0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
6 tayangan29 halaman
Millenium kedua ditandai perkembangan pesat peradaban manusia namun juga kekejaman. Globalisasi dan teknologi memengaruhi perubahan peradaban dari agraris ke industri ke informasi, tetapi juga menimbulkan disorientasi budaya. Membangun peradaban Indonesia harus melestarikan budaya lokal namun terbuka pada peradaban global.
Millenium kedua ditandai perkembangan pesat peradaban manusia namun juga kekejaman. Globalisasi dan teknologi memengaruhi perubahan peradaban dari agraris ke industri ke informasi, tetapi juga menimbulkan disorientasi budaya. Membangun peradaban Indonesia harus melestarikan budaya lokal namun terbuka pada peradaban global.
Millenium kedua ditandai perkembangan pesat peradaban manusia namun juga kekejaman. Globalisasi dan teknologi memengaruhi perubahan peradaban dari agraris ke industri ke informasi, tetapi juga menimbulkan disorientasi budaya. Membangun peradaban Indonesia harus melestarikan budaya lokal namun terbuka pada peradaban global.
dengan perkembangan yang dahsyat dari peradaban manusia : revolusi industri, perkembangan teknologi dan kesenian, lahirnya berbagai ideologi moderen, gl0balisasi, dsb. Pernyataan PBB
“Millenium II adalah Millenium yang paling
kejam”. Kekejaman ini bukan hanya dilihat dari jumlah korban manusia dalam peperangan dan konflik antar negara, bangsa dan golongan, tetapi juga dari hasil pembangunan yang ternyata hanya memperkaya sekelompok kecil masyarakat dan menjerumuskan lebih dari satu milyar orang dalam sekarat kemiskinan. Kekejaman itu bukan hanya pada manusia, tetapi juga pada hewan dan lingkungan alam. Pesan PBB untuk Millenium III adalah “keadilan dan anti kekerasan”. Ini adalah suatu pesan moral, karena krisis umat manusia adalah pada aspek moral : Ditengah perkembangan peradabannya, umat manusia masih berkubang dalam naluri dasar “kebiadabannya” yaitu “kekerasan” (violence) IPTEK yang berkembang amat pesat pada millenium II ternyata lebih banyak mengembangkan rasionalitas, namun tidak membela nilai-nilai (moral, etika, dsb) Huntington (1996) : setelah perang ideologi antara komunisme dan kapitalisme berakhir, justru akan muncul “the clash of civilization” (perang antar peradaban).
Dasar dari permusuhan antar peradaban itu adalah “basic
instinct” manusia yaitu “kebencian” dan rasa permusuhan thd golongan lain yang berbeda identitasnya (Wirutomo,2002)
Seperti dalam motto:
“There can be friends without true enemies” atau : unless we hate what we are not, we can not love what we have” Pengertian adab, peradaban dan kebudayaan
Adab berarti akhlak atau kesopanan dan kehalusan budi
pekerti. Manusia beradab dengan demikian adalah manusia yang berakhlak, yang memiliki kesopanan dan budi pekerti. Yang tidak berakhlak disebut biadab. Siapa memberikan ukuran beradab tidak nya manusia ? Huntington (2001) : peradaban tidak lain adalah perkembangan kebudayaan yang telah mencapai tingkat tertentu yang diperoleh manusia pendukungnya. Ditinjau dari berbagai pendekatan, peradaban memiliki esensi yang sama : (1) Organisasi sosial, (2) kebudayaan, (3) cara berkehidupan yang sudah maju.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peradaban
mengacu pada masyarakat yang memiliki organisasi sosial, kebudayaan, dan cara berkehidupan yang sudah maju yang menyebabkannya berbeda dari masyarakat lain. Kebudayaan telah mengalami proses perkembangan secara bertahap (evolusi kebudayaan); Evolusi kebudayaan berlangsung sesuai dengan perkembangan akal budi manusia dalam menghadapi tantangan hidup dari waktu ke waktu; Peradaban merupakan tahap tertentu dari kebudayaan masyarakat tertentu yang telah mencapai kemajuan tertentu, yang dicirikan oleh tingkat ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang telah maju; Alvin Toffler (The Third Wave, 1981) :
Bahwa dalam evolusi budaya telah terjadi tiga gelombang
dalam kehidupan manusia : • Gelombang pertama : tahap peradaban pertanian, dimulai kehidupan baru dari budaya meramu beralih ke budaya bercocok tanam (revolusi agraris) • Gelombang kedua : tahap peradaban industri (revolusi industri) • Gelombang ketiga : tahap peradaban informasi
Alvin Toffler : Indonesia masih dalam peradaban
pertanian atau gelombang pertama ??? Modernisasi, Globalisasi dan Universalisme Modernisasi merupakan proses yang dilandasi oleh seperangkat rencana dan kebijakan yang didasari untuk merubah masyarakat ke arah kehidupan masyarakat kontemporer yang lebih maju dalam “derajat kehormatan tertentu”; Modernisasi merupakan proses mengangkat kehidupan, suasana batin yang lebih baik dan maju daripada kehidupan sebelumnya, suasana kehidupan yang serasi dengan kemajuan zaman. Oleh karena itu kehidupan modern, tercermin dalam pikiran yang rasional, ekonomis, efektif, efisien, menuju ke kehidupan yang makin produktif (Sumaatmaja,2000) Globalisasi
Globalisasi adalah arus informasi dan
komunikasi tanpa batas terhadap “kehidupan” masyarakat di dunia. Arus informasi yang berkembang cepat, menumbuhkan cakrawala pandangan manusia semakin terbuka dan “menembus batas”. Keadaan yang menggejala di seluruh dunia adalah pesatnya kemajuan teknologi; Dampak globalisasi didahului oleh teknologi, sehingga teknologi mempunyai kekuatan yang “otonom” yang mempengaruhi perilaku dan gaya hidup (life style) Teknologi, yang sebenarnya merupakan alat bantu/ekstensi kemampuan diri manusia, dewasa ini telah menjadi sebuah kekuatan “otonom” yang justru “membelenggu” perilaku dan gaya hidup kita sendiri. Dengan daya pengaruhnya yang sangat besar, karena ditopang pula oleh sistem-sistem sosial yang kuat, dan dalam kecepatan yang semakin tinggi, teknologi telah menjadi “pengarah” hidup manusia. Globalisasi berhubungan dengan nilai-nilai kebudayaan, artinya suatu nilai yang diterima di suatu tempat (komunitas budaya) belum tentu bisa diterima di komunitas yang lain. Akibat dari “global impact” adalah masyarakat mengalami anomi (tidak memiliki norma) dan heteronomi (memiliki banyak norma); Karena perilaku manusia yang heteronomi, maka terjadi kompromisme sosial; Globalisasi, yang semakin menggejala karena didukung kemajuan teknologi, terutama sekali dibidang informasi dan komunikasi, juga menimbulkan beragam “kekacauan normatif”. Norma-norma yang diserap suatu masyarakat menjadi simpang siur (heteronomi; anomie) dan manusia mengalami disorientasi karena menghadapi “ketidakpastian-ketidakpastian”. Universalisme Universal adalah hal-hal yang berlaku secara objektif di mana-mana dan kapan saja, dengan demikian tidak berlaku “relativisme”. Dalam hal ini dalil-dalil aksioma berlaku universal dalam keabsahannya sehingga tidak mengandung dampak konflik dalam penerapannya. Membangun Peradaban Indonesia di Tengah Globalisasi
Dewasa ini kita menghadapi kewajiban ganda :
Melestarikan warisan budaya bangsa yang kaya; Membangun kebudayaan nasional yang modern; Tujuan akhir dari kedua usaha atau kewajiban ini adalah masyarakat modern yang tipikal indonesia, masyarakat yang tidak hanya mampu membangun dirinya sederajat dengan bangsa lainnya, tetapi juga tangguh menghadapi tantangan kemerosotan mutu lingkungan hidup akibat arus ilmu dan teknologi modern maupun menghadapi trend global yang membawa daya tarik kuat ke arah pola hidup yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa. Bahwa suatu era segera akan selesai dilalui, yaitu era industri, dan sekarang, manusia sedang memasuki era baru, yaitu era informasi. Proses perubahan yang sekarang berlangsung dikatakan sebagai proses transformasi masyarakat industri menjadi masyarakat informasi, yaitu suatu masyarakat yang kehidupan dan kemajuannya sangat dipengaruhi oleh penguasaan atas informasi. Sejarah manusia mencatat evolusi teknologi yang mengubah peradaban manusia dari satu zaman ke zaman lain. Evolusi teknologi melahirkan evolusi kebudayaannya dan peradaban, dari manusia gua ke masyarakat agraris dan akhirnya ke masyarakat industri. Perkembangan teknologi di abad ke 21 ini tampaknya sudah tidak bisa lagi dikatakan sebagai evolusi, karena yang terjadi adalah lompatan-lompatan besar jauh ke muka dalam tempo yang dalam konteks sejarah peradaban manusia adalah sangat singkat. Beberapa terobosan (breakthrough) teknologi telah membawa manusia melaju ke suatu masa depan yang manusia sendiri belum dapat menggambarkan secara pasti arah dan batasan- batasannya, karena demikian luasnya kemungkinan-kemungkinan yang terbuka. Dengan mengabaikan berbagai faktor lainnya, dapat dikatakan revolusi informasi dan komunikasi yang terutama terjadi dalam awal abad ke-21 inilah, yang mempengaruhi kecenderungan perubahan mendasar dalam kehidupan manusia yang salah satu aspek di antaranya adalah kecenderungan globalisasi. Menurut Azyumardi (2004:2) Disorientasi, dislokasi atau krisis sosial-budaya umumnya di kalangan masyarakat kita semakin bertambah dengan kian meningkatnya penetrasi dan ekspansi budaya barat khususnya Amerika – sebagai akibat proses globalisasi yang hampir tidak terbendung. Berbagai ekspresi sosial budaya yang sebenarnya “alien” (asing), yang tidak memiliki basis dan preseden kulturalnya dalam masyarakat kita semakin menyebar pula sehingga memunculkan kecenderungan- kecenderungan “gaya hidup” baru yang tidak selalu positif dan kondusif bagi kehidupan sosial budaya masyarakat dan bangsa (cf. Al Roubaie 2002). Arus informasi dan komunikasi telah membuat makin globalnya berbagai nilai budaya. Secara lebih mendalam kita saksikan betapa telah terjadi interaksi dan instrusi budaya yang sangat intensif yang menjurus kearah terciptanya nilai budaya universal yang secara tradisional tidak kita kenal. Saat ini sedang tercipta sistem-sistem nilai global yang berlaku di mana-mana. Keterbukaan juga membawa akibat negatif dari membiaknya dengan leluasa berbagai penyakit sosial, seperti masalah narkotika yang semula merupakan masalah lokal telah menjadi masalah internasional. Melalui proses akulturasi dan inkulturasi, terbentuklah corak peradaban Indonesia yang bervariasi, termanifestasi dalam struktur sosial yang : tradisional dan modern, sistem feodal dan demokrasi, sikap hidup yang terbuka dan sinkretik dan individualistik berbenturan dengan pola hidup gotong royong. Karena itu terjadi benturan-benturan yang timbul berdasarkan pola hidup yang heterogen, sehingga timbul konflik batin dan krisis budaya. Mengembangkan peradaban Indonesia dewasa ini bukan berarti mengisolasi diri, tetapi justru harus terbuka terhadap peradaban dunia; Namun demikian, mengacu kepada peradaban global bukan berarti kehilangan kepribadian, karena peradaban dunia adalah milik bersama Dalam peradaban dunia tersedia nilai dan tatanan global yang harus diinternalisasikan kedalam peradaban masing-masing bangsa, sehingga terkondisi untuk terjun kedalam “dunia baru” Kewajiban kita adalah untuk menyiapkan bangsa agar mampu memanfaatkan momentumnya sehingga justru tidak hanyut dan tenggelam karenanya.