Anda di halaman 1dari 60

CASE REPORT SESSION

TETANUS

ANNISA OCTRIANY P
ERICA KWAN
HENGKI NURCIPTO
KHAERUNNISA A’YUNIN
ULRIKE PANJAITAN

Perseptor : Dr. dr. Paulus Anam Ong, Sp.S (K)


IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 52 tahun
Alamat : Kp. Cipancur RT 04/06 Kec. Cipongkor
Pekerjaan : Buruh bangunan
Status Marital : Kawin
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 12 Oktober 2017
Tanggal pemeriksaan : 12 Oktober 2017
ANAMNESIS
Keluhan Utama : kaku seluruh badan

Anamnesa khusus :
Sejak 2 hari SMRS, pasien mengeluhkan kaku pada tungkai
bawah kanan dan kiri yang muncul secara tiba-tiba pada pagi hari.
Keluhan diawali dengan susah membuka mulut. Keluhan yang
dirasakan oleh pasien sangat mengganggu hingga mengakibatkan
pasien tidak dapat beraktivitas, namun pasien tidak memeriksakan diri
ataupun berobat ke dokter.
1 hari SMRS, keluhan yang dirasakan pasien sama seperti
sebelumnya namun semakin meluas ke seluruh tubuh hingga pasien
mengalami kesulitan membuka mulut, pusing, kesulitan menelan,
sesak, berkeringat, perut keras seperti papan dan punggung melenting.
Pasien juga mengalami kejang baik dirangsang dengan sentuhan, suara
maupun tanpa dirangsang. Kejang berlangsung + 2 menit, lebih dari 10
kali dalam satu hari dengan bentuk yang sama. Selama kejang dan
setelah kejang, penderita sadar dan mengerti pembicaraan.
Keluhan tidak disertai dengan demam, nyeri dada, ruam kemerahan.
Keluhan juga tidak disertai dengan batuk. Tidak ada keluhan buang air
kecil atau buang air besar.
Pasien mengaku tertusuk paku yang berukuran 7cm x 1cm pada
kaki kiri 3 minggu yang lalu. Pada saat kejadian, pasien hanya
menggunakan sandal jepit dan luka tidak langsung dibersihkan. Pasien
juga tidak langsung berobat ke dokter dan mengatakan hanya membeli
obat di warung yaitu paramex.
Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Riwayat
penyakit kejang sebelumnya disangkal oleh pasien. Riwayat digigit
binatang (kucing,anjing,monyet), gigi berlubang, adanya luka atau
keluar cairan dari telinga disangkal oleh pasien. Riwayat memiliki luka
bakar juga disangkal oleh pasien. Riwayat imunisasi DPT tidak
diketahui.
Pasien saat ini dirawat di Ruang Angsana RSHS sejak 2 minggu
yang lalu dan sudah mengalami perbaikan. Pasien sudah mendapatkan
pengobatan merupa antibiotik yang disuntik dan parasetamol serta
pasien terpasang infuse.
TIMELINE
PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi = HR : 84x/menit, reguler
Respirasi : 24x/menit
Suhu : 36,5 °C
Gizi : BB : 60 kg TB : 165 cm BMI :
22.04 kg/m2
Status Interna

Kepala : Normocephal
Conjunctiva : Tidak anemis
Sklera : Tidak ikterik
Leher : KGB tidak teraba membesar
Toraks : bentuk dan gerak simetris, JVP tidak meningkat
Cor : dalam batas normal
Paru : VBS kiri = kanan, ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : datar, keras, perut papan (+)
Ekstrimitas : edema (-) sianosis (-). Tampak vulnus punctum di
plantar pedis sinistra tertutup oleh verban
Pemeriksaan Neurologis

1. Penampilan
Kepala : Normocephal
Collumna vertebra : Tidak ada deformitas
Rhisus Sardonicus (-)
Trismus (-)

2. Rangsang Meningen/ iritasi radiks


Kuduk Kaku : (-)
Brudzinski I, II, III : (-)
Laseque : (-)
Kernig : (-)
3. Saraf Otak

N.I Penciuman : Baik


N.II Ketajaman penglihatan : Baik
Campus : Baik
N.III,IV,VI ptosis : -/-
pupil : bulat isokor Ø3mm
refleks cahaya : +/+
posisi mata : Simetris
gerak bola mata : Baik kesemua
arah
N.V refleks kornea : +/+
sensoris : Baik
motoris : m.temporalis,
m.maseter (+/+)
N.VII angkat alis mata : Simetris
Pejam mata : Baik
Plika nasolabialis : Simetris

N.VIII Pendengaran : Baik


Keseimbangan : Tidak dilakukan
N.IX,X
Suara/bicara : normal
Menelan : normal
Kontraksi palatum : normal
Refleks gag : (+)

N.XI Angkat bahu : Sulit dinilai


Menoleh kanan /kiri : Terbatas

N.XII Gerakan lidah : Normal


Atrofi :-
tremor/fasikulasi :-
4. Motorik

Anggota badan atas : 5/5


Anggota badan bawah : 5/5
Tonus : normotonus
Atrofi :-
Fasikulasi :-
Cara berjalan/gait : tidak dilakukan
Kejang rangsang (-)
Kejang spontan (-)
Opistotonus (+)
5. Sensorik
Anggota badan atas : Baik
Batang tubuh : Baik
Anggota bawah badan : Baik
6. Koordinasi

Cara bicara : normal


Tremor :-
Tes telunjuk hidung : Tidak dilakukan
Tes tumit lutut : Tidak dilakukan
Tes Romberg : Tidak dilakukan
Refleks:

Fisiologis :+
Patologis :-
Primitive :-
Kriteria Patel Joag:

Rahang kaku, kekakuan otot (+), disfagia (+), spasme lokal (+)
Spasme saja tanpa melihat frekuensi (+)
Periode onset <48 jam (+)
Masa inkubasi <7 hari (-)
Suhu >37.6oC (-)

Interpretasi : Derajat 2
Kriteria Abblet :
Grade 3
Trismus berat
Kekakuan umum
Spasme dan kejang spontan yang berlangsung lama dan sering
Serangan apneu
Disfagia berat
Hiperhidrosis ( peningkatan aktivitas saraf otonom )
DIAGNOSA KLINIS
Tetanus umum derajat 2 (Patel&Joag), Grade III (Abblet)
dengan perbaikan + Vulnus Punctum a/r plantar pedis
sinistra

USUL PEMERIKSAAN TAMBAHAN


Darah  Darah Rutin Lengkap (HB, leukosit, Ht, Trombosit)
GDS
Ureum, Kreatinin
 Elektrolit ( Na, K, Ca)
Pemeriksaan EKG
USUL TERAPI

Umum:- Bed rest


- IVFD Nacl 0.9% 20 gtt/menit
- Diet cair 2000 kkal/hari peroral
Khusus:

 Anti Tetanus serum (ATS) 10.000 IU i.m (skin test


terlebih dahulu)
 Metronidazole 3 x 500 mg/hari PO
Ceftriaxon 2 x 1 gr / hari IV
 Tetanus Toxoid 0.5 cc i.m (ulang 1 bulan kemudian)
PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
DEFINISI
Tetanus adalah penyakit pada susunan saraf yang ditandai dengan
spasme tonik persisten disertai dengan serangan yang jelas dan
keras. Spasme hamper selalu terjadi pada otot leher dan rahang,
menyebabkan penutupan rahang (trismus), dan melibatkan otot-otot
batang tubuh melebihi otot ekstremitas. Onsetnya selalu akut dan
menyebabkan kematian yang tinggi.
ETIOLOGY
Disebabkan oleh kuman Clostridium tetani
Bakteri batang gram-positif, bersifat obligat anaerob.
During vegetative growth, the organism cannot
survive in the presence of oxygen, is heat-sensitive
and exhibits flagellar motility.
As the bacterium matures, it develops a
terminal spore, which is resistant to heat and
most antiseptics.
Banyak ditemukan di dalam tanah dan kotoran
binatang.
Langsung masuk ke jaringan host manusia melalui luka trauma,
jaringan nekrosis, dan jaringan yang kurang vaskularisasi.
Port of entry lain: akupuntur, tumor nekrotik, lubang anting, pedikur,
otitis media, suntikan IV and IM, luka bakar, ulkus dan lain-lain.
Kuman vegetative akan sangat baik berkembang biak pada suhu
37ºC.
Pada suasana anaerob akan berubah menjadi endospore yang
menghasilkan toksin.
Toksin yang dihasilkan adalah tetanospasmin dan tetanolisin, yang
memiliki afinitas tinggi pada jaringan saraf.
Tetanolisin : perusakan jaringan secara lokal di jaringan infeksi dan
mengoptimasi kondisi untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri.
Tetanospasmin : memunculkan sindroma klinis tetanus.
Bekerja cara toksin tetanus :
 menghambat pelepasan neurotransmitter inhibisi GABA di junction sinaps saraf
inhibisi.

 berkurang jumlah GABA akan mencegah inhibisi impuls saraf eksitasi sehingga
muncul gejala klinis.

Patomekanisme toksin di dalam tubuh :


 ikatan dengan permukaan luar membrane presinaps diperantarai oleh adanya
fragmen C yang berikatan dengan reseptor polisialogangliosid GD1b dan Ga1

 internalisasi molekul toksin

 mempengaruhi afinitas kalsium yang menyebabkan gagalnya pelepasan


neurotransmitter inhibisi.
KLASIFIKASI
1) Generalized
 most common form
 Trismus, localized muscle stiffness and spasms spread quickly, board-like
abdomen, legs rigidly extended, risus sardonicus, elevated eyebrows, tetanic
seizures, repiratory compromise
 Opistothonus
2) Neonatorum Tetanus

 generalized spasms and rigidity of trunks and limbs, irritability, inability to suck
developing in a neonate
 occurs when inadequate sterile treatment of the umbilical cord stump in a neonate
born to an unimmunized mother
 Incubation period : between 1-10 days postpartum
 very poor prognosis, if survive mostly has developmental retardation
3) Localized Tetanus

 most benign form


 stiffness, tightness, pain in the muscled at/near the injury site
 may have slight trismus
 partial immunity to prevent further spread

4) Cephalic Tetanus
 unusual localized type
 occurs with injuries to heard or C.tetani infection in middle ear
 Incubation period : 1-2 days
 weakness of facial musculature, dysarthria, dysphonia, dysphagia, extraocular
muscle involvement
 frequently becomes generalized
EPIDEMIOLOGI
Kasus tetanus banyak dijumpai di sejumlah negara tropis dan negara
yang masih memiliki kondisi kesehatan rendah.
Menurut WHO 2017, Indonesia merupakan negara ke-7 menemukan
kejadian tetanus.
Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian perinatal dan
menyumbangkan 20% kematian bayi.
Port d’entrée : luka tidak dirawat, lubang anting, luka bakar, ulkus, gangren

C. Tetani masuk kedalam tubuh

Melepaskan toksin : Tetanospasmin

Menempel ke ujung terminal motor neuron perifer

Masuk ke akson, ditansportasikan secara retrograd melalui intraneuronal ke brainstem


dan spinal cord

Toksin migrasi ke presinaptik terminal

Memecah protein yang berfungsi dalam pelepasan synaptic vesicle (syanptobrevin)

Menghambat pelepasan neurotransmitter inhibitor (glisin dan GABA)

Rigid & spasm


MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi yaitu waktu diantara terjadinya luka sampai
timbul gejala pertama berupa spasme otot rahang, pada
umumnya berkisar antara 7-21 hari
Periode onset (masa antara timbulnya gejala pertama yang
pada umunnya berupa gejala trismus sampai timbulnya
spasme) adalah 2 – 3 hari.
MANIFESTASI
KLINIS
1. Kekakuan otot atau Rigiditas
m. masseter → trismus atau
lockjaw ( kesulitan membuka
mulut )
otot-otot wajah →’risus
sadonicus’ (mata menutup
sebagian dan berkurangnya
frekuensi mengedip, dahi
berkerut dan m. corrugator
berkontraksi menghasilkan
garis vertikal di antara alis,
lipatan nasolabial tampak
menonjol, bibir berkerut,
dengan sudut bibir mengarah
keluar)
otot-otot leher →retraksi pada
kepala dan tekanan occiput
pada tempat tidur.
otot-otot faring → dysphagia
Otot dada, termasuk
m.intercostal → gangguan
pernafasan
Otot-otot abdomen →
board like rigidity
Otot-otot punggung →
opisthotonos

2. Spasme Otot
• Spasme atau kejang ditandai oleh refleks
yang berlebihan akibat kontraksi tonik dari
otot-otot yang kaku.
• Spasme biasanya dirangsang oleh sentuhan,
rangsangan auditory, visual dan emosi.
• Biasanya berlangsung dalam beberapa detik,
tiba-tiba dan nyeri.
Spasme yang lama menyebabkan kesulitan bernafas, menjadi
dangkal, irregular dan inefektif → hipoksia, sianosis dan
hiperkapnia → kerusakan otak dan kematian.

3. Gangguan Sistem Otonom


Melibatkan sistem simpatis dan parasimpatis.

Peningkatan aktivitas simpatis :


 Sinus takikardi
 Berkeringat (tidak berhubungan dengan fluktuasi suhu tubuh)
 Peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik

Peningkatan aktivitas parasimpatis :


 Salivasi yang berlebihan. Spasme otot faring menyebabkan saliva tidak
tertelan → akumulasi saliva → sering teraspirasi ke dalam paru →
komplikasi sistem pernafasan
DIAGNOSIS
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu
istirahat, berupa :
Gejala klinik - Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus
(sardonicsmile ).
Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
Kultur : C. tetani (+).
Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.
LAB
1. Lab darah : tidak spesifik, mungkin leukositosis ringan,
serum CK agak meningkat.
2. Pada pemeriksaaan bakteriologik ditemukan clostridium tetani
DIAGNOSIS BANDING
Meningitis Bakterialis
Poliomyelitis
Rabies
Tonsilitis berat
Efeksamping dari fenotiasin
GRADING TETANUS
Tingkat keparahan tetanus:
1. Kriteria Pattel Joag
Kriteria 1: rahang kaku, spasme terbatas, disfagia, dan
kekakuan otot tulang belakang
Kriteria 2: Spasme, tanpa mempertimbangkan frekuensi
maupun derajat keparahan
Kriteria 3: Masa inkubasi ≤ 7hari
Kriteria 4: waktu onset ≤48 jam
Kriteria 5: Peningkatan temperatur; rektal 100ºF ( > 400 C),
atau aksila 99ºF ( 37,6 ºC).
2. Grading
Derajat 1 (kasus ringan), terdapat satu kriteria, biasanya Kriteria 1
atau 2 (tidak ada kematian)
Derajat 2 (kasus sedang), terdapat 2 kriteria, biasanya Kriteria 1 dan
2. Biasanya masa inkubasi lebih dari 7 hari dan onset lebih dari 48
jam (kematian 10%)
Derajat 3 (kasus berat), terdapat 3 Kriteria, biasanya masa inkubasi
kurang dari 7 hari atau onset kurang dari 48 jam (kematian 32%)
Derajat 4 (kasus sangat berat), terdapat minimal 4 Kriteria (kematian
60%)
Derajat 5, bila terdapat 5 Kriteria termasuk puerpurium dan tetanus
neonatorum (kematian 84%).
modifikasi dari klasifikasi Albleet’s :
Grade 1 (ringan) Trismus ringan sampai sedang, spamisitas umum,
tidak ada penyulit pernafasan, tidak ada spasme, sedikit atau tidak
ada disfagia.
Grade 2 (sedang) Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme
ringan atau sedang namun singkat, penyulit pernafasan sedang
dengan takipneu
Grade 3 (berat) Trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan
yang lama dan sering, serangan apneu, disfagia berat, spasme
memanjang spontan yang sering dan terjadi refleks, penyulit
pernafasan disertai dengan takipneu, takikardi, aktivitas sistem saraf
otonom sedang yang terus meningkat.
Grade 4 (sangat berat) Gejala pada grade 3 ditambah gangguan
otonom yang berat, sering kali menyebabkan “autonomic storm”.
KOMPLIKASI
1. Saluran pernapasan
Dapat terjadi asfiksia, aspirasi pneumonia, atelektasis akibat obstruksi oleh sekret,
pneumotoraks dan mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat dilakukannya trakeostomi
2. Kardiovaskuler
Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat antara lain berupa takikardia,
hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.
3. Tulang dan otot
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot. Pada tulang
dapat terjadi fraktura kolumna vertebralis akibat kejang yang terus-menerus terutama pada
anak dan orang dewasa. Beberapa peneliti melaporkan juga dapat terjadi miositis ossifikans
sirkumskripta.
4. Komplikasi yang lain
Laserasi lidah akibat kejang, dekubitus karena penderita berbaring dalam satu posisi saja,
panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan mengganggu
pusat pengatur suhu.
TATALAKSANA
UMUM
Mengeliminasi kuman tetani
Menetralisirkan peredaran toksin
Mencegah spasme otot
Memberikan bantuan pemafasan sampai pulih.

 Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:


 membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan
nekrotik),
 membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 
dilakukan 1 -2 jam setelah ATS.
 Diet cukup kalori dan protein
 Isolasi
 Oksigen  pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
 Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
KHUSUS
1. Antibiotika  membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk
toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian
antibiotika broad spektrum dapat dilakukan.

 Dewasa  Peniciline 1,2 juta unit/hari, setiap 6 jam selama 10 hari, IM.
 Anak Peniciline 50.000 Unit/KgBB/12 jam secara IM, selama 7-10 hari.
 Bila tersedia Peniciline IV, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit
/kgBB/24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
 Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain
seperti :
1.Tetrasiklin 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, dalam 4 dosisi, max 2 gram/hari.
2.Eritromisin 50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.
3.Metronidazol loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam.
2. Antitoksin
Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG)
 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM IV, mengandung
"anti complementary aggregates of globulin “ yang dapat mencetuskan
reaksi allergi yang serius.

Anti Tetanus Serum (ATS)


 skin tes untuk hipersensitif.
 Dosis biasa 50.000 iu, diberikan 25.000 IM diikuti dengan 25.000 unit
dengan infus IV lambat bersama NaCl. Jika pembedahan eksisi luka
memungkinkan, sebagian antitoksin dapat disuntikkan di sekitar luka.
4. Antikonvulsan
Kematian pada tetanus  kejang klonik yang hebat, muscular dan
laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan obat –
obatan sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.
dosis 0,5 mg/kgBB/kali i.v., max 240 mg/hari
3. Tetanus Toksoid
 Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan bersamaan dengan
pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang
berbeda. Pemberian dilakukan dengan dosis inisial 0,5 ml toksoid IM diberikan
24 jam pertama.
 Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.
PENCEGAHAN
Vaksin DPaT (2,4,6, 15-18 bulan)

Booster  sebelum masuk SD DTaP


  usia 11/12 tahun  Tdap

  setiap 10 tahun sekali  Td


KRITERIA RUJUKAN
Bila tidak terjadi perbaikan setelah penanganan pertama.
Terjadi komplikasi, seperti distres sistem pernapasan.
Rujukan ditujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder
yang memiliki dokter spesialis neurologi.
PROGNOSIS
Tetanus dapat menimbulkan kematian dan gangguan fungsi tubuh,
namun apabila diobati dengan cepat dan tepat, pasien dapat sembuh
dengan baik.
Tetanus biasanya tidak terjadi berulang, kecuali terinfeksi kembali
oleh C. tetani

Anda mungkin juga menyukai