Anda di halaman 1dari 12

PENDEKATAN

MULTIDIMENSIONAL
DALAM KAGALUHAN

Wini Fitriani
Pengertian Pendekatan Multidimensional
- Pendekatan multidimensional merupakan pendekatan dari berbagai keilmuan. Ilmu

lain dijadikan sebagai ilmu bantu. Hal yang diperlukan dari ilmu lain sebagai ilmu
bantu adalah konsep, ataupun teori. Konsep atau teori yang digunakan sebagai alat
analisis tersebut dinamakan tools. Dengan menggunakan konsep atau teori dari ilmu
lain, kita dapat mengetahui batasan-batasan yang sedang dikaji. Model analisis yang
menggunakan teori atau konsep sebagai grand theory-nya, disebut Covering Law
Model (CLM). Multidimensionalitas fenomena perlu ditampilkan agar gambaran
menjadi lebih komprehensif sehingga dapat dihindari kesepihakan atau
determinisme.

- Beberapa contoh pendekatan multidimensional antara lain adalah Sejarah-


Antropologi, Sejarah-Ekonomi, Sejarah-Politik, Sejarah-Sosial, Sejarah-Budaya,
Arkeologi-Prasejarah, Arkeologi-Sejarah, Psikologi-Politik, dan sebagainya.
- Gabungan antara satu ilmu dengan ilmu lain memang terlihat kontradiksi, misalnya Sejarah dan

Ilmu Sosial. Sejarah berkaitan dengan gejala yang unik, sekali terjadi, dan terikat dengan
konteks waktu dan tempat (ideografis). Sementara itu, Ilmu Sosial berusaha mencari hukum
umum (general laws), terjadi berulang, dan lepas dari konteks waktu dan tempat (nomotethic).
Selain itu, Sejarah juga bersifat diakronik (memanjang menurut waktu) sedangkan Ilmu Sosial
bersifat sinkronik (memanjang menurut ruang) (Kuntowijoyo, 2008).

- Konteks pendekatan multidimensional dalam mata kuliah Kagaluhan adalah bahwa dalam

mengkaji Kagaluhan dilakukan pendekatan dari berbagai dimensi, khususnya terkait dengan
nilai-nilai karakter yang dapat dipetik dari Kagaluhan. Beberapa pendekatan yang akan dikaji
adalah melihat konteks Kagaluhan dikaitkan dengan bidang pemerintahan yang diharapkan
nantinya mahasiswa akan memahami dan mengamalkan nilai-nilai karakter dalam bidang
pemerintahan. Setelah itu, akan dibahas mengenai filosofi Kagaluhan yang memiliki nilai-nilai
karakter bidang budaya, ekonomi, sosial, agama, dan teknologi.
A. Filosofis Kagaluhan Dalam Bidang Pemerintahan
- Pemerintahan adalah sistem menjalankan wewenang dan kekuasaan, mengatur kehidupan

sosial, ekonomi, dan politik suatu negara atau bagian-bagiannya, atau bisa juga diartikan
sebagai sistem yang dijalankan sekelompok orang yang secara bersama-sama memikul
tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan. Ada bermacam-macam
pemerintahan di dunia seperti Republik, Monarki atau Persemakmuran. Dalam menjalankan
roda pemerintahan, biasanya para penguasa harus menggunakan suatu sistem tersendiri yang
di dalamnya terdapat berbagai bagian-bagian dan aturan. Menurut Plato, sistem
pemerintahan itu ada beberapa jenis, yaitu siste Aristokrat, Timokrasi, Oligarki, Demokrasi
dan Tirani.
- Seperti yang akan di bahas kali ini dalam Kagaluhan kita akan membahas tentang Sistem

pemerintahan zaman Kerajaan Galuh, filosofis dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Nusantara adalah suatu negeri yang sejak jaman kuno sudah memiliki peradaban yang
sangat besar, salah satunya di Sunda itu sendiri.
Dalam salah satu keterangan dalam naskah Sunda Kuno, pernah tercatat bahwa pada
zamannya, Kerajaan Galuh sudah mempunyai sistem pemerintahan yang sangat kuat,
bahkan sistem tersebut terus dipakai sampai periode Kerajaan Pajajaran. Sistem Kerajaan
Galuh tersebut disebut dengan Tri Tangtu.
Pengertian Tri Tangtu
Tri Tangtu disebutkan dalam salah satu naskah kuno Sunda yaitu Naskah Sanghyang
Siksa Kandang Karesian. Dalam naskah tersebut disebutkan bahwa tri tangtu adalah aturan
yang di dalamnya tercipta dari hasil berpikirnya masyarakat tradisonal Sunda dahulu. Tri
Tangtu berasal dari bahasa sunda kuno : Tri yaitu Tiga dan Tangtu artinya adalah pasti atau
ketentuan. Jadi arti Tri Tangtu sendiri adalah berarti Tiga Ketentuan. Selain Tri Tangtu
dijadikan pijakan dalam menjalankan roda pemerintahan kerajaan, Masyarakat tradisional
Sunda juga sangat memaknai Tri Tangtu sebagai falsafah hidup. Alasannya, karena Tri
Tangtu itu sendiri berisi tentang simbol dari tiga hal yaitu Batara Tunggal yang terdiri dari
Batara Keresa, Batara Kawasa, dan Batara Bima Karana. Ketiga kekuasaan ini menjadi
suatu keyakinan yang dpercayai oleh masyarakat Sunda dulu.
Karena dalam pandangan hidup orang Sunda, ditegaskan bahwa orang Sunda
tidak mengandalkan keyakinan hidupnya itu pada kekuatan diri sendiri saja,
melainkan pada kekuasaan yang lebih besar, penguasa tertinggi alam, sumber, dan
tujuan dari segalanya yang disebut dengan Gusti Nu Murbeng Alam (sebutan
Tuhan dalam bahasa Sunda). Berarti makna arti tri / tilu (tiga) di masyarakat Sunda
selalu digunakan dalam pola-pola berpikir sampai dijadikan suatu aturan dalam
tatanan kehidupannya, tentunya itu menyangkut dalam berbagai bidang seperti
agama, pendidikan, sosial, budaya dan pemerintahan. Contohnya, seperti ajaran-
ajaran para penguasa Sunda dahulu, salah satunya yaitu Prabu Siliwangi, yang
selalu memegang teguh dalam mengajarkan suatu ajaran kehidupan pada
masyarakatnya yakni tentang konsep Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh. 
Tiga Kekuasaan Dalam Sistem Tri Tangtu

Sistem atau pola Tri Tangtu digunakan oleh Kerajaan Galuh dan Sunda sampai
jaman Pajajaran, dipegang dan dijadikan suatu pola dalam rangkaian menjalankan roda
pemerintahan kerajaan. Tri Tangtu itu sendiri bisa berjalan karena polanya disesuaikan
dengan keyakinan dan kepercayaan yang harus dipatuhi dan ditaati dengan segenap
hati oleh masyarakat Sunda pada masa itu. Tri Tangtu yang berarti tiga ketentuan ini di
dalamnya terdiri dari tiga penguasa tertinggi yaitu RESI, RAMA, dan RATU. Ketiga
penguasa dalam Tri Tangtu ini mempunyai tugas yang berbeda tetapi ketiganya
mempunyai derajat tinggi dan kekuasaan yang sama. Naskah Kuno Sanghyang Siksa
Kandang Karesian adalah salah satu naskah Sunda yang di dalamnya berisi aturan-
aturan kehidupan masyarakat Sunda dan salah satunya membahas tentang Tri Tangtu
ini. Inilah penggalan kalimat yang tercatat dalam Naskah Siksa Kandang Karesian
menyangkut Tri Tangtu :
“Ini tri-tangtu di bumi. Bayu kita pina/h/ka prebu, sabda kita pina/h/ka rama. h(e)dap
kita pina/hka resi. Ya tritangtu di bumi, ya kangken pineguh ning bwana ngara(n)na.
Ini triwarga di lamba. Wisnu kangken prabu, Brahma kangken rama, Isora kangken
resi. Nya mana tritan(g)tu pineguh ning bwana. triwarga hurip ning jagat. Ya
sinangguh tritan(g)tu di nu reya ngaranya”.
 
Terjemahan :
“inilah tiga ketentuan di dunia. Kesentosaan kita ibarat raja, ucap kita ibarat rama, budi
kita ibarat resi. Itulah tri tangtu di dunia, yang disebut peneguh dunia. Ini triwarga
dalam kehidupan. Wisnu ibarat prabu, brahma ibarat rama, isora ibarat resi. Karena
itulah tri tangtu menjadi peneguh dunia, triwarga menjadi kehidupan di dunia. Ya
disebut tri tangtu pada orang banyak”.
 

Di dalam penggalan kalimat naskah kuno ini terlihat sangat jelas sekali bahwa Tri
Tangtu ini selain menjadi pola sistem pemerintahan di Sunda tetapi juga menjadi pola
tatanan kehidupan di masyarakatnya, terbukti ketiga kekuasaan dalam Tri Tangtu ini
tidak sembarangan orang yang menjabatnya karena mereka harus menjalankan tugasnya
dengan sangat baik dan berguna bagi kesejahteraan orang banyak seperti di ibaratkan
para dewa. Tiga kekuasaan yang tertinggi di Tri Tangtu ini adalah RESI, RAMA, RATU,
dan berikut adalah tugas dan fungsinya :  
1. RESI : Resi ini termasuk salah satu pemegang kekuasaan tertinggi dalam pola sistem
pemerintahan Tri Tangtu, sedangkan tugasnya adalah menyeimbangkan hukum-hukum
negara dengan agama, supaya setiap aturan yang dibuat negara tidak keluar dari ajaran-
ajaran ketuhanan dan kemanusiaan. Seperti yang tercatat dalam naskah kuno Sunda
Siksa Kandang Karesian seperti berikut “mikukuhkeun agama sunda ; ngabatarakeun
nusa telung puluh telu ; bagawan sawidak lima; panca salawe nagara, napaan”.
Maksudnya semua yang tercatat dalam kalimat itu adalah kabuyutan atau tempat-
tempat suci yang dipelihara masyarakat Sunda yang berfungsi untuk pendidikan dan
keagamaan, berarti simbol kabuyutan tersebut bisa diartikan fungsi dari resi sendiri
adalah menaungi, mengayomi, memelihara dan mengelola demi keseimbangan
kelangsungan hidup negara dan agama.
2. RAMA : Rama secara bahasa yang berarti bapak atau orang yang dituakan, seorang
rama biasanya orang-orang yang penuh kebijakan dan mempunyai karakter yang
sangat dipercaya. Rama sendiri dalam Tri Tangtu ini tercatat dalam keterangan naskah
Siksa Kandang Karesian dikatakan seperti berikut :“Ngasuh ratu ngajak menak” dalam
arti tugas rama ini adalah menjadi penasehat ratu dalam mengeluarkan kebijakan-
kebijakan negara dan bertanggung jawab juga bertugas untuk menyampaikan segala
sesuatu hal yang menyangkut kebutuhan atau keinginan masyarakat banyak. Jadi bisa
juga dikatakan tugas seorang rama adalah orang yang menyampaikan aspirasi rakyat
pada jaman kerajaan untuk disampaikan kepada resi atau ratu. 
3. RATU : Komponen terakhir dalam tiga kekuasaan di Tri Tangtu ini adalah Ratu. Ratu
dikatakan di dalam Naskah Siksa Kandang Karesian sebagai berikut “Ngaheuyeuk
dayeuh ; ngolah nagara”, jadi bisa dikatakan ratu ini adalah komponen penting dalam
Tri Tangtu karena tugasnya adalah sebagai pelaksana sekaligus pemimpin negara.
 Aturan dalam Tri Tangtu
Tiga kekuasaan yang tergabung dalam Tri Tangtu ini harus tetap seimbang karena
dalam kesetaraan kekuasaan itu sejajar, meskipun berbeda tugas dan fungsinya. Maka
dari itu, dalam keterangan Siksa Kandang Karesian dikatakan adanya suatu aturan yang
menjadi pijakan ketiga komponen ini supaya tetap seimbang. Penggalan kalimatnya
sebagai berikut :
“haywa paala-ala palungguhan, haywa paala-ala pameunang, haywa paala-ala
demakan. Maka pada mulia ku ulah, ku sabda ku hedap si niti, si nityagata,si aum, si
heueuh, si karungrungan, ngalap kaswar, semu guyu, teja ambek guru basa dina urang
saka beh, tuha kalawan anwam”.
Terjemahan :
“jangan berebut kedudukan, jangan berebut penghasilan, jangan berebut hadiah. Maka
berbuat mulialah dengan perbuatan, dengan ucapan dan tekad yang bijaksana, yang masuk
akal, yang benar, yang sungguh-sungguh, yang menarik simpati orang, suka mengalah,
murah senyum, berseri di hati dan mantap bicara kepada semua orang (tua maupun muda)”.
•Tri Tangtu ini pun, kemudian menghasilkan tiga nilai filosofis dalam kepribadian

kepemimpinan Sunda masa lalu :


1. Adil Palamarta ( adil ka diri adil ka balarea) yang artinya penuh dengan keadilan dan
rasa tanggung jawab tetap dalam keseimbangan, tidak mementingkan diri sendiri tetapi adil
pada diri sendiri dan adil untuk orang lain.
2. Bener yang artinya kebenaran itu harus menurut keyakinan sendiri dan tidak lepas dari
rakyat / orang banyak.
3. Daulat yang berarti berdaulat atau merdeka lahir batin, “teu sirik pidik jail kaniaya, teu
sudi ngajajah teu sudi dijajah”.

Anda mungkin juga menyukai