Hak menikmati keleluasaan pribadi.
v) Hak mendapatkan kebebasan berpindah dan bertempat tinggal.
D. Demokrasi dalam Islam Serta
Menumbuhkan Kesadaran
Hukum
1. Demokrasi

a) Demokrasi Secara Umum :


Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat,
dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan
sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Ada banyak pendapat ahli tentang pengertian demokrasi, antara lain :

• Josefh A. Schmeter menyebutkan: “demokrasi merupakan suatu


perencanaan institusional untuk mencapai suatu keputusan politik dimana
individu-individu memperoleh kekuasaan untuk menentukan dan
memutuskan dengan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat”.

• Sidney Hook, menyebutkan: “demokrasi sebagai bentuk pemerintahan


dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung
atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang
diberikan secara bebas dari rakyat dewasa”.
• Philippe C. Schmiiter dan Terry Lynn Karl menyebutkan bahwa:
“demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah
dimintai pertanggung jawaban atas tindakan-tindakan mereka di wilayah
publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui
kompetisi dan kerjasama para wakil mereka yang telah terpilih”.

• Abraham Lincoln (1863) menyebutkan bahwa “demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat
(government of the people, by the people, and for the people)”.

b) Demokrasi Dalam Islam :

Dalam Islam ada yang dikenal dengan istilah Syura atau musyawarah. Yang merupakan kata turunan dari kata kerja
‘Syawara’, maknanya adalah meminta pendapat dan mencari kebenaran. Dalam Qs. Asy-syura: 36, dapat diartikan bahwa
Islam telah memposisikan musyawarah pada tempat yang agung
Demokrasi dalam Islam dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep Islami yang sudah lama berakar, yaitu :

• Musyawarah (syura) Kata ‘Syura’ berasal dari kata ‘Sy-Wa-Ra’, kemudian diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi
‘Musyawarah’ yang mempunyai arti menyimpulkan pendapat berdasarkan pandangan antar kelompok atau
merundingkananya.

• Persetujuan (ijma) Arti kata ‘Ijma’ adalah persamaan pendapat. Ijma atau konsensus adalah sistem yang mengakui suara
terbayak/mayoritas. Kesepakatan ini merupakan konsep pengesahan resmi dalam hukum islam.

• Penilaian interpretative yang mandiri (itjihad) Upaya ini merupakan langkah kunci menuju penerapan perintah Tuhan di
suatu tempat atau waktu.
Pada dasarnya, konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak
sepenuhnya sejalan dengan Islam. Hal ini ditunjukkan dengan :

• Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama.


• Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya.
• Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah.
• Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi
pertimbangan utama dalam musyawarah.
• Musyawarah atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan
pada persoalan yang sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan
Sunah.
• Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari
nilainilaiagama.
• Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga.
2. Menumbuhkan Kesadaran Hukum

Menumbuhkan Kesadaran Hukum :

a). Pengetahuan tentang kesadaran hukum


Peraturan dalam hukum harus disebarkan secara luas dan telah sah. Maka
dengan sendirinya peraturan itu akan tersebar dan cepat diketahui oleh
masyarakat. Masyarakat yang melanggar belum tentu mereka melanggar
hukum. Hal tersebut karena bisa jadi karena kurangnya pemahaman dan
pengetahuan masyarakat tentang kesadaran hukum dan peraturan yang
berlaku dalam hukum itu sendiri.

b). Ketaatan masyarakat terhadap hokum Dengan demikian seluruh kepentingan masyarakat akan bergantung pada ketentuan
dalam hukum itu sendiri. Namun juga ada anggapan bahwa kepatuhan hukum justru disebabkan dengan adanya takut
terhadap hukuman ataupun sanksi yang akan didapatkan ketika melanggar hukum.
Cara menumbuhkan kesadaran hukum :

a). Tindakan
Hal ini menjadi salah satu cara utama dan pertama untuk menanamkan
kesadaran hukum pada masyarakat. Tindakan bisa dalam bentuk hukuman
jika melanggar hukum, dan penghargaan bagi yang menaati hukum. Jadi
hukum harus ditegakkan sebagaimana mestinya jika ingin terwujud
kesadaran hukum masyarakat.
b). Pendidikan.
Segala hal tentang pengetahuan, pemahaman, kesadaran hukum orang lain,
dan menerima hukum, harus disampaikan dengan cara yang tepat.
Pendidikan adalah salah satu cara yang tepat untuk menyampaikannya. Hal
ini tentunya bisa dimulai dari lingkaran keluarga, lalu ke sekolah dan baru
kemudian ke masyarakat secara luas.
c). Kampanye. Kampanye juga merupakan salah satu bentuk pengenalan terhadap hukum. Ketika seseorang mengenal
tentang hukum, ganjarannya ketika mereka melanggar dan penghargaan yang mereka dapatkan ketika mereka mentaati,
maka mereka akan bisa memiliki kesadaran atas hukum itu sendiri.
d). Keteladanan. Keteladanan menjadi unsur penting untuk menumbuhkan kesadaran hukum dimasyarakat. Seringkali
kesadaran hukum masyarakat sulit tumbuh karena tiadanya keteladanan dari para pemimpin atau aparatur penegak
hukumnya sendiri.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai