Anda di halaman 1dari 29

2.

Pencapaian Ketahanan Pangan dan


Pengelolaan lrigasi yang Berkelanjutan.

Akhir-akhir ini kesenjangan antara produksi dan konsumsi beras dari tahun ke tahunmakin
melebar dan perlu kewaspadaan bersama.
Sementara itu dari identifikasi diperolehin formasi, bahwa luas
daerah irigasi (yang terdiri atas irigasi teknis, semi teknis, sederhanairigasi fungsional, yang
dapatdan desa) tercatat seluas 7,28juta ha. Dari luasan tersebut 6,4juta ha merupakan
jaringanditanami seluruhnya bilamana
sumber air untuk irigasi dalamkeadaan cukup.
Saat ini sekitar 80% dariproduksi padi dalam negeriberasal dari sawah beririgasi, sementara
itu program keta-hanan pangan akan terganggu(kurang dapat dijamin keber-
hasilann_ya) karena masihbanyaknya masalah-masalahyang menghambat kinerja
dankeberkelanjutan fungsi jaringan

.
Pencapaian ketahanan Pangan
dan Pengelolaan irigasi yang
berkelanjutan

.
Permasalahan Pengelolaan Somber Daya Air

Berdasarkan kajian global kondisi krisis air dunia yang


disampaikan pada World Water Forum II di Den Haag
beberapa waktu yang lalu, diungkapkan bahwa salah satu
penyebab krisis air pada negara-negara yang dikaji, termasuk
Indonesia

adalah kelemahan dalam administrasi pengelolaan


(management) air. Selain masalah ketersediaan dan
kelestarian SDA sebagaimana diuraikan diatas kita juga
menghadapi permasalahan dalam administrasi pengelolaan
yang dapat dikelompokkan ke dalam:
(a) masalah penyediaan air (water supply),
(b) masalah ketahanan pangan, dan
(c) masalah kelembagaan.
1.Masalah Penyediaan Air

Sektor Sumber Daya Air dan irigasi menghadapi


masalah-masalah investasi jangka panjang dan
pengelolaan/manajemen yang semakin kompleks dan
menantang. Tanpa penanganan yang efektif, hal-hal
tersebut akan menjadi kendala bagi pengembangan
perekonomian dan tercapainya ketahanan pangan
nasional. Masalah-masalah tersebut muncul sebagai
akibat dari pertumbuhan penduduk, urbanisasi dan
industrialisasi. Masalah-masalah pokok dimaksud
diantaranya adalah :
1. Alokasi air untuk berbagai sektor mengalami
kelangkaan lokal (local scarcity) akibat
bertambahnya kebutuhan air non-irigasi.
2. Tidak memadainya akses pasokan air bersih karena
prasarana dan institusi pengelola penyediaan air
bersih perkotaan tidak mampu melayani
perkembanganpermintaan yang pesat;

3. Pencemaran air akibat pembuangan air limbah perkotaan,


limbah industri dan limbah usaha pertambangan yang
tidak diolah yang berdampak merugikan dan mengurangi
ketersediaan air dengan kualitas yang memadai;

4. Terbatasnya penyediaan dana O&P untuk prasarana dan


sarana yang ada maupun investasi untuk menambah
prasarana dan sarana baru untuk mengantisipasi
kebutuhan air yang meningkat.
2. Pencapaian Ketahanan Pangan dan
Pengelolaan lrigasi yang Berkelanjutan.

Akhir-akhir ini kesenjangan antara produksi dan konsumsi beras dari tahun ke tahunmakin
melebar dan perlu kewaspadaan bersama.
Sementara itu dari identifikasi diperolehin formasi, bahwa luas
daerah irigasi (yang terdiri atas irigasi teknis, semi teknis, sederhanairigasi fungsional, yang
dapatdan desa) tercatat seluas 7,28juta ha. Dari luasan tersebut 6,4juta ha merupakan
jaringanditanami seluruhnya bilamana
sumber air untuk irigasi dalamkeadaan cukup.
Saat ini sekitar 80% dariproduksi padi dalam negeriberasal dari sawah beririgasi, sementara
itu program keta-hanan pangan akan terganggu(kurang dapat dijamin keber-
hasilann_ya) karena masihbanyaknya masalah-masalahyang menghambat kinerja
dankeberkelanjutan fungsi jaringan

.
irigasi yang telah dibangun, misalnya:
• Luas areal pertanian Uaringan irigasi) yang rusak karena banjir atau
bencana alam lainnya rata-rata mencapai 100.000 ha/th, sedangkan
pada tahun 2002 ini mencapai 172.000 ha.
• Terjadinya alih fungsi lahan irigasi menjadi peruntukan lain, dengan
laju rata-rata seluas 15.000 sampai 20.000 ha/th.
• Daerah irigasi yang penyediaan airnya lebih dapat dijamin
keandalannya melalui waduk hanya seluas 719.000 ha (8% dari
jaringan irigasi yang ada), sedangkan sebagian besar lainnya dari run-
off river flow, yang sangat rentan karena tergantung kepada besarnya
aliran air di sungai.

.
3. Kendala-kendala lnstitusi/Kelembagaan
Kendala-kendala kelembagaan yang bersifat multidimensi diantaranya mencakup -hal seperti berikut
:
1. Semakin tidak memadainya kerangka acuan hukum
maupun peraturan yang ada,
2. Tidak adanya peraturan yang mengharuskan
pembayaran iuran layanan air irigasi jumlah besar (bulk
irrigation water supply) dan pembayaran dari
pembuangan air limbah perkotaan dan industri,
3. Lemahnya institusi sektoral dalam merumuskan
kebijakan terpadu Sumber daya air, perencanaan
investasi, dan pengendalian pencemaran air;
4. Koordinasi yang tidak memadai diantara instansi-instansi
pemerintah dalam menangani masalah-masalah yang
memerlukan keterpaduan aksillangkah dan kerjasama
antar-instansi;

.
5. Masih adanya "budaya administrasi proyek
pembangunan" yang menjauhkan perhatian akan
pemberian pelayanan yang efektif dan program yang
berdasar pada insentif ekonomi dan sanksi-sanksi
peraturan;
6. Penundaan siklus pemeliharaan menyebabkan
diperlukannya kegiatan rehabilitasi yang belum waktunya
(premature) dengan dana besar dari pinjaman luar
negeri;
7. Kompleksitas pengalihan sumber daya man usia dari
pemerintah pusat kepada provinsi dan kabupaten/kota
(lokal); dan
8. Tidak adanya mekanisme yang memadai dalam
konsultasi antar stakeholder.

.
4. Kebijakan Pengelolaan Terpadu Somber Daya Air Wilayah
Sungai

Sungai merupakan salah satu sumber daya air utama yang mempunyai peran penting
bagi hidup dan kehidupan, perlu ditingkatkan fungsi dan dayagunanya serta dilindungi
secara berkelanjutan. Baik sebagai bagian dari ekosistem maupun sekaligus sebagai
penunjang pengembangan berbagai aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial budaya
maupun
pertahanan dan keamanan.
Di samping itu, daerah pengaliran sungai/wilayah sungai adalah tempat bertumpunya
hampir semua kegiatan ekonomi, seperti kegiatan pertanian, industri, /jasa, prasarana
transportasi serta kawasan perkotaan dan permukiman. Kegiatan-kegiatan sektoral terse
but dalam pemanfaatan wilayah sungai dapat sa ling mengisi (komplementer) maupun
bersaing dalam penggunaan Ia han maupun penggunaan airnya serta mempunyai
pengaruh timbal balik terhadap ketersediaan air, baik kuantitas maupun kualitas.

.
Sungai merupakan salah satu sumber
daya air utama yang mempunyai peran
penting bagi hidup dan kehidupan, perlu
ditingkatkan fungsi dan dayagunanya
KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU
serta
dilindungi secara berkelanjutan.
SUMBER DAYA AIR

.
Keterbatasan air sebagai sumber daya memerlukan upaya-
upaya perlindungan yang menyeluruh dari hulu ke hilir
sebagai satu kesatuan ekosiste danpengembangan
pendayagunaanyangberwa-wasanlingkungansehingga
sumber daya air dapat diman-faatkan secara berkelanjutan,
melalui berbagai pengembangan manajemen
Lingkungan yangdidukung
Dengan berbagai prasarana
dan sarana baik fisikmaupun
non fisik. Berbagai upaya
Perlindungan pengembangan
danpendayagunaan dalam
memenuhi multi-dimensi
fungsi sungai

.
1.Batasan Pengelolaan Wilayah Sungai/DPS

Pengelolaan wilayah sungai dimaksudkan sebagai upaya untuk mengembangkan


sistem pengelolaan yang mencakup kegiatan konservasi (perlindungan),
pendayagunaan (pengembangan dan pemanfaatan), dan pengendalian daya rusak
sungai secara terpadu, guna menjamin fungsi sungai baik sebagai bagian utama dari
ekosistem dan elemen pembangunan yang sudah selayaknya tetap terjaga guna dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Dengan demikian, tujuan pengelolaan wilayah sungai adalah untuk meningkatkan
kinerja konservasi, pengembangan dan pendayagunaan yang berkelanjutan, efektif
dan efisien dengan meningkatkan sinergi semua potensi yang terkait serta keserasian-
keseimbangan antar komponen-komponen struktur ruang. Yaitu antara kawasan
budidaya yang diantaranya terdiri dari kawasan perkotaan, hunian, industri, pertanian
dengan kawasan resapan air dalam kesatuan penataan ruang yang konsisten dan
dipatuhi semua pihak.

.
Mengingat keterkaitan air dengan daur hidrologi, dimana hulu dan hilir merupakan
satu kesatuan maka penanganannya dilaksanakan melalui pendekatan "Manajemen
Terpadu Daerah Pengaliran Sungai/DAS".
Sedangkan untuk mewujudkan perlindungan dan pengendalian sumber air yang
lebih efektif, perlu dilakukan reformasi di bidang kelembagaan dan peraturan
perundang-undangan terutama yang terkait dengan konservasi serta upaya
penegakannya (law enforcement).
Beberapa pengertian yang terkait dengan pengaturan sungai :
• Sumber Daya Air
Adalah air (air permukaan, air tanah, air hujan), sumber air
(tempat/wadah air yang terdapat pada, diatas, dan
dibawah permukaan tanah) dan semua potensi yang
terkandung didalamnya.

.
• Daerah Pengaliran Sungai (DPS)
Satu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara
alamiah, dimana air meresap dan/atau mengalir melalui
sungai dan anak-anak sungai yang bersangkutan.
• Garis Sempadan Sungai
Garis batas luar pengamanan sungai. Dalam kaitan ini
daerah yang dibatasi oleh dua garis sempadan sungai
ditetapkan sebagai daerah manfaat sungai.
• Kemampuan - Guna sumber air dalam DPS
Adalah kemampuan suatu daerah pengaliran sungai yang
dapat dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat dan
pembangunan nasional.
• Pengendalian Air
Upaya-upaya pengendalian yang dilakukan terhadap
perilaku aliran sungai yang rusak.

.
2. Kebijakan Pengelolaan Terpadu DPSBatasan Pengelolaan
Wilayah Sungai/DPS

2.1. Landasan Hukum


Pengaturan pengelolaan terpadu DPS yang mencakup empat sasaran, yaitu:
i) pengelolaan Sumber daya air (air permukaan dan air tanah);
ii) pengelolaan lahan (tata ruang) DPS; iii) pengelolaan vegetasasi
(hutan dan tanaman) penutup Daerah Tangkapan Air (DTA), dan
iv) pengelolaan/pengendalian aktivitas man usia terhadap DPS dan
SDA, tidak mungkin hanya didasarkan kepada satu atau beberapa
undang-undang yang sejenis atau sebidang melainkan berdasarkan
berbagai undang-undang yang terkait langsung maupun tak
langsung sehingga memerlukan kesepakatan dan kejelasan sikap
dari berbagai pihak yang terkait. Disamping itu DPS harus dipandang
sebagai satu kesatuan yang utuh-menyeluruh yang terdiri dari
daerah tangkapan air (watershed), sumber-sumber air, sungai,
danau, dan waduk, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisah-
pisahkan.

.
2.2 Peraturan Pemerintah
a) Peraturan Pemerintah No. 22 Th. 1982 tentang Tata
Pengaturan Air
b) Peraturan Pemerintah No. 35Th. 1992 tentang Sungai
c) Peraturan Pemerintah No. 69 Th. 1996 tentang
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan
Tata Cara Peranserta Masy dalam Penataan Ruang
d) Peraturan Pemerintah No. 27 Th. 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
e) Peraturan Pemerintah No. 25Th. 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi
sebagai Daerah Otonom.
f) Peraturan Pemerintah No. 77Th. 2001 tentang lrigasi
g) Peraturan Pemerintah No. 82Th. 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air.

.
3. Reformasi Peraturan dan Perundang-
UndanganKebijakan Pengelolaan Terpadu DPS

Pokok-pokok revisi UU No. 11Th. 1974 tentang


Pengairan sejalan dengan dilaksanakannya reformasi
kebijakan pengelolaan sumber daya air (SDA)
diantaranya mencakup :
i) perluasan peran masyarakat,
ii) kejelasan peran pemerintah pusat
dan daerah,
iii) keseimbangan antara pendayagunaan dan
konservasi.
4. Landasan Konsepsional

Mengingat fungsi air sebagai unsur dasar hidup dan


kehidupan, maka landasan konsepsi penanganannya
perlu memperhatikan prinsip-prinsip pokok
kelestarian dan kemanfaatan.
» Prinsip kelestarian mengisyaratkan bahwa
pemanfaatan sumber daya air haruslah
berpedomanpada pendayagunaan yang
berkelanjutan.
» Sedangkan prinsip kemanfaatan bersama akan
menuntut pemenuhan secara lebih efisien, adil dan
merata.
Bertitik tolak dari prinsip tersebut maka pengelolaan DPS
berupapemanfaatan, pengembangan, konservasi
(perlindungan), dan pengendalian
(daya rusak) sumber daya air serta pemberdayaan
masyarakat. Prinsip-prinsip lainnya yang tidak kalah
pentingnya adalah keterpaduan, keadilan, kemandirian (untuk
pengelolaan yang layak diusahakan) dan akuntabilitas.
5. Ruang Lingkup Pengelolaan Terpadu DPS

Komponen-komponen pengelolaan DPS mencakup :


1. Daerah Tangkapan Air (Catchment area)
Untuk dapat menjamin kelestarian DPS, pelaksanaan
pengelolaan DPS harus mengikuti prinsip-prinsip dasar
hidrologi. Dalam sistem ekologi landasan konsepsi sistem
ekologi DPS,
5. Ruang Lingkup Pengelolaan Terpadu DPS

Komponen-komponen pengelolaan DPS mencakup :


1. Pengelolaan Sumber Daya Air
1.1. Manajemen Kuantitas Air (Penyediaan Air)
a) Pengembangan Sumber daya air (penyediaan
prasarana)
b) Prediksi kekeringan
c) Penanggulangan kekeringan
d) Perijinan penggunaan air
e) Alokasi air
f) Distribusi air
Komponen-komponen pengelolaan DPS mencakup :
1. Pengelolaan Sumber Daya Air
1.2. Manajemen Kualitas Air
a) Perencanaan pengendalian kualitas air
b) Pemantauan dan pengendalian kualitas air
c) Penyediaan debit pemeliharaan sungai/lingkungan
d) Peningkatan daya dukung sungai
e) Koordinasi penyiapan program pengendalian
pencemaran dan limbah domestik, industri dan
Pertanian

.
2. Pemeliharaan Prasarana dan Sarana Pengairan
a) Pemeliharaan preventif
b) Pemeliharaan korektif
c) Pemeliharaan darurat
d) Pengamatan instrumen keamanan bendungan
3. Pengendalian Banjir
a) Pemantauan dan prediksi banjir
b) Pengaturan (distribusi)aliran banjir dan pencegahan
banjir
c) Penanggulangan banjir
d) Perbaikan kerusakan akibat banjir
4. Pengelolaan Lingkungan Sungai
a) Perencanaan peruntukan lahan Daerah Sempadan Sungai
b) Pengendalian penggunaan lahan sempadan sungai
c) Pelestarian biota air
d) Pengembangan parawisata, olah raga dan transportasi air
5. Pemberdayaan MasyarakatPengendalian Banjir
a) Program penguatan ekonomi perdesaan
b) Program pengembangan pertanian konservasi, sehingga dapat
berfungsi produksi dan pelestarian Sumber daya air dan tanah.
c) Penyuluhan dan transfer teknologi untuk menunjang program
pertanian konservasi dan peningkatan kesadaran masyarakat.
. d) Berbagai bentuk insentif (rangsangan) dapat memacu produktivitas.
e) Upaya mengembangkan kemandirian dan memperkuat posisi tawar
menawar masyarakat lapisan bawah.
f) Memonitor dan evaluasi terhadap perkembangan sosial, ekonomi
masyarakat, serta tingkat kesadaran masyarakat untuk berperan
serta dalam pengelolaan DPS.
5. Kebijakan Pengelolaan Irigasi

Prinsip pengelolaan irigasi menurut PP 77 tahun 2001 yang baru


diterbitkan pada bulan Desember 2001 secara garis besar adalah :
1. Pengelolaan irigasi diselenggarakan dengan mengutamakan
kepentingan masyarakat petani dan dengan menempatkan P3A sebagai
pengambil keputusan dan pelaku utama dalam pengelolaan irigasi pada
wilayah kerja yang menjadi tanggung jawabnya. Untuk itu diperlukan
upaya pemberdayaan P3A secara berkesinambungan dan berkelanjutan.

2. Pengelolaan irigasi dilaksanakan dengan mengoptimalkan


pemanfaatan air permukaan dan air bawah tanah secara terpadu.

3. Pengelolaan irigasi dilaksanakan dengan prinsip satu sistem irigasi,


satu kesatuan pengelolaan dengan memperhatikan kepentingan
penggunaan di bagian hulu, tengah dan hilir secara seimbang.
Prinsip pengelolaan irigasi menurut PP 77 tahun 2001 yang
baru diterbitkan pada bulan Desember 2001 secara garis
besar adalah :
4. Pengelolaan irigasi dilakukan dengan melibatkan semua
pihak yang berkepentingan (stakeholders), agar dapat dicapai
pemanfaatan jaringan irigasi yang optimal.

5. Keberlanjutan sistem irigasi dilaksanakan dengan


dukungan keandalan air irigasi, prasarana irigasi yang
memadai dan dukungan peningkatan pendapatan petani.
Mengenai pemberdayaan P3A, dapat dikemukakan bahwa
pemberdayaan P3A merupakan upaya mewujudkan kelembagaan P3A
yang otonom, mandiri mengakar di masyarakat. Adapun sasaran yang
diharapkan dari pemberdayaan P3A antara lain adalah:
1) Terbentuknya P3Ayang dapat melakukan pengelolaan irigasi secara
lebih efisien, efektif, mensejahterakan anggotanya, mempunyai
otoritas, otonom, mandiri dan mempunyai kesetaraan kedudukan
dengan lembaga yang lain.

2) Terwujudnya P3A yang mempunyai kewenangan dan kemampuan


menetapkan hak-haknya dalam penyelenggaraan irigasi.

3) Meningkatnya kemampuan keuangan P3A sehingga mampu


melaksanakan pengelolaan irigasi pada wilayah kerja yang menjadi
tanggung jawabnya.
Penyerahan kewenangan dimaksud, dilakukan secara
demokratis, baik disertai dengan ataupun tanpa penyerahan
kepemilikan assetjaringan irigasi. PemerintahDaerah tetap
melakukan fasilitasi sesuai dengan permintaan dari P3A dengan
memperhatikan prinsip kemandirian (maksudnya dengan tidak
menciptakan ketergantungan baru).
Tujuan utama penyerahan
kewenangan pengelolaan
irigasi adalah untuk mening
katkan efisiensi dan efektifitas
pengelolaan irigasi guna
terwujudnya sistem irigasi
yang berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai