Anda di halaman 1dari 18

ATRESIA ANI

KELOMPOK 10 :
1. ANGGI AMELIANI
2. MARSELINA
3. NORA SINTIA
4. SALSABILA CLARA A
5. YOLANDA NUR F
6. ZAFIRA MEYDHA

DOSEN PEMBIMBING :
NS. LINDESI YANTI S.PD,S.KEP,M.KEP,M.KES.
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. DEFINISI
Atresia ani adalah kelainan congenital dimana lubang anus tertutup secara abnormal. Atresia
ani atau anus imperforate memiliki anus tampak rata, cekung ke dalam, atau kadang berbentuk
anus tetapi lubang anus yang ada tidak terbentuk secara sempurna sehingga lubang tersebut
tidak terhubung dengan saluran rektum. Rektum yang tidak terhubung dengan anus maka feses
tidak dapat dikeluarkan dari dalam tubuh secara normal. Tidak adanya lubang anus ini karena
terjadi gangguan pemisahan kloaka pada saat kehamilan. (Purwanto,2010)
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau
tertutupnya anus secara abnormal. (Suriadi & Yuliani R,2010)
Atresia ani atau anus imperforte adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna.
Anus tampak rata atau sedikit cekung kedalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rektum. (Agung hidayat,2009)
B. ETIOLOGI
Atresia ani dapat disebabkan beberapa faktor, yaitu

1. Putusnya saluran pencernaan atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
2. Adanya kegagalan pembentukan septum urorektal secara sempurna karena gangguan
pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.

3. Gangguan organonesis dalam kandungan dimana terjadi kegagalan pertumbuhan saat


bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
4. Kelainan bawaan yang diturunkan oleh orangtua.
5. Terjadinya gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital
C. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi Klinis Pada Atresia Ani :


1. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
2. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran bayi.
3. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
4. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
5. Pengukuran suhu rektal pada bayi tidak dapat dilakukan.
D. PATOFISIOLOGI
Atresia ani terjadi dikarenakan kegagalan penurunan septum anorektal pada embrional.
Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Kloaka yang merupakan
bakal genitourinaria dan struktur anorektal berkembang awalnya dari ujung ekor dari bagian
belakang. Atresia ani sendiri terjadi karena tidak ada kelengkapan migrasi dan
perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 minggu dalam perkembangan fetal.
Kegagalan migrasi tersebut juga diakibatkan karena kegagalan dalam agenesis sakral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Di usus besar yang keluar hingga anus tidak terjadi
pembukaan sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal
mengalami obstruksi.
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga
terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina)
atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula
menuju ke vesika urinaria atau ke prostate (rektovesika).
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memperkuat diagnosis, sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologi
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal
2. Sinar X terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.

3. Ultrasound untuk abdomen

Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari
adanya faktor ferisible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.

4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
G. Komplikasi

1. Asidosis hiperkloremia.
2. erusakan uretra (akibat prosedur bedah).
3. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
4. Komplikasi jangka panjang yaitu
a. eversi mukosa anal
b. stenosis (akibat konstriksi jaringan perut dianastomosis).
c. infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.

d. Prolaps mukosa anorektal


H. PENATALAKSANAAN
1. PENTALAKSANAAN MEDIS
a. Terapi pembedahan bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan defek.
b. Pemberian cairan parenteral seperti KAEN 3B
c. Pemberian antibiotik seperti cefotaxim dan garamicin untuk mencegah infeksi pada pasca operasi.
d. Pemberian vitamin c untuk daya tahan tubuh.

2. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

a. Monitor status hidrasi (keseimbangan cairan tubuh intake dan output) dan ukur TTV tiap 3 jam
b. Lakukan monitor status gizi
c. Lakukan perawatan colostomi, ganti colostomi bag bila ada produksi, jaga kulit tetap kering.
d. Atur posisi tidur bayi kearah letak kolostomi
e. Berikan penjelasan pada keluaga tentang perawatan colostomi
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN

1. Biodata Klien

2. Riwayat

a. Riwayat kesehatan sekarang

b. Riwayat kesehatan masa lalu

3. Riwayat tumbuh kembang

a. BB lahir abnormal

b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tuumbuh

kembang pernah mengalami trauma saat sakit

c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal

d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium


4. Pola nutrisi – Metabolik

5. Pola eliminasi

6. Pola aktivitas dan Latihan

7. Pola persepsi kognitif

8. Pola tidur dan istirahat

9. Konsep diri dan persepsi diri

10. Peran dan pola hubungan

11. Pola reproduktif dan sexsual

12. Pola pertahanan diri

13. Pola keyakinan dan nilai

14. Pemeriksaan fisik


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Resiko defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah.
b.Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan, pengeluaran inter Leukin I.

c.Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan


d.Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI


Resiko defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
keperawatan selama 3x24 jam maka  
status nutrisi membaik dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Identifikasi status nutrisi
1. Porsi makanan yang dihabiskan 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
meningkat makanan
2. Perasaan cepat kenyang menurun 3. Identifikasi makanan yang
3. Berat badan indeks massa tubuh disukai
(IMT) membaik 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
4. Frekuensi makan membaik jenis nutrient
5. Nafsu makan membaik 5. Identifikasi perlunya penggunaan
selang nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Teraputik

1. Lakukan oral hygiene sebelum


makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis. Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
4. Berikan makan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
7. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
Hipertermi Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia
keperawatan selama 3x24 jam maka  
termoregulasi membaik dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Identifkasi penyebab hipertermi
1. Menggigil menurun (mis. dehidrasi terpapar lingkungan
2. Suhu tubuh membaik panas penggunaan incubator)
3. Suhu kulit membaik 2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor kadar elektrolit
4. Monitor haluaran urine
Teraputik
1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering
jika mengalami hiperhidrosis (keringat
berlebih)
6. Lakukan pendinginan eksternal (mis.
selimut hipotermia atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada, abdomen,aksila)
7. Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
8. Batasi oksigen, jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi
1. Kolaborasi cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3x24 jam maka  
tingkat nyeri menurun dengan Observasi
kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
1. Keluhan nyeri menurun durasi, frekuensi, kualitas,
2. Meringis menurun intensitas nyeri
3. Sikap protektif menurun 2. Identifikasi skala nyeri
4. Gelisah menurun 3. Identifikasi respon nyeri non
5. Kesulitan tidur menurun verbal
6. Frekuensi nadi membaik 4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangan jenis dan sumber
nyeri

Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
3. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu

Anda mungkin juga menyukai