Anda di halaman 1dari 39

KKERACUNAN

E R AINSEKTISIDA
CUNA
N
1. SEDATIVE-HYPNOTIC

• Digunakan sebagai obt tidur atau untuk mengurangi


kecemasan
• Sebagian lagi menggunakannya secara oral atau IV untuk
mendapatkan efek euphoria .
• Benzodiazepines paling banyak dipergunakan
• Sering digunakan bersama obat lain atau dengan alkohol.
• Tidak seperti penyalahgunaan opioid, penggunaan barbiturat
secara kronik tidak menyebabkan efek toleransi.
• Pemakaian jangka panjang secara terus menerus akan
mengakibatkan gangguan mental dan fisik , pemakaian IV
mengakibatkan sclerosis pada vena lokasi suntikan.

• Efek penghentian obat yang tiba tiba dapat berakibat fatal


walaupun perbaikan akan dijumpai dalam 8-16 jam,
dibutuhkan perawatan ICU untuk keadaan ini.
Gambaran klinis

A.Tanda dan Gejala

Keadaan overdosis obat ini gejalanya hampir sama seperti keracunan alkohol
yaitu : ataxia, gangguan kesadaran, dysarthria, nystagmus. Bilamana tingkat
keracunannya berat  gangguan pernapasan dan sistem cardiovascular .

Pernapasan melambat dan dangkal , dapat terjadi edema paru atau


pneumonitis .

Depresi pada Central vasomotor  penurunan tekanan darah  gagal ginjal.


Hypoxia pada jaringan terjadi sebagai akibat penurunan fungsi pernapasan
ditandai dengan : dilatasi pupil, menurunnya reflexes tendon
Differential Diagnosis
Non-barbiturate sedatives : chloral hydrate, ethchlorvynol, glutethimide,
methyprylon, dan methaqualone .

Pengobatan

A. Keadaan umum
Apabila sistem cardiovascular dan pernapasan normal dan stabil maka hanya
diperlukan therapi supportive . Akan tetapi bilamana keracunannya berat yang
ditandai dengan pernapasan dangkal yang disertai dengan gangguan reflex
batuk dan menelan diperlukan intubasi untuk mempertahankan jalan napas,
mencegah aspirasi dan pemasangan alat ventilasi mekanik.

B. Dekontaminasi
Kumbah lambung dapat dilakukan bilamana belum berlangsung 45 menit.
Makanan yang ada di dalam lambung akan mengurangi penyerapan yang
dapat memperpanjang indikasi kumbah lambung.
C. Diuresis

Exkresi dipercepat dengan menggunakan forced diuresis.


Infus Mannitol dengan kecepatan 1 L/Jam.
Tambahan infus NaCl harus diberikan.
Sodium bicarbonate diberikan untuk alkalinisasi urin untuk mencegah
reabsorbsi obat di tubulus ginjal
Lakukan monitoring serum electrolyt.

D. Cardiovascular
Bila terjadi Hypotensi berikan infus normal saline atau cairan Ringer laktat,
terkadang dibutuhkan vasopressor .
Jika dibutuhkan cairan yang banyak maka diperlukan pemasangan CVP untuk
memonitor kebutuhan cairan untuk mencegah edema paru.

E. Hemodialysis
Bilamana terjadi gagal ginjal maka dibutuhkan hemodialisis.
2. XANTHINE/THEOPHYLLINE
DIAGNOSIS

Mual dan muntah


Tachycardia dengan atrial atau ventricular dysrhythmia.
Hypotensi
Agitation, hyperreflexia, kejang, Hypokalemia.

Theophylline adalah phosphodiesterase inhibitor untuk pengobatan obstruksi saluran


napas. Terdapat dalam berbagai bentuk sediaan baik elixir dan tablet yang cepat
diserap dengan kadar puncak 2-4 j setelah diminum.
Theophylline meningkaatkan kadar intracellular cAMP ( mediator dgn efek beta-
adrenergic ). Pada dosis toxic terjadi pelepasan catecholamine dari adrenal
mengakibatkan perangsangan berlebihan dari beta-adrenergic sehingga aktivitas
catecholamine berlebihan dan juga perangsangan sistem saraf pusat.

Theophylline toxicity
Acute toxicity : Suatu keadaan overdosis pada pasien yang belum pernah makan obat,
memiliki gangguan metabolik, tidak menimbulkan efek toksik yang serius hingga
mencapai kadar 80-100 g/dL.
Chronic toxicity overmedication pada pasien yang sudah lama menggunakan obat ini.
serious toxicity pada kadar di bawah 40 g/dL, kadar dalam serum tidak berhubungan
dengan derajat keparahan terutama pada pasien tua.
Gambaran Klinis

A. Tanda dan Gejala


Keracunan Theophylline mengakibatkan : gangguan gastrointestinal,
cardiovascular, central nervous system, dan gangguan metabolik

Stimulasi berlebihan beta adrenergik  tachycardia dan ventricular


tachydysrhythmias.
Atrial dysrhythmias: atrial fibrillation dan multifocal atrial tachycardia
Perangsangan ß2-adrenergic perifer vasodilatiasi  hypotensi.

agitation, hyperreflexia dan tremor  sering sebagai tanda awal keracunan


terutama pada chronic toxicity. Kejang bisa bersifat lokal atau kejang umum.
Kejang dapat bersifat refrakter terhadap anticonvulsan yang dapat
mengakibatkan kerusakan otak permanen dan kematian .

B. Laboratorium
Hypokalemia sering dijumpai pada keracunan akut yang disebabkan oleh
perpindahan kalium ke intraseluler. Keracunan Theophylline juga
mengakibatkan hyperglycemia, metabolic acidosis, respiratory alkalosis, dan
leukocytosis.
Differential Diagnosa
Sama seperti keracunan theophylline yg menimbulkan gangguan status mental, kejang,
dan cardiovascular seperti gambaran keracuanan tricyclic antidepressants,
anticholinergic dan phenothiazines. Jarang pada keracunan calcium channel blockers,
beta-blockers, anesthetic lokal , meningitis, sepsis, anaphylaxis, trauma kepala dan
hypoglycemia.

Penatalaksanaan

A. Penatalaksanaan Umum
Pemasangan infus, monitoring hemodynamic , pemberian oxygen

B. Koreksi Hypotensi
infus crystalloid bolus 250-500 mL habis dalam beberapa menit  jika gagal 
vasopressors mungkin dibutuhkan.
Propranolol bekerja dgn menghambat reseptor peripheral ß2-adrenergic yang
berperan terhadap terjadinya vasodilation .

C. Antiarrhythmics
supraventricular dysrhythmias ( sinus tachycardia berat, supraventricular tachycardia
atau multifocal atrial tachycardia)  berikan verapamil atau beta-blockers (bila tdk ada
kontra indikasi).
Ventricular dysrhythmias  koreksi hypokalemia dan pemberian lidocaine.
D. Anticonvulsan
• Kejang harus diatasi dengan pemberian benzodiazepine,
phenobarbital, atau phenytoin, tunggal atau sebagai kombinasi.
• Kejang akibat keracunan theophylline sering refrakter dengan
pengobatan sehingga diperlukan tindakan anesthesia umum atau
menggunakan penghambat neuromuscular pada pasien yang tetap
kejang untuk mencehagah terjadinya acidosis dan rhabdomyolysis
serta memperbaiki ventilasi.
E. Dekontaminasi

• Kumbah lambung dilakukan pada jam pertama setelah pemakain obat.


•Jika memakai theophylline lepas lambat kumbah lambung masih bermanfaat
setelah 3-4 jam konsumsi obat.
•Lakukan intubasi bila diperlukan untuk mempertahankan jalan napas
•Semua penderita harus diberikan charcoal, 1-2 g/kg  mengikat theophylline.
•metoclopramide dapat diberikan secara intravena bila diperlukan .
Cara masuk bahan racun :
Melalui sal. nafas
Melalui kulit
Melalui sal. cerna.
3. DIGOXIN

Tanda penting Penegakan Diagnosis

• kelemahan, fatigue.
• mual, anorexia.
• Gangguan penglihatan.

Penjelasan Umum

Preparat Digitalis (digoxin dan digitoxin) memiliki 2 efek terapuitik.


Pertama meningkatkan tonus vagal  menghambat konduksi pada atrioventricular
node chronotropy negatip.
Kedua:menghambat pompa Na+-K+ ATPase di myocard concentrasi Ca intraseluler ↑
positive inotropic effect.
Pada keracunan digitalis↑↑Kalium extracellular , Na dan Ca intracellular gangguan
irama jantung, gastrointestinal, neurologik, dan electrolit
A. Gejala dan Tanda
> 80% : kelemahan tubuh, mual, muntah anorexia, fatigue, dan gangguan penglihatan.
Gangguan penglihatan merupakan keluhan terpenting dengan keluhan seperti
pandangan berwarna hijau, kuning tau seperti gambaran halo, atau keluhan lain seperti
sakit kepala, diarrhea.

B. Electrocardiography
Penderita dengan cardiac toxicity mungkin tanpa gejala gastrointestinal atau neurologic
Cardiac toxicity disebabkan baik oleh karena peningkatan efek vagal dan efek dari
pompa Na+-K+ ATPase .
Effect dari sinus node : bradycardia, sinoatrial block, dan sinus arrest.
Peningkatan irritability dan automatisasipada atrium atrial tachycardia  atrial
fibrillation atau flutter. ventricular rate biasanya normal atau melambat sebagai akibat
dari adanya blok
Efek Digitalis pada atrioventricular node  atrioventricular block atau irama junctional .
Pengaruhnya pada ventrikel premature ventricular contracti, ventricular tachycardia,
dan ventricular fibrillation.

C. Laboratorium
Hyperkalemia ,kadar digitalis dalam, serum magnesium dan calcium, serum urea
nitrogen, serum creatinin. Analisa Gas Darah perlu dilakukan untuk memastikan pasien
tidak dalam keadaan hypoxic. ECG harus dilakukan
Differential Diagnosis

Gejala keracunan digitalis tidaklah khas sehingga sering salah diagnosa sebagai
gastroenteritis atau infeksi viral. bradydysrhythmias bisa juga disebabkan oleh obat
golongan beta-blockers dan calcium channel blockers. Irama jantung ectopy dapat juga
disebabkan oleh gangguan elektrolit terutama hypokalemia.

Penanganan

A. Decontaminasi
Tentukan terlebih dahulu apakah ini merupakan kasus akut atau kronik. Pada keracunan
akut kumbah lambung tetapi harus hati hati karena tindakan ini dapat memperburuk
bradydysrhythmias atau blok. Charcoal 50-100 g oral. Cholestyramine, dapat mengikat
digitalis di usus dosis of 4-8 g oral.

B.Gangguan Elektrolit
Hyperkalemia bicarbonate dan pemberian glucose dan insulin intravena . Dialysis juga
efektif bila gagal dengan pengobatan atau kadar kalium yang membahayakan jiwa.
C. Penanganan Arrhythmia

Bradydysrhythmias,disebabkan peningkatan tonus vagal dosis awal SA 0.5


mg intravena dan diulangi setiap % mnt bila diperlukandan dosis maksimum 2
mg (0.3 mg/kg)jika gagal pacu jantung.

Tachydysrhythmias:
pasien hypokalemic (serum K < 3.5 meq/L) substitusi Kalium.
Magnesium diberikan kecuali kadar Mg yang tinggi atau gagal ginjal  2 g
intravena dlm 20-30 minutes .
Pasien tdk respons dgn substitusi elektrolit  lidocaine GAGAL 
phenytoin 10-20 ug/mL.
4.Organoposfat

Gol. Organoposfat dan karbamat

Organoposfat dan Karbamat.


Jenis - jenis organoposfat :
Toksisitas tinggi :
-Octamethyl pyro pospharamide
(OMPA)
- Tetraethyl pyroposphate (TEPP)
- Diisoprophylfluoroposphate (DFP)
- Sulfo tetraethyl pyroposphate
(Sulfo TEEP)
- Parathion
- Posphamidon
Toksisitas sedang : Toksisitas rendah:
- Dichlovos
- Quinalphos - Malathion
- Fenthion - Temephos
- Diazinon
- Fenitrothion
Jenis Karbamat :

Toksisitas tinggi :Aldicarb, Apocarb,


Carbofuran.
Toksisitas sedang : Carbaryl, Primicarb,
Propoxur
Toksisitas rendah : Metam sodium
Mekanisme kerja organoposfat & karbamat

Menghambat enzym
asetilkolinesterase

C. asetilkolin

Aktivitas parasimpatik
Aktifitas neuromuskular
Gangguan SSP
TANDA DAN GEJALA

1. Akibat aktivitas parasimpatik


(Efek muskarinik) :

Hipersalivasi, hipersekresi bronkial.


Keringat berlebih
Hiperperistaltik mual, muntah,
diare
Pupil mengecil / pinpoint (miosis)
Bradikardia
Bronkospasme
Inkontinensia urin dan fekal
Akibat rangsangan neuromuskular :
- Twitching - Kejang

Kelemahan otot Paralisis

Kelumpuhan otot pernafasan

Kematian
Akibat Gangguan SSP :

Konfusi
Psikosis
Koma
Kejang
PENATALAKSANAAN

Tindakan umum :
Kumbah lambung (bila terminum < 4jam)
Oksigen k/p Ventilasi mekanik
Infus Ringer Laktat / NaCl
Bersihkan tubuh
Arang aktif : 1 gr / kg BB
Tindakan khusus :

Antidotum : Atropin ( Sulfas Atropin / SA)

Dosis : Tdk sadar : 4 mg / 10 mnt/iv

sampai sadar

Sadar : 2 mg / 10 menit
sampai atropinisasi
Atropinisasi :
Pupil midriasis, kulit kering, kemerahan dan
panas, mulut kering, takikardia,

Dosis pemeliharaan.
0,5 mg / 30 menit atau 1 jam atau 2 jam atau
4 jam (sesuai kebutuhan)

NB :
Kontra indikasi SA : sianosis --> Fibrillasi
ventrikel
Dosis maksimal : 50 mg / 24 jam.
1 amp SA = 0,25 mg
5. A L K O H O L

Mekanisme :
A. Depresi CNS efek akut dari alkohol dan memiliki efek additive terhadap
golongan barbiturat
B. Hypoglikemia karena terjadi gangguan glukoneogenesis
C. Presdisposisi terjadinya kecelakaan

Dosis toksik etanol 100mg/dl sudah dapat menghambat gluconeogenesis 


Hypoglikemia. Dosis 300mg/dl koma

Gambaran Klinis :
A. Keracunan Akut : euphoria, gangguan keseimbangan, ataxia, nystagmus,
gangguan refleks dan judgment, hypoglikemia
Pada keracunan yang berat dapat terjadi : koma, depresi pernapasan,
aspirasi pneumonia, pupil miosis,dan penurunan tempratur, tekanan darah dan HR

B. Keracunan Kronik :PSMBA, pancreatitis, hepatitis, sirosis hepatis,


gangguan elektrolit
• Ketergantungan alkohol ditandai dengan : tremor, cemas,
perangsangan simpatis berlebihan, kejang

Penegakan Dx: riwayat minum alkohol, bau alkohol


Pengobatan :
A. Emergency intubasi, glukosa,inj. Vit B1 atasi kejang, koreksi
hypotermia recovery dalam 4-6jam
B. Ketergantungan alkohol : diazepam, phenobarbital
C.Dekontaminasi : cepat diserap pre hospital :Ipecac 
merangsang muntah di RS kumbah lambaung 30-45 mnt
setelah minum alkohol
6. O P I A T E

Opiate overdose  pengobatan, ketergantugan obat


Opiate (terutama heroin, morphin) >80%penyebab kematian ketergantungan obat.

Diagnosis keracunan opiate


Biasanya setelah pemakaian injeksi IV, walaupun dapat juga terjadi setelah pemakian inj
subcutan, oral, atau intranasal heroin (‘snuffing').
Gambaran klinis : coma, cyanosis, hypoventilation atau henti napas, miosis, bradikardia
hypertensi, spasma otot.

Gejala ini akan segera berkurang setelah pemberian intravena naloxone (N-allil-
noroxymorphone) suatu antagonist opioid murni.

Naloxone menghilangkan overdosis semua golongan opioids, termasuk heroin,


morphine, methadone, pentazocine, propoxyphene, dextromethorphan, nalline, dan
diphenoxylate tanpa menyebabkan depresi pernapasan walaupun tanpa pemakaian
opiat dapat digunakam sebagai therapi maupun diagnostik
.
Naloxone

Dosis awal : bolus intra vena 0.4- 2 mg. dapat juga diberikan intralingual atau
intratracheal. Jika dengan dosis 10mg tidak efektif  diragukan sbg overdosis
opiat.
Dosis harus diulangi setiap 30 - 60 mnt karena >> opiat kerjanya panjang.
Penanganan opiat kerja panjang  continuous infus naloxone setelah bolus
awal 2/3 dari dosis awal perjammya.
Naloxone :sangat sedikit efek samping, aman kecuali pada dosis besar.

Eliminasi opiat
Tidak dianjurkan untuk merangsang muntah meningkatkan resiko depresi
CNS dan kejang .
Bilamana tidak dijumpai tanda edema paru akut, aspirasi pneumonia, maka
keracunan opiat dapat ditangani dengan hasil yang baik
KOMPLIKASI OVERDOSIS OPIAT

• Rhabdomyolysis dan Gagal Ginjal Akut/GGA

GGA pada ketergantungan heroin muncul sebagai akibat komplikasi rhabdomyolysis.


Rhabdomyolysis  ‘pressure necrosis' disebabkan oleh sedasi  hypoxia, acidosis,
hypovolemia, yang sering muncul bersamaan.

Diagnosis ditegakkan berdasakan dijumpainya :↑↑ SGOT,SGPT, creatine pospokinase dan lactic
dehydrogenase.

Pada urinalisa  stadium awal : hem dan myoglobin (+).

Kerusakan ginjal juga disebabkan oleh efek langsung dari opiat yang bersifat nephrotoxic
Non-cardiogenic pulmonary edema

• Kejadiannya sangat cepat  2j setelah injeksi intravena atau


delayed onset (4–24 j) pada pemakaian oral atau ‘snuffing'
methadone
• Sebagai efek toksik langsung.
• Pada kasus yang berat gambarannya sama seperti syndrom gagal
napas akut  hypoxia berat dan hypercapnia dan gambaran
radiograhy dada menunjukkan diffuse bilateral pulmonary infiltrates.
Pada keadaan edema paru yang di induce oleh opiat characteristik
ditandai dengan respons yang sangat cepat dengan ventilasi
mekanik.
7.ACETAMINOPHEN

Acetaminophen : metabolisme utama di hati, 90 % obat mengalami glucuronidasi atau


sulfatisasi  non toksik di ekskresi melalui urine. Pada keracunan acetaminophen
terjadi peningkatan bentuk toksik  nekrosis hati.
Gejala dan tanda yang muncul sebagai akibat hepatotoxicity.
Test fungsi hati menunjukkan peningkatan sejak 12 J pertama yang ditandai dengan
peningkatan serum aspartate aminotransferase yang mencapai puncak pada 72 j.
Setiap pasien yang dijumpai peningkatan kadar acetaminophen setelah 4 j lebih tinggi
½ dari kadar standard harus diberikan antidotum

Pendahuluan
Acetaminophen (paracetamol, N-acetyl-p-aminophenol)analgesic utama yang paling
banyak dipakai di Inggris, menyebabkan kasus kematian 150 kasus per tahun.
Overdosis Acetaminophen  gagal hati akut , 5% dari seluruh kasus gagal hati akut.
Hepatotoxicity

N-acetyl-p-benzoquine imine (NAPQI) merupakan hasil akhir metobolit yang inaktif


melalui proses conjugation di intracellular hati dan dibuang melalui sistem biliary.
Pada keracunan acetaminophen  ↑toxic NAPQI  akumulasi dan berikatan di
centrilobular sel hati hepatic necrosis .
Dosis minimum acetaminophen yang diyakini dapat mengakibatkan kerusakan sel
hati 125 mg/kg. Dosis Acetaminophen di atas 250 mg/kg  hepatotoxicity 60 %
kasus dan kerusakan hati berat (serum aspartate aminotransferase (AST) > 1000 IU/l)

Kelompok Resiko Tinggi

Setiap keadaan yang menginduksi cytochrome P-450 pathway atau glutathione


system peningkatan NAPQI levels dan kerusakan hati. Keadaan bisa terjadi pada
malnutrisi, puasa, peminum alkohol kronik. Obat obatan (phenytoin, carbamazepine,
primidone, phenobarbital (phenobarbitone), rifampin (rifampicin), and isoniazid) .
Gambaran Klinis

Gejala dan tanda yang muncul sebagai akibat hepatotoxicity.


Mual dan muntah yang timbul beberapa jam setelah minum obat diikuti oleh nyeri
abdomen . Test fungsi hati terganggu.
Jaundice 24j.
Coagulopathy  beberapa jam setelah overdosis: PT memanjang dan terus meningkat
dalam 3 hari.

GGA Oliguric atau polyuric dijumpai pada 11 % kasus keracunan berat dengan atau
tanpa gagal hati akut. GGA prerenal hypovolemia disebabkan efek toksik langsung
acetaminophen. Pada kasus gagal hati akut 70%kasus diikuti oleh GGA.

Encehalopaty terjadi dalam 72 jam dan semakin memburuk hingga hari ke 5 dan dapat
menimbulkan cerebral edema.

Gangguan metabolik : hypophosphatemia, hypoglycemia, dan acidosis metabolik.


Hypoglycemia terjadi dalam 24j disebabkan oleh gangguan gluconeogenesis,
mobilisasi glycogen, peningkatan insulin. Metabolic acidosis terjadi akibat gangguan
metabolisme laktat di hati.
Hypovolemia terjadi secondary akibat muntah dan vasodilatasi  memperburuk
hypoxia jaringan dan pembentukan laktat peripher
Penanganan

Absorpsi of acetaminophen dari lambung belum terjadi setidaknya 4 jam sebelum di


makan charcoal atau syrup ipecac. Penangan selanjutnya bergantung pada
lamanya sudah minum obat, kadar obat dalam darah, serum creatinine dan
prothrombin time , bila > 24jam , overdose lebih dari 12 g acetaminophen, atau
pasien dgn faktor resiko.
Creatinin atau prothrombin time  petanda kerusakan hati berat
Pasien dgn kadar plasma acetaminophen setelah 4 j > dosis treatment line,atau >1/2
standard pada kelompok resiko tinggi harus segera diberikan antidotum N-
acetylcysteine (NAC). NAC juga harus diberikan jika waktu perkiraan tdk jelas.

NAC bekerja dengan menghambat hepatotoxicity. Dengan meningkatkan produksi


hepatic glutathione production dengan menggunakan sumber dari cysteine
↑conjugation NAPQI. NAC paling efektif bekerja dalam 8j setelah overdosis akan
tetapi masih tetap bermanfaat bahkan setelah 15j.
NAC  intravenous infusion, loading dose 150 mg/kg 15 min dilanjutkan 50 mg/kg
selama 4 j dan 100 mg/kg selama 16 j.
Bila dijumpai coagulopathy, gangguan fungsi ginjal,atau gejala dan tanda overdosis
acetaminophen  NAC 150 mg/kg setiap 24jh dan lakukan monitor international
normalized ratio (INR) dan kadar plasma creatinine setiap hari. jika Allergi terhadap
NAC oral NAC atau methionine dapat digunakan.
Petanda Prognostic

Serum creatinine dan prothrombin timeserum creatinine <1.13 mg/dl  survival


rate 65 %, >3.39 mg/dl-23%. A prothrombin time < 90 dtk80 %, prothrombin
time > 180dtk survival < 10 %. Metabolic acidosissurvival 10 %

Penatalaksanaan hepatitis fulminant ICU


Berikan inj Vit K, antibiotik prophylactic spektrum luas dan anti jamur (oral
fluconazole 50 mg /h).
Penanganan GGA dilakukan dengan continuous hemofiltration  intermittent
dialysis  edema cereberi  manitol (0.5–1.0 mg/kg)
8.CARBON MONOXIDA

Carbon monoxida merupakan suatu gas yang tidak berwarna dan tidak berbau dan
mempunyai ikatan yang kuat dengan hemoglobin.
• Menyebabkan hypoxia jaringan yang berat.
• Kadar Carbon monoxide berhubungan dengan keparahan penyakit.
• Pengobatan dengan menggunakan 100% oxygen.

Carbon monoxide dihasilkan oleh pembakaran bahan organik dan dijumpai pada hasil
buangan mesin, pembakaran batu bara.

Carbon monoxide memilik daya bikat terhadap hemoglobin 200 x lebih besar dari
oksigen. Carboxyhemoglobin complex yang terbentuk tidak mampu mentransport
oxygen, menyebabkan hypoxia jaringan yang dapat mengakibatkan kematian atau
kerusakan permnanen dari sistem saraf. .
Gambaran Klinis

Kadar carboxyhemoglobin dapat dilihat dari darah vena atau arteria. Gejala awalnya
adalah sakit kepala.Pada keadaan ini biasanya PO2 normal, walaupun sebenarnya
metabolic acidosis sudah terjadi yang disebabkan oleh hypoxia jaringan. Darah
mulai berubah menjadi merah cherry,akan tetapi tampilan pasien jarang berubah
menjadi warna pink. Gambaran ECG dapat menunjukkan gambaran ischemia atau
infarction. Gambaran gangguan CNS : parkinson, kehilangan ingatan.

PENGOBATAN

Harus dilakukan dengan cepat. Keterlambatan penanganan mengakibatkan gangguan


neurologic berat.
A. PERAWATAN UMUM
Pemberian oksigen 100% oxygen dengan face mask atau pemasangan
endotracheal tube. Oxygen akan berkompetisi dengan carbon monoxide terhadap
ikatan hemoglobin. Waktu paruh carboxyhemoglobin pada seseorang yang
bernafas dalam ruangan 5-6 jam sedangkan dengan menggunakan saturasi
oksigen 100% oxygen,hanya 1 jam. Oxygen Hyperbaric 100% mempunyai
kemampuan lebih cepat lagi dalam mengikat hemoglobin (23 menit),akan tetapi
sarana ini tdk selalu tersedia dan belum ada penelitian mampu menurunkan efek
neurotoksik yang ditimbulkan paska keracunan dibanding dengan oxygen 100% C

B. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah arterial untuk mengukur carboxyhemoglobin danAGDA.

C. Chest X-ray
Bilamana racun carbon monoxide disebabkan oleh inhalasi asap maka perlu chest
x-ray  monitor edema paru.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai