Anda di halaman 1dari 57

Konstitusi

Pemilu

I
KRAS
DEMO
o n esia
Ind

KARISYA LUHTITISARI
11000117140516
PENATAAN DEMOKRASI & PEMILU DI INDONESIA PASCA
REFORMASI

. IM AM
M
A S E F,
N .H .
S.H. , M

DR .
OF . A,
PR U D

T U LH .
A
NI’M ., M.HUM
S.H

Kata Pengantar
PROF. DR. MOH. MAHFUD MD
Bab 1 Negara Hukum dan Demokrasi

This is a
sample text.
Insert your
desired text
here.

1
Konsepsi Demokrasi Negara Hukum
5 Indonesia
Konsepsi Negara Hukum Modern
2

Korelasi Demokrasi dengan Negara


3 Hukum

4 Demokrasi sebagai Pilihan


1. Konsepsi Demokrasi

• Awalnya demokrasi yang ada adalah direct democracy atau demokrasi


langsung yang ada di Yunani pada abad ke-6 sampai ke-3 SM.
Dimana keputusan dibuat dan dijalankan langsung oleh seluruh warga
negara.
• Dalam negara modern demokrasi berdasarkan perwakilan
(representative democracy).
• Terdapat macam istilah demokrasi seperti demokrasi konstitusional,
dll. Namun semua istilah tersebut merujuk pada arti demokrasi yang
berati “rakyat berkuasa” atau “governmentn or rule by the people”.
• Dalam bahasa Yunani demos berati rakyat, dan kratos/kratein berati
kekuasaan/berkuasa.
Next...
o M. Durverger dalam bukunya les Regimes Politiques, menjelaskan bahwa artian
demokrasi itu ialah temasuk cara pemerintahan di mana golongan yang
memerintah dan golongan yang diperintah itu adalah sama dan tidak terpisah-
pisah. Artinya, satu sistem pemerintahan negara di mana dalam pokoknya semua
orang (rakyat) adalah berhak sama untuk memerintah dan juga untuk diperintah.
o Ada 2 kelompok aliran penting demokrasi, yaitu demokrasi konstitusional dan
satu kelompok aliran yang dinamakan demokrasi, tetapi pada hakikatnya
mendasarkan dirinya atas komunisme.
o Perbedaannya adalah demokrasi konstitusional mencita-citakan pemerintah yang
terbatas kekuasaannya, suatu negara hukum (rechsstaat), yang tunduk pada rule
of law.
Sedangkan, yang berdasar atas komunisme mencita-citakan pemerintah yang
tidak boleh dibatasi kekuasaannya (machsstaat), dan yang bersifat totaliter.
2. Konsepsi Negara Hukum

o Konsep negara hukum modern ( welfare state ), di mana tugas


negara sebagai penjaga malam (nachwachterstaat) mulai berubah.

Nachwachterstaat  Welvarsstaat, shg kesejahteraan terjamin.


o Perubahan konsep tsb menurut Miriam Budiardjo antara lain
karena banyaknya kecama thd ekses-ekses dlm industrialisasi dan
sistem kapitalis, tersebarnya paham sosialisme yg menginginkan
pembagian kekuasaan scr merata & kemenangan partai sosialis di
Eropa.
o Menurut Julius Stahl, konsep negara hukum yg disebut rechsstaat
mencakup: 1) perlindungan ham; 2) pembagian/pemisahan
kekuasaan; 3) pemerintahan brdsrkn UU; 4) peradilan tun.
o Sedangkan menurut A.V. Dicey, ia menyebutnya dengan rule of
law.
Next...

o Ada tiga ciri rule of law, yaitu supremasi absolute, equality before
the law, dan konstitusi sbg konsekuensi dari hak-hak individu yg
dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan.
o Prinsip rechsstaat dan the rule of law tsb digabungkan dan
menandai ciri-ciri negara hukum modern zaman skrng.
o Univerasalitas the rule of law memiliki relativitas dimaba tidak ada
ukuran atau standar yg sama utk dipakai semua orng dlm
praktiknya dan memberikan hasil yg memuaskan, karena rule of law
hanyalah prinsip-prinsip saja, bukan aturan konkret.
3. Korelasi Demokrasi dengan Negara Hukum
o Ciri khas Demokrasi Konstitusional ialah gagasan bahwa pemerintah
yg demokratis adalah pemerintah yg terbatas kekuasaannya dan tdk
dibenarkan bertindak sewenang-wenang thd warga negaranya.
Kekuasaan negara dibagi sedemikian rupa shg penyalahgunaan
kekuasaan diperkecil, yaitu dgn menyerahkannya kpd bbrp
orng/badan dan tdk memusatkan kekuasaan pemerintah dlm satu
tangan/badan. Perumusan yuridis dari prinsip ini dikenal dgn
rechsstaat dan the rule of law.
o Atas dsr sifat-sifat liberal dan demokratis, ciri-ciri rechsstaat adlh:
1. Adanya UUD atau konstitusi yg memuat ketentuan tertulis ttg hub.
Antara penguasa dan rakyat.
2. Adanya pembagian kekuasaan negara, meliputi: kekuasaan
pembuatan uu yg ada pd parlemen, kekuasaan kehakiman yg
Next...

bebas, dan pemerintah yg mendasarkan tindakannya atas uu.


3. Diakui & dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.
o Hampir semua teoretisi menekankan bahwa sesungguhnya yg
berkuasa dlm demokrasi adlh rakyat atau demos. Oleh karena itu,
slalu ditekankan demos yg senyatanya dlm proses politik yg
berjalan. Paling tidak dlm dua tahap utama yaitu tahap memilih
masalah apa yg hendak dibahas & diputuskan, dan tahap
pengambilan keputusan.
4. Demokrasi sebagai Pilihan

o Sejarah demokrasi yg panjang dan dapat bertahan antara paham


lain menunjukkan bahwa demokrasi merupakan asas dan sistem yg
paling baik. Namun yang belum mencapi titik temu adalah
pengimplementasian demokrasi dlm praktik.
o Praktik kehidupan demokrasi di Indonesia mengalami banyak
rintangan. Dari masa Demokrasi Terpimpin dan terus berlanjut pada
rezim-rezim selanjutnya, demokrasi memiliki hambatannya masing-
masing. Namun demokrasi sudah menjadi pilihan politik yg diyakini
sbg sistem politik terbaik untuk mencapai efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Negara Hukum Indonesia
o Penegasan Indonesia adalah negara hukum dlm perubahan UUD 1945
telah disahkan ke dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3), yaitu “Negara
Indonesia adalah negara hukum.”
Konsekuensinya adalah setiap sikap, kebijakan, dan perilaku alat negara
dan penduduk hrs berdasar & sesuai dgn hukum.
o Hukum harus dibangun & ditegakkan menurut prinsip-prinsip
demokrasi atau kedaulatan rakyat, bukan dengan tangan besi
berdasarkan kekuasaan belaka.
Bab 2 Sistem Pemerintahan, Kepartaian, dan Pemilihan
Umum di Indonesia
Sample text

Sample text

This is a sample text.


Insert your desired text here.
A. Sistem Pemerintahan

1. Sistem Pemerintahan Presidensial


 Demokrasi atau pemerintahan perwakilan rakyat yg
representatif, dgn sistem pemisahan kekuasaan scr tegas.
Kedudukan presiden dan parlemen sama kuat dan memperoleh
legitimasi masing-masing melalui pemilu yg terpisah.
2. Sistem Pemerintahan Parlementer
 Demokrasi/ sistem pemerintahan perwakilan rakyat yg
representatif, dgn sistem pemisahan kekuasaan, ttp di antara badan-
badan yg diserahi kekuasaan itu, terutama antara badan legislatif
dan badan eksekutif, ada hub. Timbal balik, dapat saling
memengaruhi.
o Kepala pemerintahan PM, dan kepala negara disebut presiden
(raja/ratu).
o PM memiliki kabinet & memikul tanggung jawab sepenuhnya sbg
pimpinan lembaga eksektif.
o PM biasanya pimpinan parpol yg memenangkan pemilu.
o Presiden/raja/ratu tdk mempunyai kekuasaan sehari-hari karena
kekuasannya bersifat simbolis & tdk dimintai pertanggungjawabannya.
2. Sistem Pemerintahan Campuran
 Demokrasi/ pemerintahan perwakilan rakyat yg representatif, dgn
sistem pemisahan kekuasaan, dan dgn kontrol scr lngsng dari rakyat yg
disebut sistem referendum, atau sistem badan pekerja.
Sistem pemerintahan dgn pengawasan lngsng oleh rakyat thd badan
legislatif atau sistem Swiss.
Ciri-ciri: 1. Menteri2 dipilih oleh parlemen
2. Lama masa jabatan eksekutif ditentukan pst dlm konstitusi.
3. Menteri2 tdk bertanggung jawab kpd parlemen maupun presiden.
B. Sistem Kepartaian
Mautice Duverger, membedakan sistem kepartaian mjd 3, yaitu:
1. One Party System
 Berlaku apabila di suatu negara hanya terdapat satu parpol atau
bbrp parpol, namun yg dominan dan mempunyai peran yg besar
hanya satu partai.
Contohnya China dgn Partai Komunis China, dan Indonesia pd orba
dgn dominannya kekuasan Golkar.
2. Two Party System
 Dalam negara hanya ada dua parpol atau bbrp parpol namun yg
dominan hanya dua parpol.
3. Multyparty System
 Ada lebih dari dua parpol yg mempunyai kekuatan yg berimbang shg
tdk ada yg paling dominan di antara mereka.
C. Sistem Pemerintahan dan Kepartaian di Indonesia

Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem presidensil dan


prinsip multipartai. Inti dari UU No. 2 Tahun 2008 ttg Partai Politik dan
diubah dgn UU No.2 Tahnun 2011, dimana upaya penyederhanaan
partai, namun tidak berjalan dgb baik.
Para ahli perbandingan politik, spt Sccot Mainwaring sudah
mengingatkan bahwa scr teoretis presidensialisme dan multipartai adlh
kombinasi yg sulit dan berpeluang tjd deadlock dlm relasi eksekutif-
legislatif.
Menurut Denny Indrayana, sistem presidensial lbh efektif fgn sistem
dua partai atau multipartai sederhana. Untuk mengefektifkan kinerja
pemerintah hrs ada prinsip saling mengawasi secara seimbang antara
kekuasaan Presiden-DPR.
D. Sistem Pemilu di Indonesia

Menurut Sri Soemantri M., landasan berpijak mengenai Pemilu yg


mendasar adlh demokrasi Pancasila yg scr tersirat & tersurat ditemukan
dlm Pembukaan UUD 1945, paragraf keempat.
Masalah Pemilu diatur dalam UUD 1945 Pasal 22E, dan dielaborasi
dengan Putusan MK No. 3/PUU-VII/2009 yg mengatur rambu-rambu
mengenai Pemilu. Ketentuan ttg pemilihan kepala daerah diatur dalam
UUD 1945 Pasal 18.
Konstitusi menegaskan bahwa sistem pemilu yg digunakan Indonesia
adalah sistem Pemilu Proporsional. Dalam konteks Indonesia, sistem yg
digunakan adlh List PR with Open List System. Dalam sistem List PR,
transfer suara ke kursi bisa dilakukan melalui dua cara, yaitu:
1) berdasarkan rata2 tertinggi atau biasa disebut dgn pembagi (devisor);
2) suara sisa terbesar (largest reminder) atau disebut dgn kuota.
Indonesia sebagaimana yg ditulis oleh Andrew E. Yg jg Direktur
Regional utk Program Asia dan Pasifik IDEA, memaparkan bahwa sejak
Pemilu 1955 hingga 2004, Indonesia menganutsistem proporsional, dgn
meytode penghitungan Largest Reminder (Hare Quota). Untuk pemilu
anggota DPD dgn sitem distrik berwakil banyak.
Cara kerja LR, sebagaimana di negara-negara lain yaitu ada dua
tahap. Pertama, menentukan kuota atau di Indonesia disebut dgn
bilangan pembagi pemilih (BPP). Kedua, sisa kursi dibagi kpd pemilik sisa
suara terbesar dan seterusnya, sampai habis.
Pemilu 2009 menerapkan metode yang telah dimodifikasi sedemikian
rupa oleh pembuat uu, shg mjd semakin kompleks.
Pelembagaan Penyelenggara Pemilu Pasca-Reformasi
Sample text

Sample text

This is a sample text.


Insert your desired text here.
A. Peran Penting Penyelenggara Pemilu

Pemilu hrs didasarkan pd prinsip free and fair election (bebas adil),
salah satu elemen pentingnya adalah penyelenggara pemilu.
Penyelenggara pemilu merupakan nahkoda dari Pemilu yg menentukan
arah pemilu akan berlabuh. Tujuan idealnya adlh berhasil tdknya
pemilu, shg peforma penyelenggara berperan penting.
Desain kelembagaan yg kompatibel dgn prinsip2 pemilu yg bebas
adil akan menghasilkan pemilu yg bebas adil pula. Dalam
perkembangannya, Indonesia memiliki desain kelembagaan yg berubah
serta memiliki standar khusus. Misalnya saja Indonesia memiliki
lembaga pengawas pemilu, Indonesia jg memiliki lembaga kode etik
penyelenggara pemilu.
B. Pelembagaan Penyelenggara Pemilu
Reformasi 1998 yg melahirkan masa transisi politik yg berimplikasi
thd penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Jimly Asshiddiqie
mengatakan, independensi lembaga2 atau badan2 negara sgt oenting
utk menjamin demokrasi. Apabila independensi tsb hilang, maka fungsi
lembaga2 dgn sgt mudah dpt disalahgunakan oleh pemerintah yg
berkuasa semata-mata utk melanggengkan kekuasaan.
1. KPU dan Panwas pada Pemilu 1999
Merupakan penyelenggaraan pemilu pertama pasca-reformasi, dan
sbg pionir pelaksanaan Pemilu pd sistem politik demokratis.
Ketentuan penyelenggaraan Pemilu 1999 diatur dlm UU No. 3 Tahun
1999 ttg Pemilu. Dalam uu ini LPU diubah mjd KPU. KPU diposisikan sbg
penyelenggara pemilu yg sebenarnya, yaitu
mewujudkan free and fair election atau pemilu yg jujur dan adil.
Pemilu 1999 jg dikenal panitia pengawas pemilihan umum
(Panwas). Lembaga ini bersifat mandiri & tdk bertanggungjawab kpd
KPU. Dalam laporan pertanggungjawaban, Panwas 1999 mengakui
bahwa lembaga tsb tdk efektif dlm menjalankan fungsi dan tugasnya
sbg penegak hukum peraturan Pemilu. Satu hal yg menarik, yaitu
kemunculan berbagai macam lembaga pemantau independen scr masif.
Hal ini dikarenakan Pemilu 1999 adalah Pemilu Demokratis pertama
Orde Baru, shg menyedot perhatian masyarakat dalam dan luar negeri.
KPU & Panwas pada Pemilu 1999 memiliki banyak kekurangan
dalam menjalankan tugasnya serta kelembagaan yg masih perlu
disempurnakan atau dioptimalkan. Namun perlu apresiasi KPU &
Panwas 1999 karena telah berhasil menyelenggarakan pemilu.
2. KPU dan Panwaslu pada Pemilu 2004
Untuk mewujudkan demokrasi terjadi perubahan ketatanegaraan di
Indonesia. Hasil amandemen konstitusi melahirkan berbagai perubahan
fundamental bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu yg
menonjol adalah pengembalian kedaulatan rakyat kpd pemilik aslinya.
Dalam proses amandemen ke-3 UUD 1945 (1999-2002) pengaturan
Pemilu dimasukkan dlm batang tubuh UUD NRI 1945. Tepatnya pada pasal
22E. Dalam pasal ini, posisi KPU sbg penyelenggara pemilu semakin
dikukuhkan & memberi jaminan agar KPU mjd lembaga yg independen.
Seperti yg pernah dinyatakan RH Taylor, salah satu prinsip demokratis
adalah adanya lembaga penyelenggara Pemilu yg independen.
Amandemen UUD juga membentuk lembaga baru bernama Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) yg anggotanya jg dipilih melalui pemilu. Dalam
UU 12/2003 menyebutkan bahwa penyelenggara Pemilu terdiri atas KPU,
KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Dalam rangka menjamin profesionalitas & independensi KPU, UU
12/2003 mengatur dibentuknya Dewan Kehormatan KPU. DK KPU bertugas
utk memerikasa pengaduan adanya penyelenggaraan kode etik yg
dilakukan oleh anggota KPU.
Dalam penyelenggaraan Pemilu tahun 2004 terdapat banyak kasus yg
mjd bukti inefektivitas DK KPU. Terdapat banyak permasalah juga yg
mendera KPU. Sedangkan hasil kinerja Panwaslu pada Pemilu 2004 dapat
dikatakan lebih baik dari pemilu sblmnya, meski msh tdpt bbrp kendala.
Revisi UU Pemilu memberikan andil dalam pencapaian Panwaslu.
3. KPU dan Bawaslu pada Pemilu 2009
Pada Maret 2007, UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum disahkan. Selain itu lahirnya UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah, menempatkan Pilkada bagian dari
otonomi daerah yg menimbulkan kontroversi mengenai siapa yg
berwenang menyelenggarakannya, pemerintah atau KPU.
Menempatkan pilkada sbg urusan KPU memang tdk mudah, karena
pada pasal 22E hanya menyebutkan pemilu legisalatif & presiden yg
mjd kewenangan KPU. Akhirnya MK merekomendasikan agar
Pilkada diurus oleh KPU/KPUD.
Untuk menjalankan tugas & wewenangnya, KPU dan KPUD
diberikan otoritas utk membentuk peraturan dan mengeluarkan
keputusan.
Produk hukum yg dikeluarkan KPU dapat dikontrol melalui judicial
review ke MA untuk yg berbentuk peraturan. Untuk yg berbentuk sbg
keputusan dapay diajukan ke MK. Dengan demikan, pada Pemilu 2009,
produk hukum KPU memiliki mekanisme kontrol yg lebih baik.
Salah satu kemajuan di dalam UU 12/2003 ialah pengaturan tentang
kewajiban-kewajiban KPU. Kemajuan tsb dipertahankan dan
disempurnakan dalam UU 22/2007. Sayangnya, pengaturan ttg
kewajiban KPU dan KPUD di atas tdk diiukuti dgn pengaturan ttg sanksi.
Beruntungnya, UU 22/2007 memerintahkan utk dibentuknya peraturan
bersama antara KPU dan Bawaslu ttg kode etik penyelenggara Pemilu.
Dalam rangka menegakkan peraturan kode etik, di dlm uu
mengamanatkan utk pembentukan Dewan Kehormatan, yg bersifat ad
hoc.
DK yg dibentuk di KPU Pusat dan KPU Provinsi. DK KPU berwenang
memeriksa pengaduan/laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yg
dilakukan oleh anggota KPU.
Secara umum, pengaturan dan desain kelembagaan penyelenggara
Pemilu lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Namun peforma KPU tdk
berbanding lurus, banyak masalah seputar penyelenggaraan pemilu &
kurang responsifnya KPU dlm mengatasi persoalan tsb.
Seperti sebelumnya, penyelenggaraan pemilu diawasi oleh lembaga
pengawas Pemilu. Bahkan dalam Pemilu 2009, lembaga tsb telah
dipermanenkan dgn nama Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Dalam UU 22/2007 kedudukan bawaslu tidak lagi sbg subordinat KPU,
tetapi sejajar dgn KPU.
Kedudukan yg sejajar akan mewujudkan pengawasan yg efektif, serta ada
check and balances.
Kinerja Bawaslu 2009 dapat dikatakan belum cukup efektif. Masih
banyak kekurangan dan kelemahan dlm proses pengawasan Pemilu 2009.
Hal tsb disebabkan Bawaslu masih dlm proses adaptasi dgn desain
kelembagaannya yg baru.
KPU, Bawaslu, dan DKPP
Sample text

Sample text

This is a sample text.


Insert your desired text here.
A. Putusan MK tentang Penyelenggara Pemilu
Kelembagaan penyelenggara Pemilu diperkuat kedudukannya di
dalam konstitusi, pada Pasal 22E. Namun dalam perkembangannya,
penyelenggaraan pemilu dalam uud dinilai multi-interpretasi. Putusan
MK mengatakan frasa “suatu komisi pemilihan umum” dlm UUD NRI
1945 tidak merujuk pd sebuah nama institusi, akan tetapi menunjuk
pada fungsi penyelenggaraan institusi, akan tetapi merujuk pada fungsi
penyelenggaraan Pemilu yg bersifat nasional, tatp, dan mandiri.
Menurut Jimly Asshiddiqie, penjabaran pembentuk uu thd pasal 22E
adalah dgn mebagi penyelenggaraan Pemilu ke dalam 2 kelembagaan yg
terpisah dan masing2 bersifat independen, yaitu KPU dan Bawaslu.
Pelaksanaan Pemilu 2014 berdasarkan pada UU No. 15 Tahun 2011
ttg Penyelenggaraan Pemilu. Menariknya, uu ini juga
pembentukan lembaga baru bernama Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP). MK menilai bahwa lembaga penegak
etika penyelenggara Pemilu juga harus diartikan sbg lembaga yg
menyelenggarakan fungsi penyelenggara pemilu. Oleh karena itu sifat
kelembagaannya harus tetap dan mandiri.
Dengan demikian terdapat 3 lembaga yg menjalankan fungsi
penyelenggara Pemilu 2014, yaitu KPU, Bawaslu, dan DKPP.
B. KPU

UU No. 15 Tahun 2011 disahkan, kemudian diajukan ke MK untuk diuji


materielkan. MK menyatakan, sbg upaya menjamin kemandirian KPU UU
harus meminimalisasi keberpihakan. UU harus membatasi atau melepaskan
hak parpol peserta pemilu untuk bertindak sbg penyelenggara pemilu.
Selain itu, MK menilai perlu tenggang waktu pengunduran diri dari parpol
dan ditentukan sekurang-kurangnya 5 tahun sebelum mengajukan diri
sebagai calon anggota KPU. Putusan ini menyelamatkan independensi KPU
dari kepentingan politik tertentu.
Perubahan pengaturan terjadi pada mekanisme rekrutmen anggota
KPU. Yang diubah adalah mekanisme pada tahapan rekrutmen tsb.
Mengenai tugas & wewenang KPU UU No. 15 Tahun 2011 hampir
mengapdosi dari UU sebelumnya.
UU 15/2011 juga mengatur kewajiban KPU dalam melaksanakn tugasnya.
Selain itu, anggota KPU juga terikat dengan peraturan bersama antara KPU,
Bawaslu, dan DKPP tentang kode etik penyelenggara pemilu sbg mana
diamanatkan Pasal 122 UU 15/2011. Apabila dalam melaksanakn tugas dan
wewenangnya, anggota KPU melanggar kode etik yg telah dirumsukan dalam
peraturan maka akan diadukan ke DKPP.
Berdasar UU tsb, KPU telah dibentengi oleh rule of law, dan rule of ethics.
Namun perfoma KPU periode 2012-2017 belum memuaskan. Beberapa
permasalahan antara lain pertama, sengkarut verifikasi parpol. Kedua,
kontroversi pelibatan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) dalam pengamanan
data pemilu. Ketiga, kisruh DPT. Keempat, permasalahan pelaporan awal
dana kampanye.
C. Bawaslu
Bawaslu dibentuk utk memperkuat pilar demokrasi, meminimalkan
tjdnya kecurangan dlm pemilu, sekaligus menegaskan komitmen
Pemilu/Pilkada sbg inti pembentukan pemerintahan yg berkarakter.
Secara historis, lembaga pengawas pemilu baru muncul pada Pemilu
1982. Dilatarbelakangi banyaknya masalah pada penyelanggaraan Pemilu
1971. Setelah reformasi 1988, pemilu pertama digelar pada 7 Juni 1999.
UU 3/1999 belum mengatur ttg struktur organisasi Panwas tdk begitu
terperinci.
Setelah Pemilu 1999 Panwaslak Pemilu diubah menjadi Panwaslu,
dilakukan melalui UU 12/2003. Berdasarkan ketetapan UU No. 22 Tahun
2007 ttg Penyelenggaraan Pemilu, nama Panwaslu diubah menjadi
Bawaslu, yg bersifat permanen.
Melalui putusannya, MK mengabulkan permohonan Bawaslu thd UU
22/2007 sehingga pasal2 yg mengatur ketergantungan kepada KPU
dinyatakan tdk berlaku. Dengan kata lain, Bawaslu dapat merekrut sendiri
anggota panwaslu.
Terkait tugas dan wewenang Bawaslu, UU 15/2011 tdk banyak
mengubah maupun menambah namun hanya memperinci pengaturannya.
Bawaslu berwenang menerima laporan adanya dugaan pelanggaran.
Dijabarkan dlm UU 8/2012 jenis pelanggaran tsb yaitu, pelanggaran kode
etik penyelenggara pemilu, pelanggaraan administrasi pemilu dan tindak
pidana pemilu.
D. DKPP
Dunia internasional mulai mengampanyekan pentingnya integritas pemilu
(electoral integrity). Jimly Asshiddiqie mengatakan, dalam konteks
penyelenggaraan pemilu, integritas anggota penyelenggaraan pemilu mjd
modal utama dlm mewujudkan pemilu yg demokratis.
Indonesia telah mewujudkannya dgn membentuk DKPP yg bersifat
permanen melalui UU No. 15 Tahun 2011. Sesuai dgn tujuannya utk menjaga
kemandiriannya, integritas, dan kredibilitas penyelenggara pemilu mjd bukti
Indonesia telah berkomitmen electoral integrity.
Dalam memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran kode etik
penyelenggara pemilu, utusan DKPP bersifat final dan mengikat. DKPP dapat
dikatakan sgt progresif dlm melaksanakan tugas & wewenangnya. Putusan
DKPP hanya mengikat bagi lembaga yg berwenang menindaklanjuti putusan
itu.
Rekrutmen Calon Presiden dan Wakil Presiden yang
Demokratis
Sample text

Sample text

This is a sample text.


Insert your desired text here.
Di Indonesia kepemimpinan dipegang oleh Presiden, dan pemilihannya
melalui Pemilu. Pasca-reformasi 1998, telah tjd empat thap amandemen thd
UUD 1945 (1999-2002). Salah satu agenda yg diusung gerakan reformasi adlh
demokratisasi kehidupan ketatanegaraan di Indonesia. Hal ini merupakan
bentuk ekspresi “balas dendam” rakyat thd pemerintahan Orba, di mana pilpres
hanya sbg agenda formal saja & presiden berkuasa memiliki “kekuasaan
tunggal” yg absolut.
Setelah amandemen ketiga pilpres dilaksanakan scr langsung. Namun masih
blm menunjukkan sistem yg sepenuhnya demokratis. Jalur pencalonan Presiden
& Wapres hanya melalui parpol, tidak ada jalur lain, meskipun masyarakat
menghendaki adanya jalur di luar parpol.
A. Pemilihan Presiden dan Wapres Pasca-Reformasi
Amandemen UUD 1945 menghasilkan design baru format kenegaraan
Indonesia. Salah satunya adalah Presiden & Wapres yg dipilih melalui
Pemilu scr langsung oleh rakyat (direct popular vote), sedangkan MPR
hanya sebatas melantik saja.
Pasca amandemen, ketentuan Pemilu scr langsung dituangkan dlm
konstitusi melalui BAB khusus yaitu BAB VII B ttg Pemilihan Umum. Sejak
perubahan ketiga, pemilu memilih anggota DPR, DPRD, DPD, serta
Presiden dan Wakil Presiden.
Sejak Indonesia merdeka, pelaksanaan Pilpres scr lgsng baru dilakukan
sebanyak tiga kali, yaitu pada 2004, 2009, dan 2014. Dasar hukum
penyelenggaraan Pilpres 2004 adalah UU No. 23 Tahun 2003. Untuk
penyelenggaraan Pilpres 2009 & 2014 dasar hukumnya UU No. 42 Tahun
2008.
UU ini menegaskan sistem presidensial yg kuat & efektif fi mana Presiden
& Wapres terpilih tidak hanya memperoleh legitimasi yg kuat dari rakyat,
namun juga dukungan dari DPR. UU ini mengatur bbrp substansi penting yg
signifikan. Dalam konteks penyelenggaraan sistem pemerintahan presidensial,
pejabat negara yg dicalonkan mjd Presdien & Wapres hrs mengundurkan diri
dari jabatannya. Hal tsb dimaksudkan utk kelancaran penyelenggaraan
pemerintahan & terwujudnya etika politik ketatanegaraan.
B. Mekanisme Jalur Rekrutmen Calon Presiden dan Wapres
Berdasarkan Hukum Positif
Pemilihan Presiden memiliki proses yg bertahap dan mekanisme yg tlh
diatur. Secara yuridis tahap pencalonan Presiden dan wakilnya diatur dlm
dua instrumen yaitu UUD 1945 setelah perubahan dan UU No. 42/2008.
1. Berdasarkan Ketentuan UUD 1945 Setelah Perubahan
Dalam UUD ini mekanisme jalur rekrutmen capres & cawapres diatur dlm
pasal 6 A ayat (2). Berdasarkan ketentuan ini, maka hanya ada satu jalur dlm
melakukan rekrutmen capres & cawapres yaitu melalui pintu parpol.
Konsekuensinya, calon yg tdk diusung parpol tdk akan bisa ikut sbg peserta
dlm pemilu.
Ketentuan pasal ini bertentangan dgn prinspi2 demokrasi karena
menutup hak-hak politik rakyat utk maju sbg calon Pesiden & Wapres dlm
Pemilu. Mekanisme dlm pasal ini tdk sesuai dgn asas kedaulatan rakyat yg
tertera dlm Pembukaan UUD 1945 dan sudah seharusnya diubah.
2. Berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden.
Mekanisme jalur rekrutmen capres & cawapres dlm uu ini diatur dlm Pasal 8 dan
9. Pada dasarnya ketentuan tsb hanya sbg penegasan dari Pasal 6 A. Berdasrkan
penjelasn sblmnya, bahwa ketentuan tsb bertentangan dgn asas kedaulatan rakyat
dan demokrasi serta HAM.
Terkait hal tsb sebenarnya telah dilakukan judicial review ke MK thd UU No.
42/2008 sebanyak dua kali, dan semua putusan menolak permohonan pengujian uu
tsb. Namun MK dalam putusannya mengabulkan uji materi UU No. 32 Tahun 2004.
Putusannta mengabulkan calon perseorangan (independen) dlm Pilkada. Adanya dua
putusan MK yg scr substansi kontradiktif ini menimbulkan stigma negatif thd MK.
Namun setidaknya dapat disimpulkan bahwa MK sendiri telah mengakui bahwa
ketentuan jalur rekrutmen melalui parpol saja dirasa kurang demokratis. Berdasarkan
hal tsb, maka peluang rakyat untuk mempertahankan kedaulatannya dgn upaya
hukum uji materiel dpt ditempuh. Hanya bisa direalisasikan dgn amandemen ulang
thd UUD 1945.
C. Mekanisme Jalur Rekrutmen Calon Presiden dan Wakil
Presiden yang Demokratis
1. Urgensi Perbaikan Mekanisme Jalur Rekrutmen Calon Presiden & Wakil
Presiden.
Ada dua faktor penting perlunya format ulang. Pertama, Faktor yuridis.
Peraturan perundang-undangan baik Pasal 6 A UUD 1945 dan Pasal 8 dan 9 UU
No. 42/2008 mengalami cacat konstitusional dan membutuhkan perbaikan untuk
segera diubah.
Kedua, faktor sosiologis. Hasil survei LSI menunjukkan bahwa 65% rakyat
menghendaki mekanisme jalur pencalonan lain. Parpol dianggap gagal
melahirkan pemimpin yg mampu membawa Indonesia keluar dari krisis, justru
mencetak pemimpin yang korup.
2. Mekanisme Jalur Rekrutmen Dua Pintu sebagai Upaya Mewujudkan Sistem
Pemilihan Presiden yang Lebih Demokratis.
Pembukaan UUD 1945 sbg norma tertinggi menganut asas kedaulatan
rakyat, maka dlm merumuskan format mekanisme tsb hrs disesuaikan dgn
prinsip2 demokrasi. Demokrasi bukanlah sistem pemerintahan terbaik, namun
belum ada sistem lain yg lbh baik daripadanya, hal tsb dikatakan oleh PM
Inggris Winston Churchill. Dunia juga mengakui hal tsb.
Prinsip demokrasi dapat dipenuhi dgn menerapkan format mekanisme jalur
rekrutmen dua pintu, yaitu suatu format yg menyediakan dua macam pintu sbg
jalur pencalonan. Pintu pertama melalui jalur parpol dan pintu kedua melalui
jalur independen (pperseorangan).
Melalui cara tsb akan menciptakan suasana pemiliha yg lbh demokratis,
menghasilkan calon yg lbh kompetitif serta variatif, dan Pemilu akan melahirkan
sosok Presiden & Wapres yg lbh berkualitas, ber-kredibilitas, dan integritas
tinggi, serta peduli thd rakyat.
Dilema Recall Anggota Legislatif dalam Sistem
Ketatanegaraan Indonesia
Sample text

Sample text

This is a sample text.


Insert your desired text here.
A. Sekilas Tentang Recall

Di Indonesia recall dimaknai sbg peleran atau pemberhentian anggota seorang


DPR mealui sistem penggantian antar waktu (PAW). Pijkan yuridis pemberhentian
anggota DPR diatur dlm pasal 22B UUD RI 1945. Instrumen yg mengatur ttg
pemberhentian dan PAW DPR menunjukkan parpol memiliki peran yg begitu besar
didalamnya. Ketentuan recall perluditinjau kembali.
B. Dilema Recall dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Ketentuan recall dlm UU MD3 perlu ditinjau lbh lanjut. Berdasaarkan
penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU Parpol, keputusan recall dpt dikualifikasikan
sbg objek perselisihan karena sangat mungkin berkaitan dgn pemecatan tanpa
alasan yg jelas atau keberatan thd putusan parpol.
Pengaturan ttg recall pernah diuji materielkan ke MK namun belum
dikabulkan. Pertimbangan MK bahwa dlm sistem pemilihan dimana pemilih
langsung memilih nama seseorang sbg wakil, maka logis jika recall dilakukan
oleh partai yg mencalonkan.
Mekanisme recal memang tidak dpt dipungkiri sgt diperlukan sbg sarana
kontrol. Namun mekanisme kontrol itu tdk boleh mengesampingkan
kedaulatan rakyat, bahkan membelenggu anggota dewan utk menyuarakan
aspirasi rakyat yg diwakilinya. Dengan demikian mekanisme recall harus
diperbaiki guna menata demokrasi yg lbh baik ke depan.
C. Wacana Pelibatan Rakyat dalam Recall: Mengembalikan
Kedaulatan Rakyat
Logika sederhananya adalah apabila rakyat sbg pemegang kedaulatan berhak
memilih siapa wakilnya, maka semestinya pemilih juga punya hak utk
memberhentikan atau mengusulkan pemberhentian anggota DPR. Mekanisme
recall yg dapat diterima hanyalah constituent recall, yaitu apabila tuntutan
pemberhentian thd anggota itu datang dari warga masyarakat daerah pemilihan
darimana anggota DPR bersangkutan berasal.
Dalam perkembangan terakhir, MK melalui putusannya Nomor 39 ttg pengujian
Pasal 16 ayat (3) UU Parpol, memberikan legidimasi bahwa otoritas parpol dlm
memberhentikan anggotanya yg menjabat DPR dpt direduksi. Selain memberikan
hak recall thd rakyat, mekanisme recall itu sendiri harus dibuat secara ketat dgn
alasan yg jelas. Selanjutnya, pelibatan rakyat dpt dilakukan dlm bentuk pengajuan
petisi.
Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilihan Umum
Sample text

Sample text

This is a sample text.


Insert your desired text here.
Berkaitan dgn Pemilu, hal pentinng dari paradigma keadilan Pemilu adalah
adanya jaminan thd hak pilih. Sistem keadilan Pemiluberfungsi mencegah
ketidakberesan yg dpt menimbulkan sengketa dan menjamin pemilu yg bebas, adil,
dan jujur. Tujuan berjalannya keadilan pemilu adalah utk menjaga agar proses
Pemilu lebih kredibel dan memiliki legitimasi tinggi.
Salah satu instrumen menegakkkan keadilan pemilu yakni, melalui penegakan
hukum Pemilu dgn desain kerangka hukum yg mengatur mekanisme dan
penyelesaian yg efektif. Penyelesaian sengketa hasil Pemilu melalui MK sesuai Pasal
24 UUD NRI 1945.
Wewenang MK utk memutus perselisihan hasil pemilu merupakan bentuk
pelaksaan fungsi MK sbg pengawal demokrasi (the guardian of democracy), dan
pengawal konstitusi (the guardian of the constitution).
Khusus mengenai kewenangan MK memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
(PHPU), MK mengatur batasan ttg objek perselisihan hanya terkait dgn penetapan hasil
pemilu secara nasional oleh KPU, yg memengaruhi perolehan kursi atau terpilih tidaknya
calon atau pasangan calon.
MK mengalami dinamika penafsiran. Pada awalnya MK memaknai ruang lingkup
kewenangannya terbatas pada perselisihan.hasil penghitungan suara yg memengaruhi
perolehan kursi atau terpilihnya calon. Dalam Pilpres 2004 MK memperluas
kewenangannya utk menyelesaikan pelanggaran asas-asas konstitusionalitas Pemilu.
Mulai tahun 2008, MK memperluas objek PHPU yaitu menyelesaikan pelanggaran yg tjd
dalam penyelenggaraan Pemilu.
Dalam perkembangan terakhir, MK memperluas kewenangannya yaitu terkait
pelanggaran thd ketentuan perat perundang-undangan dlm proses Pemilukada yg
berpengaruh thd perolehan suara dan hasil penghitungan suara sbg bagian sengketa
Pemilukada, termasuk syarat calon kepala daerah atau wakil kepala daerah.
Dinamika Pilkada Pasca-Reformasi
Sample text

Sample text

This is a sample text.


Insert your desired text here.
Putusan MK “mengamini” pilkada sbg rezim pemilu. Beberapa ketentuan dlm UU
32/2004 diuji materielkan ke MK. Putusan MK sebagian membingungkan, diakui bahwa
asas Pilkada sama dengan asas Pemilu, akan tetapi Pilkada dinilai bukanlah Pemilu.
Rekomendasi MK tsb akhirnya oleh pemerintah dlm UU 22/2007 Pilkada dimasukkan
kedalam rezim pemilu sehingga nomenklaturnya berubah menjadi Pemilukada. Maka
.
penyelenggaraannya diserahkan kpd KPU beserta jajarannya. Dan penyelesaian sengketa
hasilnya pun beralih dari MA ke MK.
Pada tahun 2014, MK mengeluarkan putusan yg mengatur kewenangan MK
memutus perselisihan hasil Pemilukada. MK memutus perselisihan hasil Pemilukada
oleh MK dinilai inkonstitusional. Karena Pilkada dinilai tidak masuk kedalam rezim
pemilu. Paska putusan tsb, DPR mengesahkan UU No. 22 Tahun 2014 yg mengubah
mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung menjadi tdk langsung melalui
DPRD. Karena menimbulkan kontroversi, presiden mengeluarkan Perppu No. 1 Tahun
2014 yg mengembalikan mekanisme pemilihan kepala daerah menjadi secara langsung.
Pemilihan Umum Serentak
Sample text

Sample text

This is a sample text.


Insert your desired text here.
Pada Januari 2014, MK akhirnya mengeluarkan putusan Nomor
14/PUU-XI/2013, yang menegaskan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden hrs
dilaksanakan serentak dgn Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. MK menyatakan bahwa
pemisahan penyelenggaraan pilpres dan pileg adalah inkonstitusional.
Terdapat 4 alasan yg mjd pertimbangan MK yaitu pertama, pelaksanaan
Pemilu serentak mendorong penguatan.sistem presidensial. Kedua, Pemilu
serentak sesuai dgn original intent Pasal 22E UUD 1945. Ketiga, dari sisi
penafsiran sistematik, Pasal 22E ayat (2) UUD 1945. Berdasarkan pemahaman
penafsiran, UUD 1945 memang tidak memisahkan penyelenggaraan pilpres &
pileg. Keempat, penyelenggaraan pilpres dan pileg secara serentak akam lebih
efisien.
Jimly Asshiddiqie mengatakan, Pemilu scr serentak memberi banyak sekali
manfaat dlm memperkuat sistem pemerintahan. Salah satunya melalui “political
separation” (decoupled) antara fungsi eksekutif & legislatif yg memang sudah
seharusnya saling mengimbangi.
Dalam Pemilu serentak, praktik umum yg banyak diterapkan adalah menggabungkan
pemilihan eksekutif dgn pemilihan anggota legislatif. Dalam konteks Indonesia, muncul
persoalan mengenai desain Pemilu serentak. Model atau desain pemilu serentak di
Indonesia yang ditawarkan memiliki esensi yg sama satu sama lain, yaitu, pemisahan
antara Pemilu serentak nasional dan Pemilu serentak lokal/daerah.
. mendoromg utk dilakukannya kodifikasi
Putusan MK ttg Pemilu serentak tahun 2019
uu di bidang Pemilu. Terdapat bbrp urgensi perlunya kodifikasi uu di bidang pemilu ini,
salah satunya adalah utk menciptakan penegakan hukum Pemilu yg terintegrasi. Dalam
konteks ini, kodifikasi ditujukan agar penegakan hukum Pemilu tidak tumpang tindih, yg
berimplikasi pada tdk adanya kepastian hukum.

Anda mungkin juga menyukai