Anda di halaman 1dari 14

FEMINISME

Oleh:

1. YESSY NPM 2026040136.P


2. LIMARCE PENTASTI NPM 2024060167.P
3. AZTIKA RIANDINI NPM 2026040166.P
4. WIDIYAH WIDURI NPM 2026040137.P
5. IDAH FITRIANA MARPAUNG NPM 2024060188.P
6. EVA KASMIWILIS NPM 2024060194.P
7. YUNIAR EFRIANA NPM 2026040172.P
8. HELMIATI NPM 2026040196.P
Pengertian Feminisme

– Feminisme berasal dari bahasa Latin yaitu “ femina “ atau


perempuan dan gerakan ini mulai bergulir pada tahun
1890an seiring dengan keresahan yang dirasakan oleh
perempuan dan laki laki yang menyadari adanya relasi yang
timpang antara laki laki dan perempuan di masyarakat.
– Gerakan ini mengacu ke teori kesetaraan laki-laki dan
perempuan dan pergerakan tersebut dimaksudkan untuk
memperoleh hak hak perempuan. Sekarang ini
kepustakaan internasional mendefinisikan feminisme
sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan yang
didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki laki.
Sejarah Feminisme

Feminisme ada sejak abad pertengahan yang ditandai dengan


adanya debat publik oleh laki-laki, dan pada abad ke 15 M
mulailah perempuan menyuarakan hak-hak dan kewajiban
seksualnya yang melalui tulisan oleh seorang perempuan
bernama Cristine de Pisan (1364-1430), kemudian berlanjut
pada abad ke 17 M yang ditandai dengan gerakan protes
sekuler oleh kaum feminis pertama di Inggris melalui tulisan-
tulisannya yakni Aphra Ben (1640-1689) dan Mary Astell
(1666-1731) yang kedua-duanya dianggap sebagai teoritisi
feminisme sistematis pertama di barat.
– Awal abad 17 istilah feminisme mulai digunakan, maknanya dipahami
dalam konteks waktu itu, berakar pada analisis politik tahun 1970-an.
– Abad ke 18 M gerakan perempuan terus berlanjut dengan persoalan
sekitar rasionalitas dan otoritas tradisional, eksisnya gerakan
perempuan tersebut dipengaruhi oleh semangat revolusi Amerika
utara dan revolusi Prancis
– Pada abad ke 19 M , ide tentang feminisme tidak hanya disuarakan
oleh kaum perempuan tetapi juga disuarakan oleh laki-laki seperti Jhon
Stuart Mill (1869) dalam bukunya The Subjection of Women, Mill
mengkritik pekerjaan perempuan disektor domestik sebagai pekerjaan
irrasional, emosional dan tirani. Tokoh lainnya yang memiliki
pandangan radikal pada abad ini adalah Sarah Grimke (1792-1873),
Grimke mengatakan bahwa pernikahan menyebabkan perempuan
terpenjara dalam sebuah tirani dibawah kekuasaan seorang suami.
Keragaman Pemikiran
Feminisme

Feminisme Liberal
– Arah Kontemporer dalam Feminisme Liberal berkeinginan
untuk membebaskan perempuan dari peran gender yang
opresif yaitu dari peran-peran yang digunakan sebagai
alasan atau pembenaran untuk memberikan alasan yang
lebih rendah atau tidak memberikan tempat sama sekali
bagi perempuan baik dalam akademi, forum, maupun
pasar.
Feminisme Marxis Tradisional
– Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik
kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal
dari eksploitasi kelas dan cara produksi
Feminisme Radikal
– Aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau
dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun
1960an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri
pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan
adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada.
Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang "radikal".
Feminisme Sosialis
– Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan.
Lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan
pemilikan suami atas istri dihapuskan seperti ide Marx yang
menginginkan suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaan
gender.
Ekofeminis
– Gerakan ini lebih menfokuskan pandangannya pada analisis kualitas
feminin dan mengkritik dengan tajam pada aliran feminisme modern
lain (liberal, radikal, marxist dan sosialis) dengan mengatakan bahwa
ketidakadilan gender bukan semata mata disebabkan oleh konstruksi
sosial budaya akan tetapi juga oleh faktor intrinsik.
Gerakan Perempuan Dunia Ketiga
– Gerakan perempuan yang berasal dari dunia ketiga (bangsa
yang pernah dijajah). Kondisi perempuan pasca penjajahan
yang multi kompleks menjadikan gerakan ini mempunyai
prioritas atas apa yang dilakukan misalnya imperialisme,
penindasan bangsa, kelas, ras dan etnis. Strateginya adalah
afiliasi untuk membangun kekuatan perlawanan bersama
untuk satu persatu melawan penindas.
Tokoh-Tokoh Feminisme

Betty Friedan
– Betty Ftiedan, mengetengahkan dalam bukunya The Feminine
Mytique versi pragmatic dari bentuk kepastian perempuan.
Menurutnya, perempuan merupakan kaum yang pasif atas bentuk
kebudayaan yang tetap sebagaimana anggapan feminitas oleh kaum
patriakhat.
Germaine Greer
– Gagasan Germaine Geer ada kesamaan dengan Friedan yang
tertuang dalam The Fermale Eunuch. Keduanya menolak untuk
membedakan gambaran, tetapi menyatukannya dalam pendekatan
yang tidak berkelas. Greer memperkirakan bahwa ada bentrokan
dalam paham feminis, ramalan emansipasi perempuan akan selalu
menjadi teoritis, mudah dibaca dan pragmatis.
Simone de Beauvoir
– Simone de Beauvior dalam The Second Sex, menetapkan dengan
sangat jelas masalah dasar feminis modern. Bila seorang wanita
mencoba membatasi dirinya sendiri, ia mulai dengan berkata “saya
seorang perempuan” . Tidak ada laki-laki yang berbuat begitu.
Kenyataan ini mengungkapkan ketaksimetrisan dasar antara istilah
“maskulin” dan “feminis”.
Kate Millet dan Michele Barret’ Feminisme Politis
– Suatu tingkatan penting dalam feminism modern dicapai oleh Kate
Millet dalam buku Sexual Politics (1970). Ia mempergunakan istilah
“patriakhi” (pemerintah ayah) untuk menguraikan sebab penindasan
wanita. Patriarkhi meletakkan perempuan di bawah laki-laki atau
memperlakukan perempuan sebagai laki-laki yang inferior.
Contoh kasus

Kasus Aice: dilema buruh perempuan di Indonesia dan


pentingnya kesetaraan gender di lingkungan kerja
– Itulah pengakuan salah satu buruh perempuan yang
bekerja pada perusahaan produsen es krim PT. Alpen Food
Industry (AFI) atau Aice, Elitha Tri Novianty. Perempuan
berusia 25 tahun ini sudah berusaha mengajukan
pemindahan divisi kerja karena penyakit endometriosisnya
kambuh. Tapi apa daya, perusahaan justru mengancam
akan menghentikannya dari pekerjaan. Elitha terdesak dan
tidak punya pilihan lain selain terus bekerja.
UU yang Mengatur

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM


– Diantaranya penghapusan diskriminasi berdasarkan agama,
suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status
ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik.
Pelarangan diskriminasi diatur dalam Pasal 3 ayat (3), yang
berbunyi: “Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi
manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa
diskriminasi”. Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 3 ayat (3)
menjelaskan bahwa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin
telah dilarang oleh hukum.
Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarustamaan Gender
(PUG)
– Inpres Nomor 9 Tahun 2000 ini, memberikan petunjuk
adanya keseriusan pemerintah dalam upaya untuk
menghilangkan bentuk diskriminasi dalam seluruh sendi
kehidupan bernegara

Anda mungkin juga menyukai