Pendidikan Inklusi
APA ITU PENDIDIKAN INKLUSI?
Anak berkebutuhan khusus
ANAK TANPA
KEBUTUHAN
KHUSUS
Pembelajaran
SEKOLAH ADAPTASI
REGULER
Penilaian
ANAK
BERKEBUTUH
AN KHUSUS
Sar. Pras.
FILOSOFIS
EMPIRIS &
KEBIJAKAN
PEDAGOGIS
LANDASAN
YURIDIS PSIKOLOGIS
3. SIAPA SASARAN PI?
Tidak dis-
kriminatif
WELCOMING SCHOOL
ATBK
OT
Team Work
MACAM-MACAM ABK
1. Gangguan Penglihatan/Tunanetra
2. Gangguan Pendengaran/Tunarungu
3. Gangguan Wicara dan Bahasa
4. Tunagrahita Ringan
5. Tunagrahita Sedang
6. Tunadaksa Ringan
7. Tunadaksa Sedang
8. Gangguan emosi, sosial dan Perilaku/Tunalaras
9. Tunaganda
10. Lamban Belajar
11. Kesulitan Belajar
12. Autis
13. ADD/ADHD
14. Anak dengan potensi kecerdasan dan bakat istimewa
DASAR, LANDASAN, TUJUAN
PENDIDIKAN INKLUSI
SEMUA ANAK BERHAK – TANPA KECUALI, UNTUK MENDAPATKAN
PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS
SERING TERHAMBAT KARENA SISTEMIK : KURANG MAMPU, KURANG DANA,
BELUM MENJADI PRIORITAS PEMBANGUNAN DLL
Pendidikan untuk anak yang berkebutuhan khusus telah dicantumkan dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam kebijakan tersebut memberi warna baru bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus.
Ditegaskan dalam pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa pendidikan
khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik
yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa
satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pasal inilah yang
memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan berupa
penyelenggaraan pendidikan inklusif. Secara lebih operasional, hal ini diperkuat dengan
Peraturan Pemerintah Nomor Tahun tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan
Khusus.
LANDASAN FILOSOFIS
Landasan filosofis
Landasan filosofis bagi pendidikan Inklusif di Indonesia yaitu:
a. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang Negara burung Garuda yang
berarti “bhineka tunggal ika”. Keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat, keyakinan, tradisi, dan budaya
merupakan kekayaan bangsa yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam NKRI.
b. Pandangan agama (khususnya islam): manusia dilahirkan dalam keadaan suci, kemuliaan manusia di
hadapan Tuhan (Allah) bukan karena fisik tetapi takwanya, allah tidak akan merubah nasib suatu kaum
kecuali kaum itu sendiri, manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling silaturrahmi.
c. Pandangan universal hak azasi manusia menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk
hidup layak, pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan.
d. Pendidikan inklusi merupakan implementasi pendidikan yang berwawasan multikulturalyang dapat
membantu peserta didik mengerti, menerima, serta menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya,
nilai, kepribadian, dan keberfungsian fisik maupun psikologis
a. Nasional
Landasan Yuridis
1) UUD 1945 (amandemen) pasal 31
5) Permendiknas No. 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa
6) Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C6/MN/2003 20 januari 2003: “setiap kabupaten/kota diwajibkan menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan di
sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari: SD, SMP,SMA, SMK.
7) Deklarasi Bandung: “Indonesia menuju pendidikan inklusif” tanggal8-14 agustus 2004
LANDASAN PEDAGOGIS
Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas menyebutkan bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Jadi
melalui pendidikan, peserta didika berkelaian dibentuk menjadi warga Negara yang
demokratis dan bertanggung jawab, yaitu individu yang mampu menghargai peerbedaan
dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka
diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah khusus. Betapapun kecilnya, mereka
harus diberi kesempatan bersama teman sebayanya.
LANDASAN EMPIRIS
Penelitian tentang inklusi telah banyak dilakukan di Negara-negara barat sejak 1980-an, namun penelitian
yang berskala besar yang dipelopori oleh the National Academy of Science (AS). Hasilnya menunjukkan
bahwa klasifikasi dan penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak effective
dan diskriminatif. Layanan ini merekomendasikan agar pendidikan khusus secara segregatif hanya
diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat (Heller, Holtzman & Messick, 1982). Beberapa
pakar bahkan mengemukakan bahwa sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan penempatan anak
berkelainan secara tepa, karena karakteristik mereka yang sangat heterogen (Baker, Wang, dan Walberg,
1994/1995)
Prisoner (2003) yang melakukan survey pada kepala sekolah tentang sikap mereka terhadap pendidikan
inklusif menemukan bahwa hanya satu dari lima sekolah tersebut yang memiliki sikap postif tentang
penerapan pendidikan inklusif. Dalam suatu penelitian menemukan bahwa guru-guru dalam sekolah
inklusif lebih memiliki sikap positif terhadap peran guru inklusi dan dampaknya daripada guru pada
sekolah regular. Meyer (2001) mengatakan bahwa siswa yang memiliki kecacatan yang cukup ditemukan
untuk memiliki keberhasilan yang lebih besar manakala mereka memperoleh pendidikan dalam
lingkungan yang menerima mereka khususnya yang berkaitan dengan hubungan social dan persahabatan
mereka dengan masyarakatnya