Anda di halaman 1dari 13

ISLAM DAN BUDAYA ARAB

Kuliah Islam Rahmatan Lil ‘Alamin


Peradaban Arab adalah akibat pengaruh dari budaya
bangsa- bangsa disekitarnya yang lebih dahulu maju
daripada kebudayaan dan peradaban Arab. Pengaruh
tersebut masuk ke Jazirah Arab melalui beberapa jalur,
yaitu:
1. melalui hubungan dagang dengan bangsa lain;
2. melalui kerajaan-kerajaan protektorat, Hirah, dan
Ghassan, dan;
3. masuknya misi Yahudi dan Kristen. Walaupun agama
Yahudi dan Kristen sudah masuk ke Jazirah Arab,
bangsa Arab masih tetap menganut agama asli
mereka yaitu menyembah berhala sebagai dewa
mereka.
Penduduk Jazirah Arab dapat dibagi menjadi dua golongan
besar, yaitu:
1. Qahthaniyun (keturunan Qahthan).
2. ‘Adnaniyun (keturunan Ismail ibn Ibrahim)
Walaupun berada pada wilayah berbeda tetapi lama kelamaan
kedua golongan ini membaur karena seringnya mereka
berpindah dari utara ke selatan ataupun sebaliknya. Penduduk
Arab kuno adalah penduduk fakir miskin yang senang
berperang, membunuh, dan kehidupannya bergantung pada
bercocok tanam dan turunnya hujan. Sedangkan penduduk
Arab Madani (kota) adalah orang-orang yang melakukan
perdagangan dengan bepergian. 
Kepercayaan Masyarakat Arab Pra-Islam

• Bangsa Arab Qahthan (kaum saba) di Yaman, misalnya,


mereka menganut kepercayaan atau agama Ash-Shabiah,
yaitu suatu kepercayan yang berkembang di kalangan
masyarakat Qahthan tentang adanya kekuatan pada
bintang-bintang dan matahari sebagai kekuatan maha
pencipta.
• Mereka menganggap bintang dan matahari sebagai tuhan.
Tetapi setelah hancurnya bendungan Ma’rib, masyarakat
saba yang bermukim di Yaman terpencar, dan mereka
mencari tempat tinggal baru di jazirah Arab, maka terjadilah
dalam perubahan pola dan sikap kepercayaan mereka.
1. Pada umumnya bangsa Arab sebelum Islam datang (diutusnya Nabi
Muhammad) tidak memeluk agama tertentu, kecuali penyembahan berhala.
Berhala yang paling dikenal adalah Manata, Lata, dan Uzza. Tradisi lain, mereka
berkumpul setahun sekali setiap bulan Zulhijjah dengan mengelilingi Ka’bah dan
menyembelihan hewan kurban yang darahnya dipersembahkan untuk Tuhan.
2. Menyembah Malaikat. Sebagian di antara masyarakat Arab Jahiliyyah ada yang
menyembah dan menuhankan Malaikat. Bahkan ada yang beranggapan bahwa
Malaikat itu putra Tuhan.
3. Menyembah Jin, ruh atau hantu. Sebagian lagi ada yang menyembah jin, hantu,
dan ruh leluhr mereka. Bahkan ada suatu tempat jin yang terkenal dengan
nama Darahim. Mereka selalu mengorbankan binatang seperti sesajen, agar
terhindar dari bencana.
4. Pada saat menjelang kelahiran agama Islam, tumbuh sekelompok orang dari
kalangan masyarakat Arab yang berusaha ingin melepaskan bangsanya dari
kepercayaan yang sesat, dan berusaha mengembalikan kepercayaan agama
tauhid (monoteisme) yang di ajarkan Nabi Ibrahim A.S, Mereka adalah Waraqah
bin Naufal, Umayah bin Abi Shalt, Qus Saidah, Utsman bin Khuwairis Abdullah
bin Jahsy, dan Zainal bin Umar.
Posisi Wanita Pra Islam
• Pada masa itu, kaum wanita menempati kedudukan yang
rendah sepanajang sejarah umat manusia. Masyarakat Arab
Pra-Islam memandang wanita ibarat binatang piaraan, atau
bahkan lebih hina.
• Mereka sama sekali tidak mendapat penghormatan sosial dan
tidak memiliki hak apapun. Kaum laki-laki dapat saja mengawini
wanita sesuka hatinya. Bila mana seorang ayah diberitahukan
atas kelahiran seorang anak perempuan, seketika wajahnya
berubah pasi lantaran malu, terkadang meraka tega
menguburkan bayi perempuan mereka hidup-hidup. Mereka
membunuhnya lantaran rasa malu dan khawatir bahwa anak
perempuan hanya akan menimbulakan kemiskinan.
‌‫َواِ َذا بُ ِّش َر اَ َح ُدهُمۡ بِااۡل ُ ۡن ٰثى ظَ َّل َو ۡجه ُٗه ُم ۡس َو ًّدا َّوهُ َو َك ِظ ۡي ۚ ٌم‬
‌ِ ‫يَتَ َو ٰارى ِم َن ۡالقَ ۡو ِم ِم ۡن س ُۡۤو ِء َما بُ ِّش َر بِ ٖه ؕ اَيُمۡ ِس ُك ٗه َع ٰلى هُ ۡو ٍن اَمۡ يَ ُدس ُّٗه فِى التُّـ َرا‬
ؕ‫ب‬
‫اَاَل َسٓا َء َما يَ ۡح ُك ُم ۡو َن‬

• Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan


(kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah)
mukanya, dan dia sangat marah.
• Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan
buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan
memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan
menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah,
alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (Al-Nahl
(16) : 58-59)
Dalam bidang hukum, Mushthafa Sa’id Al-Khinn sebagaimana dikutip oleh
Jaih Mubarok menyebutkan bahwa bangsa Arab pra-Islam menjadikan
adat sebagai hukum dengan berbagai bentuknya. Dalam perkawinan,
mereka mengenal beberapa macam perkawinan, diantaranya:
1. Istibdha’, yaitu seorang suami meminta kepada istrinya untuk berjimak
dengan laki-laki yang dipandang mulia atau memiliki kelebihan
tertentu agar keturunannya mewarisi sifat yang dimiliki laki-laki yang
disarankan untuk berjimak tersebut.
2. Poliandri, yaitu beberapa laki-laki berjimak dengan seorang
perempuan.
3. Maqthu’, yaitu seorang laki-laki menikahi ibu tirinya setelah bapaknya
meninggal dunia.
4. Badal, yaitu tukar-menukar istri tanpa bercerai terlebih dahulu dengan
tujuan untuk memuaskan hubungan seks dan terhindar dari bosan.
5. Shighar, yaitu seorang wali menikahkan anak atau saudara
perempuannya kepada seorang laki-laki tanpa mahar.
Orang-orang Arab adalah orang-orang yang bangga, tetapi sensitif.
Kebanggan itu disebabkan bahwa bangsa Arab memiliki sastra yang
terkenal, kejayaan sejarah Arab, dan mahkota bumi pada masa klasik dan
bahasa Arab sebagai bahasa ibu yang terbaik di antara bahasa-bahasa lain
di dunia. Beberapa sifat lain bangsa Arab pra-Islam adalah sebagai berikut:
1. Secara fisik, mereka lebih sempurna dibanding orang-orang Eropa salam
berbagai organ tubuh,
2. Kurang bagus dalam pengorganisasian  kekuatan dan lemah dalam
penyatuan aksi,
3. Faktor keturunan, kearifan, dan keberanian lebih kuat dan berpengaruh,
4. Mempunyai struktur kesukuan yang diatur oleh kepala suku atau clan,
5. Tidak memiliki hukum yang reguler, kekuatan pribadi, dan pendapat suku
lebih kuat dan diperhatikan.
6. Posisi wanita tidak lebih baik dari binatang, wanita dianggap barang-
barang dan hewan ternak yang tidak mempunyai hak. Setelah menikah,
suami sebagai raja dan penguasa.
Masyarakat Arab Pra-Islam sesungguhnya memiliki
berbagai sifat dan karakter yang positif
• seperti sifat pemberani,
• kekuatan fisik yang prima,
• daya ingatan yang kuat,
• kesadaran akan harga diri dan martabat,
• cinta kebebasan,
• setia tehadap suku dan pemimpinnya,
• pola kehidupan sederhana,
• ramah-tamah, dan
• mahir dalam bersyair.
BUDAYA ARAB = BUDAYA ISLAM?
• Dalam buku Membela Islam (Abdul Raup Silahudin, 2006) menguraikan
bahwa sebenarnya Budaya Arab tidak identik dengan kaidah Islam, karena
tidak seluruh budaya Arab pra Islam dibenarkan oleh kaidah Islam. Akan
tetapi, fakta menunjukan bahwa bahasa Arab adalah bahasa Islam,
bahasa al-Qur’an dan bahasa al-Sunnah. Arabisme adalah wadah Islam
yang pertama. Rasulullah adalah orang Arab, para sahabatnya yang
terdidik di pangkuannya juga orang Arab. Titik tolak Islam pun berawal di
tanah Arab.
• Sesungguhnya, Islamlah yang telah mengeluarkan bangsa Arab dari
kegelapan menuju cahaya, mengubah mereka dari penggembala kambing
menjadi penggembala bangsa-bangsa. Islamlah yang mengajari mereka
keluar dari kebodohan, menyatukan mereka dari perpecahan, menjadikan
mereka saudara, dan menjadikan nama mereka harum dimata dunia
Syaikh Yusuf Al-Qardawi
karakteristik kebudayaan Arab-Islam.
Rabbaniyah
• Yaitu kebudayaan yang berpadu dengan aspek ketuhanan. Visi ketuhanan,
khususnya tauhid telah menyatu secara keseluruhan di dalamnya.
Akhlaqiyyah
• Unsur akhlak atau moral dalam kebudayaan ini memiliki tempat yang
sangat luas dan pengaruh yang sangat dalam. Islam memandang akhlak
sebagai buah iman yang benar dan ibadah yang ikhlas.
Insaniyah
• Diantara karakteristik lainnya insaniyyah atau kemanusiaan. Benang dan
jaringannya adalah penghormatan terhadap manusia, pemeliharaan
terhadap fitrah manusia, dan hak-hak asasi manusia.
‘Alamiyah
• Kebudayaan Islam adalah kebudayaan yang bersifat universal dan
berorientasi untuk seluruh dunia.
Tasa’muh
• Diantara hal yang menunjukan sifat universal adalah sifat tasamuh atau toleransi
yang ada didalamnya, meskipun unsur-unsur agama harus tetap dominan.
Keberagaman
• Diantara karakteristik kebudayaan ini adalah keberagaman. Ia bukanlah sekedar
kebudayaan agamis teologis, tapi merupakan kebudayaan yang luas dan beragam.
Di dalamnya ada agama dengan berbagai cabangnya, bahasa, sastra, filsafat, ilmu
alam dan aritmatika, ilmu humaniora dan berbagai cabang ilmu lainnya.
Al-Wasathiyah
• Sifat kebergaman di atas disempurnakan oleh karakter al-wasathiyah
(pertengahan) atau tawazun (keseimbangan). Kebudayaan ini mempresentasikan
jalan pertengahan antara kelebihan dengan pengabaian.
Al-Takamul
• Artinya menyempurnakan antara satu bagian dengan bagian lainnya. Wawasan
bahas mendukung wawasan agama, dan itu mensuplai wawasan humaniora, serta
semua itu memanfaatkan wawasan ilmiah.

Anda mungkin juga menyukai