Anda di halaman 1dari 13

Sebab, Pencegahan, dan Bagaimana

Pemberantas Korupsi Selain Peningkatan Gaji/


Fasilitas Pejabat Negara

KELOMPOK 2 REGULER 2
ANGGOTA KELOMPOK
1. Febriana Anjani Putri (P1337420121029) 17.Elok Gemilang (P1337420121082)
2. Inayatur Rochmah (P1337420121107) 18. Zahra Anindya (P1337420121084)
3. Kartika Dwi Rangga (P1337420121046)
4. Rainnisa Brahmaningtyas (P1337420121083)
5. Dadan Ramdani (P1337420121044)
6. Anissa Chikal Putri W.L (P1337420121096)
7. Ratna Purnama Sari (P1337420121033)
8. Gracia Oktavina (P1337420121093)
9. Layla Nur Fawziyah (P1337420121109)
10. Devi Anggraini (P1337420121050)
11. Nur Fadilah Firdaus (P1337420121039)
12. Fidayanti (P1337420121049)
13. Hanum Aulia Putri H. (P1337420121106)
14. Yusifa Ugrah Prasetyo (P1337420121028)
15. Jundi Laudza Abdullah (P1337420121030)
16.Arisoma Resa K. (P1337420121110)
Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, sudah dalam posisi
yang sangat parah dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan.
Tidak hanya pemangku jabatan dan kepentingan saja yang melakukan
tindak pidana korupsi, baik di sektor publik maupun privat, tetapi
tindak pidana korupsi sudah menjadi seperti adat istiadat di negara
ini. Barda Nawawi Arief berpendapat bahwa, tindak pidana korupsi
merupakan perbuatan yang sangat tercela, terkutuk dan sangat dibenci
oleh sebagian besar masyarakat.
Faktor Penyebab Korupsi
Internal

● Sifat tamak/rakus manusia


● Moral yang kurang kuat
● Gaya hidup yang konsumtif
● Aspek Sosial
● Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi
● Aspek ekonomi

Eksternal

● aspek politis
● aspek organisasi
Penyebab
1. Menurut Emerson, vonis bagi koruptor di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terlalu
ringan.

2. Proses hukum hanya menjerat pelaku korupsi, bukan hanya keluarga atau kerabat yang
terkait dalam kasus pencucian uang.

3. Hukuman hanya berupa pemenjaraan, tidak memiskinkan pelaku korupsi. Padahal, menurut
Emerson, rata-rata koruptor itu lebih takut disita harta dan kekayaannya ketimbang dipenjara
dalam waktu lama.

4. Menurut Emerson, dalam beberapa kasus, hakim menjatuhkan hukuman uang pengganti,
tetapi hukuman itu bisa diganti dengan subsider pemenjaraan. Yang pada akhirnya koruptor
memilih dipenjara.
5. Pemerintah melalui petugas lapas dinilai masih memberikan kemewahan bagi para
koruptor. Misalnya, lapas khusus yang menyediakan berbagai fasilitas bagi koruptor.

6. Mantan terpidana koruptor masih bisa mengikuti pemilu legislatif dan pemilihan kepala
daerah. Hal ini sebagai dampak tidak dicabutnya hak politik bagi terpidana kasus korupsi.

7. Para koruptor dalam status tersangka dan terdakwa masih dapat menjadi pejabat publik
dan masih mendapat pensiun.

8. Walaupun ditetapkan sebagai terdakwa, seorang koruptor tidak dilakukan penahanan dan
pencekalan.

9. Hukuman tidak membuat jera, misalnya, ada terdakwa kasus korupsi, yakni Nazaruddin
dan Artalita Suryani, yang masih bisa menjalankan bisnis.
10. Walaupun berstatus tersangka atau terdakwa, seorang koruptor masih bisa menduduki
jabatan publik. Seperti kejadian yang ada di Riau, kepala dinas Kehutanan adalah mantan
terpidana kasus korupsi. Di Kepulauan Riau, gubernur sempat ingin mengangkat kepala
dinas Kelautan yang dari terpidana.
Upaya

● Perbaikan Sistem
● Edukasi dan Kampanye
● Represif
STRATEGI PREVENTIF
Strategi preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghilangkan atau
meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Strategi preventif dapat dilakukan
dengan:
1) Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat;
2) Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya
3) Membangun kode etik di sektor publik ;
4) Membangun kode etik di sektor Parpol, Organisasi Profesi dan Asosiasi Bisnis.
5) Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan.
6) Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia (SDM) dan peningkatan kesejahteraan Pegawai
Negeri ; 7) Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas kinerja bagi instansi
pemerintah; 8) Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen;
9) Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Milik Negara (BKMN)
10) Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat ;
11) Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional;
STRATEGI DETEKTIF
Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan korupsi. Strategi detektif
dapat dilakukan dengan :

1) Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari masyarakat;


2) Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu;
3) Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik;
4) Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di masyarakat internasional ;
5) Dimulainya penggunaan nomor kependudukan nasional ;
6) Peningkatan kemampuan APFP/SPI dalam mendeteksi tindak pidana korupsi.
STRATEGI REPRESIF
Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses perbuatan korupsi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Strategi represif dapat dilakukan dengan :

1) Pembentukan Badan/Komisi Anti Korupsi ;


2) Penyidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman koruptor besar (Catch some big fishes);
3) Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan untuk diberantas ;
4) Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik ;
5) Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem peradilan pidana secara
terus menerus ;
6) Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak pidana korupsi secara terpadu ;
7) Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya;
8) Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja antara tugas penyidik tindak pidana korupsi dengan
penyidik umum, PPNS dan penuntut umum.
Kesimpulan
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Gaya
hidup yang konsumtif merupakan salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi. Dari aspek
sosial kaum behavioris mengatakan bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan
dorongan bagi orang untuk korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi traits
pribadinya. rendahnya strata ekonomi seseorang juga membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil
jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi. begitu juga dengan aspek politik demikian
instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan mempertahankan kekuasaan sangat potensi
menyebabkan perilaku korupsi.

Ketiga, hukuman hanya berupa pemenjaraan, tidak memiskinkan pelaku korupsi. Yang pada
akhirnya koruptor memilih dipenjara. Misalnya, lapas khusus yang menyediakan berbagai fasilitas bagi
koruptor. Seperti kejadian yang ada di Riau, kepala dinas Kehutanan adalah mantan terpidana kasus
korupsi. Di Kepulauan Riau, gubernur sempat ingin mengangkat kepala dinas Kelautan yang dari
terpidana.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai