N O M O R 78 TAHUN 2014
TENTANG
6. Peraturan Menteri . . .
-2-
M E M U TUS K AN :
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Bayi Baru Lahir adalah bayi umur 0 sampai dengan 28 hari.
2. Hipotiroid Kongenital yang selanjutnya disingkat H K , adalah keadaan
menurun atau tidak berfungsinya kelenjar tiroid yang didapat sejak bayi
baru lahir. Hal ini terjadi karena kelainan anatomi atau gangguan
metabolisme pembentukan hormon tiroid atau defisiensi iodium.
3. Skrining Hipotiroid Kongenital yang selanjutnya disingkat S H K , adalah
skrining/uji saring untuk memilah bayi yang menderita HK dari bayi yang
bukan penderita.
4. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahaan, Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.
6. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di
bidang kesehatan.
Pasal 2
Tugas dan tanggung jawab Pemerintah terhadap Skrining Hipotiroid
Kongenital, meliputi :
a . penyusunan . . .
-3-
Pasal 3
Tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dalam skrining
hipotiroid kongenital meliputi :
e. pengelolaan dan fasilitasi Skrining Hipotiroid Kongenital skala provinsi
dan lintas kabupaten/kota;
f. pembinaan manajemen Skrining Hipotiroid Kongenital dengan membentuk
kelompok kerja daerah tingkat provinsi;
g. rekapitulasi laporan hasil Skrining di tingkat kabupaten/kota dan
mengoordinasikannya dengan Pokjanas; dan
h. koordinasi dan advokasi dukungan sumber daya manusia, sarana,
prasarana, dan pembiayaan penyelenggaraan Skrining Hipotiroid
Kongenital skala provinsi dan lintas kabupaten/kota.
Pasal 4
Tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota dalam skrining
hipotiroid kongenital meliputi:
i. pelaksana, penanggung jawab, fasilitasi, koordinator, monitoring dan
evaluasi pelaksanaan Skrining Hipotiroid Kongenital;
j. pengelolaan dan penyelenggaraan Skrining Hipotiroid Kongenital di
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan rujukan;
k. penyelenggaraan manajemen Skrining Hipotiroid Kongenital mengenai
perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi sesuai standar,
melalui pembentukan tim koordinasi kabupaten/kota;
l. penyediaan tenaga kesehatan pelaksana proses Skrining di seluruh
Puskesmas dan rumah sakit kabupaten/kota;
m. rekapitulasi laporan hasil Skrining setiap fasilitas pelayanan kesehatan
dan mengoordinasikannya dengan Pokjada provinsi; dan
n. penyediaan sumber daya manusia, sarana, prasarana, dan pembiayaan
penyelenggaraan Skrining Hipotiroid Kongenital skala kabupaten/kota,
dimulai dari penyediaan kertas saring.
Pasal 5 . . .
-4-
Pasal 5
(1) Skrining Hipotiroid Kongenital ditujukan untuk mencegah terjadinya
hambatan pertumbuhan dan retardasi mental pada bayi baru lahir.
(2) Skrining Hipotiroid Kongenital sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pada bayi usia 48 (empat puluh delapan) sampai 72 (tujuh
puluh dua) jam.
(3) Skrining Hipotiroid Kongenital sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Pasal 6
(4) Pelaksanaan Skrining Hipotiroid Kongenital dilakukan melalui tahapan:
a. praskrining;
b. proses skrining; dan
c. pascaskrining.
(5) Praskrining sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
melalui sosialisasi, advokasi, dan evaluasi termasuk pelatihan.
(6) Pascaskrining sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan
tes konfirmasi terhadap bayi yang telah dilakukan skrining.
(7) Tes konfirmasi sebagaimana dimaksud pada (3) bertujuan
untuk menegakkan diagnosis H K pada bayi dengan hasil skrining tidak
normal.
Pasal 7
Pedoman Skrining Hipotiroid Kongenital sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.
Pasal 8
(8) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan Skrining
Hipotiroid Kongenital wajib melakukan pencatatan dan pelaporan.
(9) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara berjenjang dari fasilitas pelayanan kesehatan, tingkat
kabupaten/kota, tingkat provinsi, sampai tingkat pusat.
(10) Pencatatan dan pelaporan di fasilitas pelayanan kesehatan, di tingkat
kabupaten/kota, dan di tingkat provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dengan menggunakan Formulir VI, Formulir VIII, dan Formulir IX
terlampir.
Pasal 9 . . .
-5-
Pasal 9
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Ditetapkan di J a kar ta
pada tanggal 17 Oktober 2014
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
NAFSIAH MBOI
Diundangkan di J a kar ta
pada tanggal 29 Oktober 2014
MENTERI H U KU M DAN HAK ASASI
MANUSIA, REPUBLIK INDONESIA,
ttd
YASONNA H . LAOLY
BERITA N EGAR A
REPUBLIK INDONESIA TAHUN
2014 N O M O R 1751
-6-
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
N O M O R 78 TAHUN 2014
TENTANG
SKRINING HIPOTIROID
KONGENITAL
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan merupakan investasi untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Dalam Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan J a n g k a Panjang Nasional
(RPJP-N) dinyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan S D M yang
berkualitas dan berdaya saing, ma ka kesehatan bersama-sama dengan
pendidikan dan peningkatan daya beli keluarga/masyarakat adalah
tiga pilar utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia.
Deteksi dini kelainan bawaan melalui skrining bayi baru lahir (SBBL)
merupakan salah satu upaya mendapatkan generasi yang lebih baik.
Skrining atau uji saring pada bayi baru lahir (Neonatal Screening)
adalah tes yang dilakukan pada saat bayi berumur beberapa hari
untuk memilah bayi yang menderita kelainan kongenital dari bayi
yang sehat. Skrining bayi baru lahir dapat mendeteksi adanya
gangguan kongenital sedini mungkin, sehingga bila ditemukan dapat
segera dilakukan intervensi secepatnya.
Di Indonesia, diantara penyakit-penyakit yang bisa dideteksi dengan
skrining pada bayi baru lahir, Hipotiroid Kongenital (HK) merupakan
penyakit yangdan
laboratorium cukup banyak ditemui.
pengobatan sebelum Kunci keberhasilan 1pengobatan
anak berumur bulan. H K
anak dengan HK adalah dengan deteksi dini melalui pemeriksaan
sendiri sangat jarang memperlihatkan gejala klinis pada awal
kehidupan. Pada kasus dengan keterlambatan penemuan dan
pengobatan dini, anak akan mengalami keterbelakangan mental
dengan kemampuan IQ dibawah 70. Hal ini akan berdampak serius
pada masalah sosial anak. Anak tidak ma mp u beradaptasi di sekolah
formal dan menimbulkan beban ganda bagi keluarga dalam
pengasuhannya. Ba hkan negara akan mengalami kerugian dengan
-7-
B. T U J UA N
1. Tujuan U m u m
Seluruh bayi baru lahir di Indonesia mendapatkan pelayanan
Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) sesuai standar.
2. Tujuan Khus us
a. Tersedianya pedoman penyelenggaraan pelayanan S H K
b. Tersedianya pedoman penyelenggaraan laboratorium S H K
c. Meningkatnya akses, cakupan serta kualitas pelayanan S H K
d. Tersedianya jejaring laboratorium rujuka n
untuk Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) pada bayi baru
lahir.
A. ARAH KE BIJAK AN S H K
Arah kebijakan S H K merupakan bagian dari arah kebijakan program
kesehatan anak secara u m u m . Mewujudkan anak yang sehat sebagai
modal dasar s u m yang berkualitas melalui upaya peningkatan derajat
kesehatan anak secara optimal. Kebijakan ini diwujudkan melalui
upaya peningkatan kelangsungan hidup dan kualitas hidup anak.
Skrining Hipotiroid Kongenital merupakan bagian dari upaya
peningkatan kualitas hidup anak.
Kebijakan Program S H K yaitu :
1. Meningkatkan akses dan cakup an S H K pada seluruh bayi baru
lahir dalam rangka meningkatkan kualitas hidup anak
2. Menjaga kualitas penyelenggaraan S H K di pelayanan kesehatan
dasar dan rujukan, baik pemerintah maup un swasta
3. Menjaga agar biaya pemeriksaan S H K tetap cost effective
4. Mendorong peran serta masyarakat, pemerintah
daerah dan pemerintah dalam penyelenggaraan S H K .
A. HIPOTIROID KONGENITAL
Hipotiroid kongenital adalah keadaan menurun atau tidak
berfungsinya kelenjar tiroid yang didapat sejak bayi baru lahir. Hal ini
terjadi karena kelainan anatomi atau gangguan metabolisme
pembentukan hormon tiroid atau defisiensi iodium.
Hormon Tiroid yaitu Tiroksin yang terdiri dari Tri-iodotironin (T3) dan
Tetra-iodotironin (T4), merupakan hormon yang diproduksi oleh kelenjar
tiroid (kelenjar gondok). Pembentukannya memerlukan mikronutrien
iodium. Hormon ini berfungsi untuk mengatur produksi panas t ubuh,
metabolisme, pertumbuhan tulang, kerja jantung, syaraf, serta
p e r t u m b u h a n d a n p e rkemb an ga n otak. Dengan demikian hormon ini
sangat penting peranannya pada bayi dan anak yang sedang tumb uh.
Kekurangan hormon tiroid pada bayi dan masa awal kehidupan, bisa
mengakibatkan hambatan pertumbuhan (cebol/stunted) dan retardasi
mental (keterbelakangan mental).
Perjalanan hormon tiroid dalam kandungan dapat dijelaskan sebagai
berikut. Selama kehamilan, plasenta berperan sebagai media
transportasi elemen-elemen penting untuk perkembangan janin.
Thyroid Releasing Hormone (TRH) dan iodium – yang berguna untuk
membantu pembentukan Hormon Tiroid (HT) janin – bisa bebas
melewati plasenta. Demikian juga hormon tiroksin (T4). Namun
disamping itu, elemen yang merugikan tiroid janin seperti antibodi
(TSH receptor antibody) dan obat anti tiroid yang dimakan ibu, juga
dapat melewati plasenta. Sementara, TSH , yang mempunyai peranan
penting dalam pembentukan dan produksi HT, justru tidak bisa
melewati plasenta. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
keadaan hormon tiroid dan obat-obatan yang sedang dikonsumsi ibu
sangat berpengaruh terhadap kondisi hormon tiroid janinnya.
Bayi H K yang baru lahir dari ibu bukan penderita kekurangan iodium,
tidak menunjukkan gejala yang khas sehingga sering tidak
terdiagnosis. Hal ini terjadi karena bayi masih dilindungi hormon tiroid
ibu melalui plasenta.
-13-
B. DAMPAK
Secara garis besar dampak hipotiroid kongenital dapat dibagi menjadi
3 yaitu:
1. Damp ak terhadap Anak.
Bila tidak segera dideteksi dan diobati, maka bayi akan mengalami
kecacatan yang sangat merugikan kehidupan berikutnya. Anak
akan mengalami gangguan pertumbuhan fisik secara keseluruhan,
dan yang paling menyedihkan adalah perkembangan mental
terbelakang yang tidak bisa dipulihkan.
2. Damp ak terhadap Keluarga.
-15-
Pada bagian ini akan dibahas tentang KIE, proses skrining, dan tindak
lanjut hasil skrining. Pembahasan tentang laboratorium, tatalaksana
ka sus, dan pengorganisasian akan dibahas pada bab tersendiri.
B. P R O S E S SKRINING
Secara garis besar Skrining Bayi Baru Lahir meliputi proses :
Persiapan
Pengambilan spesimen
Tata laksana spesimen
Skrining Bayi baru Lahir dengan kondisi khus us.
-17-
1. Persiapan
a. Persiapan Bayi dan Keluarga
Memotivasi keluarga, ayah/ibu bayi baru lahir sangat penting.
Penjelasan kepada orangtua tentang skrining pada bayi baru
lahir dengan pengambilan tetes darah tumit bayi dan
keuntungan skrining ini bagi masa depan bayi akan mendorong
orangtua untuk ma u melakukan skrining bagi bayinya.
b. Persetujuan/Penolakan
1) Persetujuan (informed consent)
Persetujuan (informed consent) tidak perlu tertulis khusus ,
tetapi dicantumkan bersama-sama dengan persetujuan
tindakan medis lain pada saat bayi ma suk ke ruang
perawatan bayi.
2) Penolakan (dissent consent/refusal consent)
Bila tindakan pengambilan darah pada B BL ditolak, maka
orangtua harus menandatangani formulir penolakan. Hal ini
dilakukan agar jika di kemudian hari didapati bayi yang
bersangkutan menderita H K , orangtua tidak akan menuntut
atau menyalahkan tenaga kesehatan dan/atau fasilitas
pelayanan kesehatan. Contoh formulir penolakan dapat
dilihat pada formulir 1.
Formulir ini harus disimpan pada rekam medis bayi. Bila
kelahiran dilakukan di rumah, bidan/penolong persalinan
harus tetap meminta orangtua menandatangani atau
membubuhkan cap jempol pada formulir “Penolakan” yang
dibawa dan harus disimpan dalam arsip di fasilitas
pelayanan kesehatan tempatnya bekerja. Penolakan dapat
terjadi terhadap skrining ma up un test konfirmasi. J u m l a h
penolakan tindakan pengambilan spesimen
formulirnya darah dan harus dilaporkan
secara B BL berjenjang
koordinator Skrining pada
tingkat provinsi/kabupaten/kota,
melalui koordinator tingkat puskesmas setempat pada bulan
berikutnya.
c. Persiapan Alat
Alat yang akan digunakan harus dipersiapkan terlebih dahulu.
Alat tersebut terdiri dari:
Sarung tangan steril non powder
-18-
Lancet
Kotak limbah tajam/safety
box
Kertas saring
Kapas
Alkohol 70% atau alcohol
swab
Kasa steril
Rak pengering
7
3 4
5
8
2
6
1
d. Persiapan diri
Dalam melakukan spesimen, petugas perlu
pengambilan memperhatikan hal-
hal dibawah ini :
S e mua bercak darah berpotensi untuk menularkan infeksi.
Oleh karena itu harus berhati-hati dalam penanganannya.
Meja yang digunakan untuk alas menulis identitas pada
kartu kertas saring harus diberi alas plastik atau laken dan
harus diganti atau dicuci setiap hari. Hal ini perlu dilakukan
untuk mencegah terjadinya kontaminasi spesimen darah ke
kertas saring lainnya.
G u n a k a n alat pelindung diri (APD) saat penanganan
spesimen
Sebelum dan setelah menangani spesimen, biasakan
mencuci tangan memakai sabun dan air bersih mengalir,
-19-
Data spesimen :
- Tanggal/bulan/tahun, 2 digit (contoh : 8
Februari 2006
→ 08/02/06)
- Data jam diambil spesimen : jam : menit
(contoh : 10:15)
- Spesimen diambil dari darah tumit atau vena
Keterangan lain, bila ada bisa ditambahkan:
- Transfusi darah (ya/tidak)
- Ibu minum obat anti tiroid saat hamil
- Ada atau tidak kelaianan bawaan pada bayi
- Bayi sakit (dengan perawatan di NICU)
- Bayi mendapat pengobatan atau tidak. Bila mendapat
pengobatan, sebutkan.
-22-
Gambar 1 Gambar
2
Bersihkan daerah yang akan ditusuk dengan antiseptik kapas
alkohol 70%, biarkan kering (gambar 3)
Tusuk tumit dengan lanset steril sekali pakai dengan ukuran
kedalaman 2 mm . G u n a k a n lanset dengan ujung berbentuk
pisau (blade tip lancet) (gambar 4a dan 4b)
-24-
Gambar 3 Gambar 4 a
Gambar 5
Gambar 6
Selanjutnya teteskan darah ke tengah bulatan kertas saring
sampai bulatan terisi penuh dan tembus kedua sisi.
Hindarkan tetesan darah yang berlapis-lapis (layering). Ulangi
meneteskan darah ke atas bulatan lain. Bila darah tidak
cukup , lakukan tusukan di tempat terpisah dengan
menggunakan lanset baru. (gambar 7). Agar bisa diperiksa,
dibutuhkan sedikitnya satu bulatan penuh spesimen darah
kertas saring.
Sesudah bulatan kertas saring terisi penuh, tekan bekas
tusukan dengan kasa/kapas steril sambil mengangkat tumit
bayi sampai berada diatas kepala bayi. (gambar 8). Bekas
tusukan diberi plester ataupun pembalut hanya jika
diperlukan.
PERHATIAN
Bila terjadi kesalahan pengambilan spesimen, maka harus dilakukan
pengambilan spesimen ulangan sebelum dikirim
(resample) laboratorium S H K . ke
3. Tatalaksana Spesimen
a . Metode Pengeringan Spesimen
Proses setelah mendapatkan spesimen:
Segera letakkan di rak pengering dengan posisi horisontal
atau diletakkan di atas permukaan datar yang kering dan
tidak menyerap (non absorbent)
Biarkan spesimen mengering (warna darah merah gelap)
Sebaiknya biarkan spesimen di atas rak pengering sebelum
dikirim ke laboratorium
J a n g a n menyimpan spesimen di dalam laci dan kena panas
atau sinar matahari langsung atau dikeringkan dengan
pengering
J a n g a n meletakkan pengering berdekatan dengan bahan-
bahan yang mengeluarkan uap seperti cat, aerosol, dan
insektisida
-28-
b. Pengiriman/Transportasi Spesimen
Setelah kering spesimen siap dikirim. Ketika spesimen akan
dikirim, ma sukka n ke dalam kantong plastik zip lock. S a t u
lembar kertas saring dimasukkan ke dalam satu plastik Dapat
juga dengan menyusun kertas saring secara berselang–seling
untuk menghindari agar bercak darah tidak saling
bersinggungan, atau taruh kertas diantara bercak darah.
M a sukkan ke dalam amplop dan sertakan daftar spesimen
yang dikirim.
Amplop berisi spesimen dimasukkan ke dalam kantong
plastik agar tidak tertembus cairan/kontaminan sepanjang
perjalanan.
Pengiriman dapat dilakukan oleh petugas pengumpul
spesimen atau langsung dikirim melalui layanan jasa
pengiriman yang tersedia.
Spesimen dikirimkan ke laboratorium S H K yang telah
ditunjuk oleh kementerian kesehatan.
Pengiriman tidak boleh lebih dari 7 (tujuh) hari sejak
spesimen diambil. Perjalanan pengiriman tidak boleh lebih
dari 3 hari.
-29-
C. TINDAK L AN J U T SKRINING
1. Hasil Tes Laboratorium
Beberapa kemungkinan hasil TSH
a. Kadar TSH < 20 µU/mL
Bila tes konfirmasi mendapatkan hasil kadar TSH kurang dari
20 µU/mL, maka hasil dianggap normal dan akan disampaikan
kepada pengirim spesimen dalam waktu 7 hari.
b. Kadar TSH antara ≥ 20 µU/mL
Nilai TSH yang demikian menunjukkan hasil yang tinggi,
sehingga perlu pengambilan spesimen ulang (resample) atau
dilakukan pemeriksaan DU P LO (diperiksa dua kali dengan
spesimen yang sama, kemudian diambil nilai rata-rata). Bila
pada hasil pengambilan ulang didapatkan:
Kadar TS H < 20 µU/mL, maka hasil tersebut dianggap
normal.
kadar TSH ≥ 20 µU/mL, maka harus dilakukan pemeriksaan
TSH dan FT4 serum, melalui tes konfirmasi.
Hasil pemeriksaan disampaikan kepada koordinator fasilitas
kesehatan sesegera mungkin oleh laboratorium S H K
Dokumentasi merupakan fungsi yang sangat penting dari komponen
tindak lanjut. Dokumentasi harus menggambarkan proses kegiatan
penelusuran pasien (tempat tinggal pasien, tempat dilahirkan), hasil
skrining dan tes diagnostik, tanggal dimulainya pengobatan, dosis,
dokter penanggung jawab, dan sebagainya. Harus diupayakan agar
-31-
hasil uji saring dicantumkan di dalam rekam medis bayi. Bila hasil
pemeriksaan tidak dapat dimasukkan ke dalam rekam medis bayi,
sebaiknya dilakukan pencatatan dalam register di ruang bayi atau
b uku KIA.
2. Pelacakan Kasus
Hal pertama yang harus dilakukan ketika mendapatkan hasil tes
tinggi adalah sesegera mungkin menghubungi orang tua bayi yang
bersangkutan. Tugas dari tim tindak lanjut bayi dengan hasil tes
tinggi ialah mencari tempat tinggal bayi tersebut dan memfasilitasi
pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis.
Beberapa kesepakatan penginformasian hasil pemeriksaan
laboratorium S HK :
pemberitahuan segera hanya diberikan bila hasil tinggi. Bila
tidak ada pemberitahuan, menunjukkan bahwa hasil
pemeriksaan normal.
hasil pemeriksaan tiap pasien dari laboratorium S H K
disampaikan melalui fasilitas pelayanan kesehatan pengirim
spesimen. Hasil ini akan disampaikan ke pasien yang
bersangkutan.
3. Tes Konfirmasi
Tes konfirmasi dilakukan untuk menegakkan diagnosis H K pada
bayi dengan hasil skrining tidak normal. Tes konfirmasi sebaiknya
dilakukan di laboratorium S H K tempat pemeriksaan skrining. Bila
hal ini tidak memungkinkan, tes konfirmasi dapat dilakukan di
laboratorium klinik untuk memeriksa TSH atau FT4 serum dengan
metode ELISA/FEIA kuantitatif.
A. DIAG NOS IS
J i k a Kadar TSH tinggi disertai kadar T4 atau FT4 rendah, ma ka dapat
ditegakkan diagnosis hipotiroid kongenital primer sehingga harus
-32-
Kesulitan minum
Hipotonia
(sering tersedak)
Fontanel posterior
Kulit teraba dingin melebar
Teliti tanda/gejala
Edema
lain
Refleks lambat
Goiter
3. Pemeriksaan Penunjang
Bila memungkinkan, lakukan pemeriksaan penunjang:
Sidik tiroid (menggunakan 131 I atau 99m Tc)
U S G tiroid
Pemeriksaan radiologi (pencitraan), pemeriksaan pertumbuhan
tulang (sendi lutut). Tidak tampaknya epifisis pada lutut
menunjukkan derajat hipotiroid dalam kandungan
Pemeriksaan anti tiroid antibodi bayi dan ibu, bila ada riwayat
penyakit autoimun tiroid.
Pemeriksaan kadar thyroglobulin serum
Konsultasikan kepada tim ahli (dokter spesialis anak konsultan
endokrin) di Kelompok Kerja (pokja) S H K tingkat provinsi, jika
diperlukan.
B . PENGOBATAN
Pengobatan dengan L-T4 diberikan segera setelah hasil tes konfirmasi.
Bayi dengan H K berat diberi dosis tinggi, sedangkan bayi dengan HK
ringan atau sedang diberi dosis lebih rendah. Bayi yang menderita
kelainan jantung, mulai pemberian 50% dari dosis, kemudian
dinaikkan setelah 2 minggu.
-34-
L-T4 (microgram/kg
Usia BB)
0 -3 bulan 10 -15
3 -6 bulan 8 -10
6 - 12 bulan 6-8
1 -5 tahun 5-6
6 - 12 tahun 4-5
>12 tahun 2–3
Pertumbuhan/antropometri , perkembangan,
perilaku, psikomotor, fungsi mental dan kognitif, tes
pendengaran dan penglihatan sesuai dengan petunjuk
pedoman stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang
(SDIDTK).
U mur tulang (tiap tahun).
Konseling genetika dilakukan hanya bila diperlukan.
Apabila diagnosis etiologik belum ditegakkan, maka pada umur 3
tahun dilakukan evaluasi ulang untuk menentukan apakah
pengobatan harus seumur hidup (pada kelainan disgenesis tiroid)
atau dihentikan (kelainan tiroid karena antibodi antitiroid). J i k a
perlu evaluasi ulang : konsul dokter spesialis anak konsultan
endokrin.
Tindak lanjut jangka pendek dimulai dari hasil laboratorium (hasil
tinggi) dan berakhir dengan pemberian terapi hormon tiroid
(tiroksin). Tindak lanjut jangka panjang diawali sejak pemberian
obat dan berlangsung seumur hidup pada kelainan yang
permanen.
C. P RO S E D U R PEMERIKSAAN
1. Tahapan pra analitik
a. Penanganan spesimen darah kertas saring di laboratorium
Spesimen yang diterima harus diperiksa apakah memenuhi
syarat, baik dari sisi teknis ma up un administratif (data di
kertas saring terisi lengkap). Bila belum langsung dianalisis,
kertas saring harus disimpan dimasukkan ke dalam kantong
plastik kedap udara (plastik zip lock) dan disimpan dalam s u h u
2-8°C maksimal 1 tahun, atau dalam s u h u -20°C dalam jangka
waktu lebih lama. S e mua spesimen harus diregistrasi dan
diberi nomor laboratorium/rekam medik agar dapat ditelusuri.
Label/identitas laboratorium berisi nama pasien, nomor rekam
medik, tanggal lahir pasien, tanggal penerimaan (bila spesimen
perlu disimpan).
b. Spesifikasi kertas saring
Nama pabrik dan nomor lot harus tertera pada kertas saring.
Hal ini penting unt uk memantau mutu kertas saring. Kertas
saring dibeli secara komersial saja jangan mencetak sendiri
-40-
Peralatan
1) Alat pelobang kertas saring (puncher) dapat melubangi
dengan diameter 3 mm .
2) Tip kuning dan biru
3) Vortex mixer
4) Pinset
5) Washer
6) Mikropipet
7) Beaker glass
8) Microplate holder
9) Inkubator untuk microplate
10) Sealer ( penutup microplate)
11) Cotton pa d/ absorbant paper
12) Fluorometer
13) Sarung tangan
14) Timer
15) Kertas print out
Reagen
16) Aqua destilata
17) Kalibrator pemeriksaan TSH
18) Kontrol pemeriksaan TSH
19) Conjugate berlabel
20) Enhancement
21) Stop solution
22) Sample buffer
23) Wash buffer
Cara Kerja
Ca ra kerja mengikuti prosedur kerja sesuai dengan kit insert
setiap reagen yang digunakan
Interpretasi Hasil
Bila ≥20 µU/mL akan dilakukan pemeriksaan ulang dengan
spesimen sama, bila masih ≥20 µU/mL akan diambil darah
ulang. Bila memungkinkan diambil darah heel prick dan serum
untuk konfirmasi secara chemiluminescence di alat lain. Bila
-45-
No :
Laboratorium :
No rekam medis :
Nama :
Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin :
Nama orang tua :
Nama pengirim :
Nama fasyankes pengirim :
Alamat fasyankes pengirim :
Tanggal bahan diterima : (nilai rujukan: < 20 µU/mL)
TSH :
Kesimpulan
Penanggung jawab :
laboratorium
c. Pendokumentasian:
Arsip yang perlu didokumentasikan :
1) formulir permintaan pemeriksaan
2) lembar/buku bukti penerimaan spesimen/buku ekspedisi
-46-
D . PEMANTAPAN M UTU
sebagai
Pemantapan mut u dilakukan melalui tahapan -
tahapan berikut :
1. Pemantapan Mutu Internal (PMI)
PMI adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang
dilaksanakan oleh masing-masing laboratorium secara
menerus agar tidak terjadi atau mengurangi terus
kejadian
penyimpangan sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat.
a. Faktor yg berpengaruh pada PMI
Berapa faktor yang mempengaruhi pemantapan mut u internal
antara lain komitmen untuk mencapai hasil yang bermutu,
fasilitas, dana, petugas yang kompeten, tindakan kontrol
terhadap faktor pra analitik, analitik dan pasca analitik,
monitoring kontrol dengan statistik serta adanya mekanisme
pemecahan masalah.
b. Kegiatan pada PMI
1) Kontrol Pra Analitik
Menilai kualitas bahan kontrol dan spesimen pasien.
2) Kontrol Analitik
Monitoring proses analitik yaitu dengan melakukan uji
ketelitian dan ketepatan dengan menggunakan bahan
kontrol.
Dalam penggunaan bahan kontrol, pelaksanaannya harus
diperlakukan sama dengan bahan pemeriksaan spesimen,
tanpa perlakuan khus us baik alat, metode pemeriksaan,
reagen ma up un tenaga pemeriksa.
Dalam melaksanakan uji ketelitian dan ketepatan ini
digunakan bahan kontrol assayed, sekurang kurangnya
-47-
VII.PENGORGANISASIAN
A. M EKANIS ME K E R J A J E J A R I N G
Dalam mendukung kelancaran pelaksanaan S H K , perlu ada jejaring
kemitraan yang merupakan jejaring kerjasama. Oleh karena itu, pada
tahap pengembangan program, perlu dibuat Kelompok Kerja (pokja)
S H K baik di tingkat pusat ma up un di daerah. Pokja bersifat adhoc,
berfungsi untuk mendukung kelancaran pelaksanaan program S H K di
fasilitas pelayanan kesehatan dan di laboratorium S H K serta
memperkuat upaya peningkatan program S H K sampai menjadi
program nasional.
Diagram pada lampiran 2 menunjukan mekanisme kerjasama pokja
S H K baik di tingkat pusat ma up un di daerah.
Di tingkat pusat, Kementerian Kesehatan menjadi penanggung jawab
program S H K . Di tingkat provinsi, bidang yang menangani program
kesehatan anak di dinas kesehatan menjadi penanggung jawab
program S H K . Demikian halnya di tingkat kabupaten/kota, tanggung
jawab sebagai koordinator diserahkan kepada bidang yang menangani
program kesehatan anak di dinas kesehatan kabupaten/kota.
1. Di Tingkat Pusat
Pokja S H K di tingkat pusat disebut Kelompok Kerja Nasional
(Pokjanas) S H K , dibentuk melalui surat keputusan Menteri
Kesehatan, dan keanggotaannya merupakan wakil dari lintas
program serta lintas sektor terkait, organisasi profesi (IDAI, POGI,
IDI, P D S PATKLIN, IBI, PPNI, PATELKI, dll) dan akademisi. Peran
Pokjanas S H K adalah sebagai pusat pengkajian, pengembangan,
dan monitoring evaluasi pelaksanaan kebijakan program S H K .
Kementerian Kesehatan bertugas sebagai koordinator pelaksanaan
program S H K bertanggung jawab terhadap implementasi kebijakan
program S H K secara nasional.
Kegiatan yang dilakukan meliputi :
-50-
2. Di Tingkat Provinsi
Pokja S H K di tingkat provinsi disebut Pokjada, dibentuk melalui
surat keputusan gubernur atau kepala dinas kesehatan, dan
keanggotaannya terdiri dari perwakilan yang berasal dari lintas
program terkait, lintas sektor terkait dan organisasi profesi (cabang
IDAI, POGI, IDI, P D S PATKLIN, IBI, PPNI, PATELKI, dll) serta
akademisi. Peran Pokjada adalah sebagai pusat konsultasi dan
koordinasi pelaksanaan program S H K di wilayah provinsi yang
bersangkutan. Mekanisme kerjasama jejaring dalam Pokja S H K di
tingkat provinsi di bawah koordinasi dinas kesehatan provinsi,
dalam
terkait hal ini adalah
langsung bidang program
dengan yang mempunyai
kesehatantugas
a n adan
k , fungsi
selaku
penanggung jawab program S H K .
Kegiatan yang dilakukan oleh penanggung jawab program S H K di
dinas kesehatan provinsi, meliputi :
a. Penyediaan kebutuhan program S H K melalui APBN, APBD atau
sumber dana lainnya yang tidak mengikat.
b. Mendukung penyiapan fasilitator S H K , melatih tenaga
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan,
dan kesehatan di tingkat kabupaten/kota. tenaga
c. Melakukan monitoring dan evaluasi program
S H KBekerjasama
. d. dengan Pokjada untuk mendukung pelaksanaan
program S H K di tingkat provinsi yaitu :
1) Advokasi program S H K kepada penentu kebijakan
2) Sosialisasi program S H K
3) Koordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten/kota dan
fasilitas pelayanan kesehatan dalam pelacakan pasien
dengan hasil skrining tinggi agar dapat dilakukan tes
konfirmasi.
-51-
3. Di Tingkat Kabupaten/Kota
Di tingkat kabupaten/kota, tugas koordinasi dilakukan oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota yang bersangkutan. Pelaksana
koordinasi dapat dilakukan oleh bidang yang menangani langsung
program kesehatan anak. Bidang ini berkoordinasi dengan
pelaksana kegiatan skrining antara lain rumah sakit, puskesmas,
rumah bersalin, bidan praktik mandiri, laboratorium dengan
melibatkan organisasi profesi di daerah (IDI, IDAI, IBI, P OG I, P D S
PATKLIN, PPNI, PATELKI dll)
Selain itu, dinas kesehatan kabupaten/kota bertanggung jawab
atas pelaksanaan kegiatan program S H K di wilayah
kabupaten/kota. Kegiatan yang dilakukan untuk mendukung
program S H K di tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota, yang
meliputi:
a. Merencanakan dan menyediakan kebutuhan program S H K
dengan dana APBD atau sumber dana lainnya yang tidak
mengikat.
b. Melakukan pelatihan S H K bagi tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan yang berada di wilayah kerjanya.
c. Mendorong fasilitas pelayanan kesehatan swasta dan
masyarakat yang ma mp u untuk melaksanakan S H K secara
mandiri
d. Melakukan monitoring dan evaluasi program S H K .
e. Bekerjasama dengan pihak terkait untuk mendukung
pelaksanaan program S H K , melalui:
1) advokasi program S H K kepada penentu kebijakan
2) sosialisasi program S H K
3) Koordinasi dengan dinas kesehatan provinsi dan fasilitas
pelayanan kesehatan dalam pelacakan pasien dengan hasil
skrining tinggi agar dapat dilakukan tes konfirmasi.
f. Melakukan koordinasi dengan dinas kesehatan provinsi dan
laboratorium S H K , termasuk pembuatan kontrak kerjasama.
-52-
B. LOGISTIK S H K
Logistik skrining hipotiroid kongenital meliputi obat dan alat kesehatan
serta sarana penunjang yang dibutuhkan dalam melaksanakan
skrining hipotiroid kongenital di fasilitas pelayanan kesehatan.
Obat dan Alat kesehatan yang dipergunakan dalam skrining hipotiroid
kongenital adalah
Kertas saring dengan plastik zip lock
-53-
lanset,
kapas alkohol 70%, alcohol s w a b
kasa steril
sarung tangan
rak pengering spesimen darah,
safety box/kotak limbah tajam
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
NAFSIAH M BOI
FORMULIR I
Contoh formulir penolakan (dissent consent/refusal consent)
(Nama jelas)
Mengetahui
Petugas
fasilitas
pelayanan
kesehatan
(Nama jelas)
FORMULIR II
Mekanisme kerja jejaring S H K
Laboratorium SHK
= garis koordinasi
= garis pencatatan dan pelaporan
Penjelasan gambar:
1. Fasilitas kesehatan berkoordinasi dengan laboratorium S H K untuk
pengiriman spesimen dan umpan balik hasil pemeriksaan S H K .
2. Fasilitas kesehatan berkoordinasi dengan dinkes kabupaten/kota
terkait pelaporan data hasil pemeriksaan S H K dan pelacakan ka sus
dengan hasil pemeriksaan tinggi. Utk faskes vertikal, tetap
berkoordinasi dengan dinkes kab/kota, sebagai tembusan
koordinasi/surat ke dinkes provinsi
3. Dinkes kabupaten/kota berkoordinasi dengan dinkes provinsi terkait
pelaporan data hasil pemeriksaan S H K dan pelacakan kasus dengan
hasil pemeriksaan tinggi
4. Dinkes provinsi berkoordinasi dengan P O K JA DA terkait pelaksanan
dan pengembangan S H K
5. P O K J A DA berkoordinasi dengan P O KJA NAS terkait pelaksanaan dan
pengembangan S H K di wilayah kerjanya.
6. Dinkes provinsi berkoordinasi dengan kementerian kesehatan terkait
pelaksanaan S H K dan pencatatan dan pelaporan hasil S H K
7. Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan P O K JA NAS dan
Laboratorium S H K terkait pengembangan dan pelaksanaan S H K di
Indonesia, termasuk pengambilan kebijakan secara nasional.
FORM ULIR III
CONTOH PENCATATAN DANPEMANTAUAN LOGISTIK SHK
Jenis Logistik
Nama Fasyankes
Kabupaten/Kota
Provinsi
Tahun
Kondisi diterima
Jumlah
Nama Jumlah Tanggal Tanggal Jumlah Sisa
No Tanggal Jumlah Keluar/ Ket
Dagang diterima Jumlah Baik Ket Kadaluarsa Keluar/ dipakai Penyesuaian kumulatif
rusak Dipakai
Periksa kondisi lancet/kertas saring Periksa kondisi Lanset / kertas saring secara sampling pada saat diterima (Catatlah kondisinya baik, rusak). Bila rusak segera dikembalikan ke pengirim.
Periksa dan catat kedaluarsa Lanset / kertas saring secara sampling pada saat diterima.
Formulir pencatatan ini sebaiknya dipergunakan untuk satu jenis logistik/tidak dicampur dengan logistik lain. Jumlah
penyesuaian adalah jumlah sisa logistik dari hari ke hari.
FORMULIR IV
CONTOH PENCATATAN DANPEMANTAUAN LOGISTIK SHK DI TINGKAT KABUPATEN/KOTA
Jenis Logistik
Kabupaten/Kota
Provinsi
Tahun
Kondisi diterima
Jumlah
Nama Jumlah Tanggal Tanggal Jumlah Sisa
No Tanggal Jumlah Keluar/ Ket
Dagang diterima Jumlah Baik Ket Kadaluarsa Keluar/ dipakai Penyesuaian kumulati
rusak Dipakai
f
Periksa kondisi lancet/kertas saring Periksa kondisi Lanset / kertas saring secara sampling pada saat diterima (Catatlah kondisinya baik, rusak). Bila rusak segera dikembalikan ke pengirim.
Periksa dan catat kedaluarsa Lanset / kertas saring secara sampling pada saat diterima.
Formulir pencatatan ini sebaiknya dipergunakan untuk satu jenis logistik/tidak dicampur dengan logistik lain. Jumlah
penyesuaian adalah jumlah sisa logistik dari hari ke hari.
FORMULIR V
P E N C ATATA N S H K DI P U S K E S M A S
bila a d a p en ol a k a n , d i m a s u k k a n d a l a m k o l o m k e t e r a n g a n
FORMULIR VI
Pencatatan dan Pelaporan Hasil S H K di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
n a m a instansi :
a lamat instansi :
n a m a pengirim/koordinator :
t anggal pengiriman :
n o n o r e k a m m e d i s n a m a bayi n a m a orangtua
2 S u d a h dilakukan advokasi ke
stakeholder
S u d a h dilakukan sosialisasi
3 terhadap keluarga, nakes dan
masyarakat
B u k u pedoman, leaflet,
4 brosur, poster jumlah c u kup
sesuai
dengan kebutuhan
5 Ada kendala tata kelola logistik ................
S H K . Sebutkan
S u d a h dilakukan sosialisasi
3 terhadap keluarga, dan
masyarakat
B u k u pedoman, leaflet,
4 brosur, poster jumlah c uku p
sesuai
dengan kebutuhan.
Ada kendala penyediaan logistik ................
5 pengambilan spesimen.
S ebutkan
ALAMAT LABORATORIUM RU J U K A N
SKRINING HIPOTIROID KONGENITAL DI INDONESIA
Kepala Tim S H K R S C M :
Dr. dr. Ina S Timan, Sp .PK (K) – 0818707887