Anda di halaman 1dari 13

Pengantar

Pendidikan Inklusi
APA ITU PENDIDIKAN INKLUSI?
Anak berkebutuhan khusus

 Abk adalah anak yang berkebutuhan khusus yang


memerlukan penanganan khusus sehubungan dengan
gangguan perkembangan dan kelainan yg dialami anak
 Siapa ???
1. APA ITU PENDIDIKAN
INKLUSIF?
Kurikulum

ANAK TANPA
KEBUTUHAN
KHUSUS
Pembelajaran
SEKOLAH ADAPTASI
REGULER
Penilaian
ANAK
BERKEBUTUH
AN KHUSUS
Sar. Pras.

Sekolah Reguler menerima ABK dan menyediakan sistem layanan pendidikan


yang disesuaikan dengan kebutuhan anak (ATBK dan ABK) melalui adaptasi
kurikulum, pembelajaran, penilaian dan sarpras.
2. MENGAPA PENDIDIKAN INKLUSIF?

FILOSOFIS

EMPIRIS &
KEBIJAKAN
PEDAGOGIS
LANDASAN

YURIDIS PSIKOLOGIS
3. SIAPA SASARAN PI?

Tidak dis-
kriminatif

WELCOMING SCHOOL
ATBK

Menerima GURU & Pendekatan


perbedaan humanis
ABK KARY.

OT

Team Work
MACAM-MACAM ABK
 1. Gangguan Penglihatan/Tunanetra
2. Gangguan Pendengaran/Tunarungu
3. Gangguan Wicara dan Bahasa
4. Tunagrahita Ringan
5. Tunagrahita Sedang
6. Tunadaksa Ringan
7. Tunadaksa Sedang
8. Gangguan emosi, sosial dan Perilaku/Tunalaras
9. Tunaganda
10. Lamban Belajar
11. Kesulitan Belajar
12. Autis
13. ADD/ADHD
14. Anak dengan potensi kecerdasan dan bakat istimewa
DASAR, LANDASAN, TUJUAN
PENDIDIKAN INKLUSI
 SEMUA ANAK BERHAK – TANPA KECUALI, UNTUK MENDAPATKAN
PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS
 SERING TERHAMBAT KARENA SISTEMIK : KURANG MAMPU, KURANG DANA,
BELUM MENJADI PRIORITAS PEMBANGUNAN DLL

 SISTEM YG HARUS DISESUAIKAN DENGAN ANAK, BUKAN ANAK YG


MENYESUAIKAN DENGAN SISTEM
 Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih
bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu
kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan
(difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1).
 Anak – anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan
dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB).
 Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak – anak yang
berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling
mengenal antara anak – anak difabel dengan anak – anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di
masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat.
 kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan
masyarakat di sekitarnya. Seiring dengan berkembangnya tuntutan kelompok difabel dalam menyuarakan hak –
haknya, maka kemudian muncul konsep pendidikan inklusi.
DASAR PENDIDIKAN INKLUSI

 Pendidikan untuk anak yang berkebutuhan khusus telah dicantumkan dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam kebijakan tersebut memberi warna baru bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus.
Ditegaskan dalam pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa pendidikan
khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik
yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa
satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pasal inilah yang
memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan berupa
penyelenggaraan pendidikan inklusif. Secara lebih operasional, hal ini diperkuat dengan
Peraturan Pemerintah Nomor Tahun tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan
Khusus.
LANDASAN FILOSOFIS

 Landasan filosofis
 Landasan filosofis bagi pendidikan Inklusif di Indonesia yaitu:
 a.       Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang Negara burung Garuda yang
berarti “bhineka tunggal ika”. Keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat, keyakinan, tradisi, dan budaya
merupakan kekayaan bangsa yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam NKRI.
 b.      Pandangan agama (khususnya islam): manusia dilahirkan dalam keadaan suci, kemuliaan manusia di
hadapan Tuhan (Allah) bukan karena fisik tetapi takwanya, allah tidak akan merubah nasib suatu kaum
kecuali kaum itu sendiri, manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling silaturrahmi.
 c.       Pandangan universal hak azasi manusia menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk
hidup layak, pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan.
 d.      Pendidikan inklusi merupakan implementasi pendidikan yang berwawasan multikulturalyang dapat
membantu peserta didik mengerti, menerima, serta menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya,
nilai, kepribadian, dan keberfungsian fisik maupun psikologis
 a.       Nasional
Landasan Yuridis
1)      UUD 1945 (amandemen) pasal 31

2)      UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional pasal 5


 a)      Ayat(1): setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu
 b)      Ayat(2): warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, intelektual, dan atau social berhak memperoleh pendidikan khusus
 c)      Ayat(3): warga Negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus
 d)     Ayat(4): warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.

3)      UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak


 a)      Pasal 48: pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (Sembilan) tahun untuk semua anak.
 b)      Pasal 49: Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.

4)      UU No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat


 Pasal 5: setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

5)      Permendiknas No. 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa

6)      Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C6/MN/2003 20 januari 2003: “setiap kabupaten/kota diwajibkan menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan di
sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari: SD, SMP,SMA, SMK.

7)      Deklarasi Bandung: “Indonesia menuju pendidikan inklusif” tanggal8-14 agustus 2004

   
LANDASAN PEDAGOGIS

 Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas menyebutkan bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Jadi
melalui pendidikan, peserta didika berkelaian dibentuk menjadi warga Negara yang
demokratis dan bertanggung jawab, yaitu individu yang mampu menghargai peerbedaan
dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka
diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah khusus. Betapapun kecilnya, mereka
harus diberi kesempatan bersama teman sebayanya.
LANDASAN EMPIRIS
 Penelitian tentang inklusi telah banyak dilakukan di Negara-negara barat sejak 1980-an, namun penelitian
yang berskala besar yang dipelopori oleh the National Academy of Science (AS). Hasilnya menunjukkan
bahwa klasifikasi dan penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak effective
dan diskriminatif. Layanan ini merekomendasikan agar pendidikan khusus secara segregatif hanya
diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat (Heller, Holtzman & Messick, 1982). Beberapa
pakar bahkan mengemukakan bahwa sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan penempatan anak
berkelainan secara tepa, karena karakteristik mereka yang sangat heterogen (Baker, Wang, dan Walberg,
1994/1995)
 Prisoner (2003) yang melakukan survey pada kepala sekolah tentang sikap mereka terhadap pendidikan
inklusif menemukan bahwa hanya satu dari lima sekolah tersebut yang memiliki sikap postif tentang
penerapan pendidikan inklusif. Dalam suatu penelitian menemukan bahwa guru-guru dalam sekolah
inklusif lebih memiliki sikap positif terhadap peran guru inklusi dan dampaknya daripada guru pada
sekolah regular. Meyer (2001) mengatakan bahwa siswa yang memiliki kecacatan yang cukup ditemukan
untuk memiliki keberhasilan yang lebih besar manakala mereka memperoleh pendidikan dalam
lingkungan yang menerima mereka khususnya yang berkaitan dengan hubungan social dan persahabatan
mereka dengan masyarakatnya

Anda mungkin juga menyukai