FEMINISME
FEMINISME
Oleh:
Feminisme Liberal
– Arah Kontemporer dalam Feminisme Liberal berkeinginan
untuk membebaskan perempuan dari peran gender yang
opresif yaitu dari peran-peran yang digunakan sebagai
alasan atau pembenaran untuk memberikan alasan yang
lebih rendah atau tidak memberikan tempat sama sekali
bagi perempuan baik dalam akademi, forum, maupun
pasar.
Feminisme Marxis Tradisional
– Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik
kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal
dari eksploitasi kelas dan cara produksi
Feminisme Radikal
– Aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau
dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun
1960an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri
pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan
adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada.
Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang "radikal".
Feminisme Sosialis
– Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan.
Lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan
pemilikan suami atas istri dihapuskan seperti ide Marx yang
menginginkan suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaan
gender.
Ekofeminis
– Gerakan ini lebih menfokuskan pandangannya pada analisis kualitas
feminin dan mengkritik dengan tajam pada aliran feminisme modern
lain (liberal, radikal, marxist dan sosialis) dengan mengatakan bahwa
ketidakadilan gender bukan semata mata disebabkan oleh konstruksi
sosial budaya akan tetapi juga oleh faktor intrinsik.
Gerakan Perempuan Dunia Ketiga
– Gerakan perempuan yang berasal dari dunia ketiga (bangsa
yang pernah dijajah). Kondisi perempuan pasca penjajahan
yang multi kompleks menjadikan gerakan ini mempunyai
prioritas atas apa yang dilakukan misalnya imperialisme,
penindasan bangsa, kelas, ras dan etnis. Strateginya adalah
afiliasi untuk membangun kekuatan perlawanan bersama
untuk satu persatu melawan penindas.
Tokoh-Tokoh Feminisme
Betty Friedan
– Betty Ftiedan, mengetengahkan dalam bukunya The Feminine
Mytique versi pragmatic dari bentuk kepastian perempuan.
Menurutnya, perempuan merupakan kaum yang pasif atas bentuk
kebudayaan yang tetap sebagaimana anggapan feminitas oleh kaum
patriakhat.
Germaine Greer
– Gagasan Germaine Geer ada kesamaan dengan Friedan yang
tertuang dalam The Fermale Eunuch. Keduanya menolak untuk
membedakan gambaran, tetapi menyatukannya dalam pendekatan
yang tidak berkelas. Greer memperkirakan bahwa ada bentrokan
dalam paham feminis, ramalan emansipasi perempuan akan selalu
menjadi teoritis, mudah dibaca dan pragmatis.
Simone de Beauvoir
– Simone de Beauvior dalam The Second Sex, menetapkan dengan
sangat jelas masalah dasar feminis modern. Bila seorang wanita
mencoba membatasi dirinya sendiri, ia mulai dengan berkata “saya
seorang perempuan” . Tidak ada laki-laki yang berbuat begitu.
Kenyataan ini mengungkapkan ketaksimetrisan dasar antara istilah
“maskulin” dan “feminis”.
Kate Millet dan Michele Barret’ Feminisme Politis
– Suatu tingkatan penting dalam feminism modern dicapai oleh Kate
Millet dalam buku Sexual Politics (1970). Ia mempergunakan istilah
“patriakhi” (pemerintah ayah) untuk menguraikan sebab penindasan
wanita. Patriarkhi meletakkan perempuan di bawah laki-laki atau
memperlakukan perempuan sebagai laki-laki yang inferior.
Contoh kasus