K6 - IPA 2 - Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Di Jeneponto
K6 - IPA 2 - Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Di Jeneponto
JENEPONTO
KELOMPOK 6
ANALISIS KESTABILAN FREKUENSI PADA
SISTEM SULBAGSEL DENGAN INTEGRASI PLTB
NAMA KELOMPOK :
02 RUMUSAN MASALAH
03 TUJUAN
04 TINJAUAN PUSTAKA
06 HASIL OBSERVASI
07 PEMBAHASAN
08 KESIMPULAN
01. LATAR BELAKANG
Pada saat ini, kebutuhan listrik terus meningkat. Para ahli energi di Indonesia sejak
sepuluh tahun yang lalu telah memprediksi tentang krisis listrik yang sudah lama
menjadi persoalan. Kebutuhan energi dapat meningkat secara urut, baik ditinjau dari
kapasitasnya, kualitasnya maupun ditinjau dari tuntutan distribusinya. Apabila di
Indonesia dalam mengkonsumsi listrik yang begitu besar akan muncul masalah jika
dalam penyediaannya tidak sejalan dengan kebutuhan pasokan energi listrik. Potensi
untuk mengembangkan energi terbarukan di Indonesia sangatlah besar seperti potensi
energi surya, energi angin, energi air, biomassa, energi panas bumi dan energi
gelombang laut. Potensi ini cukup banyak dan 2 tersebar di seluruh wilayah
Indonesia. Jika energi-energi ini dapat diolah dan dimanfaatkan maka negeri ini tidak
akan lagi mengalami krisis energi listrik. Salah satu upaya pemanfaatan energi
terbarukan yang dilakukan yaitu pembangunan Pusat Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di
Sulawesi selatan yaitu Kabupaten Jeneponto. Pembangkit Listrik ini mengkonversi
energi angin menjadi energi listrik dengan menggunakan turbin angin. Pusat Listrik
Tenaga Bayu (PLTB) Jeneponto merupakan PLTB pertama di Indonesia yang
terbesar, tidak banyak Negara di Asia yang memiliki pembangkit listrik jenis ini.
Daya yang dihasilkan cukup besar yakni PLTB Jeneponto dengan kapasitas 60 MW.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana kestabilan Bagaimana kestabilan
frekuensi sistem Sulbagsel frekuensi sistem Sulbagsel
sebelum dan sesudah ketika PLTB Jeneponto lepas
masuknya PLTB Jeneponto?
S W dari sistem dan lepas dari
sistem dengan menggunakan
regulasi frekuensi?
Bagaimana kestabilan
frekuensi sistem Sulbagsel
ketika PLTB Jeneponto lepas
dari sistem dan lepas dari
O T Bagaimana kestabilan frekuensi
sistem Sulbagsel ketika
.
Contents Contents
Pada pembangkitan tenaga listrik ini terdapat proses perubahan sumber energi primer menjadi energi listrik. Proses
perubahan sumber energi baik konvensional maupun non konvensional. Masing-masing jenis pembangkit tenaga listrik
memiliki prinsip kerja yang berbeda, sesuai dengan prime movernya. Fungsi dari masing-masing komponen secara
garis besar ialah sebagai berikut :
a. Pembangkitan merupakan komponen yang berfungsi membangkitkan tenaga listrik, yaitu mengubah energi yang berasal
dari sumber energi lain,contohnya:air, batu bara, panas bumi, minyak bumi dan lain-lain yang menjadi energi listrik.
b. Transmisi adalah komponen yang berfungsi menyalurkan daya atau energi dari pusat pembangkitan ke pusat beban.
c. Distribusi adalah komponen yang berfungsi mendistribusikan energi listrik ke lokasi konsumen energi listrik.
d. Beban merupakan peralatan listrik di lokasi konsumen yang memanfaatkan energi listrik dari sistem tersebut.
2. Sistem Interkoneksi
Sistem interkoneksi kelistrikan adalah sistem terintegrasinya pusat pembangkit menjadi satu server
pengendalian .dengan adanya sistem interkoneksi ini akan didapatkan suatu keharmonisan antara
pembangunan stasiun pembangkit dengan saluran transmisi dan saluran distribusi agar bisa menyalurkan
daya dari stasiun pembangkit ke pusat beban secara ekonomis,efisien,dan optimum dengan keandalan tinggi.
Jika suatu daerah memerlukan beban listrik yang lebih besar dari kapasitas bebannya maka daerah itu perlu
menambahkan beban tambahan yang harus disuplai dari 2 stasiun yang jaraknya cukup jauh. Agar diperoleh
sistem penyaluran tenaga listrik yang baik, diperlukan sistem interkoneksi. Dengan interkoneksi
dimungkinkan tidak terjadi pembebanan lebih pada salah satu stasiun dan kebutuhan beban bisa
diberikandari kedua stasiun secara seimbang.
Untuk memperoleh stabilitas operasi dari sistem interkoneksi stasiun pembangkit, maka kedua sistem
harus dikaitkan melalui sebuah reaktor, sehingga tenaga listrik akan menyalurkan dari stasiun satu ke stasiun
lainnyasebagaimana mestinya diperlukan pada kondisi operasi
3. Kestabilan Sistem Tenaga Listrik
Suatu sistem tenaga listrik dikatakan baik jika memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan suatu sistem untuk menyalurkan daya atau energi secara terus-menerus.
Kualitas (Quality) yaitu kemampuan sistem tenaga listrik untuk menghasilkan besaran-besaran standar yang ditetapkan
untuk tegangan dan frekuensi.
Kestabilan (Stability) yaitu kemampuan dari sistem untuk kembali bekerja secara normal setelah mengalami suatu
gangguan.
Analisis keseimbangan biasanya digolongkan kedalam tiga macam, tergantung pada sifat dan besarnya gangguan yaitu:
1. Kestabilan keadaan Tetap (Steady State Stability)
Mengumpulkan Integrasi
Mulai Selesai
data single line PLTB ke
Sulbagsel sistem
Studi literatur Membuat Penulisan
single line hasil
diagram penelitian
sulbagsel
Lokasi Penelitian
Lokasi : UPT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar dan Departemen Teknik Elektro Unhas
Pengumpulan Data
Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis data atau studi kasus sistem
Sulbagsel, dimana dalam penelitian ini yang akan diteliti yaitu mengenai kestabilan frekuensi sistem
sulbagsel dengan integrasi PLTB. Data penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari UPT
PLN Sulselrabar khususnya data yang berhubungan dengan penelitian yaitu:
- Data-data reaktansi dan resistansi jaringan transmisi Sulbagsel
- Data-data beban reaktansi dan resistansi transmisi Sulbagsel
Data aliran daya Wilayah Sulbagsel
Hasil Observasi
1. Tegangan dan arus pada saluran transmisi sulbagsel
AAAC150mm 20 0,6
Hawk120 70 KV 70 0,4
MVA Hz kV kV
004_Borongloe_TD2_Takaoka 20 50 70 20
018_Tello_IBT 4_Meidensha 20 50 70 30
022_Daya_TD2_Takaoka 20 50 70 20
024_Mandai_TD2_PASTI 20 50 70 20
044_Barru_TD1_Hyundai 20 50 150 20
TD Balusu 30 50 150 20
TD Punagaya 30 50 150 20
TF_50MVA 50 50 150 33
MW Mvar MVA
PLTB
Jenepontoo
Pembahasan
Diagram masuknya frekuensi PLTB Jeneponto pada gambar nomor 2 menunjukkan adanya kenaikan frekuensi di
bus pamona dan lattupa. Hingga detik 4,9 kenaikan frekuensi terjadi sebesar 50,73 Hz tapi kemudian turun ke
frekuensi 50,258 Hz pada detik ke 34,6 dan seterusnya.
Begitupula pada bus yang lain yaitu bus Bakaru, Tanjung bunga, Bosowa, Bulukumba, Kima, Sidrap, Jeneponto,
Majene, Makale, Mamuju, Maros, Palopo, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Soppeng, Sungguminasa, Tallasa,
dan Tello mengalami keadaan yang cukup sama dengan yang ada di diagram sebelumnya ada kenaikan frekuensi
pada detik 4,9 sebesar 50,73 Hz lalu turun kembali pada detik ke 34,6 menjadi 50,258 Hz dan seterusnya. Pada
diagram ke 3 menunjukkan data sistem ketika PLTB Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem. Bisa dilihat bahwa pada
detik ke 2 frekuensi turun menjadi 49,7 Hz lalu pada detik 4,3 naik menjadi 52,6 Hz lalu seketika frekuensi menjadi
0 pada detik ke 7.
Pada bus Bakaru, Tanjung bunga, Bosowa, Bulukumba, Kima, Sidrap, Jeneponto, Majene, Makale, Mamuju,
Maros, Palopo, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Soppeng, Sungguminasa, Tallasa, dan Tello juga terjadi hal
yang sama. Yaitu pada detik kedua frekuensi turun pada 49,7 Hz lalu naik pada detik 4,3 sebesar 52,6 Hz lalu jatuh
ke frekuensi 0 pada detik ke 7.
Pada diagram ke 4 memaparkan tentang frekuensi pada bus 275 kV yang terjadi pada saat PLTB Jeneponto lepas
tiba-tiba tapi ada regulasi frekuensi. Mulanya frekuensi turun 49,3 Hz pada detik 10,19 lalu naik pada keadaan stabil
yaitu 49,62 Hz.
Di diagram ke 5 terlihat grafik kecepatan angin yang berubah-ubah. Juga bisa dilihat intensitas tertinggi ada pada
antara januari dan februari. Angin ini tentu saja mempengaruhi output yang ada pada PLTB, dapat dilihat pada grafik
6.
Kondisi kestabilan sebelum masuknya PLTB Jeneponto sistem sulbagsel adalah tetap pada 50 Hz. Lalu saat PLTB
Jeneponto sudah masuk frekuensinya naik cukup tinggi yaitu 51,6 Hz pada detik-detik awal. Tetapi setelah itu mulai
stabil pada titik 50,5 Hz. Pada saat PLTB Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem menyebabkan frekuensi menjadi di
titik 0. Hal ini tentu saja mengganggu kestabilan sistem sulbagsel. Setelah pemasangan regulasi frekuensi ketika
PLTB Jeneponto lepas tiba-tiba maka regulasi tersebut menghasilkan daya kompensasi 56,8 MW sehingga sistem
kembali menuju stabil.
Inputan angin yang bervariasi menyebabkan fluktuasi pada kestabilan frekuensi karena daya output turbin juga
naik turun sesuai inputan angin yang masuk pada turbin. Tetapi untungnya fluktuasi tersebut masih dalam ambang
batas frekuensi listrik indonesia.
Kesimpulan
1. Sistem Sulbagsel sebelum masuknya PLTB Jeneponto stabil pada titik 50 Hz. Setelah dimasuki oleh PLTB
Jeneponto pada awalnya naik cukup tinggi pada titik 51,6 Hz tetapi belum stabil. Lalu beberapa detik kemudian
manjadi stabil pada titik 50,5 Hz.
2. Tanpa adanya regulasi frekuensi pada saat PLTB Jeneponto tiba-tiba lepas menyebabkan frekuensi menjadi 0 dan
tentu saja mengganggu kestabilan sistem sulbagsel.
3. Dengan menggunakan regulasi frekuensi pada saat PLTB Jeneponto lepas maka ada kompensasi daya sebesar 56,8
MW yang menjaga kestabilan sistem sulbagsel.
4. Inputan angin yang bervariasi menyebabkan fluktuasi pada kestabilan frekuensi karena daya output turbin juga
naik turun sesuai inputan angin yang masuk pada turbin. Tetapi untungnya fluktuasi tersebut masih dalam ambang
batas frekuensi listrik indonesia.
Thank You