Anda di halaman 1dari 22

ADVERSE DRUG REACTION

Kelompok 7
(ADR)
Reaksi Obat Yang Merugikan Rita Sri Utami 21344147
Abdul Malik Haq 21344148
Silmi Kaffah 21344149
Eki Sulistina 21344150
Novita Indriyanti 21344151
Lince Priciliani 21344152
Dosen: Sulina Kristiono,dra. MS Muthmainnah SK 21344153
Insiden
● Insiden reaksi yang merugikan yang dilaporkan bervariasi, tergantung pada metode
pengumpulan data yang digunakan

Obat Yang Sering Digunakan Sebagai Penyebab


Reaksi Obat Yang Merugikan

Antibiotik Heparin
Aspirin Insulin
Digoksin Prednison
Deuretik Wafarin
01
reaksi obat yaitu :
Epidemiologi
Beberapa faktor penentu yang penting dari
3. Efek Dari Penyakit
Penyakit yang diberikan obat
1. Umur dan Jenis Kelamin dapat mengubah respon
Efek samping lebih mungkin terjadi pada pasien. Obat yang berpotensi
orang yang usianya sangat muda atau yang racun yang penggunaanya
lanjut usia. dapat mengancam jiwa
Reaksi yang merugikan lebih banyak terjadi sebaiknya tidak boleh
pada wanita dibandingkan pada pria (Rasio digunakan sebagai alternatif.
2:1)
4. Kehamilan
2. Riwayat Alergi Sebelumnya Kehamilan dapat mengubah
Reaksi yang merugikan terhadap obat lebih respon ibu terhadap obat-
mungkin terjadi pada pasien dengan obatan tertentu serta dapat
riwayat abreaksi sebelumnya terhadap obat memaparkan janin keagen
lain. yang berpotensi bahaya.
2-H PG2-h plasma glucose
02
5. Dosis Obat
Epidemiologi
Reaksi obat idiosinkrasi tidak berhubungan dengan dosis, tetapi banyak hal lain, yang
terkait dengan perubahan penanganan obat oleh tubuh.

6. Waktu Reaksi
Reaksi merugikan obat dapat terjadi pada setiap tahap selama pengobatan atau setelah
selesai. Reaksi anafilaksis terjadi saat pemberian obat pertama kali ketika pasien
sebelumnya pernah terpapar, sementara yang lain mungkin tidak diamati selama
berbulan-bulan setelah obat ditarik. (Peritonitis dengan praktikolol)

7. Reaksi Obat Ganda


Semakin banyak obat yang diberikan, semakin tinggi kejadian efek samping karena
jumlah interaksi obat akan semakin besar,
Jenis Reaksi Obat Yang
Merugikan
• Reaksi ini merupakan efek samping perpanjangan dari tindakan famakologi obat,
secara konvensional dibagi menjadi faktor farmakokinetik dan farmakodinamik.
• Sering terjadi, tetapi angka kematian yang disebabkan reaksi ini rendah.
Reaksi type A • Contoh : Perdarahan pada terapi koagulan, hipotensi postural pada terapi hipertensi,
kantuk pada obat penenang,dll.

• Reaksi ini menunjukkan tindakan obat yang benar-benar menyimpang, baru dan
tidak dapat diprediksi.
• Jarang terjadi, tetapi tingkat kematian yang disebabkan reaksi ini tinggi.
Reaksi type B • Contoh : Granulositosis karena obat-obatan seperti kloramfenikol dan fenilbutazon,
hipertemia ganas dari agen anastesi.
Reaksi Anafilaksis
 Reaksi ini dimediasi oleh antibodi IgE dan terjadi sangat cepat,
setelah pemberian obat.
 Terjadi bisa di Kulit (urtikaria akut), saluran pernafasan
(asma), atau di saluran pencernaan (nyeri perut dan muntah)
 Reaksi ini umumnya tidak mengancam
 Reaksi ini biasanya terjadi di awal pengobatan, dimana pasien
sebelumnya pernah terpapar
 Contoh : Penisilin yang cenderung sering terjadi pada individu
atopik
Penyakit Serum
 Reaksi yang kurang akut, disebabkan oleh kerusakan sirkulasi imun yang kompleks.
 Terjadi ketika antigen tetap berada dalam sirkulasi untuk waktu yang lama. Ketika
antibodi (IgG dan IgM) terbentuk, antigen yang bersirkulasi bereaksi dengannya,
membentuk kompleks antigen-antibodi. Jika antibodi relatif berlebihan, kompleksnya
kecil, mungkin tersangkut di pembuluh darah, menyebabkan peradangan lokal dan
respon sistemik umum.
 Reaksi ini bisa dalam berbagai bentuk dan mungkin melibatkan mekanisme lain selain
dua mekanisme diatas.
Uji Klinis
Obat Baru
• Tujuan dari studi klinis awal adalah untuk melihat apakah efek yang terlihat pada hewan juga
dapat terlihat pada manusia.
Studi Klinis • Penelitian awal ini biasanya dilakukan pada sukarelawan tetapi dengan beberapa agen seperti obat
Awal sitotoksik, dan dilakukan pada pasien dengan penyakit yang dirancang untuk obat tersebut.
• Setelah studi awal pada manusia, tahap selanjutnya dilakukan uji klinis.

• Adalah alat yang paling ampuh untuk penyelidikan obat baru, tapi dalam beberapa situasi, jenis
penelitian ini terlalu kaku dan tidak sesuai, misalnya bila tingkat onset efek obat sedang dipelajari
Uji Klinis • Sebelum uji klinis dipasang, terlebih dahulu tetapkan tujuan sebenarnya. Agar dapat menjawab
Baru satu pertanyaan yang dibingkai dengan tepat. Seperti ‘apakah obat efektif?’, ‘pada pasien apa
harus digunakan?’, ‘apa dosis yang paling tepat?’ , ‘bagaimana bila dibading dengan obat lain?’ ,
dll.

• Percobaan ini dilakukan pada kelompok pasien yang setara yang sangat cocok untuk variabel
penting (usia, jenis kelamin, keparahan penyakit,dll)
• Menggunakan observasi kontrol, jadi pasien yang menerima obat baru yang sedang diuji,
Uji Klinis dibandingkan dengan pasien yang tidak menerima pengobatan atau menerima placebo yang
Komparatif cocok
• Contoh obat penghambat beta-adrenoseptor baru dibandingkan dengan placebo untuk
menunjukkan bahwa obat ini dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi
Studi Buta
 Pasien akan
Ganda
dipilih untuk penelitian berdasarkan kriteria yang telah
dituliskan dan akan dialokasikan untuk kontrol atau kelompok pengobatan
aktif secara acak.
 Pasien dan dokter akan dibuat tidak menyadari sifat pasti dari terapi
pasien. Ada pihak ke tiga (Cont: Apoteker) yang akan memegang kode yang
dapat dipecahkan jika secara klinis diperlukan untuk mengidentifikasi
pengobatan pasien secara individu.
 Pasien menerima tablet A dan placebo B aktif atau tablet B aktif dan
placebo A.
 Contoh : obat penghambat beta-adrenoseptor sedang dipelajari, detak
jantung yang lambat dapat menunjukkan pasien mana yang menjalani
terapi aktif. Dalam keadaan seperti ini sebaiknya membandingkan satu
obat penghambat beta –adrenoseptor dengan obat lain yang serupa.
Penilaian Klinis Obat
Ketika uji klinis obat dilakukan, penting untuk mendapatkan penilaian yang
akurat tentang efek terapetiknya.
Di area tertentu obat memiliki efek yang hanya dapat dinilai dengan tindakan
subjektif, penilaian klinis kurang dapat diandalkan.
Dalan penilaian obat aktif SSP seperti antidepresan dan obat penenang, ‘skala
peringkat’ telah dikembangkan dan membutuhkan personil terampil untuk
melakukannya. Skala analog visual bisa berguna untuk menilai sensasi
subjektif seperti nyeri dan kantuk. Pasien memberi tanda pada garis yang
sesuai dengan penilaian nyeri yang diderita, dan diulangi ada setiap
pemeriksaan ‘skor’ diukur.
Metoda penilaian ini sangat akurat, dapat diulang dan relatif bebas dari
kesalahan pengamat. Dapat diterapkan untuk menilai efek samping
Pertimbangan Statistik Dan
Etika
 Semakin kecil perbedaan yang diharapkan antara 2
 Dalam merancang uji klinis, hipotesis awal perawatan, semakin banyak pasien yang
tidak ada perbedaan antara kedua perlakuan dibutuhkan untuk menunjukkan hasil yang
tersebut. Kemudian diputuskan hasil yang siknifikan.
didapat bisa jadi karena kebetulan atau ada
kemungkinan nyata dari dua perbedaan  Dalam pelaksanaan uji klinis apapun, aspek etika
perlakuan aspek statistik dari uji klinis. sangat penting. Saat ini semua protokol uji coba
harus diteliti dengan cermat oleh badan peninjau
 Dalam kebanyakan kasus, dapat diasumsikan independen. Setiap peserta dalam penelitian ini
bahwa data terdistribusi secara normal tetapi harus menjelaskan rincian uji coba kepada mereka,
tidak selalu terjadi, dan metode statistik dan mereka harus memberikan persetujuan tertulis
sederhana kemudian tidak dapat diterapkan. untuk mengambil bagian dalam penelitian.

 Pertimbangan statistik akan sering membantu  Persetujuan harus disaksikan oleh pihak ketiga.
dalam desain uji coba, terutama dalam
mengetahui berapa banyak pasien yang akan  Setiap pasien yang memasuki studi klinis, tentu saja
disertakan. harus bebas meninggalkan studi kapan saja.
Thanks
Do you have any questions?
PERTANYAAN DAN
JAWABAN
1, Apa yang di maksud dengan ADR ?

Jawab :
Definisi Adverse Drug Reactions World Health Organization (WHO) 1972
mendefinisikan ADR merupakan respon dari suatu obat yang berbahaya dan
tidak diharapkan yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan oleh manusia
dengan tujuan profilaksis, diagnosis, maupun terapi.
2. Ada berapa jenis ADR yang ada ketahui? Investasikan perbedaan yang jelas
antara ADR tipe A (Augmented) dan Tipe B (bizzare/Aberrant)

Jawab :
ADR dapat dibagi menjadi dua kategori besar yaitu :
- Reaksi tipe A
Yang dapat diperkirakan, umum terjadi dan berhubungan dengan aksi
farmakologis obat . Hampir 80% ADR adalah tipe A contohnya adalah toksisitas
obat, efek samping , efek sekunder dan interaksi obat
- Reaksi tipe B
yang tidak dapat diperkirakan, jarang terjadi dan biasanya tidak berhubungan
dengan aksi farmakologis obat. Reaksi termediasi system imun atau alergi
termasuk tipe B, timbulnya jarang, hanya 6 –10% dari keseluruhan ADR. Tipe B
seringkali tidak terlihat sampai obat tersebut dipasarkan, dependen terhadap
faktor genetik dan lingkungan. Yang termasuk reaksi tipe B adalah intoleransi
obat (efek tidak diinginkan yang timbul pada dosis terapi atau subterapi), reaksi
idiosinkrasi (reaksi tidak spesifik yang tidak dapat dijelaskan oleh reaksi
farmakologis obat) dan alergi atau reaksi hipersensitifitas (reaksi yang sesuai
dengan mekanisme imunologi).
3. Berikan contoh tipe A dan Tipe B

Jawab :
Contoh tipe A :
Perdarahan pada terapi koagulan, hipotensi postural pada terapi hipertensi, kantuk pada
obat penenang
 
Contoh tipe B :
Granulositosis karena obat-obatan seperti kloramfenikol dan fenilbutazon, hipertemia
ganas dari agen anastesi
4. Jelaskan perbedaan factor penentu Reaksi Anafilaksis dan Serum sikness

Jawab :
Anafilaksis merupakan reaksi alergi sistemik yang berat dan dapat menyebabkan
kematian, terjadi secara tiba-tiba segera setelah terpapar oleh allergen atau pencetus
lainnya. Reaksi anafilaksis termasuk ke dalam reaksi Hipersensivitas Tipe 1\

Faktor-faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko anafilaksis


adalah sifat alergen, jalur pemberian obat, dan kesinambungan paparan alergen. Golongan
alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah makanan, obat-obatan,
sengatan seranga dan lateks. Udang, kepiting, kerang, ikan kacang-kacangan, biji-bijian,
buah beri, putih telur dan susu adalah makanan yang biasanya menyebakan suatu reaksi
anafilaksis. Obat-obatan yang bisa menyebabkan anafilaksis seperti antibiotik khusunya
penisilin, obat anestesi intravena, relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam
folat, dan lain-lain. Media kontras intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan cuaca
dingin juga bisa menyebabkan anafilaksis.
Serum sickness adalah merupakan reaksi hipersensitivitas tipe III, yang berasal dari injeksi
heterologus protein asing atau serum. Ataupun merupakan reaksi sekunder dari obat-
obatan non protein. Serum sickness pertama kali diperkenalkan oleh Von Pirquet dan
Shick pada tahun 1905. Serum sickness merupakan sindrom yang terdiri dari : demam,
erupsi kulit (urtikaria), nyeri sendi dan limpadenopati pada regio yang diinjeksi.
Pemberian obat-obatan seperti penisilin, NSAID (Nonsteroidal anti inflammatory drugs)
juga berhubungan dengan penyakit yang mirip dengan serum sickness.

Faktor yang mungkin berperan yaitu :


level yang tinggi dari kompleks imun, defisiensi relatif dari komplemen sehingga
berdampak terhadap rendahnya kemampuan eliminasi kompleks imun. Beberapa penyebab
dari serum sickness yaitu :

 
○ obat-obatan yang mengandung protein tertentu :
○ Antitoksin, hormon, streptokinase, vaksin : antibodi monoklonal dan poliklonal
○ dari kuda, kelinci, tikus contohnya antithymocyte globulin. Beberapa antibiotik
yaitu : sefalosporin, ciprofloxacin, furazolidone, griseofulvin, lincomycin,
metronidazole, paraaminosalicylic acid, penisilin, streptomicin, sulfonamide,
tetrasiklin. Beberapa obat lainnya : alupurinol, barbiturat, bupropion, captopril,
karbamazepin, fluoxetine, halotan, hidantoin, hidralazin, indometasin, iodida, iron
dextran, metimazole, metildopa, procainamide, procarbazine, propanolol dan
thiouacil.
○ Beberapa monoklonal antibodi dapat menyebabkan serum sickness like syndrome
yaitu : infliximab pada pengobatan chron disease dan reumatoid artritis. Omalizumab
digunakan untuk terapi alergi yang berhubungan dengan asma. Rituximab biasanya
digunakan pada berbagai penyakit diantaranya cryoglobulinemia dan lymphoma.
5. Berikan Tahapan uji klinis dan metode uji klinik yang anda ketahui serta jelaskan
secara singkat

Jawab :
- Uji Klinik Fase I. Pada uji fase 1, calon obat diuji pada sukarelawan sehat (25-50)
untuk mengetahui apakah sifat yang diamati pada hewan percobaan juga terlihat pada
manusia. Pada fase ini ditentukan hubungan dosis dengan efek yang ditimbulkannya dan
profil farmakokinetik obat pada manusia. (Rahmatini, 2010).
 
- Uji Klinik Fase II. Pada uji klinik fase 2 maka calon obat diuji pada pasien tertentu
(100-200), diamati efikasi pada penyakit yang diobati. Yang diharapkan dari obat adalah
mempunyai efek yang potensial dengan efek samping rendah atau tidak toksik. Pada
fase ini mulai dilakukan pengembangan dan uji stabilitas bentuk sediaan.
- Uji Klinik Fase III. Uji klinik fase 3, melibatkan kelompok besar pasien (mencapai ribuan,
300-3000 orang pasien), biasanya multicenter. Pada fase ini obat baru dibandingkan efek dan
keamanannya dengan obat pembanding yang sudah diketahui. Untuk dapat dinilai oleh badan
tersebut, industri pengusul harus menyerahkan data dokumen uji praklinik dan klinik yang
sesuai dengan indikasi yang diajukan, efikasi dan keamanannya harus sudah ditentukan dari
bentuk produknya (tablet, kapsul dll.) yang telah memenuhi persyaratan produk melalui
kontrol kualitas. Setelah calon obat dapat dibuktikan berkhasiat sekurang-kurangnya sama
dengan obat yang sudah ada dan menunjukkan keamanan bagi si pemakai maka obat baru
diizinkan untuk diproduksi oleh industri sebagai legal drug dan dipasarkan dengan nama
dagang tertentu serta dapat diresepkan oleh dokter

- Uji Klinik Fase IV. Uji klinik ini dilakukan setelah obat dipasarkan, yang diamati pada pasien
dengan berbagai kondisi, berbagai usia dan ras, studi ini dilakukan dalam jangka waktu lama
untuk melihat nilai terapeutik dan pengalaman jangka panjang dalam menggunakan obat.
Setelah hasil studi fase IV dievaluasi masih memungkinkan obat ditarik dari perdagangan jika
membahayakan.

Anda mungkin juga menyukai